You are on page 1of 27

Aminoglikosid

AMINOGLIKOSID
1. PENDAHULUAN Dlm rangka mencari antimikroba gram-negatif, th 1943 berhasil diisolasi turunan Streptomyces griseus yg menghasilkan streptomisin. Setelah streptomisin, ditemukan berbagai antibiotik lain yg memiliki sifat mirip streptomisin yaitu kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin, netilmisin, neomisin dan lain-lain. Saat ini aminoglikosid masih digunakan dlm penanggulangan infeksi berat oleh kuman gramnegatif. Gentamisin merupakan prototip dr golongan antibiotik yang cukup toksik namun dg pemantauan kadar dlm darah efek toksik dapat dihindarkan.

AMINOGLIKOSID
2. KIMIA Aminoglikosid td 2 atau lebih gugus gula amino yg terikat lewat ikatan glikosidik pd inti heksosa. Heksosa tsb atau aminosiklitol, ialah streptidin (pd streptomisin) atau 2-deoksistreptamin (ciri aminoglikosid lain); berbtk senyawa polikation yg bersifat basa kuat dan sangat polar, baik dlm btk basa maupun garam, bersifat mudah larut dlm air. Sediaan suntikan, berupa garam sulfat, sebab paling kurang nyeri utk suntikan im. Aminoglikosid merupakan produk Streptomises atau fungus lainnya. Jenis, fungus penghasil, penemu dan tahun penemuan aminoglikosid dapat dilihat pada Tabel 1. Senyawa aminoglikosid dibedakan dari gugus gulaamino yang terikat pada aminosiklitol (lihat Tabel 2).

Tabel STRUKTUR AMINOGLIKOSID KANAMISIN, GENTAMISIN, TOBRAMISIN, AMIKASIN. NETILMISIN

AMINOGLIKOSID
3. EFEK ANTIMIKROBA AKTIVITAS DAN MEKANISME KERJA Aktivitas antibakteri gentamisin, tobramisin, kanamisin, netilmisin dan amikasin terutama pd basil gram-neg yg aerobik Aktivitas thd bakteri gram-positif sangat terbatas. Str. pneumoniae dan Str. pyogenes sangat resisten. Streptomisin dan gentamisin aktif thd enterokok dan streptokok lain tetapi efektivitas klinis dpt dicapai bila digabung dg penisilin Basil gram-negatif berbeda suseptibilitasnya thd berbagai aminoglikosid. Mikroorganisme dinyatakan sensitif bila pertumbuhannya dihambat dg kdr puncak antibiotik dlm plasma tanpa efek toksik yaitu 4-8 mg/ml utk gentamisin, tobramisin dan netilmisin, 8-16 mg/ml utk amikasin dan kanamisin Aktivitas aminoglikosid dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama perubahan pH, keadaan aerobik-anaerobik atau keadaan hiperkapnik. Aktivitas aminoglikosid lebih tinggi pada suasana alkali daripada suasana asam.

AMINOGLIKOSID
MEKANISME KERJA. Aminoglikosid berdifusi lewat kanal air pd membran luar dr bakteri gram-negatif masuk ke ruang periplasmik. Sedangkan transport melalui membran dlm sitoplasma membutuhkn energi Setelah masuk sel, aminoglikosid terikat pada ribosom 30S dan menghambat sintesis protein. Terikatnya aminoglikosid pd ribosom ini mempercepat transport aminoglikosid ke dlm sel, diikuti dg kerusakan membran sitoplasma, dan disusul kematian sel. Diduga terjadi "salah baca" kode genetik yg mengakibatkan terganggunya sintesis protein. Pengikatan streptomisin pada ribosom memerlukan adanya protein khusus yaitu P10 dalam subunit 30S ribosom tsb. Protein P10 ini merpkan bagian yg menentukan tempat pengikatan streptomisin pd ribosom, atau mengendalikan streptomisin utk mencapai tempat pengikatan di ribosom. Protein P10 yang terisolasi tidak mengikat streptomisin. Aminoglikosid bersifat bakterisidal cepat.

