You are on page 1of 134

CARA PEMERIKSAAN

NEUROLOGI
Tinjauan Mata Kuliah

: Cara pemeriksaan Anamnesis.
: Cara pemeriksaan Kesadaran.
: Cara pemeriksaan Rangsang Meningeal.
: Cara pemeriksaan Saraf Kranialis.
: Cara pemeriksaan sistim Motorik.
: Cara pemeriksaan sistim Sensorik.
: Cara pemeriksaan Refleks.

1
Isi Anamnesa
Keluhan Utama
Riwayat Penyakit sekarang / kronologis
penyakitnya
Riwayat penyakit dahulu (RPD)
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat alergi
Kebiasaan pasien
2
CARA MELAKUKAN
ANAMNESIS .
3
ANAMNESIS yang baik membawa kita menempuh
setengah jalan kearah diagnosis yang tepat .

Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2
pola umum yaitu:

Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan
semua keluhan serta kelainan yang dideritanya.

Pemeriksa ( dokter ) membimbing pasien
mengemukakan keluhannya atau kelainannya
dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.
CARA MELAKUKAN ANAMNESIS
4
Keluhan utamanya yaitu keluhan yang
mendorong pasien datang berobat ke dokter.

Kemudian ditelusuri tiap keluhan dengan mencari
Riwayat penyakit yang sedang dideritanya.

Mulai timbulnya

Krononologi timbulnya gejala gejala.
CARA MELAKUKAN ANAMNESIS
5
Perjalanan penyakitnya dimana perlu ditanyakan :

Lokalisasi keluhan atau kelainan.
Bagaimana sifat keluhan atau kelainan?
Seberapa kerasnya keluhan atau seberapa besarnya
kelainan itu?
Kapan timbulnya dan bagaimana perjalanan
selanjutnya.
Bagaimana mula timbulnya?
Faktor-faktor apakah yang meringankan atau
memperberat keluhan, gejala atau kelainan?
Gejala gejala atau tanda tanda patologik apakah
yang menyertai /mengiringinya?
CARA PEMERIKSAAN
KESADARAN .
7
PEMERIKSAAN KESADARAN:
kwantitatif
kwalitatif.

Cara kwantitatif dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale dipandang lebih baik karena beberapa hal.
Dapat dipercaya.
Sangat teliti dan dapat membedakan kelainannya hingga tidak
terdapat banyak perbedaan antara dua penilai ( obyektif ).
Dengan sedikit latihan dapat juga digunakan oleh perawat
sehingga observasi mereka lebih cermat.
CARA PEMERIKSAAN KESADARAN .
8
CARA PEMERIKSAAN KWANTITATIF
(GLASGOW COMA SCALE )

MEMBUKA MATA.
RESPONS VERBAL ( BICARA ).
RESPONS MOTORIK ( GERAKAN ).
PENILAIAN GLASSGOW COMA
SCALE (GCS)
TAMPAKAN SKALA NILAI
EYE OPENING SPONTAN 4
DIPANGGIL 3
RANGSANG NYERI 2
TIDAK ADA RESPONSE
(DIAM)
1
9
10

PENILAIAN GLASSGOW COMA
SCALE (GCS)
TAMPAKAN SKALA NILAI
VERBAL
RESPONSE
ORIENTASI BAIK 5
JAWABAN KACAU 4
KATA-KATA TIDAK
PATUT
(INAPPROPRIATE)
3
BUNYI TAK BERARTI
INCOMPREHENSIBLE
2
TIDAK BERSUARA 1
11
PENILAIAN GLASSGOW COMA
SCALE (GCS)
MOTOR
RESPONSE
SESUAI PERINTAH 6
LOKALISASI NYERI 5
REAKSI PADA NYERI 4
FLEKSI (DEKORTIKASI) 3
EKSTENSI
(DESEREBRASI)
2
TIDAK ADA RESPONSE
(DIAM)
1
12
13

14
CARA PEMERIKSAAN KESADARAN .
15
PITTSBURGH BRAIN STEM SCORE.

Cara ini dapat digunakan untuk menilai refleks brainstem
pada pasien koma.

Brainstem reflex
1. Refleks bulu mata
positif kedua sisi 2
negatif 1
2. Refleks kornea
positif kedua sisi 2
negatif 1
3. Dolls eye movement/ice water calories
positif kedua sisi 2
negatif 1
CARA PEMERIKSAAN KESADARAN .
16
PITTSBURGH BRAIN STEM SCORE.

Brainstem reflex
4. Reaksi pupil kanan terhadap cahaya
positif 2
negatif 1
5. Reaksi pupil kiri terhadap cahaya
positif 2
negatif 1
6. Refleks muntah atau batuk
positif 2
negatif 1

Interpretasi:
Nilai minimum : 6
Nilai maksimum : 12 ( nilai /skor makin tinggi makin
baik )
17

CARA PEMERIKSAAN KWALITATIF.

Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa yaitu:

Normal : kompos mentis.
Somnolen.
Sopor
Koma ringan.
Koma.

SOMNOLEN :
Keadaan mengantuk . Kesadaran dapat pulih penuh
bila dirangsang . Somnolen disebut juga sebagai:
letargi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya
pasien dibangungkan, mampu memberi jawaban
verbal dan menangkis rangsang nyeri.
18
CARA PEMERIKSAAN KWALITATIF.

