You are on page 1of 34

CEDERA KEPALA

PEMBIMBING:

dr. Usman G. Rangkuti, Sp.S

Oleh : Bagus Lukman Hakim Putri Swandayani

Batasan
Cedera kepala adalah adanya cedera pada tulangtulang yang membatasi susunan saraf di kepala serta isinya yaitu otak dan saraf-saraf otak. Menurut Teasdale yang menjadi persoalan utama adalah apakah pada cedera kepala juga terjadi cedera otak; yang justru menjadikan problem. Karena itu diberi terminologi cedera kranioserebral

Gangguan yang dapat terjadi pada otak akibat Cedera Kepala adalah : 1. INTRA SEREBRAL : a. Komosio Serebri b. Kontusio Serebri c. Edema Serebri Traumatikum d. Laserasi Serebri. 2. EKSTRA SEREBRAL : a. Hematoma Epidural b. Hematoma Subdural c. Hematoma Subarakhnoid

Epidural Hematom

Definisi
Epidural hematoma adalah perdarahan akut

pada lokasi epidural 70-80% di regio temporal dan temporoparietal, tapi bisa juga terjadi di frontal dan occipital

Etiologi
trauma kepala fraktur tulang tengkorak dan

laserasi pembuluh darah

Anatomi

PATOFISIOLOGI
epidural (banyak dari arteri) hematom epidural melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam bagian medial lobus mengalami herniasi TIK Sumber perdarahan :
Perdarahan
Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam ) Sinus duramatis Diploe

GAMBARAN KLINIS
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun

secara progresif. seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga dan juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Gejala yang sering tampak :
Penurunan kesadaran, bisa sampai koma Penglihatan kabur Nyeri kepala yang hebat Keluar cairan darah dari hidung atau telinga Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala Mual Pusing Hemiparese kontralateral

Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar

GAMBARAN RADIOLOGI
Dengan CT-scan & MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah dikenali Foto Polos Kepala tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media Computed Tomography (CT-Scan) biasanya single tetapi dapat pula bilateral, bikonveks paling sering di temporoparietal hiperdens berbatas tegas midline terdorong ke sisi kontralateral terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma Magnetic Resonance Imaging (MRI) massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada

Tekanan intra kranial meninggi : Terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematoma intrakranial atau hidrosefalus. Untuk menurunkan TIK dapat dilakukan sbb : 1. Terapi diuretik : Diuretik osmotik (manitol 20 %), bekerja dengan menarik air dari jaringan otak normal ke dalam ruang intravaskular. Bila tak terjadi diuresis pemberiannya dihentikan. Cara pemberian : Bolus 0,5 1 g/kgBB dalam 20 menit, dilanjutkan 0,25 0,5 g/kgBB setiap 6 jam.
Loop diuretik (furosemid); efek menghambat pembentukan cairan serebrospinal,dan menarik cairan interstitial pada edema serebri. Dosis 40 mg/hr i.v.

2. Steroid : Berkhasiat mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi manfaatnya pada cedera kronioserebral tidak terbukti, oleh karena itu sekarang tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala.

3. Posisi tidur Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi, posisi tidurnya bagian kepala ditinggikan 20 30 derajad, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan fleksi atau laterofleksi, supaya vena leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi lancar.

Terapi Operatif Indikasi pembedahan: Volume hematom > 30 cc, tanpa melihat GCS Volume < 30 cc dan ketebalan < 15 mm dan midline shift < 5 mm dengan GCS > 8 tanpa defisit fokal dapat dilakukan penatalaksanaan non operatif dengan CT Scan serial dan observasi neurologis secara ketat

Subdural Hematom (SDH)

Definisi SDH
SDH adalah perdarahan yang terjadi dalam

rongga di antara duramater dan subaraknoid. Lebih sering ditemukan daripada Epidural Hematom (EDH), dengan mortalitas 60 70 %.

Patofisiologi
Akselerasi dan deselerasi

robeknya vena drainase (bridging veins)

yang berjalan melintang di antara rongga subdural

Perdarahan

Peningkatan TIK

Patofisiologi

Patofisiologi
Selain

itu, ketika terjadi cedera yang menimbulkan robeknya dura-mater dan subaraknoid-mater, timbul suatu membran / kapsul baru (neomembran) yang berisi pembuluh-pembuluh vaskuler yang rapuh dan sifatnya hemorrhagic. Membran ini juga bersifat osmotik dan dapat berkembang semakin membesar, sehingga dapat menekan jaringan otak. Hal ini biasa terjadi pada SDH kronis.