AMINOGLIKOSID
2. SPEKTRUM ANTIMIKROBA Kadar puncak rata-rata dalam serum yang dapat dicapai dengan pemberian dosis lazim merupakan pegangan dalam menetapkan kepekaan mikroba tertentu thd antimikroba. Kadar puncak ini dapat dijadikan pedoman untuk menghindari efek toksik penggunaan antimikroba di klinik. Menurut beberapa ahli, pedoman kepekaan mikroba thd aminoglikosid ialah sbb: galur mikroba dianggap resisten bila utk streptomisin diperlukan kadar melebihi 32 mg/ml; utk kanamisin dan amikasin melebihi 16 mg/ml; utk gentamisin, tobramisin dan sisomisin melebihi 8 mg/ml. Kepekaan suatu galur mikroba thd aminoglikosid mudah berubah, biasanya menurun setelah terjd kontak dg aminoglikosid. Kejadian ini jelas akan menyebabkan perubahan dalam spektrum antimikroba akibat berkembangnya resistensi. Spektrum aminoglikosid lain, pada umumnya lebih luas daripada streptomisin.

AMINOGLIKOSID
3. RESISTENSI Masalah resistensi merupakan kesulitan utama dalam penggunaan streptomisin secara kronik; misalnya pada terapi tuberkulosis atau endokarditis bakterial subakut. Sifat resistensi thd streptomisin mudah diperlihatkan dg melakukan beberapa tahap pembiakan ulang suatu mikroba dlm medium yg mengandung streptomisin. Resistensi thd streptomisin dpt cepat terjadi, sedangkan resistensi thd aminoglikosid lain terjadi lbh berangsur-angsur. Bakteri dpt resisten thd aminoglikosid karena kegagalan penetrasi ke dlm kuman, rendahnya afinitas obat pd ribosom atau inaktivasi obat oleh enzim kuman. Hal terakhir merupakan mekanisme terpenting yg menjelaskan resistensi didpt thd aminoglikosid.

AMINOGLIKOSID

Dikenal berbagai enzim inaktivator aminoglikosid yaitu enzim fosforilase, adenilase, asetilase gugus hidroksil spesifik atau gugus amino. Informasi genetik utk sintesis enzim didpt melalui konyugasi, transfer DNA sbg plasmid dan transfer faktor resisten kuman. Plasmid pembawa resistensi yg tersebar luas dan membawa lbh dari 20 kode enzim bertanggung jawab thd penyempitan spektrum kanamisin dan akhir-akhir ini juga gentamisin dan tobramisin. Penetrasi aminoglikosid lewat membran sitoplasma membutuhkan proses aktif. Hal ini menjelaskan resistensi kuman anaerobik dan bakteri fakultatif dlm suasana anaerobik thd aminoglikosid. Resistensi alami kuman thd aminoglikosid juga diduga berdasarkan kurangnya penetrasi obat ke dalam kuman ini, misalnya resistensi thd enterokok. Penisilin mengubah struktur dinding sel shg memudahkan penetrasi aminoglikosid ke dlm kuman.

AMINOGLIKOSID
4. FARMAKOKINETIK Aminoglikosid sbg polikation bersifat sangat polar, shg sangat sukar diabsorpsi melalui saluran cerna. Kurang dr 1 % dosis yg diberikan diabsorpsi lewat saluran cerna. Pemberian per oral hanya dimaksudkan utk mendptkan efek lokal dlm saluran cerna saja, misalnya pd persiapan prabedah usus. Utk mendptkan kadar sistemik yg efektif (Tabel 3) aminoglikosid perlu diberikan secara parenteral. Neomisin, framisetin dan paromomisin tidak dianjurkan untuk penggunaan sistemik, maka farmakokinetiknya hanya disinggung sepintas lalu. AMINOGLIKOSID PARENTERAL Aminoglikosid dlm btk garam sulfat yg diberikan im baik sekali absorpsinya. Kadar puncak dlm darah dicapai dlm waktu ratarata sampai 2 jam. Pengikatan oleh protein plasma darah hanya jelas terilhat pd streptomisin, yaitu dan seluruh aminoglikosid dlm darah. Yg lain tdk diikat oleh protein plasma.

