Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Program
imunisasi merupakan upaya pencegahan penyakit yang sudah tertera dalam undang-undang kesehatan No. 23 Tahun 1992, Paradigma Sehat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain pemberantasan penyakit. Salah satu upaya pemberantasan penyakit menular adalah upaya pengebalan (imunisasi)
PENDAHULUAN
Sasaran dan tujuan umum dari program imunisasi ini adalah turunnya angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya imunisasi dapat semakin efektif, bermutu dan efisien. Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak Tahun 1956. Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak Tahun 1974. Mulai Tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus serta Hepatitis B.
PENDAHULUAN
IMUNISASI
Cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu Ag, sehingga bila ia terpapar pada Ag yang serupa tidak terjadi penyakit Upaya Imunisasi dilakukan dengan pemberian vaksin: Vaksin adalah mikroorganisme yang diubah sedemikian rupa sehingga patogenitas atau toksisitasnya hilang tapi msih mengandung sifat antigenitas Antigen dapat merangsang pembentukan antibodi dan sistem imun dalam tubuh
Pembagian Imunitas (Kekebalan): Kekebalan aktif Kekebalan dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpapar pada Ag seperti pada imunisasi atau terpapar secara alamiah. Berlangsung lama
Kekebalan
Pasif Kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan oleh individu itu sendiri, misalnya kekebalan bayi yang diperoleh dari ibu, setelah pemberian Ig serum Tidak berlangsung lama
Tujuan Immunisasi Mencegah terjadinya penyakit tertentu Menghilangkan penyakit tertentu (transmisinya manusia)
RESPON IMUN
Respon tubuh terhadap Ag,untuk mengeliminasi Ag tsb. Primer Respon imun yang terjadi pada paparan pertama kali dengan Ag Ab yang terbentuk IgM dengan titer yang rendah Sekunder Respon imun yang terjadi pada paparan setelah paparan pertama kalinya dengan Ag yang serupa. Ab yang terbentuk IgG dengan titer yang tinggi sel memori mengalami transformasi, prolifrasi, deferensiasi
Keberhasilan Imunisasi tergantung faktor Status Imun pejamu Adanya Ab spesifik pada pejamu keberhasilan vaksinasi, mis: - Campak pada bayi - Kolustrum ASI IgA polio Maturasi gen imunologik Neonatus Fungsi makrofag , kadar komplemen, aktifasi opsonin
Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang, hasil vaksin ditunda sampai umur 2 bulan Apabila diharapkan Cakupan imunisasi semaksimal mungkin atau Frekuensi penyakit , dampaknya pada neonatus berat Imunisasi dapat diberikan pada neonatus Status imunologik respon terhadap vaksin kurang
Faktor
genetik Secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu baik, cukup, rendah keberhasilan vaksinasi tidak 100% Kualitas, Kuantitas Vaksin Cara pemberian Polio oral imunitas lokal dan sistemik Dosis Vaksin Tinggi Menghambat respon menimbulkan Efek Samping Rendah Tidak merangsang sel imunokompeten
Frekuensi Pemberian Respon imun sekunder sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya,afinitas lebih tinggi Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar Ab spesifik masih tinggi Ag dinetralkan oleh Ab spesifik tidak merangsang sel imunokompeten
Ajuvan Zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag mempertahankan Ag tidak cepat hilang mengaktifkan sel imunokompeten Jenis Vaksin Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik Faktor epidemiologik Menentukan saat pemberian vaksinasi
Kandungan Vaksin 1.Antigen virus, bakteri. Vaksin yang dilemahkan Polio, Campak, BCG Vaksin mati Pertusis Eksotoksin Toksoid Dipteri, Tetanus 2. Ajuvan Persenyawaan Aluminium Sulfat 3. Cairan pelarut Air, Garam fisiologis cairan kultur jaringan, telur
