You are on page 1of 38

PROGRAM PASCA SARJANA JURUSAN TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR TAHUN 2012

LAPORAN ESKURSI (Kali Putih, Parangtritis, Merapi)


MATA KULIAH: ESKURSI REGIONAL
DOSEN PENGAMPUH : DR.ULVA RIA IRFAN, ST.,MT

PRESENTED BY : KELOMPOK II EMI PRASETYAWATI UMAR MUHARDI MUSTAFA A.. GEMMI.AMA SUSILAWATI

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vulkanisme adalah segala kegiatan magma dari lapisan dalam itosfer menyusup ke lapisan yang lebih atas atau sampai ke luar permukaan bumi. Gejala pasca vulkanik adalah gejala yang terjadi setelah letusan gunung api, diantaranya terdapat gas belerang, gas fumarow, moupet, sumber air panas, mata air makdani, geyeser. Adapun usaha-usaha untuk nmengurangi bahaya pada saat gunung api akn meletus diantaranya membuat terowongan-terowongan air pada kepundan yang berdanau, mengadakan pos-pos pengamatan gunung api, mengunngsikan penduduk yang bertempat tinggal di lereng gunung api yang akan meletus. Dari letusan tersebut akan terjadi dampak bagi manusia baik yang positif maupun yang negatif. Berdasarkan hal tersebut diatas penelitian tentang erupsi gunung merapi yang telah terjadi, perlu dilakukan agar dapat menjadi suatu bahan dalam penanggulangan bencana gunung Merapi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : Metode yang digunakan dalam pemantauan aktivitas gunung Merapi di Yogya. Pembagian zona-zona gunung Merapi. Dampak erupsi yang ditimbulkan akibat letusan Merapi. Mitigasi bencan gunung Merapi

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan gunung Merapi sebelum letusan terjadi, metode yang digunakan dalam aktivitas gunung Merapi, dampak yang ditimbulkan dan cara penanggulangan bahaya letusan gunung Merapi.

1.3 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Memberikan informasi tentang aktivitas gunung Merapi. Menyajikan data tentang metode pemantauan aktivitas gunung Merapi. Memberikan informasi sejauh mana dampak yang ditimbulkan gunung Merap. Memberikan informasi bagaimana manajemen dan mitigasi bencana alam dampak letusan Merapi.

BAB II GEOLOGI REGIONAL PULAU JAWA


2.1

Stratigrafi Regional

Pada awal Paleogen Sumatera, Kalimantan dan Jawa masih merupakan satu daratan dengan Benua Asia yang disebut tanah Sunda. Pada Eosen pulau Jawa yang semula berupa daratan, bagian utaranya tergenang oleh air laut dan membentuk cekungan geosinklin. Sedangkan bagian selatan pulau Jawa terangkat dan membentuk geantiklin yang disebut geantiklin Jawa Tenggara. Pada kala Oligosen hampir seluruh pulau jawa terangkat menjadi geantiklin yang disebut geantiklin Jawa. Pada saat ini muncul beberapa gunung api di bagian selatan pulau ini. Pulau Jawa yang semula merupakan geantiklin berangsur-angsur mengalami penurunan lagi sehingga pada Miosen bawah terjadi genang laut. Gunung api yang bermunculan di bagian selatan membentuk pulau-pulau gunung api. Pada pulau-pulau tersebut terdapat endapan breksi vulkanik dan endapan-endapan laut. Semakin jauh dari pantai terbentuk endapan gamping koral dan gamping foraminifera. Pada Miosen tengah di sepanjang selatan pulau Jawa pembentukan gamping koral terus berkembang diselingi batuan vulkanik. Kemudian pada Miosen atas terjadi pengangkatan pada seluruh lengkung Sunda-Bali dan bagian selatan Jawa. Keberadaan pegunungan selatan Jawa ini tetap bertahan sampai sekarang dengan batuan penyusun yang didominasi oleh batuan kapur yang dibeberapa tempat diselingi oleh munculnya vulcanic neck atau bentuk intrusi yang lain.

Secara lebih terperinci, Dobby membagi Jawa dan Madura atas dasar bentuk permukaan buminya menjadi : Pantai selatan yang merupakan dataran dari kapur Daerah perbukitan di bagian tengah Jalur gunung api yang menjadi sumbu Pulau Jawa Jalur alluvial (endapan) yang memanjang dari Banten menuju Lembah Lusi-Solo sampai Selat Madura. Pantai utara yang merupakan dataran dari kapur.

