Professional Documents
Culture Documents
PRESENTED BY : KELOMPOK II EMI PRASETYAWATI UMAR MUHARDI MUSTAFA A.. GEMMI.AMA SUSILAWATI
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vulkanisme adalah segala kegiatan magma dari lapisan dalam itosfer menyusup ke lapisan yang lebih atas atau sampai ke luar permukaan bumi. Gejala pasca vulkanik adalah gejala yang terjadi setelah letusan gunung api, diantaranya terdapat gas belerang, gas fumarow, moupet, sumber air panas, mata air makdani, geyeser. Adapun usaha-usaha untuk nmengurangi bahaya pada saat gunung api akn meletus diantaranya membuat terowongan-terowongan air pada kepundan yang berdanau, mengadakan pos-pos pengamatan gunung api, mengunngsikan penduduk yang bertempat tinggal di lereng gunung api yang akan meletus. Dari letusan tersebut akan terjadi dampak bagi manusia baik yang positif maupun yang negatif. Berdasarkan hal tersebut diatas penelitian tentang erupsi gunung merapi yang telah terjadi, perlu dilakukan agar dapat menjadi suatu bahan dalam penanggulangan bencana gunung Merapi.
Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : Metode yang digunakan dalam pemantauan aktivitas gunung Merapi di Yogya. Pembagian zona-zona gunung Merapi. Dampak erupsi yang ditimbulkan akibat letusan Merapi. Mitigasi bencan gunung Merapi
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan gunung Merapi sebelum letusan terjadi, metode yang digunakan dalam aktivitas gunung Merapi, dampak yang ditimbulkan dan cara penanggulangan bahaya letusan gunung Merapi.
Stratigrafi Regional
Pada awal Paleogen Sumatera, Kalimantan dan Jawa masih merupakan satu daratan dengan Benua Asia yang disebut tanah Sunda. Pada Eosen pulau Jawa yang semula berupa daratan, bagian utaranya tergenang oleh air laut dan membentuk cekungan geosinklin. Sedangkan bagian selatan pulau Jawa terangkat dan membentuk geantiklin yang disebut geantiklin Jawa Tenggara. Pada kala Oligosen hampir seluruh pulau jawa terangkat menjadi geantiklin yang disebut geantiklin Jawa. Pada saat ini muncul beberapa gunung api di bagian selatan pulau ini. Pulau Jawa yang semula merupakan geantiklin berangsur-angsur mengalami penurunan lagi sehingga pada Miosen bawah terjadi genang laut. Gunung api yang bermunculan di bagian selatan membentuk pulau-pulau gunung api. Pada pulau-pulau tersebut terdapat endapan breksi vulkanik dan endapan-endapan laut. Semakin jauh dari pantai terbentuk endapan gamping koral dan gamping foraminifera. Pada Miosen tengah di sepanjang selatan pulau Jawa pembentukan gamping koral terus berkembang diselingi batuan vulkanik. Kemudian pada Miosen atas terjadi pengangkatan pada seluruh lengkung Sunda-Bali dan bagian selatan Jawa. Keberadaan pegunungan selatan Jawa ini tetap bertahan sampai sekarang dengan batuan penyusun yang didominasi oleh batuan kapur yang dibeberapa tempat diselingi oleh munculnya vulcanic neck atau bentuk intrusi yang lain.
Secara lebih terperinci, Dobby membagi Jawa dan Madura atas dasar bentuk permukaan buminya menjadi : Pantai selatan yang merupakan dataran dari kapur Daerah perbukitan di bagian tengah Jalur gunung api yang menjadi sumbu Pulau Jawa Jalur alluvial (endapan) yang memanjang dari Banten menuju Lembah Lusi-Solo sampai Selat Madura. Pantai utara yang merupakan dataran dari kapur.