Hal-hal yang merusak vaksin Panas semua vaksin Sinar matahari BCG Pembekuan toxoid Desinfeksi/antiseptik : sabun
Jadwal Imunisasi Untuk keseragaman Mendapatkan respon imun yang baik berdasarkan keadaan epidemiologi, prioritas penyebab kematian, kesakitan
JADWAL
Imunisasi Rutin, pada bayi: Hepatitis B, Polio, BCG, DPT, Campak Pada anak sekolah: DT/Td, Campak BIAS ( Bulan Imunisasi Anak Sekolah) diharuskan pada bulan Agustus (Campak) dan Nopember (DT)
Imunisasi tambahan: HIb Meningitis Pneumokokus Pneumoniae Rotavirus Diare Influenze Influenza Varilrix Varisela MMR Measles, Mumps, Rubella Typhim Typhus Havrix Hepatitis A HPV Kanker cervix Imunisasi ulangan: Sering tidak diperhatikan Meningkatkan titer Ab yang mulai turun
Imunisasi Hepatitis B
Memberikan kekebalan terhadap infeksi virus Hepatitis B Vaksin berisi HbsAg murni Diberikan sedini mungkin setelah lahir ok Indonesia daerah endemis Hepatitis B Suntikan secara Intra Muskular didaerah paha, dosis 0,5ml Penyimpanan vaksin pada suhu 2 - 8 0C Bayi lahir dari ibu HbsAg (+) diberikan imunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah lahir + imunisasi Hepatitis B Dosis kedua 1 bulan berikutnya
Dosis ketiga 6 bulan berikutnya Imunisasi ulangan 5 tahun kemudian Kadar pencegahan anti HbsAg > 10 g/ml Produksi vaksin Hepatitis B di Indonesia, mulai program imunisasi pada th 1997
Imunisasi Polio
Memberikan kekebalan terhadap Polio Vaksin dari virus Polio yang dilemahkan Vaksin berbentuk cairan dengan kemasan 1cc atau 2 cc dalam flacon, pipet Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1ml) Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4 - 6 minggu Imunisasi ulangan, 1 tahun berikutnya, SD kelas I, VI Anak diare gangguan penyerapan vaksin
Ada
2 jenis vaksin IPV salk virus dimatikan OPV Sabin virus hidup dilemahkan Ig A lokal IPV diberikan 0,5 ml IM dan untuk pasien imunocompromised Penyimpanan pada suhu 2 - 8 0C
Imunisasi BCG
Vaksin BCG tidak dapat mencegah seseorang terhindar dari infeksi M.tuberculosa 100% tapi dapat mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut. Berasal dari bakteri hidup yang dilemahkan Ditemukan oleh Calmette Guerin Diberikan optimal pada usia 2-3 bulan Disuntikkan Intra kutan di daerah insertio M.Deltoid kanan dengan dosis 0,05ml, anak >1th 0,1 ml Imunisasi ulang tidak perlu
VAKSIN BCG
Vaksin BCG berbentuk bubuk kuning harus dilarutkan dengan 1 cc NaCl 0,9% Setelah dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpanan pada suhu < 5 0C terhindar dari sinar matahari Cara penyuntikan BCG Bersihkan lengan dengan kapas air Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum yang berlubang menghadap keatas
merasakan tahanan benjolan kulit yang pucat dengan pori-pori yang jelas diameter 4 - 6 mm
Kenapa suntikan Intrakutan ? Vaksin BCG lapisan chorium kulit sebagai depo berkembang reaksi indurasi, erytema, pustula Setelah cukup berkembang subkutan kapilerkel.limfe-peredaran darah Bayi kulitnya tipis intrakutan sulit sering suntikan terlalu dalam (subkutan)
Reaksi sesudah imunisasi BCG 1. Reaksi normal lokal 2 minggu indurasi, eritema kemudian menjadi pustula 3 - 4 minggu pustula pecah menjadi ulkus (tidak perlu pengobatan) 8 - 12 minggu ulkus menjadi scar diameter 3 7 mm 2. Reaksi pada kelenjar Merupakan respon selular pertahanan tubuh Kadang terjadi di kel.axilla dan supraklavikula
Timbul 2 - 6 bulan sesudah imunisasi Kelenjar berkonsistensi padat, tidak nyeri, demam (-) Akan mengecil 1 - 3 bulan kemudian tanpa pengobatan Komplikasi 1. Abses ditempat suntikan Abses bersifat tenang (cold abses) tidak perlu terapi Oleh karena suntikan sub kutan Abses matang aspirasi
2. Limfadenitis Supurativa
Oleh karena suntikan subkutan atau dosis tinggi Terjadi 2 - 6 bulan sesudah imunisasi Bila telah matang aspirasi Terapi tuberkulostatika mempercepat pengecilan