2.2 Tektonisme Regional


Konfigurasi tektonik pulau jawa yang terlihat saat sekarang adalah akibat adanya pergerakan dua lempeng yang bergerak saling mendekat dan mengalami tabrakan, dimana proses tersebut relatif bergerak menyerong (oblique) antara lempeng samudra hindia pada bagian barat daya dan lempeng Benua Asia bagian tenggara (eurasian), dimana lempeng samudra hindia akan menyusup ke lempeng asia tenggara. Pada zone subduksi akan dihasilkan palung jawa (Java trench) dengan pergerakan relatif 7 cm/a. Pada zone subduksi terdiri dari Acctionary Complex yang materialnya secara garis besar dari lantai samudra india pada busur muka jawa. Pertemuan kedua lempeng tektonik tersebut akan menghasilkan beberapa elemen regional, berikut dijelaskan berturut-turut dari java trench dibarat daya sampai timur laut adalah :

Outer arc, dimana pada pulau jawa tidak terbentuk pulau-pulau lepas pantai nemun berupa punggungan pada permukaan laut, hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh kecepatan lempeng yang akan mempengaruhi tektenik, pola sedimentasinya serta struktur pada daerah atas zone subduksinya. Fore arc basin terbentuk sepanjang batas tumbukan lempeng yang letaknya dekat dengan zone penunjaman dan letaknya antara busur luar non vulkanik (outer arc) dan busur vulkanik. Pada pulau jawa, fore arc basin membentang luas pada lempeng benua dan terbentuk pada akhir palageogen berupa sedimen recent dan terjadi karena proses pemekaran lantai samudra pada oligecen dan diikuti dengan uplift dan erosi secara regional. Adanya busur vulkanik aktiv (Vulcanic active arc), terbentuk akibat adanya perpanjangan zone subduksi sunda arc system. Akibat tumbukan dua lempeng tersebut akan mengakibatkan berkurangnya gerak lempeng hindia-australia ke utara, sehingga akan mengakibatkan adanya adanya gerak berlawanan jarum jam (gerak rotasi) dari lempeng dataran sunda sehingga akan terbentuk jalur sesar naik (thrust) dari sebelah barat jawa dan bergerak relatif ke utara (Babaris sampai Kendeng Thrust) dan diperpanjang hingga bali (Bali Thrust) dan sampai Flores (flores trhust). Disebelah utara busur jawa dan pada laut jawa cekungan busur belakang, pada lempeng benua dihasilkan pada paparan sunda dan lempeng samudra padasebelah utara bali dan flores. Cekungan pada paparan sunda dibentuk pada palageogen akhir sebagai rift basin dan kemudian pada Neogen akhir prosesnya dipengaruhi oleh tekanan pada sunda orogency dan selanjutnya terdeformasi menjadi tight hingga lipatannya membentuk isoclinal. Yang termasuk pada Cekungan busur dalam (back arc basin) ialah Cekungan Jawa barat (meliputi Cekungan sunda di sebelah barat, Cekungan belintang di timur laut, dan Cekungan cirebon di bagian timur) dan Cekungan Jawa timur (meliputi Cekungan jawa tengah bagian utara dan Cekungan madura.

BAB III GEOLOGI MERAPI


Satuan Gunung Api Merapi yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api yang meliputi daerah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul termasuk bentang lahan vulkanik. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung dan sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan wilayah ini terletak pada zone utara di Kabupaten Sleman.

Gunung Merapi termasuk dalam fiografi regional Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949) termasuk pada bagian barat Zona Pegunungan Selatan dan depresi Tengah Jawa Bagian Selatan. Zona pengunungan Selatan Jawa Tengah dibagi menjadi 3 wilayah geologi, yaitu: 1) Baturagung range; 2) Panggung Masif; 3) Kambengan range. Berthommier, 1990 membagi pembentukan Merapi dalam 5 tahap, yaitu Pra Merapi (>400.000 tahun yang lalu), Merapi Tua berumur antara 400.000 sampai 6.700 tahun yang lalu, kemudian tahap ketiga adalah Merapi Menengah antara 6.700-2.200 tahun yang lalu. Merapi Muda 2.200-600 tahun yang lalu dan Merapi Sekarang sejak 600 tahun lalu.