Tabel 3. KADAR EFEKTIF DAN KADAR TOKSIK POTENSIAL AMINOGLIKOSIDA

Tabel 4. FARMAKOKINETIK AMINOGLIKOSIDA

AMINOGLIKOSID

Streptomisin di dlm darah, hampir seluruhnya tdp di dlm plasma dan hanya sedikit sekali yg masuk ke dlm eritrosit maupun makrofag. Sifat polar menyebabkan aminoglikosid sukar masuk sel. Kadar dlm sekret dan jarlngan rendah; kadar tinggi dlm korteks ginjal, endolimf dan perilimf telinga, menerangkan toksisitasnya thd alat tsb. Ekskresi aminoglikosid berlangsung melalui ginjal terutama dg filtrasi glomerulus. Penggunaan tobramisin brsama probenesid pd pria usia lanjut tdk mempengaruhi bersihan ginjal total utk tobramisin. Karena ekskresi hampir seluruhnya berlangsung melalui ginjal, maka keadaan ini menunjukkan adanya seskuestrasi ke dlm jaringan. Walaupun dmk kdr dlm urin mencapai 50-200 mg/ml. Sebagian besar ekskresi terjadi dlm 12 jam setelah pemberian. Streptomisin dan gentamisin diekskresi dlm jml yg cukup besar melalui empedu shg kadarnya cukup tinggi: streptomisin dosis tinggi menghasilkan kadar dlm empedu setinggi 10-20 mg/ml.

AMINOGLIKOSID
AMINOGLIKOSID NON-SISTEMIK Neomisin, paromomisin dan framisetin tdk digunakan secara parenteral, karena sifatnya yg terlalu toksik dibandingkan dg aminoglikosid lainnya. Pd orang yg fungsi ginjalnya baik, neomisin walaupun diberikan 10 g oral selama 3 hari, tdk mencapai kadar toksik dlm darah. Absorpsi lebih tinggi bila ada lesi di saluran cerna. Adanya insufisiensi faal ginjal dan hati, cepat meningkatkan kadar neomisin dlm darah, shg mungkin timbul efek toksik: dosis oral 4-8 g sehari sudah dpt menghasilkan kadar dlm plasma seperti pemberian parenteral. Penggunaan neomisin oral pd anak kecil hrs dibatasi masa pemberiannya, terlbh pd penyakit dg lesi intestinal. Dosis 100 mg/kg BB sehari jangan diberikan lbh dr tiga minggu. Neomisin yg tdk diabsorpsi di usus, akan keluar dlm btk utuh bersama tinja. Pramisetin, hanya digunakan topikal pd kulit.

AMINOGLIKOSID
5. EFEK SAMPING Efek samping oleh aminoglikosid dpt dibagi dlm tiga kelompok : 1) Alergi; 2) reaksl iritasi dan toksik; 3) perubahan biologik. 1) ALERGI Pernah dilaporkan Rash, eosinofilia, demam, diskrasia darah, angioudem, dermatitis eksfoliatif, stomatitis dan syok anafilaksis. 2) REAKSI IRITASI DAN TOKSIK Reaksi iritasi berupa rasa nyeri terjadi di tempat suntikan diikuti dg radang steril, dan dpt disertai peningkatan suhu badan setinggi - 1 C. Reaksi toksik terpenting oleh aminoglikosid ialah pd susunan saraf, berupa gangguan pendengaran dan keseimbangan, dan pd ginjal. Gejala lain pd susunan saraf ialah gangguan pernapasan akibat efek kurariform pd sistem neuromuskular, ensefalopati, neuritis perifer serta gangguan visus.