SOPOR ( STUPOR ):
Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat ,
namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia
masih dapat mengikuti suruhan yang singkat
dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan
rangsang nyeri pasien tidak dapat
dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap
perintah tidak konsisten dan samar. Tidak
dapat diperoleh jawaban verbal dari
pasien..Gerak motorik untuk menangkis
rangsang nyeri masih baik.

19
CARA PEMERIKSAAN KWALITATIF.


KOMA-RINGAN ( SEMI KOMA ) .
Pada keadaan ini tidak ada respons terhadap
rangsang verbal. Refleks ( kornea, pupil dsb)
masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai
respons terhadap rangsang nyeri. Pasien tidak
dapat dibangunkan.

KOMA ( DALAM ATAU KOMPLIT).
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada
jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri
yang bagaimanapun kuatnya
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL .
20
KAKU KUDUK.
Pemeriksaan dilakukan sbb:
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala
pasien yang sedang berbaring, kemudian
kepala ditekukkan ( fleksi) dan diusahakan agar
dagu mencapai dada. Selama penekukan
diperhatikan adanya tahanan.
Bila terdapat kaku kuduk, kita dapatkan tahanan
dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku
kuduk dapat bersifat ringan atau berat
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL .
21
KERNIG SIGN.
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang
berbaring difleksikan pahanya pada persendian
panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada
persendian lutut sampai membentuk sudut
lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila
teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau
kurang dari sudut 135 derajat , maka dikatakan
kernig sign positif.
22

CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL .
23
BRUDZINSKI SIGN.
Ini meliputi :
Tanda leher menurut Brudzinski,
Tanda tungkai kontralateral menurut Brudzinski,
Tanda pipi menurut Brudzinski,
Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL .
24
Tanda Leher menurut Brudzinski
Pasien berbaring dalam sikap terlentang,
dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring , tangan
pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan kemudian kepala pasien
difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala
disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan
panggul kedua tungkai secara reflektorik.
25

CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL .
26
Tanda tungkai kontra lateral menurut
Brudzinski.
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan
dirangsang diextensikan pada sendi lutut,
kemudian tungkai atas difleksikan pada sendi
panggul.
Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa
fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan
panggul ini menandakan test ini postif.
27

CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL .
28
Tanda pipi menurut Brudzinski.
Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah
os zygomaticus akan disusul oleh gerakan
fleksi secara reflektorik dikedua siku dengan
gerakan reflektorik keatas sejenak dari kedua
lengan.
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL .
29
Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski.

Penekanan pada simfisis pubis akan disusul
oleh timbulnya gerakan fleksi secara reflektorik
pada kedua tungkai disendi lutut dan panggul.
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL .
30
Tanda Lasegue.
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang
berbaring lalu kedua tungkai diluruskan ( diekstensikan )
, kemudian satu tungkai diangkat lurus, difleksikan pada
persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus
selalu berada dalam keadaan ekstensi ( lurus ) .
Keadaan normal dapat mencapai sudut 70 derajat
sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah
timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70
derajat maka disebut tanda Lasegue positif.
Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil
patokan 60 derajat.
31

32
CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
33
SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS ).



Tujuan pemeriksaan : untuk mendeteksi
adanya gangguan menghidu, selain itu
untuk mengetahui apakah gangguan
tersebut disebabkan oleh gangguan saraf
atau penyakit hidung lokal.

CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
34
SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS ).

Cara pemeriksaan.

Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta
untuk mencium bau-bauan tertentu yang tidak
merangsang .
Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan
jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan
tangan. Sebelumnya periksa lubang hidung apakah
ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya
ingus atau polip.

Contoh bahan yang sebaiknya dipakai adalah : teh,
kopi, tembakau, sabun, jeruk.
CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
35
SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS ).

Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam
Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau
yang tidak sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai
bau bawang goreng.
Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak
menyenangkan, tapi bau yang memuakan seperti bacin , pesing
dsb, maka digunakan istilah lain yaitu kakosmia.
Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya
perangsangan olfaktorik merupakan suatu kenyataan, hanya
pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi bila tercium suatu
modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan maka
kesadaran akan suatu jenis bau ini adalah halusinasi, yaitu
halusinasi olfaktorik.
36

CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
37
SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).

Tujuan pemeriksaan :
Untuk mengukur ketajaman penglihatan (
visus) dan menentukan apakah kelainan
pada penglihatan disebabkan oleh kelainan
okuler lokal atau oleh kelainan saraf.
Untuk mempelajari lapang pandang.

CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
38
SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).

Cara pemeriksaan.

1. pemeriksaan penglihatan ( visus )
Ketajaman penglihatan diperiksa dengan :

membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa
dengan jalan pasien disuruh melihat benda yang
letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di
buku atau koran.

melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu
Snellen. Pasien diminta untuk melihat huruf huruf
sehingga tiap huruf dilihat pada jarak tertentu.

CARA PEMERIKSAAN SARAF
KRANIALIS.
39
SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).

menggunakan jari jari yang digerakkan harus dapat dilihat
dalam jarak 60 meter.
contoh visus = 2/60 pasien hanya dapat melihat pergerakan jari
pada jarak 2 meter

Untuk gerakan tangan harus tampak pada jarak 300 meter. Jika
kemampuannya hanya sampai membedakan adanya gerakan ,
maka visusnya ialah 1/300. Contoh Visus = 3/300 pasien hanya
dapat melihat pergerakan tangan pada jarak 3 meter.