Outer arc, dimana pada pulau jawa tidak terbentuk pulau-pulau lepas pantai nemun berupa punggungan pada permukaan laut, hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh kecepatan lempeng yang akan mempengaruhi tektenik, pola sedimentasinya serta struktur pada daerah atas zone subduksinya. Fore arc basin terbentuk sepanjang batas tumbukan lempeng yang letaknya dekat dengan zone penunjaman dan letaknya antara busur luar non vulkanik (outer arc) dan busur vulkanik. Pada pulau jawa, fore arc basin membentang luas pada lempeng benua dan terbentuk pada akhir palageogen berupa sedimen recent dan terjadi karena proses pemekaran lantai samudra pada oligecen dan diikuti dengan uplift dan erosi secara regional. Adanya busur vulkanik aktiv (Vulcanic active arc), terbentuk akibat adanya perpanjangan zone subduksi sunda arc system. Akibat tumbukan dua lempeng tersebut akan mengakibatkan berkurangnya gerak lempeng hindia-australia ke utara, sehingga akan mengakibatkan adanya adanya gerak berlawanan jarum jam (gerak rotasi) dari lempeng dataran sunda sehingga akan terbentuk jalur sesar naik (thrust) dari sebelah barat jawa dan bergerak relatif ke utara (Babaris sampai Kendeng Thrust) dan diperpanjang hingga bali (Bali Thrust) dan sampai Flores (flores trhust). Disebelah utara busur jawa dan pada laut jawa cekungan busur belakang, pada lempeng benua dihasilkan pada paparan sunda dan lempeng samudra padasebelah utara bali dan flores. Cekungan pada paparan sunda dibentuk pada palageogen akhir sebagai rift basin dan kemudian pada Neogen akhir prosesnya dipengaruhi oleh tekanan pada sunda orogency dan selanjutnya terdeformasi menjadi tight hingga lipatannya membentuk isoclinal. Yang termasuk pada Cekungan busur dalam (back arc basin) ialah Cekungan Jawa barat (meliputi Cekungan sunda di sebelah barat, Cekungan belintang di timur laut, dan Cekungan cirebon di bagian timur) dan Cekungan Jawa timur (meliputi Cekungan jawa tengah bagian utara dan Cekungan madura.
Gunung Merapi termasuk dalam fiografi regional Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949) termasuk pada bagian barat Zona Pegunungan Selatan dan depresi Tengah Jawa Bagian Selatan. Zona pengunungan Selatan Jawa Tengah dibagi menjadi 3 wilayah geologi, yaitu: 1) Baturagung range; 2) Panggung Masif; 3) Kambengan range. Berthommier, 1990 membagi pembentukan Merapi dalam 5 tahap, yaitu Pra Merapi (>400.000 tahun yang lalu), Merapi Tua berumur antara 400.000 sampai 6.700 tahun yang lalu, kemudian tahap ketiga adalah Merapi Menengah antara 6.700-2.200 tahun yang lalu. Merapi Muda 2.200-600 tahun yang lalu dan Merapi Sekarang sejak 600 tahun lalu.
Geomorfologi daerah ini terbagi menjadi 7 satuan morfologi, yaitu: Satuan Puncak Gunungapi. Terdapat di timur laut yang merupakan puncak Gunung Merapi. Bentuknya berupa kerucut gunungapi membentuk lembah-lembah sempit memanjang menyerupai huruf V. Satuan lereng gunungapi merupakan bagian lereng Gunung Merapi dengan kemiringan lereng melandai ke arah selatan. Pola aliran paralel, litologi berupa endapan dan rombakan gunungapi Merapi Muda yang terdiri dari tuff, breksi aliran lava, kerikil, pasir dan aglomerat. Satuan kaki gunungapi merupakan daerah kaki Gunung Merapi bagian selatan yang mencakup suatu lembah memanjang yang dinamakan Graben Bantul. Dibagian barat dan timur berbatasan dengan satuan morfologi perbukitan melandai sampai terjal, sedang di selatan berbatasan dengan satuan morfologi dataran. Satuan perbukitan melandai sampai terjal melampar dibagian barat dan timur. Pola aliran denritik dan memiliki litologi berupa batuan gunungapi tua berumur Tersier seperti breksi, tuff dan aglomerat namun ada juga konmglomerat, batunapal tufaan, batugamping dan batupasir. Satuan karts melampar dibagian tengah hingga tepi laut. Memiliki litologi berupa batugamping terumbu berumur Miosen yang telah mengalami karstifikasi dan sebagian lainnya berupa kalkarenit tufaan. Satuan dataran melampar dibagian selatan dan barat. Memiliki pola aliran anastomitik. Litologi berupa kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lempung. Satuan gumuk pasir melampar di bagian selatan hinggan garis pantai selatan. Litologi didominasi oleh pasir lepas yang berukuran halus sampai kasar.