AMINOGLIKOSID
EFEK OTOTOKSIK. Efek toksik aminoglikosid pada saraf otak N. VIII mengenai komponen vestibular maupun akustik. Setiap aminoglikosid berpotensi menyebabkan dua efek toksik tsb tetapi dlm derajat yg berbeda. Streptomisin dan gentamisin lbh mempengaruhi komponen vestibular; sebaliknya neomisin, kanamisin, amikasin dan dihidrostreptomisin lebih mempengaruhi komponen akustik; tobramisin sama pengaruhnya pada kedua sistem. Studi permulaan pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa netilmisin kurang ototoksik dibanding dengan aminoglikosid lain. Pendapat tersebut perlu pembuktian lebih lanjut karena pada salah satu uji klinik 10 % pasien mendapat komplikasi ototoksisitas. Ototoksisitas aminoglikosid ditingkatkan oleh berbagai faktor antara lain : besarnya dosis, adanya gangguan faal ginjal, usia tua, riwayat penggunaan suatu obat ototoksik, pemberian bersama asam etakrinat (suatu diuretik kuat), kadar puncak dan kadar lembah yang meningkat, terapi berkepanjangan dan demam.

AMINOGLIKOSID
EFEK NEFROTOKSIK. Kerusakan taraf permulaan ditandai dg ekskresi enzim dr brush border tubulus renal (alanin-aminopeptidase, fosfatase alkali dan b-D-glukosaminidase). Setelah beberapa hari, terjadi defek kemampuan konsentrasi ginjal, proteinuria ringan dan terdptnya hialin serta silinder granular, filtrasi glomerulus menurun setelahnya. Potensi nefrotoksik terkuat dimiliki oleh neomisin, sedangkan yg terlemah ialah streptomisin. Kanamisin dan gentamisin berada di antara keduanya; frekuensi kejadian untuk gentamisin ialah 2-10 %, atau rata-rata sekitar 4%. NEUROTOKSIK LAINNYA. Pemberian streptomisin secara intraperitoneal sewaktu bedah abdomen dapat menimbulkan gangguan pernapasan akibat hambatan konduksi neuromuskular. Selain dengan streptomisin, sifat kurariform ini dimiliki juga oleh kanamisin, gentamisin dan neomisin, aminoglikosid lain sebaiknya dianggap dianggap potensi demikian pula.

AMINOGLIKOSID
3. PERUBAHAN BIOLOGIK Efek samping ini bermanifestasi dalam dua bentuk, yaitu gangguan pada pola mikroflora tubuh dan gangguan absorpsi di usus. Perubahan pola mikroflora tubuh memungkinkan terjadinya superinfeksi oleh kuman gram-positif, gram-negatif, maupun jamur. Superinfeksi Pseudomonas dapat timbul akibat penggunaan kanamisin; sedangkan penggunaan gentamisin oral cenderung menimbulkan kandidiasis. Frekuensi kejadian superinfeksi tidak diketahui, untuk streptomisin parenteral diperkirakan 4%. Gangguan absorpsi dapat terjadi akibat pemberian neomisin per oral 3 g atau lebih dalam sehari. Jenis zat yang dihambat absorpsinya meliputi karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin. Mekanisme hambatan absorpsi ini antara lain terjadi akibat gangguan sistem enzim dan nekrosis sel epitel kripta usus. Paromomisin oral juga menimbulkan gangguan absorpsi.

AMINOGLIKOSID
6. INTERAKSI OBAT Penisilin anti pseudomonas yaitu : karbenisilin, tikarsilin, meziosilin, aziosilin dan piperazilin yg umum diberikan dlm dosis besar, dpt menginaktivasi aminoglikosid, khususnya gentamisin dan tobramisin. Amikasin dan netilmisin bersifat kurang peka dp gentamisin dan tobramisin thd inakaktivasi oleh penisilin anti pseudomonas ini. Blokade neuromuskular oleh pelumpuh otot (suksinilkolin, tubokurarin) dpt diperberat oleh aminoglikosid shg terjadi paralisis pernapasan. Bila blokade tsb terjadi maka dpt diatasi dg pemberian kalsium dan prostigmin. Peningkatan nefrotoksisitas juga terjadi bila aminoglikosid diberikan bersama metoksifluran, sefaloridin, amfoterisin B, siklosporin atau endometasin intravena yang diberikan untuk menutup duktus arteriosus paten pada neonatus.