Namun jika hanya dapat membedakan antara gelap dan terang
maka visus nya 1/~, bila dengan sinar lampu masih belum dapat
melihat maka dikatakan visus pasien tersebut adalah nol. Bila
hendak melakukan pemeriksaan pada mata kanan maka mata
kiri harus ditutup dengan telapak tangan kanan dan sebaliknya.

SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).
41
pemeriksaan lapang pandang.
Metode Konfrontasi dari Donder (paling
mudah ).
Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri
kurang lebih jarak 1 meter dengan
pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa
mata kanan maka mata kiri pasien harus
ditutup, misalnya dengan tangannya
pemeriksa harus menutup mata kanannya.
Kemudian pasien disuruh melihat terus
pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa
harus selalu melihat ke mata kanan pasien.
SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).
42
pemeriksaan lapang pandang.
Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya
dibidang pertengahan antara pemeriksa dan
pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar ke
dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari jari
pemeriksa , ia harus memberitahu, dan hal ini
dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun
telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan
lapangan penglihatan ( visual field ) maka
pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan
tersebut.Gerakan jari tangan ini dilakukan dari
semua jurusan dan masing masing mata harus
diperiksa.
SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).
43
pemeriksaan lapang pandang.

SKOTOMA : ada bagian bagian visual field yang buta dimana
pasien tidak dapat melihatnya.

Skotoma positif : tanpa diperiksa pasien sudah merasa
adanya skotoma.

Skotoma negatif: dengan diperiksa pasien baru merasa
adanya skotoma.

Macam macam gangguan visual field antara lain.
hemianopsia ( temporal; nasal ; bitemporalis ; binasal ).
homonymous hemianopsia.
homonymous quadrantanopsia.
total blindness dsb
44

45
46

47

48
49
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
50
Fungsi N III,IV,VI saling berkaitan dan diperiksa
bersama sama .
Fungsinya ialah menggerakkan otot mata
ekstraokuler dan mengangkat kelopak mata. Serabut
otonom N III mengatur otot pupil.

Cara pemeriksaan.
Terdiri dari:
pemeriksaan gerakan bola mata.
pemeriksaan kelopak mata.
pemeriksaan pupil.

SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
51
1.Pemeriksaan gerakan bola mata.
Lihat ada/tidaknya nystagmus ( gerakan bola mata
diluar kemauan pasien).
Pasien diminta untuk mengikuti gerakan tangan
pemeriksa yang digerakkan kesegala jurusan. Lihat
apakah ada hambatan pada pergerakan matanya.
Hambatan yang terjadi dapat pada satu atau dua
bola mata.
Pasien diminta untuk menggerakan sendiri bola
matanya.

2.Pemeriksaan kelopak mata:
Membandingkan celah mata/fissura palpebralis kiri
dan kanan . Ptosis adalah kelopak mata yang
menutup.
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
52
3. Pemeriksaan pupil
Lihat diameter pupil, normal besarnya 3 mm.
Bandingkan kiri dengan kanan ( isokor atau anisokor ).
Lihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.

Pemeriksaan refleks pupil:
refleks cahaya.
Direk/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil.
Normal , akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil (
miosis ).
Perhatikan juga apakah pupil segera miosis, dan apakah ada
pelebaran kembali yang tidak terjadi dengan segera.
Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya
ditujukan pada satu pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain.
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
53
refleks akomodasi.
caranya : pasien diminta untuk melihat telunjuk
pemeriksa pada jarak yang cukup jauh, kemudian
dengan tiba tiba dekatkanlah pada pasien lalu
perhatikan reflek konvergensi pasien dimana dalam
keadaan normal kedua bola mata akan berputar
kedalam atau nasal.
Reflek akomodasi yang positif pada orang normal
tampak dengan miosis pupil.

refleks ciliospinal.
rangsangan nyeri pada kulit kuduk akan memberi
midriasis ( melebar ) dari pupil homolateral.
keadaan ini disebut normal.

SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
54
refleks okulosensorik.

rangsangan nyeri pada bola mata/daerah
sekitarnya, normal akan memberikan miosis atau
midriasis yang segera disusul miosis.
refleks terhadap obat-obatan.
Atropine dan skopolamine akan memberikan
pelebaran pupil/midriasis.
Pilocarpine dan acetylcholine akan memberikan
miosis.
SARAF OTAK V ( NERVUS TRIGEMINUS ).
55
Cara pemeriksaan.
Pemeriksaan motorik.
pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian
meraba m . masseter dan m. Temporalis. Normalnya kiri
dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama .
pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan
apakah ada deviasi rahang bawah, jika ada kelumpuhan
maka dagu akan terdorong kesisi lesi. Sebagai
pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus
simetris.Bila terdapat parese disebelah kanan , rahang
bawah tidak dapat digerakkan kesamping kiri. Cara lain
pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya
kesamping dan kita beri tekanan untuk mengembalikan
rahang bawah keposisi tengah.
SARAF OTAK V ( NERVUS TRIGEMINUS ).
56
Cara pemeriksaan.
Pemeriksaan sensorik.
Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa
nyeri dan suhu, kemudian lakukan pemeriksaan
pada dahi, pipi dan rahang bawah.
Pemeriksaan refleks.
a. Refleks kornea ( asal dari sensorik Nervus V).

Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien
akan menutup matanya atau
menanyakan apakah pasien dapat merasakan.

SARAF OTAK V ( NERVUS TRIGEMINUS ).
60
b. Refleks masseter / Jaw reflex ( berasal dari motorik Nervus V).

Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada
bagian tengah dagu, lalu
pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul
dengan hammer refleks
normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang
kadang tidak ada. Bila ada gerakan nya hebat yaitu kontraksi
m.masseter, m. temporalis, m pterygoideus medialis yang
menyebabkan mulut menutup ini disebut refleks meninggi.

c. Refleks supraorbital.

Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital,
normalnya akan menyebabkan mata menutup homolateral
(tetapi sering diikuti dengan menutupnya mata yang lain ).
SARAF OTAK VII ( NERVUS FASIALIS ).
61
Pemeriksaan fungsi motorik.
Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah
pasien kiri dan kanan apakah simetris atau tidak. Perhatikan
juga lipatan dahi, tinggi alis, lebarnya celah mata, lipatan kulit
nasolabial dan sudut mulut.Kemudian pasien diminta untuk
menggerakan wajahnya antara lain:

Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
Mengangkat alis
Menutup mata dengan rapat dan dicoba buka dengan tangan
pemeriksa.
Moncongkan bibir atau menyengir.
Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri
dan kanan apakah sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin
akan keluar kebagian sisi yang lumpuh.
62
SARAF OTAK VII ( NERVUS
FASIALIS ).
63
Pemeriksaan fungsi sensorik.
Dilakukan pada 2/3 bagian lidah depan. Pasien disuruh untuk
menjulurkan lidah , kemudian pada sisi kanan dan kiri diletakkan
gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit. Pasien cukup
menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas.
Bahannya adalah:Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %,
Kinine 0,075 %.

Sekresi air mata.
Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )
Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm
Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 15 mm ( lama 5
menit ).
SARAF OTAK VIII ( NERVUS KOKHLEARIS, NERVUS
VESTIBULARIS
64
Pemeriksaan N. Kokhlearis.
Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.
a. Pemeriksaan Weber.
Maksud nya membandingkan transportasi melalui
tulang ditelinga kanan dan kiri pasien.Garpu tala
ditempatkan didahi pasien, pada keadaan normal
kiri dan kanan sama keras ( pasien tidak dapat
menentukan dimana yang lebih keras ).

Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran
udara terganggu, misal: otitis media kiri , pada test
weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat
nerve deafness disebelah kiri , pada test weber
dikanan terdengar lebih keras .

65

SARAF OTAK VIII ( NERVUS KOKHLEARIS, NERVUS
VESTIBULARIS
66
Pemeriksaan N. Kokhlearis.
b. Pemeriksaan Rinne.
Maksudnya membandingkan pendengaran melalui
tulang dan udara dari pasien.
Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui
udara didengar lebih lama dari pada melalui tulang.
Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid
sampai pasien tidak dapat mendengarnya lagi.
Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan meatus
eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih
terdengar dikatakan test positip.
Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada
Conduction deafness test Rinne negatif.
67

SARAF OTAK VIII ( NERVUS KOKHLEARIS, NERVUS
VESTIBULARIS
68
Pemeriksaan N. Kokhlearis.
Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.

c. Pemesiksaan Schwabach.
Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan
pendengaran pemeriksa yang dianggap normal. Garpu tala
dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat telinga
pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi,
garpu tala ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih
terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan bahwa
Schwabach lebih pendek ( untuk konduksi udara ).
Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya
ditekankan pada tulang mastoid pasien. Disuruh ia
mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak mendengar lagi
maka garpu tala diletakkan ditulang mastoid pemeriksa. Bila
pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka dikatakan
Schwabach ( untuk konduksi tulang ) lebih pendek.
Normal
Tuli Konduktif
Kiri **
Tuli Sensorik
Kiri **
Weber Ki = Ka
>Telinga sakit
Ki > Ka
>Telinga
Normal
Ka > Ki
Rinne
Udara >
Tulang
(+)
Tulang >
Udara
(-)
Tulang &
Udara **
(-)
Scwabach
Membanding
kan : Pasien
& Dokter
Hantaran
tulang
memendek
Hantaran
udara
memendek
69
Test Pendengaran dengan garputala 512 MHz
** Terganggu
70
Pemeriksaan N. Vestibularis.
a. Pemeriksaan dengan test kalori.
Bila telinga kiri didinginkan ( diberi air dingin ) timbul
nystagmus kekanan. Bila telinga kiri dipanaskan (
diberi air panas ) timbul nystagmus kekiri.
Nystagmus ini disebut sesuai dengan fasenya yaitu
: fase cepat dan fase pelan, misalnya nystagmus
kekiri berarti fase cepat kekiri.
Bila ada gangguan keseimbangan maka perubahan
temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.

b. Pemeriksaan past pointing test.
Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa
dengan jari telunjuknya, kemudian dengan mata
tertutup pasien diminta untuk mengulangi.
Normalnya pasien harus dapat melakukannya.
71
Pemeriksaan N. Vestibularis.
.
c. Test Romberg .
Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu
didepan kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada
didepan jari kaki yang lainnya, lengan dilipat pada dada dan
mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri
dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau
lebih.

d. Test melangkah ditempat ( Stepping test ).
Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup ,
sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti jalan
biasa.Selama test ini pasien diminta untuk berusaha agar
tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test
berlangsung.
Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak
lebih dari 1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar
lebih dari 30 derajat.
SARAF OTAK IX & X( NERVUS GLOSOFARINGEUS &
NERVUS VAGUS)
72
Cara pemeriksaan:
Pasien diminta untuk membuka mulut dan
mengatakan huruf a . Jika ada gangguan maka otot
stylopharyngeus tak dapat terangkat dan menyempit
dan akibatnya rongga hidung dan rongga mulut masih
berhubungan sehingga bocor. Jadi pada saat
mengucapkan huruf a dinding pharynx terangkat
sedang yang lumpuh tertinggal, dan tampak uvula
tidak simetris tetapi tampak miring tertarik kesisi yang
sehat.
Pemeriksa menggoreskan atau menyentuh dinding
pharynx kanan dan kiri dan bila ada gangguan
sensibilitas maka tidak terjadi refleks muntah.