3.2
Stratigrafi
Pada kali opak formasi batuan yang tersingkap adalah Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Wonosari sebagai produk geologi zaman Tersier, endapan Merapi muda serta Endapan Aluvial sungai dan pantai sebagai produk geologi zaman Kuarter. Formasi Semilir secara umum tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat tufaan, ringan, kadang-kadang dijumpai selaan breksi vulkanik. Formasi Nglanggran, dicirikan oleh penyusun utama berupa breksi dengan penyusun material vulkanik, tidak menunjukkan perlapisan yang baik dengan ketebalan yang cukup besar. Formasi 0yo-Wonosari selaras di atas formasi Sambipitu terdapat Formasi Oyo-Wonosari. Formasi ini terdiri terutama dari batugamping dan napal. Satuan Vulkanik Merapi muda terbentuk setelah terjadi pengendapan satuan vulkanik merapi tua, tersusun atas breksi laharik. Formasi Yogyakarta merupakan kenampakan bagian atas dari inti volkanik klastik Merapi Muda yang didominasi litologi pasir-kerikilan dan terdiri dari perselang-selingan pasir, kerikil, tuf, lanau dan lempung. Formasi ini melampar dari morfologi lereng gunungapi ke selatan. Secara umum Formasi Sleman mempunyai ukuran butir yang lebih kasar daripada Formasi Yogyakarta.
Gambar 3.1 Peta Geologi daerah Yogyakarta dan sekitarnya (Rahardjo dkk, 1995; Surono dkk, 1994: JICA 1990).
Warna ungu adalah patahan Merapi. Warna Biru perlipatan di Bukit Gendol. Dalam penampang AB (Barat-Timur) dibawahnya terlihat bagaimana patahan di puncak merapi ini menimbulkan dorongan lateral kearah barat menggencet batuan di kakinya karena tertahan Bukit Menoreh.
Pemantauan Deformasi dengan Electronic Distance Measurement (EDM) Pemantauan Deformasi dengan Tiltmeters (pengukur kemiringan) Pemantauan Deformasi dengan Teodolit Pemantauan Deformasi dengan Survei GPS (Global Positioning System) Pemantauan Deformasi dengan Total Stasiun (Metode Analisis Azimuth) Pemantauan Deformasi dengan Metode Analisis Foto Pemantauan Seismik Gunung Api Pemantauan Gas dan Temperatur
Zona Sentral
Zona Prokasimal
Zona Medial
Zona Distal
Fasies sentral merupakan bukaan keluarnya magma dari dalam bumi ke permukaan. Oleh sebab itu daerah ini dicirikan oleh asosiasi batuan beku yang berupa kubah lava dan berbagai macam batuan terobosan semi gunung api (subvolcanic intrusions) seperti halnya leher gunung api (volcanic necks), sill, retas, dan kubah bawah permukaan (cryptodomes). Batuan terobosan dangkal tersebut dapat ditemukan pada dinding kawah atau kaldera gunung api masa kini, atau pada gunung api purba yang sudah tererosi lanjut.
Zona Sentral
Zona Sentral
Zona Proksimal
Zona Proksimal
Zona Medial
Zona Medial
Kenampakan zona proksimal dan zona medial Gunung Merapi Jawa Tengah
Zona distal yang primer masih dijumpai dimana endapan ini didominasi oleh endapan tufa yang dijumpai beberapa tempat seperti Kali Putih dan di Kinehrejo pada gunung Merapi.