Etiologi
Akut / Subakut
Trauma kepala; Koagulopati/obat antikoagulasi (warfarin, hemofili, penyakit liver, trombositopenia; Non trauma perdarahan intracranial (aneurisma serebri, malformasi arteri dan vena, tumor (meningioma atau metastase dural); Post pembedahan (kraniotomi, CSF shunting) Hipotensi intracranial (seperti setelah pungsi lumbal) Spontan atau idiopatik

Kronik
Trauma kepala (mungkin telah disertai dengan atrofi otak); Faktor resiko tinggi : Alkoholism kronik (menyebabkan koagulopati) Epilepsi Koagulopati, hemofili (bleeding time yang memanjang) Kista arachnoid Antikoagulan terapi (ex: aspirin, ibuprofen) Penyakit kardiovaskular (hipertensi, aterosklerosis) Trombositopenia Diabetes mellitus Usia yang sangat muda atau lansia

Gejala Klinis
Tergantung pada besarnya hematoma yang timbul dan derajad kerusakan parenkim pada otak.

penurunan kesadaran pupil anisokor (lesi ipsilateral) defisit neurologis (lesi kontralateral) sakit kepala mual muntah vertigo papil edema kaku kuduk koma

JENIS PERDARAHAN Tempat

EDH Antara dan dura

SDH dan

tengkorak Antara dura arachnoid

Pembuluh darah A. Meningea media yang terlibat


Gejala

Bridging vena

Lucid Interval diikuti Secara bertahap tidak sadar sakit kepala meningkat dan kebingungan Penampilan pada Lensa Bulan sabit CT

Pemeriksaan Penunjang
Angiografi Serebral

untuk melihat gambaran deviasi struktur tengah (midline shift) pembuluh vaskuler CT-Scan CT-Scan wajib dilaksanakan pada kasuskasus emergensi cedera kepala, khususnya bila dicurigai adanya perdarahan intrakranial. MRI

Gambaran Radiologis (CT-Scan)


Gambaran pada pemeriksaan CT-Scan diklasifikasikan secara kronologis :
Fase Akut (1 3 hari post trauma)

dapat

terdapat daerah hiperdens berbentuk crescent moon Fase Subakut (4 21 hari post trauma) berupa campuran hiper, iso, atau hipodense Fase Kronis (>21 hari post trauma) berupa gambaran hipodense

Penatalaksanaan
Primary survey stabilisasi ABCDE Secondary survey anamnesa, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang, monitoring Terapi Simptomatis Cairan isotonis (RL, NaCl) / D5 saline 1,5 cc /kg BB / Jam Analgesik ketorolac Antibiotik Sefalosporin generasi III H2 blocker Ranitidin Anti kejang diazepam, fenitoin Neurotropik piracetam Manitol (bila muncul tanda penigkatan TIK) NGT (bila perlu), DK Definitif ( pembedahan)

Terapi definitif
Pembedahan Trepanasi
Status neurologis Penurunan status neurologis Tanda-tanda herniasi Tanda-tanda penekanan batang otak Masih terdapat reflex batang otak Status radiologis lesi > 1 cm, pergeseran midline shift > 5mm
(European Brain Injury commition, 2009)

Menurunkan TIK, Evakuasi hematom, Menghentikan sumber perdarahan, Dekompresi

Prognosis
Faktor faktor penunjang prognosis adalah : 1. Besarnya hematoma 2. Derajat kerusakan parenkim otak 3. Kerusakan kerusakan di luar lesi 4. Penanganan yang baik dan tepat waktu (evakuasi kurang dari 4 jam). Baik pada fase akut, subakut, ataupun kronis

Prognosis
Fase Akut

mortalitas 50% dan dapat semakin meningkat sesuai dengan tambahnya usia. Fase Kronik tergantung pada diagnosis dini, bila cepat dan dapat ditangani maka tingkat mortalitasnya bisa rendah.

Subarakhnoid Hematom
Perdarahan yang terjadi karena robeknya pembuluh darah yang berjalan di dalam rongga subarakhnoid sehingga darah terkumpul dan bercampur dengan cairan otak dan akan merangsang meningen sehingga timbul kaku kuduk.

You might also like