SARAF OTAK XI ( NERVUS
AKSESORIUS ).
73
Cara pemeriksaan.
Memeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan
menekan pundak pasien dan pasien diminta
untuk mengangkat pundaknya.
Memeriksa m. Sternocleidomastoideus. Pasien
diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan
ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan
diraba tonus dari m. Sternocleidomastoideus.

SARAF OTAK XII ( NERVUS
HIPOGLOSUS ).
74
Cara pemeriksaan.
Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka
kata-kata tidak dapat diucapkan dengan baik hal
demikian disebut: dysarthria.
Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya
tergeser kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun.
Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi
yang sakit.
Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah
.
Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan
lidah kesamping pada pipi dan dibandingkan
kekuatannya pada kedua sisi pipi.

CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
75
Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya
dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk
menjamin kelengkapan dan ketelitian
pemeriksaan.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
76
1. Pengamatan.
Gaya berjalan dan tingkah laku.
Simetri tubuh dan ektremitas.
Kelumpuhan badan dan anggota gerak. dll.

2. Gerakan Volunter.
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan
pemeriksa, misalnya:
Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
Gerakan jari- jari kaki.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
77
3. Palpasi otot.
Pengukuran besar otot.
Nyeri tekan.
Kontraktur.
Konsistensi ( kekenyalan ).
Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada.
Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis,
HNP.
Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
Kontraktur otot.

Konsistensi otot yang menurun terdapat pada.
Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
78
4. Perkusi otot.
Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi
yang bersifat setempat dan berlangsung hanya
1 atau 2 detik saja.
Miodema : penimbunan sejenak tempat yang
telah diperkusi ( biasanya terdapat pada pasien
mixedema, pasien dengan gizi buruk ).

Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung
untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot
yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
79
5. Tonus otot.
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak
diperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-
gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut .
Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.

Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali
( dijumpai pada kelumpuhan LMN).
Hipotoni : tahanan berkurang.
Spastik : tahanan meningkat dan terdapat
pada awal gerakan , ini dijumpai pada
kelumpuhan UMN.
Rigid : tahanan kuat terus menerus selama
gerakan misalnya pada Parkinson.
80

CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
81
6. Kekuatan otot.
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk
memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
Pasien disuruh menggerakkan bagian
ekstremitas atau badannya dan pemeriksa
menahan gerakan ini.
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas
atau badan pasien dan ia disuruh menahan.

CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
82
Cara menilai kekuatan otot :

Dengan menggunakan angka dari 0-5.
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan
gerakan pada persendiaan yang harus digerakkan oleh
otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu
melawan gaya berat ( gravitasi ).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ).
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
84
Anggota gerak atas.
Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)
Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).
Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).
Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).
Pemeriksaan abduksi ibu jari.
Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).
Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).
Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).
Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).
Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).
Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).
Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).
Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
85
Anggota gerak bawah.
Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-
L4,saraf femoralis ).
Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf
obturatorius ).
Pemeriksaan otot kelompok hamstring (
L4,L5, S1,S2,saraf siatika ).
Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1,
S2,saraf tibialis ).
Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1,
S2, saraf tibialis
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
86
7. Gerakan involunter.
Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala
pelepasan yang bersifat positif, yaitu
dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu
dalam susunan ekstrapiramidalis yang
kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus
pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini
mencakup kortex ekstrapiramidalis, nuklues
kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus
luysi, substansia nigra, nukleus ruber, nukleus
ventrolateralis thalami substansia retikularis dan
serebelum.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
87
Tremor saat istirahat : disebut juga tremor
striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum (
nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan
lintasan lintasan penghubungnya ) misalnya
kerusakan substansia nigra pada sindroma
Parkinson.
Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut
juga tremor serebellar, disebabkan gangguan
mekanisme feedback oleh serebellum
terhadap aktivitas kortes piramidalis dan
ekstrapiramidal hingga timbul kekacauan
gerakan volunter.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
88
Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya
lengan atau tangan, eksplosif, cepat berganti sifat dan
arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti
pada waktu tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus
striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.
Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama
lengan atau tangan atau tangan yang agak lambat dan
menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi
atau torsi fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan
tangan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi
di nukleus kaudatus.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
89
Ballismus: gerakan involunter otot proksimal
ekstremitas dan paravertebra, hingga
menyerupai gerakan seorang yang
melemparkan cakram. Gerkaan ini dihubungkan
dengan lesi di corpus subthalamicus, corpus
luysi, area prerubral dan berkas porel.
Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan
spontan pada sisa serabut otot yang masih
sehat pada otot yang mengalami kerusakan
motor neuron. Kontraksi nampak sebagai
keduten keduten dibawah kulit.
90