Menambah kesuburan kawasan sekitar merapi, sehingga dapat ditumbuhi banyak pepohonan dan dapat dimanfaatkan untuk pertanian dalam waktu beberapa tahun kedepan. Dapat dijadikan objek wisata bagi wisatawan domestic dan wisatawan mancanegara setelah Gunung Merapi meletus. Hasil erupsi (pasir) dapat dijadikan mata pencaharian seperti penambangan pasir dan karya seni dari endapan lava yang telah dingin. Aktifitas gunung api dapat menghasilkan geothermal atau panas bumi yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari Sisa-sisa aktivitas Gunung Merapi dapat menghasikan bahan-bahan tambang yang berguna dan bernilai tinggi. Seperti belerang, batu pualam dan lain-lain. Membangkitkan industry semen dan industry yang berkaitan dengan insfrastuktur bisa bangkit, termasuk bisa menyerap banyak tenaga ahli untuk memulihkan infrastruktur dan sector lainnya di kawasan terkena musibah. Terjadinya disribusi keadilan ekonomi, dengan banyaknya sumbangan dari para dermawan. Sebagai bahan material terbentuknya GUMUK PASIR. Material yang
ada pada gumuk pasir di pantai selatan Jawa berasal dari Gunung Api Merapi dan gunung gunung api aktif lain yang ada di sekitarnya. Material berupa pasir dan material piroklastik lain yang dikeluarkan oleh Gunung Merapi. Akibat proses erosi dan gerak massa bautan, material kemudian terbawa oleh aliran sungai, misalnya pada Kali Krasak, Kali Gendol, dan Kali Suci. Aliran sungai kemudian mengalirkan material tersebut hingga ke pantai selatan.
Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya; Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur).
DAFTAR PUSTAKA
Adiseno, 2009. Teknologi UAV Potret Puncak Merapi Untuk Mitigasi Bencana. http://www.technologyindonesia.com./2009/bencana /teknologi-UAV- potret-puncak- merapi-untuk-mitigasi-bencana.html Aisyah Nurnaning dkk. 2011. Analisis Data Tilt dengan Medel Mogi untuk Estimasi Perubahan Volume Magma. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006. Chimoel86. 2010. Keadaan Geomorfologi Daerah Yogyakarta. http://beritageografi.wordpress.com/2010/05/22/keadaangeomorfologi-daerah-yogyakarta.html Erstayudha. 2009. Gumuk Pasir atau Sand Dunes Parangtritis. http://udhnr.blogspot.com/2009/01/gumuk-pasir-atau-sanddones.html Humaida Hanik dkk. 2011. Aktivitas Merapi 2006 dan Pemantauan Emisi SO2 dengan COSPEC. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006. Hertanto Hendrik Boby. 2011. Mitigasi Bencana. http://geoenviron.blogspot.com/2011/12/mitigasi-bencana.html Miswanto dkk. 2011. Penyelidikan Deformasi dan Dinamika Kubah Lava Menggunakan GPS Kinematik. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006.
Nandaka, dkk. 2009. Pengamatan Perubahan Morfologi Kubah Lava 2006 dengan Teodolit. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006.
Rovicky. 2010. Patahan di Gunung Merapi. http://rovicky.wordpress.com/2010/11/04/patahan-di-gunung-merapi.html Santoso Agus Budi dkk. 2011. Perkembangan dan Morfologi 2006 berdasarkan Data Analisis Visual. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006.
Subandriyo dkk. 2011. Pemantauan Deformasi Merapi 2005-2006 dengan EDM. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006.
Subandriyo. 2011. Sintesis Umum Erupsi Gunung Merapi 2006. Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi Merapi 2006. sherviendo. 2009. Evolusi Tektonik Pulau Jawa. http://www.minerhe.co.cc/2009/10/ evolusi-tektonik-pulau-jawa.html http://waterforgeo.blogspot.com/2011/03/geologi-pulau-jawa.html
Terima Kasih