Geomorfologi daerah ini terbagi menjadi 7 satuan morfologi, yaitu: Satuan Puncak Gunungapi. Terdapat di timur laut yang merupakan puncak Gunung Merapi. Bentuknya berupa kerucut gunungapi membentuk lembah-lembah sempit memanjang menyerupai huruf V. Satuan lereng gunungapi merupakan bagian lereng Gunung Merapi dengan kemiringan lereng melandai ke arah selatan. Pola aliran paralel, litologi berupa endapan dan rombakan gunungapi Merapi Muda yang terdiri dari tuff, breksi aliran lava, kerikil, pasir dan aglomerat. Satuan kaki gunungapi merupakan daerah kaki Gunung Merapi bagian selatan yang mencakup suatu lembah memanjang yang dinamakan Graben Bantul. Dibagian barat dan timur berbatasan dengan satuan morfologi perbukitan melandai sampai terjal, sedang di selatan berbatasan dengan satuan morfologi dataran. Satuan perbukitan melandai sampai terjal melampar dibagian barat dan timur. Pola aliran denritik dan memiliki litologi berupa batuan gunungapi tua berumur Tersier seperti breksi, tuff dan aglomerat namun ada juga konmglomerat, batunapal tufaan, batugamping dan batupasir. Satuan karts melampar dibagian tengah hingga tepi laut. Memiliki litologi berupa batugamping terumbu berumur Miosen yang telah mengalami karstifikasi dan sebagian lainnya berupa kalkarenit tufaan. Satuan dataran melampar dibagian selatan dan barat. Memiliki pola aliran anastomitik. Litologi berupa kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lempung. Satuan gumuk pasir melampar di bagian selatan hinggan garis pantai selatan. Litologi didominasi oleh pasir lepas yang berukuran halus sampai kasar.

3.2

Stratigrafi

Pada kali opak formasi batuan yang tersingkap adalah Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Wonosari sebagai produk geologi zaman Tersier, endapan Merapi muda serta Endapan Aluvial sungai dan pantai sebagai produk geologi zaman Kuarter. Formasi Semilir secara umum tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat tufaan, ringan, kadang-kadang dijumpai selaan breksi vulkanik. Formasi Nglanggran, dicirikan oleh penyusun utama berupa breksi dengan penyusun material vulkanik, tidak menunjukkan perlapisan yang baik dengan ketebalan yang cukup besar. Formasi 0yo-Wonosari selaras di atas formasi Sambipitu terdapat Formasi Oyo-Wonosari. Formasi ini terdiri terutama dari batugamping dan napal. Satuan Vulkanik Merapi muda terbentuk setelah terjadi pengendapan satuan vulkanik merapi tua, tersusun atas breksi laharik. Formasi Yogyakarta merupakan kenampakan bagian atas dari inti volkanik klastik Merapi Muda yang didominasi litologi pasir-kerikilan dan terdiri dari perselang-selingan pasir, kerikil, tuf, lanau dan lempung. Formasi ini melampar dari morfologi lereng gunungapi ke selatan. Secara umum Formasi Sleman mempunyai ukuran butir yang lebih kasar daripada Formasi Yogyakarta.

Gambar 3.1 Peta Geologi daerah Yogyakarta dan sekitarnya (Rahardjo dkk, 1995; Surono dkk, 1994: JICA 1990).

3.3 Struktur Geologi


Patahan yang ada di Merapi merupakan sebuah block glide yang sangat besar sehingga batuan yang bergerak terhadap yang lain membentuk bidang patahan. Patahan yang memotong Gunung Merapi ini dapat dilihat dalam peta Google sebagai sebuah dinding yang salah satunya dikenal dengan nama Gunung Kukusan. Dinding di Kukusan ini yang membelokkan lajunya arah awan panas. Patahan Merapi memiliki kemiringan kearah barat. Dalam ilustrasi dibawah ini memperlihatkan penampang barat timur dimana gunung Merapi berada disebelah kanan. Dalam petanya Van Bammelen patahan ini digambarkan cukup detil hingga dampak dari block glide, patahan, ini menimbulkan sebuah perlipatan.