92

CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
93
Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi
keduten tidak secepat fasikulasi dan
berlangsung lebih lama dari fasikulasi.
Myokloni : gerakan involunter yang bangkit
tiba tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik,
dapat timbul sekali saja atau berkali kali ditiap
bagian otot skelet dan pada setiap waktu,
waktu bergerak maupun waktu istirahat.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
94
8. Fungsi koordinasi.
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas
serebelum. Serebelum adalah pusat yang paling
penting untuk mengintegrasikan aktivitas
motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular
apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir
sensorik dan lintasan lintasan yang
mengirimkan informasi ke serebelum serta lesi
pada serebelum dapat mengakibatkan
gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut
Cerebellar sign
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
95
Macam-macam pemeriksaan Cerebellar sign
Test telunjuk hidung.
Test jari jari tangan.
Test tumit lutut.
Test diadokinesia berupa: pronasi supinasi, tapping
jari tangan.
Test fenomena rebound.
Test mempertahankan sikap.
Test nistagmus.
Test disgrafia.
Test romberg.
96

97

CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
98
Test romberg positif: baik dengan mata terbuka
maupun dengan mata tertutup , pasien akan
jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat
kehilangan kestabilan ( bergoyang goyang ).
Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada
tandem walking, dan menunjukkan gejala jalan
yang khas yang disebut celebellar gait
Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter
dengan tangan,lengan atau tungkai dengan
halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
99
Gait dan Station.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein
memungkinkan untuk itu. Harus diperhitungkan adanya
kemungkinan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan pada
orang orang tua atau penyandang cacat non neurologis.
Pada saat pasien berdiri dan berjalan perhatikan posture,
keseimbangan , ayunan tangan dan gerakan kaki dan
mintalah pasien untuk melakukan.
Jalan diatas tumit.
Jalan diatas jari kaki.
Tandem walking.
Jalan lurus lalu putar.
Jalan mundur.
Hopping.
Berdiri dengan satu kaki.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
100
Macam macam Gait:
Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh
digerakkan secara sirkumduksi.
Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua
tungkai, misalnya spastik paraparese.
Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese
flaccid atau paralisis n. Peroneus.
Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang
bergoyang berlebihan, khas untuk kelemahan otot tungkai
proksimal, misalnya otot gluteus.
Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak
membungkuk, kedua tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut
dan panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan
jangkauan yang pendek-pendek.

101

102

103
104

105
106

CARA PEMERIKSAAN SISTIM
SENSORIK.
107
Jenis-Jenis pemeriksaan sensorik yang sering digunakan.
1. Sensibilitas eksteroseptif atau protopatik.
Terdiri dari:
Rasa nyeri.
Rasa suhu
Rasa raba.
2.Sensibilitas proprioseptif.
rasa raba dalam.
3.Sensibilitas diskriminatif
daya untuk mengenal bentuk/ukuran.
daya untuk mengenal /mengetahui berat sesuatu benda dsb.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
SENSORIK.
108
Tujuan pemeriksaan sensorik
Menetapkan adanya gangguan sensorik.
Mengetahui modalitasnya.
Menetapkan polanya.
Menyimpulkan jenis dan lokasi lesi yang
mendasari gangguan sensorik yang akhirnya
dinilai bersama sama dengan pemeriksaan
motorik , kesadaran dll.

109
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
SENSORIK.
110
Tahap Pemeriksaan.
Test untuk rasa raba halus.
Alat pemeriksa : kapas.
Cara pemeriksaan:
permukaan dientuh dengan ujung ujung kapas tersebut.
dari atas ke bawah/ sebaliknya.
Dibandingkan kanan dan kiri.

Yang perlu diingat:
Daerah lateral kurang peka dari medial.
Ada daerah-daerah erotogenik : leher, sekitar mammae, genetalia.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK.
Tahap Pemeriksaan.
111
Test untuk rasa nyeri superficial.
Alat pemeriksa : jarum bundel

Cara pemeriksaan : jarum diletakkan tegak lurus dan cara sama
spt diatas.

Test untuk rasa suhu.
Alat pemeriksa :
Botol/tabung berisi air panas : suhu 40-45 derajat celcius.
Botol/tabung berisi air dingin : suhu 10-15 derajat celcius.

Cara pemeriksaan :
Botol botol tersebut harus kering betul.
Bagian tubuh yang tertutup pakaian lebih sensitif dari bagian
tubuh yang terbuka.
Pada orang tua sering dijumpai hipestesia yang fisiologik.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK.
Tahap Pemeriksaan.
112
Test untuk rasa sikap.
Alat pemeriksa : bagian tubuh pasien
sendiri.
Cara pemeriksaan :
Tempatkan salah satu lengan/tungkai pasien
pada suatu posisi tertentu, kemudian suruh
pasien untuk menghalangi pada lengan dan
tungkai.
Perintahkan untuk menyentuh dengan ujung
ujung telunjuk kanan, ujung jari kelingking kiri
dsb.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK.
Tahap Pemeriksaan.
113
Test untuk rasa gerak/posisi sendi.
Alat pemeriksan : sendi sendi/jari jari tangan
kaki pasien
Cara pemeriksaan: pegang ujung jari jempol
kaki pasien dengan jari telunjuk dan jempol jari
tangan pemeriksa dan gerakkan keatas
kebawah maupun kesamping kanan dan kiri,
kemudian pasien diminta untuk menjawab posisi
ibu jari jempol nya berada diatas atau dibawah
atau disamping kanan /kiri.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK.
Tahap Pemeriksaan.
114
Test untuk rasa getar.
Alat pemeriksa : garpu tala
Cara pemeriksaan:
Garpu tala digetarkan dulu/diketuk pada meja
atau benda keras lalu letakkan diatas ujung
ibu jari kaki pasien dan mintalah pasien
menjawab untuk merasakan ada getaran atau
tidak dari garputala tersebut.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK.
Tahap Pemeriksaan.
115
Test untuk diskriminatif.
Alat pemeriksa : kunci, mata uang logam, kancing , jarum bundel.