Reaksi pada yang pernah tertular TBC Koch phenomen-Reaksi lokal BCG berjalan cepat (2 - 3 hari sesudah imunisasi), 4 - 6 minggu timbul scar
Imunisasi bayi > 3 bulan tes Tuberkulin (Mantoux) atau PPD Untuk menunjukkan apakah pernah kontak dengan kuman TBC Menyuntikkan 0,1 ml PPD didaerah flexor lengan bawah secara intrakutan Pembacaan dilakukan setelah 48 - 72 jam penyuntikan Diukur besarnya diameter indurasi ditempat suntikan
<
5 mm negatif 6 - 9 mm meragukan > 10 mm positif Test Mantoux (-) Imunisasi (+) pemeriksaan TBC Meragukan Ulang 2 minggu
Imunisasi DPT
Terdiri dari Toxoid difteri Racun yang dilemahkan Pertusis Bakteri yang dimatikan Toxoid tetanus Racun yang dilemahkan Merupakan vaksin cair. Jika didiamkan sedikit berkabut endapan putih didasarnya Shake test utk melihat vaksin sdh membeku , vaksin akan rusak dg pembekuan Diberikan pada bayi > 2 bulan oleh karena reaktogenitas pertusis pada bayi kecil Dosis 0,5 ml secara intra muskular dibagian luar paha ok ototnya paling besar pada bayi
Imunisasi
dasar 3x, dengan interval 4 6 minggu, ulangan usia 18 bulan, 6 tahun Vaksin mengandung Aluminium fosfat jika diberikan sub kutan menyebabkan iritasi lokal, peradangan dan nekrosis setempat Reaksi Pasca imunisasi Demam, nyeri pada tempat suntikan 1 - 2 hari diberikan analgetik - antipiretik Bila ada reaksi berlebihan pasca imunisasi demam > 40 0C kejang , syok imunisasi selanjutnya DT atau DPaT atau diberi antipiretik + antikonvulsan oral
Imunisasi Hib
Untuk mencegah infeksi SSP oleh karena Haemofilus Influenza tipe B Diberikan pada umur 2-4-6 bulan ulangan 15-18 bulan, pada anak > 1 tahun. diberikan 1 kali Vaksin dalam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit Dosis 0,5 ml diberikan intra muskular Disimpan pada suhu 2 - 8 0C Di Asia belum diberikan rutin Imunisasi rutin diberikan di negara Eropa, Amerika, Australia
IMUNISASI PCV
Untuk mencegah Infeksi paru oleh Pneumokokus ( IPD) Diberikan pada umur 2-4-6 dan 15 bulan Umur >2th diberikan 1 kali dosis 0,5 ml IM Sediaan ISyhflovix, Prevenar
VAKSIN PNEUMOKOKUS
IMUNISASI ROTAVIRUS
Untuk mencegah diare karena Rotavirus Diberikan 2 kali pada usia <6bulan Dosis pertama diberikan pada umur 6-14 minggu Diberikan secara oral (2ml) Sediaan: Rotarix, Rotateq
IMUNISASI INFLUENZA
- Diberikan pada umur 6 bulan, setiap tahun. Untuk imunisasi primer anak 6 bulan - < 9 tahun diberikan 2 X dengan interval minimal 4 minggu. - Dosis 6-35 bulan: 0.25 ml, >3th: 0.5 ml - Diberikan secara IM di paha atau deltoid - Sediaan : Vaxigrip
Imunisasi Campak
Vaksin dari virus hidup yang dilemahkan Berbentuk beku kering, dilarutkan dalam 5cc pelarut aquadest. Diberikan pada bayi umur 9 bulan, oleh karena masih ada antibodi bayi yang diperoleh dari ibu Dosis 0,5 ml, diberikan sub kutan di lengan kiri Disimpan pada suhu 2 - 8 0C
Efek samping demam, ruam setelah 7 - 12 hari pasca imunisasi Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2 - 8 0C Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian
Imunisasi Varisela
Mencegah penyebab cacar air Bisa diberikan mulai umur 1 tahun, ulangan umur 12 tahun Vaksin varisela (varilrix) berisi virus hidup yang dilemahkan Kemasan beku kering disertai pelarut Vaksin diberikan secara sub kutan dosis 0.5 ml Penyimpanan pada suhu 2 - 8 0C
Imunisasi MMR
Diberikan pada umur 15 bulan. Ulangan umur 5-6 tahun Dosis 0,5 ml secara sub kutan Sediaan vaksin MMR, Trimovax
VAKSIN MMR
Imunisasi Typhus
Tersedia
2 jenis vaksin Suntikan (Typhim) > 2 tahun Oral (Vivotif) > 6 tahun .3 dosis hari 1,3 dan 5, kapsul diminum 1 jam sebelum makan, ulangan tiap 5 tahun Typhim (Typherix) diberikan dengan dosis 0,5 ml secara Intra muskular. Ulangan dilakukan setiap 3 tahun Disimpan pada suhu 2 - 8 0C Tidak mencegah salmonella para typhi A atau B