Warna ungu adalah patahan Merapi. Warna Biru perlipatan di Bukit Gendol. Dalam penampang AB (Barat-Timur) dibawahnya terlihat bagaimana patahan di puncak merapi ini menimbulkan dorongan lateral kearah barat menggencet batuan di kakinya karena tertahan Bukit Menoreh.

BAB IV METODE PEMANTAUAN AKTIVITAS GUNUNGAPI

Pemantauan Deformasi dengan Electronic Distance Measurement (EDM) Pemantauan Deformasi dengan Tiltmeters (pengukur kemiringan) Pemantauan Deformasi dengan Teodolit Pemantauan Deformasi dengan Survei GPS (Global Positioning System) Pemantauan Deformasi dengan Total Stasiun (Metode Analisis Azimuth) Pemantauan Deformasi dengan Metode Analisis Foto Pemantauan Seismik Gunung Api Pemantauan Gas dan Temperatur

BAB V VULKANOLOGI MERAPI

Zona Sentral
Zona Prokasimal

Zona Medial

Zona Distal

5.1 Zona Sentral

Fasies sentral merupakan bukaan keluarnya magma dari dalam bumi ke permukaan. Oleh sebab itu daerah ini dicirikan oleh asosiasi batuan beku yang berupa kubah lava dan berbagai macam batuan terobosan semi gunung api (subvolcanic intrusions) seperti halnya leher gunung api (volcanic necks), sill, retas, dan kubah bawah permukaan (cryptodomes). Batuan terobosan dangkal tersebut dapat ditemukan pada dinding kawah atau kaldera gunung api masa kini, atau pada gunung api purba yang sudah tererosi lanjut.

Zona sentral Gunung Merapi Jawa Tengah

5.2 Zona Proximal


Zona proksimal merupakan kawasan gunung api yang paling dekat dengan lokasi sumber atau fasies pusat. Asosiasi batuan pada kerucut gunung api komposit sangat didominasi oleh perselingan aliran lava dengan breksi piroklastika dan aglomerat (gambar 5.3). Kelompok batuan ini sangat resistan, sehingga biasanya membentuk timbulan tertinggi pada gunung api purba.

5.3 Zona Medial


Pada zona medial, karena sudah lebih menjauhi lokasi sumber, aliran lava dan aglomerat sudah berkurang, tetapi breksi piroklastika dan tuf sangat dominan, dan breksi lahar juga sudah mulai berkembang (Gambar 5.3).

Zona Sentral
Zona Sentral

Zona Proksimal

Zona Proksimal
Zona Medial

Zona Medial

Kenampakan zona proksimal dan zona medial Gunung Merapi Jawa Tengah

5.4 Zona Distal


Fasies distal didominasi oleh endapan rombakan gunung api seperti halnya breksi lahar, breksi fluviatil, konglomerat, batupasir, dan batulanau. Endapan primer gunung api di fasies ini umumnya berupa tuf. Ciri-ciri litologi secara umum tersebut tentunya ada kekecualian apabila terjadi letusan besar sehingga menghasilkan endapan aliran piroklastika atau endapan longsoran gunung api yang melampar jauh dari sumbernya. Pada pulau gunung api ataupun gunung api bawah laut, di dalam fasies distal ini batuan gunung api dapat berselang-seling dengan batuan nongunung api, seperti halnya batuan karbonat.

Zona distal yang primer masih dijumpai dimana endapan ini didominasi oleh endapan tufa yang dijumpai beberapa tempat seperti Kali Putih dan di Kinehrejo pada gunung Merapi.

BAB VI DAMPAK ERUPSI MERAPI


Dampak Negatif Bagi Bisnis dan Perekonomian : Merusak pemukiman warga sekitar bencana. Menyababkan kebakaran hutan (Bencana Merapi) Pepohonan dan tumbuhan yang ditanam warga sekitar banyak yang layu, bahkan mati akibat debu vulkanik, begitu juga dengan ternak warga banyak yang mati akibat letusan Gunung Merapi Menyebabkan gagal panen. Matinya infrastruktur. Terhentinya aktivitas mata pencaharian warga sekitar bencana. Pemerintah harus mengeluarkan biaya yang tidak terduga untuk memperbaiki infrastruktur yang telah rusak akibat bencana. Terhentinya industri periwisata, seperti pasar Malioboro dan Candi Borobudur (Bencana Merapi). Bandar udara tidak dapat beroperasi atau tidak dapat melakukan penerbangan karena debu vulkanik yang dihasilkan oleh letusan Gunung Merapi dapat menyebabkan mesin pesawat mati Mengganggu hubungan komunikasi, jaringan listrik terputus dan aktifitas masyarakat lumpuh.

Bencana hasil erupsi gunung Merapi tahun 2006.

Dampak Positif Bagi Bisnis dan Perekonomian :

Menambah kesuburan kawasan sekitar merapi, sehingga dapat ditumbuhi banyak pepohonan dan dapat dimanfaatkan untuk pertanian dalam waktu beberapa tahun kedepan. Dapat dijadikan objek wisata bagi wisatawan domestic dan wisatawan mancanegara setelah Gunung Merapi meletus. Hasil erupsi (pasir) dapat dijadikan mata pencaharian seperti penambangan pasir dan karya seni dari endapan lava yang telah dingin. Aktifitas gunung api dapat menghasilkan geothermal atau panas bumi yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari Sisa-sisa aktivitas Gunung Merapi dapat menghasikan bahan-bahan tambang yang berguna dan bernilai tinggi. Seperti belerang, batu pualam dan lain-lain. Membangkitkan industry semen dan industry yang berkaitan dengan insfrastuktur bisa bangkit, termasuk bisa menyerap banyak tenaga ahli untuk memulihkan infrastruktur dan sector lainnya di kawasan terkena musibah. Terjadinya disribusi keadilan ekonomi, dengan banyaknya sumbangan dari para dermawan. Sebagai bahan material terbentuknya GUMUK PASIR. Material yang
ada pada gumuk pasir di pantai selatan Jawa berasal dari Gunung Api Merapi dan gunung gunung api aktif lain yang ada di sekitarnya. Material berupa pasir dan material piroklastik lain yang dikeluarkan oleh Gunung Merapi. Akibat proses erosi dan gerak massa bautan, material kemudian terbawa oleh aliran sungai, misalnya pada Kali Krasak, Kali Gendol, dan Kali Suci. Aliran sungai kemudian mengalirkan material tersebut hingga ke pantai selatan.

Kenampakan gumuk pasir atau sand dones di parangtritis-yogyakarta

BAB VII MITIGASI BENCANA MERAPI


Menurut UU No.24 2007 tersebut, penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana meliputi:
(a) kesiapsiagaan (b) peringatan dini dan (c) mitigasi bencana >> Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana yang dapat dilakukan melalui : penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana. pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian system peringatan dini. penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar. pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat. penyiapan lokasi evakuasi. penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana dan, penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana. Peringatan dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat. Peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui : (a) pengamatan gejala bencana (b) analisis hasil pengamatan gejala bencana (c) pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang (d) penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana dan (e) pengambilan tindakan oleh masyarakat. Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana yang dapat dilakukan melalui berbagai cara termasuk pelaksanaan penataan ruang, pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan dan tak kalah penting adalah penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.

KEGIATAN MITIGASI BENCANA LETUSAN GUNUNGAPI


Geologi Penyelidikan. Penyelidikan gunungapi; untuk mengetahui karakter dan sifat letusannya. Pemetaan kawasan rawan bencana; menentukan kawasan-kawasan yang rawan bagi pendudukt erhadap ancaman bahaya letusan awan panas, aliran lava, aliran lahar, lontaran batupijar, dan hujan abu, dalam bentuk peta . Monitoring atau pemantauan gunungapi; pemantau kegiatan gunungapi dengan berbagai metode (kegempaan, deformasi, pengukuran geofisik gas gunungapi, remote sensing, hidrologi, geologidangeokimia), untuk mengetahui secara tepat pergerakan magma dan gas yang terkandung didalamnya dalam bentuk manifestasi permukaan maupun bawah permukaan. Bimbingan, Informasi dan Rekomendasi; data dan informasi dikemas dalam bentuk tingkat kegiatan gunungapi setiap perubahan tingkat kegiatan gunung api disampaikan kepada masyarakat melalui prov. pemkab/kota disekitar gunungapi, membangkitkan antisipasi terhadap pandangan dan reaksi dari masyrakat yang diberi informasi Komunikasi dan Pelaporan; komunikasi interaktif untuk memudahkan pelaksanaan penanggulangan bencana bilamana diperlukan, pelaporan dari setiap pos pengamatan gunungapi secara periodik disampaikan kepada pemprov, pemkab/kota sesuai dengan batas kewenangannya.