AMINOGLIKOSID
7. SEDIAAN DAN POSOLOGI Sediaan aminoglikosid dpt dibagi dlm kelompok : 1) sediaan aminoglikosid sistemik pemberian im atau iv yaitu amikasin, gentamisin, kanamisin dan streptomisin, 2) aminoglikosid topikal terdiri dari aminosidin, kanamisin, neomisin, gentamisin dan streptomisin. Dlm kelompok topikal ini termsk semua aminoglikosid yg diberikan per oral utk mendptkan efek lokal dlm lumen saluran cerna. Sediaan aminoglikosid pd umumnya sbg garam sulfat.

1. Streptomisin 2. Gentamisin 3. Kanamisin 4. Amikasin 5. Tobramisin 6. Netilmisin 7. Neomisin 8. Lain-lain: paromomisin (aminosidin) dan sisomisin.

AMINOGLIKOSID
8. INDIKASI, KONTRAINDIKASI DAN PENGGUNAAN KLINIK Aminoglikosid, sekalipun berspektrum antimikroba lebar, jangan digunakan pada setiap jenis infeksi oleh kuman yang sensitif, karena 1) resistensi terhadap aminoglikosid relatif cepat berkembang: 2) toksisitasnya relatif tinggi: 3) tersedianya berbagai antibiotik lain yang cukup efektif dan toksisitasnya lebih rendah. Indikasi penggunaan aminoglikosid sebaiknya dibatasi untuk infeksi oleh kuman aerobik gram-negatif yang sensitif thdnya dan telah resisten thd antimikroba lain yg kurang toksik; terutama infeksi sistemik berat. Pd berbagai infeksi oleh kuman gram-negatif yg berat dan bersifat fatal, penggunaan aminoglikosid sbg terapi awal dpt menyelamatkan nyawa pasien, sekalipun belum dpt dipastikan jenis kuman penyebab. Termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah bakteremia dan syok septik.

AMINOGLIKOSID
Manfaat aminoglikosid yang perlu dikemukakan ialah terhadap infeksi oleh spesies Pseudomonas yang pada umumnya resisten terhadap penisilin ataupun sefalosporin. Untuk terapi infeksi Ps. aeruginosa potensi tobramisin ialah kira-kira 2-4 kali potensi gentamisin, berdasarkan dosis per kg berat badan. Sekalipun sifat farmakologi lainnya sama untuk kedua aminoglikosid ini, berdasarkan perbedaan potensi tersebut di atas cukup beralasan untuk memilih tobramisin pada infeksi Ps. aeruginosa. Pd penggunaan aminoglikosid topikal, tetap perlu diperhitungkan kemungkinan timbulnya efek toksik sistemik. Hal ini a.l. dpt terjadi dg aplikasi aminoglikosid pd luka bakar yg luas, pd gastroenteritis dan suntikan iniraperitoneum.

AMINOGLIKOSID
PEMILIHAN OBAT Pedoman utk memilih aminoglikosid tergantung dr berbagai faktor. Sensitivitas strain kuman sangat dipengaruhi oleh berbagai keadaan, a.l. perkembangan sifat resistensi akibat penggunaan antimikroba. Untuk aminoglikosid perlu dipertjmbangkan pula kemungkinan timbulnya resistensi silang. Gentamisin yang sudah cukup luas digunakan, di beberapa tempat sudah mempertihatkan resistensi yg cukup tinggi. Di tempat di mana gentamisin masih menunjukkan efektivitas yg tinggi, sebaiknya dibatasi penggunaan aminoglikosid lain yg relatif baru agar tetap dimiliki pilihan pengganti jika diperlukan. Di samping ini, perlu dtpertimbangkan sifat farmakokinetik dan kemungkinan terjadinya toksisitas.