Cara pemeriksaan :
Rasa stereognosis.
Dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengenal benda benda
yang disodorkan kepadanya.

Rasa diskriminasi 2 titik.
Lidah : 1 mm.
Ujung jari tangan : 2 7 mm.
Telapak tangan : 8 12 mm
Dorsum manus : 20-30 mm
Dada : 40 mm
Paha : 70 75 mm.
Jari kaki : 3 8 mm.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK.
Tahap Pemeriksaan.
116
Test untuk diskriminatif.
Rasa Gramestesia.
Untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang digoreskan
diatas kulit pasien,
misalnya ditelapak tangan pasien.

Rasa Barognosia.
Untuk mengenal berat suatu benda.
Rasa topognosia.
Untuk mengenal tempat pada tubuhnya yang
disentuh pasien.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK.
Tahap Pemeriksaan.
117
Test untuk mengetahui lokalisasi rasa nyeri.
Tindakan untuk mengetahui adanya kelainan di daerah
tulang belakang servikal.
distraksi servikal.
kompresi servikal : tindakan Lhermitte.
tindakan valsava.
test menelan.
Tindakan dari Tinel: untuk mengetahui tanda
kesemuten akibat lesi susunan saraf perifer.Dengan
melakukan penekanan pada saraf perifer:
Bila hasil ya: timbul rasa nyeri ini berarti terjadi lesi irritatif.
Bila hasil nya timbul kesemuten ini berarti adanya regenerasi
saraf perifer.
118
Modifikasi test Laseque yaitu:
Test dari Bragard :Straight Leg Raising Test
kemudian diikuti dengan dorsofleksi kaki .
Tanda laseque test akan positif pada derajat
yang lebih kecil.

Test dari OCONNEL = test laseque silang.
Nyeri timbul pada pangkal N. Ishiadikus yang
sehat pada waktu dilakukan SLRS test.

Bowtring Sign.
Penekanan pada fossa Poplitea diatas
N.ishiadikus menimbulkan rasa sakit
dipunggung atau kaki.
119
Test untuk membangkitkan rasa nyeri di sendi
panggul/sakroiliaka.
Test dari Patrick = F-AB-BR-E Sign.
Tumit / maleolus tungkai yang sakit diletakkan pada
tungkai yang lain kemudian diadakan penekanan
pada lutut yang difleksikan itu kemudian timbul
gerakan fleksi, abduksi, ekso rotasi dan ekstensi dan
ini akan menimbulkan rasa nyeri di sendi panggul
yang ada kelainannya.
Test dari contra Patrick.
Dilakukan tindakan kebalikan dari test Patrick lalu
timbul pula rasa nyeri di sendi sakroiliaka.
120
Test Homan
Pasien dibaringkan terlentang dan tungkai diluruskan
lalu kaki didorsofleksikan pada sendi pergelangan kaki
lalu timbul rasa nyeri dibetis.
Pasien berbaring terlentang, tungkai diluruskan lalu
lakukan palpasi pada betis dan sekitarnya kemudian
timbul rasa nyeri.

Test dari NAFSIGER - VIETS.
Pasien terlentang /berdiri kemudian dilakukan
penekanan pada kedua v. Jugularis sampai pasien
merasa kepalanya penuh sekitar 1,5- 2,5 menit , bila
tekanan intrakranial meningkat timbul rasa nyeri
radikuler yang makin bertambah.
121
Nomenklatur untuk pemeriksaan sensorik.
Rasa eksteroseptif.
Hilangnya rasa raba : ANESTESIA.
Berkurangnya rasa raba : HIPESTESIA.
Berlebihnya rasa raba : HIPERTESIA.

Rasa Nyeri.
Hilangnya rasa nyeri : ANALGESIA.
Berkurangnya rasa nyeri : HIPALGESIA.
Berlebihnya rasa nyeri : HIPERGESIA.

122
Nomenklatur untuk pemeriksaan sensorik.
Rasa suhu.
Hilangnya rasa suhu : THERMOANESTHESIA.
Berkurangnya rasa suhu : THERMOHIPESTHESIA.
Berlebihnya rasa suhu : THERMOHIPERESTHESIA.

Rasa abnormal dipermukaan tubuh.
kesemuten : PARESTHESIA.
nyeri panas dingin yang tidak keruan : DISESTHESIA
123
Rasa PROPIOSEPTIF = RASA RABA DALAM.
a. rasa gerak : KINESTHESIA.
b. rasa sikap : STATESTESIA.
c. rasa getar : PALESTHESIA.
d. rasa tekan : BARESTHESIA.

Rasa DISKRIMINATIF.
Mengenal bentuk dan ukuran sesuatu dengan jalan
perabaan: STEREOGNOSIS.
Mengenal dan mengetahui berat sesuatu : BAROGNOSIS.
Mengenal tempat yang diraba : TOPESTESIA, TOPOGNOSIS.
Mengenal angka, aksara,bentuk yang digoreskan di atas kulit
: GRAMESTESIA.
Mengenal diskriminasi 2 titik : DISKRIMINASI SPASIAL.
Mengenal setiap titik dan daerah tubuh sendiri :
AUTOTOPOGNOSIS.