Imunisasi Hepatitis A
Imunisasi diberikan pada anak umur > 2 tahun Imunisasi dasar 2x dengan interval 6 bulan Dosis vaksin 0,5 ml secara Intra muskular di paha ataudaerah deltoid Sediaan Vaksin : Havrix, Avaxim, Vaqta
IMUNISASI HPV
Mencegah
penyakit Kanker cervix Diberikan pada wanita usia 10 tahun Diberikan dalam 3 dosis 0-1-6 bulan Dosis 0,5 ml IM pada deltoid
harus disimpan dalam keadaan dingin mulai dari pabrik sampai ke sasaran Simpan vaksin di lemari es pada suhu yang tepat 2 - 8 0C Pintu lemari harus selalu tertutup, terkunci Simpan termometer untuk memonitor lemari es Taruh vaksin Polio, Campak pad rak I dekat freezer Untuk membawa vaksin ke posyandu harus menggunakan vaccine carrier/ termos yang berisi es
Kerusakan
Vaksin
Hepatitis B, DPT-HB
- 0,5C
Max jam
DPT,DT,TT
- 5C s/d -10C
Max 1,5-2jam
DPT, DPT-HB, DT
Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperature <34C) Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperature <34C)
14 hari
Hepatitis B dan TT
30 hari
Vaksin
Pada suhu
Polio
Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperature <34C) Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperature <34C)
2 hari
7 hari
Alat
pemantau suhu untuk mengetahui kondisi vaksin Vaccine Vial Monitor 1. VVM adalah alat pemantau paparan suhu panas, fungsi: untuk memantau suhu vaksin selama dalam perjalanan maupun dalam penyimpanan 2. VVM ditempelkan pada setiap vial vaksin 3. Mempunyai bentuk lingkaran dengan bentuk segiempat pada bagian dalamnya 4. Diameter VVM sekitar 0,7 cm (7mm) 5. VVM mempunyai karakteristik yang berbeda, spesifik untuk tiap jenis vaksin. 6. Setiap jenis vaksin mempunyai VVM tersendiri
Termometer Muller 1. Suatu alat pengukur suhu tanpa menggunakan sensor pengukur 2. Dimasukkan ke dalam lemari es atau freezer, digunakan untuk memantau suhu selama pengiriman vaksin atau pada saat penyimpanan Freeze watch 1. Suatu alat pemantau suhu dingin dibawah 0C 2. Alat ini menggunakan cairan berwarna biru sebagai indikator, bila freeze watch terpapar suhu dibawah 0C maka latar belakang putih yang ada berubah menjadi biru, kadaluarsa adalah 5 tahun dari tahun produksi.
Freeze Tag 1. Suatu alat pemantau suhu dingin dibawah 0C 2. Digerakkan dengan baterai 1,5 volt yang dapat bertahan selama 5 tahun, menggunakan sistem elektronik dengan menampilkan tanda rumput atau silang (X) 3. Bila tanda rumput pada monitor berubah menjadi tanda silang, hal ini menandakan bahwa sudah terpapar pada suhu dibawah 0C selama lebih dari 1 jam. Cara pemeriksaan vaksin UJI KOCOK (Shake Test) Dilakukan untuk meyakinkan apakah vaksin tersangka beku masih layak digunakan atau tidak
Penanganan vaksin rusak Vaksin yang disebut rusak adalah: 1. Vaksin yang sudah menunjukkan indikator VVM pada tingkat C dan D berarti sudah rusak dan tidak dapat digunakan lagi 2. Vaksin yang sudah lewat tanggal kadaluarsa 3. Vaksin yang beku 4. Vaksin yang pecah Vaksin yang rusak dikeluarkan dari lemari es, kemudian dilaporkan kembali kepada atasan petugas. Jika sedikit dapat dimusnahkan sendiri oleh Puskesmas, tetapi bila banyak dapat dikumpulkan ke Dinkes kabupaten/Kota dengan dibuat berita acara pemusnahan
Penanganan vaksin sisa Sisa vaksin yang telah dibuka pada pelayanan Posyandu tidak boleh digunakan lagi. Sedangkan pelyanan imunisasi statis (di Puskesmas, Poloklinik) sisa vaksin dapat dipergunakan lagi dengan ketentuan sebgai berikut: 1. Vaksin tidak melewati tanggal kadaluarsa 2. Tetap disimpan pada suhu +20C-+80C 3. Kemasan tidak pernah tercampur atau terendam dengan air 4. VVM tidak menunjukkan indikasi terkena paparan panas yang merusak vaksin 5. Pada label agar ditulis tanggal pada saat vial pertama kali dipakai/dibuka
6.