Mitigasi Bencana yang Efektif


Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan:

Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya; Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur).

BAB VIII KESIMPULAN


Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: Satuan Gunung Api Merapi yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api yang meliputi daerah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul termasuk bentang lahan vulkanik. Patahan yang ada di Merapi merupakan sebuah block glide yang sangat besar sehingga batuan yang bergerak terhadap yang lain membentuk bidang patahan. Pemantauan aktivitas gunung berapi dilakukan dengan pelakukan pengamatan perubahan deformasi dengan menggunakan beberapa alat diantaranya dengan pengamatan dengan menggunakan teodolit, pemantauan seismik dan pemantauan gas dan temperatur yang terjadi. Berdasarkan pembagian zona pada gunung Merapi dibagi dalam 3 zona yaitu zona sentral, zona proksimal, zona medial dan zona distal. Material berupa pasir dan material piroklastik lain yang dikeluarkan oleh Gunung Merapi, akibat proses erosi dan gerak massa batuan, material kemudian terbawa oleh aliran sungai membentuk gumuk pasir. Dalam rangka upaya pengurangan risiko bencana di sektor selatan Merapi, Pemerintah perlu melakukan perubahan rencana tata ruang di sekitar G. Merapi berbasis mitigasi bencana sebagaimana diamanatkan oleh UU No 24/2007 ttg Penanggulangan Bencana dan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, menggunakan Peta KRB Merapi 2010 sebagai acuan. Sistem surveillance pesawat ini ternyata mampu merekam gambar di atas Gunung Merapi dengan terbang vertikal hingga ketinggian 3300 meter atau sekitar 400 meter dari puncak Merapi

DAFTAR PUSTAKA
Adiseno, 2009. Teknologi UAV Potret Puncak Merapi Untuk Mitigasi Bencana. http://www.technologyindonesia.com./2009/bencana /teknologi-UAV- potret-puncak- merapi-untuk-mitigasi-bencana.html Aisyah Nurnaning dkk. 2011. Analisis Data Tilt dengan Medel Mogi untuk Estimasi Perubahan Volume Magma. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006. Chimoel86. 2010. Keadaan Geomorfologi Daerah Yogyakarta. http://beritageografi.wordpress.com/2010/05/22/keadaangeomorfologi-daerah-yogyakarta.html Erstayudha. 2009. Gumuk Pasir atau Sand Dunes Parangtritis. http://udhnr.blogspot.com/2009/01/gumuk-pasir-atau-sanddones.html Humaida Hanik dkk. 2011. Aktivitas Merapi 2006 dan Pemantauan Emisi SO2 dengan COSPEC. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006. Hertanto Hendrik Boby. 2011. Mitigasi Bencana. http://geoenviron.blogspot.com/2011/12/mitigasi-bencana.html Miswanto dkk. 2011. Penyelidikan Deformasi dan Dinamika Kubah Lava Menggunakan GPS Kinematik. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006.

Nandaka, dkk. 2009. Pengamatan Perubahan Morfologi Kubah Lava 2006 dengan Teodolit. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006.
Rovicky. 2010. Patahan di Gunung Merapi. http://rovicky.wordpress.com/2010/11/04/patahan-di-gunung-merapi.html Santoso Agus Budi dkk. 2011. Perkembangan dan Morfologi 2006 berdasarkan Data Analisis Visual. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006.

Subandriyo dkk. 2011. Pemantauan Deformasi Merapi 2005-2006 dengan EDM. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006.
Subandriyo. 2011. Sintesis Umum Erupsi Gunung Merapi 2006. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006. sherviendo. 2009. Evolusi Tektonik Pulau Jawa. http://www.minerhe.co.cc/2009/10/ evolusi-tektonik-pulau-jawa.html http://waterforgeo.blogspot.com/2011/03/geologi-pulau-jawa.html

Thanks For Ur Nice Attention

The Next : Discussion Seaso n

Terima Kasih

You might also like