PEMERIKSAAN REFLEKS.
124
Hasil pemeriksaan refleks merupakan informasi penting
yang sangat menentukan. Penilaian refleks selalu
berarti penilaian secara banding antara sisi kiri dan sisi
kanan. Respon terhadap suatu perangsangan tentu
tergantung pada intensitas. Oleh karena itu refleks
kedua belah tubuh yang dapat dibandingkan harus
merupakan hasil perangsangan yang berintensitas
sama.
Refleks fisiologis yang dibangkitkan untuk pemeriksaan
klinis meliputi refleks superficial dan refleks tendon atau
periosteum. Pada penderita penyakit syaraf tertentu
dapat dibandingkan refleks patologis atau juga refleks
primitif. Dari penilaian terhadap refleks fisiologis dan
patologis ini kita dapat memperkirakan letak / jenis lesi.
125
Refleks superficial
Refleks dinding perut :
Stimulus : Goresan dinding perut daerah,
epigastrik, supraumbilical, infra Umbilical dari lateral ke
medial.

Respons : kontraksi dinding perut
Afferent : n. intercostal T 5 7 ( epigastrik )
n. intercostal T 7 9 ( supra umbilical )
n. intercostal T 9 11 ( umbilica )
n. intercostal T 11 L 1 ( infra umbilical )
n. iliohypogastricus
n. ilioinguinalis
Efferent : idem

126
Refleks superficial

Refleks cremaster :
Stimulus : goresan pada kulit paha sebelah
medial dari atas ke bawah

Respons : elevasi testis Ipsilateral
Afferent : n. ilioinguinal ( L 1-2 )
Efferent : n. genitofemoralis
127
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )

Refleks biseps ( B P R ) :
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada
tendon m. biseps brachii, posisi lengan setengah
ditekuk pada sendi siku.

Respons : fleksi lengan pada sendi siku
Afferent : n. musculucutaneus ( c 5-6 )
Efferenst : idem

Refleks triceps ( T P R ) :
Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
Respons : extensi lengan bawah disendi siku
Afferent : n. radialis ( C 6-7-8 )
Efferenst : idem
128
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )

Refleks periosto radialis :
Stimulus : ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi
lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi
Respons : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi
karena kontraksi m. brachioradialis
Afferent : n. radialis ( C 5-6 )
Efferenst : idem

Refleks periosto ulnaris :
Stimulus : ketukan pada periosteum procesus styloigeus ulnea,
posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.
Respons : pronasi tangan akibat kontraksi m. pronator
quadratus
Afferent : n. ulnaris ( C B-T1 )
Efferent : idem
129
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )

Refleks patella ( K P R ) :
Stimulus : ketukan pada tendon patella
Respons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.
quadriceps Femoris.
Efferent : n. femoralis ( L 2-3-4 )
Afferent : idem

Refleks achilles ( A P R )
Stimulus : ketukan pada tendon achilles
Respons : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.
gastrocnemius
Efferent : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )
Afferent : idem
130
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )

- Klonus lutut :
Stimulus : pegang dan dorong os patella ke arah
distal
Respons : kontraksi reflektorik m. quadriceps
femoris selama stimulus berlangsung.

- Klonus kaki :
Stimulus : dorsofleksikan kaki secara maksimal,
posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
Respons : kontraksi reflektorik otot betis selama
stimulus berlangsung.
131
Refleks patologis

- Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari
posterior ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
(fanning) jari jari kaki.

- Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian
lateral,
sekitar malleolus lateralis dari posterior ke anterior.
Respons : seperti babinski

132
Refleks patologis

- Oppenheim
Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari
proksimal ke distal
Respons : seperti babinski

- Gordon
Stimulus : penekanan betis secara keras
Respons : seperti babinski
Refleks patologis
133
- Schaffer
Stimulus : memencet tendon achilles secara keras
Respons : seperti babinski

- Gonda
Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat
Respons : seperti babinski

- Stransky
Stimulus : penekukan ( lateral ) maksimal jari kaki kelima
Respons : seperti babinski

- Rossolimo
Stimulus : pengetukan pada telapak kaki
Respons : fleksi jari jari kaki pada sendi interphalangealnya

Refleks patologis
134
- Mendel - Bechterew
Stimulus : pengetukan dorsum pedis pada
daerah os cuboideum
Respons : seperti rossolimo

- Hoffman
Stimulus : goresan pada kuku jari tengah
pasien
Respons : ibu jari, telunjuk dan jari jari lainnya
berefleksi
Refleks patologis
135
- Tromner
Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respons : seperti Hoffman

- Leri
Stimulus : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan
sikap lengan diluruskan dengan bagian ventral menghadap
keatas
respons : tidak terjadi fleksi di sendi siku

- Mayer
Stimulus : fleksi maksimal jari tengah pasien kearah telapak
tangan.
Respons : tidak terjadi oposisi ibu jari.
Refleks Primitif
136

- Sucking refleks
Stimulus : sentuhan pada bibir
Respons : gerakan bibir, lidah dan rahang bawah
seolah olah menyusu

- Snout refleks
Stimulus : ketukan pada bibir atas
Respons : kontraksi otot otot disekitar bibir /
dibawah hidung (menyusu)


Refleks Primitif
137
- Graps refleks
Stimulus : penekanan / penempatan jari si
pemeriksa pada telapak tangan pasien.
Respons : tangan pasien mengepal

- Palmo mental refleks
Stimulus : goresan ujung pena terhadap kulit
telapak tangan bagian Thenar.
Respons : kontraksi otot mentalis dan
orbicularis oris ipsilateral.
138

You might also like