AMINOGLIKOSID
STREPTOMISIN. Utk infeksi non-tuberkulosis dan infeksi kuman gram-negatif penggunaan streptomisin sudah sangat terdesak oleh aminoglikosid lain dan derivat kuinolon yg lbh poten dan aman. Indikasi lain ialah tularemia, sampar paru dan bubonik. Utk berbagai infeksi kuman gram-negatif dan beberapa infeksi kuman gram-positif, penggunaan streptomisin sering digabungkan dg antimikroba lain. Penggabungan dg tetrasiklin digunakan pd tularemia dan bruselosis berat (untuk terapi tularemia ringan digunakan terapi obat tunggal tetrasiklin): pd penyakit sampar, streptomisin digabung dg sulfadiazin; kombinasi streptomisin dg penisilin digunakan pula pd endokarditis bakterial yg disebabkan oleh Str. viridans atau Enterococcus. Dlm keadaan tertentu streptomisin dpt dipertimbangkan utk meningitis oleh Ps. aeruginosa, chancroid dan granuloma inguinale. Streptomisin jangan digunakan bersama obat lain yg bersifat ototoksik, karena toksisitasnya dpt bersifat aditif.

AMINOGLIKOSID
KANAMISIN DAN KELOMPOK NEOMISIN. Kanamisin aktif thd E. coli, Enterobacter, Klebsiella, Proteus, Salmonella, Shigella, Vibrio, Neisseria, Staphylococcus, dan Mycobacterium. Kanamisin parenteral digunakan pada infeksi oleh kuman yang sensitif; a.l. infeksi perforasi abdomen dan saluran kemih oleh Proteus, bakteremia oleh kuman enterik. Thd infeksi S. aureus, kanamisin sudah terdesak oleh antimikroba lain yg lbh efektif dan kurang toksik. Sbg tuberkulostatik, penggunaan kanamisin hanya diterapkan jika benar-benar diperlukan, berdasarkan pertimbangan toksisitasnya. Neomisin terbanyak digunakan topikal, baik untuk infeksi kulit maupun untuk infeksi mukosa oleh kuman yang sensitif.

AMINOGLIKOSID
GENTAMISIN, TOBRAMISIN, NETILMISIN DAN SISOMISIN. Gentamisin sistemik (parenteral) diindikasikan utk infeksi oleh kuman gram-negatif yg sensitif; a.l. Proteus, Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, E. coli dan Enterobacter. Kuman-kuman ini antara lain menyebabkan bakteremia, meningitis, osteomielitis, pneumonia, infeksi luka bakar, infeksi saluran kencing, infeksi telinga-hidung-tenggorok dan tularemia. Dalam keadaan tertentu gentamisin digunakan pula terhadap gonore dan infeksi S. aureus. Sedapat mungkin, gentamisin sistemik hanya diterapkan pada infeksi yang berat saja. Pada septisemia yang diduga disebabkan kuman gram-negatif, secara empirik dapat diberikan gentamisin sambil menunggu hasil identifikasi dan penentuan sensitivitas kuman penyebab. Tobramisin tidak jauh berbeda sifatnya dengan gentamisin, termasuk spektrum antimikrobanya: karena itu, tobramisin dapat digunakan sebagai pengganti gentamisin.

AMINOGLIKOSID
AMIKASIN. Kuman yang sensitif terhadap amikasin antara lain ialah E. coli, Kl. pneumoniae, Ps. aeruginosa, Serratia marcescens, Providentia stuartii, Proteus, Salmonella, Enterobacter, S. aureus dan S. albus. Amikasin sangat berguna untuk infeksi gram- negatif, terutama yang telah resisten terhadap gentamisin. Terhadap infeksi berat oleh kuman gram-negatif, amikasin sekurang-kurangnya sama efektif dengan gentamisin. Secara in vitro, berdasarkan ukuran berat. amikasin kurang poten dibandingkan dengan aminoglikosid lainnya; tetapi amikasin cukup efektif secara klinis, sebab obat ini resisten terhadap berbagai enzim yang menginaktifkan gentamisin, tobramisin atau kanamisin.

You might also like