7.
8.
Vaksin DPT, DT,TT Hepatitis B, dan DPT-HB dapat digunakan kembali hingga minggu sejak vial vaksin dibuka Vaksin polio dapat digunakan kembali hingga 3 minggu sejak vial dibuka Vaksin campak karena tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan tidak lebih dari 8 jam sejak dilarutkan, sedangkan vaksin BCG hanya boleh digunakan 3 jam setelah dilarutkan
KIPI KIPI adalah semua kejadian sakit atau kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi Pada kejadian tertentu, lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella) atau sampai enam bulan (infeksi virus campak vaccine strain pada resipien non immunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio)
ETIOLOGI KIPI
Tidak
semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI, diperlukan keterangan mengenai: 1. Besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu 2. Sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik 3. Apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti 4. Apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi atau kesalahan prosedur
vaksin (Vaccine Reaction) Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian.
Kesalahan
Program (Programmatic Error) Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya: dosis antigen (terlalu banyak), lokasi dan cara penyuntikan , sterilisasi syringe dan jarum, jarum bekas pakai, tindakan aseptik dan antiseptik, kontaminasi vaksin dan alat suntik, penyimpanan vaksin, pemakaian sisa vaksin, jenis dan jumlah pelarut, tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk pemakaian, indikasi, kontra, dll). Kecurigaan terhadap tatalaksana perlu diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.
Kebetulan
(coincidental) kejadian terjadi setelah imunisasi tapi tidak disebabkan oleh vaksin. Indikator faktor kebetulan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakter serupa tetap tidak mendapat imunisasi Reaksi suntikan (injection reaction) - kejadian yang diesebabkan oleh rasa takut atau gelisah atau sakit dari tindakan penyuntikan daan bukan dari vaksin. - reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengka dan kemerahan pada tempat suntik,sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual.
Penyebab
tidak diketahui - bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokan kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. - biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI
SSP
Lain-lain
Reaksi
Limfadenitis supuratif BCG Ostitis BCG it is diseminate Tidak ditemukan Anafilaksis Kejang demam Trombositopenia Anafilaktik Neuritis brakialis Anafilaktik Abses steril Sama dengan tetanus Menangis menjerit berkepanjangan >3jm Kejang demam
Interval kejadian
2-6 bulan 1-12 bulan 1-12 bulan
0-4 jam 5-12 hari 15-35 hari 0-1 jam 2-28 hari 0-4 jam 1-6 minggu
Tetanus
Tetanus-diphteri DPTT
1000-60000 570
Keterangan:
Reaksi (kecuali anafilaksis) tidak terjadi bila anak sudah kebal (kurang lebih 90% anak yang menerima dosis kedua) anak umur diatas 6 tajun jarang mengalami kejang demam Resiko VAPP (Vaccine associated paralitic poliomyelitis) lebih tinggi pada penerima dosis pertama ( 2 per 1,4,-3,4 juta dosis), sedangkan resiko penerima dosis-dosis selanjutnya 1 per 6,7 juta dosis. Kejang umumnya diawali dengan demam, frekuensinya tergantung pada riwayat kejang sebelumnya, riwayat dalam keluarga serta umur, dengan resiko lebih tingggi pada bayi-bayi diatas umur 4 bulan.
Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping maka apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobservasi beberapa saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat) Berapa lama observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15 menit untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis.