You are on page 1of 34

MANAJEMEN NYERI

PASCA OPERASI

Putri Yuliani
030.05.174

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi


Rumah Sakit Otorita Batam
Periode 28 September – 31 Oktober 2009
NYERI
DEFINISI
 Sensori subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan
jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan
(International Association for Study of Pain )
FISIOLOGI NYERI
 Reseptor nyeri (nosireseptor)
Ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya
terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak
JARAS NYERI
FISIOLOGI NYERI
Reseptor nyeri

Kutane Deep
Visceral
us somatic
FISIOLOGI NYERI
 Respon fisiologis
 Rangsangan simpatik (nyeri ringan – moderat)
 Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
 Peningkatan heart rate

 Vasokonstriksi perifer, peningkatan TD

 Peningkatan nilai gula darah

 Peningkatan kekuatan otot

 Dilatasi pupil

 Penurunan motilitas GI

 Rangsangan Parasimpatis (nyeri berat dan dalam)


 Muka pucat
 Otot mengeras

 Penurunan HR dan BP

 Nafas cepat dan irreguler

 Nausea dan vomitus

 Kelelahan dan keletihan


FISIOLOGI NYERI
 Tiga fase pengalaman nyeri (Meinhart & McCaffery) :

 Fase Antisipasi
Pemahaman mengenai nyeri dan upaya menghilangkan nyeri
 Fase Sensasi
Bersifat subjektif, berbeda-beda pada tiap individu
 Fase Akibat
Saat nyeri sudah berkurang atau menghilang  masih
dibutuhkan pengawasan
FISIOLOGI NYERI
 Faktor yang mempengaruhi respon nyeri :
 Usia
 Jenis kelamin
 Kultur
 Makna nyeri
 Perhatian
 Anxietas
 Pengalaman masa lalu
 Pola koping
 Support keluarga dan sosial
FISIOLOGI NYERI
 Penilaian Intensitas Nyeri
 Skala intensitas nyeri deskritif

 Skala identitas nyeri numerik


 Skala analog visual

 Skala nyeri menurut Bourbanis


Keterangan :
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 Nyeri sedang
Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan
baik.
7-9 Nyeri berat
secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang dan distraksi 
10 Nyeri sangat berat
Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
MANAJEMEN NYERI
PASCAOPERASI
 The World Health  World Federation of
Organisation Analgesic Societies of
Ladder Anaesthesiologists
(WFSA) Analgesic
Ladder
ANESTESI LOKAL
 Penggunaan teknik anestesi regional pada pembedahan
memiliki efek yang positif terhadap respirasi dan
kardiovaskuler pasien terkait dengan berkurangnya
perdarahan dan nyeri yang teratasi dengan baik

 Teknik anestesi lokal sederhana  pain relief


 infiltrasi
anestesi lokal
 blokade saraf perifer atau pleksus
 teknik blok perifer atau sentral.
ANESTESI LOKAL
 Infiltrasi luka dengan obat anestesi lokal berdurasi
panjang (Bupivacaine)  analgesia yang efektif selama
beberapa jam  nyeri berlanjut  suntikan ulang atau
infus

 Spinal anestesi memberikan analgesia yang sangat baik


untuk operasi di tubuh bagian bawah dan pain relief bisa
berlangsung berjam-jam setelah selesai operasi jika
dikombinasikan dengan obat-obatan yang mengandung
vasokonstriktor
ANESTESI LOKAL
 Kateter epidural dapat ditempatkan baik di leher, toraks
atau daerah lumbal

 Infus kontinu anestesi lokal dapat menghasilkan


analgesia sangat efektif  efek samping hipotensi, blok
sensorik dan motorik, mual dan retensi urin
ANALGESIK NON-OPIOID
 Obat analgesik non-opioid yg umum :
 Aspirin

 OAINS

 Paracetamol
 Aspirin
 efektifdan tersedia secara luas di seluruh dunia
 dimetabolisme menjadi asam salisilat yang memiliki sifat
analgesik dan anti-inflamasi
 efek samping yang cukup besar pada saluran pencernaan,
menyebabkan mual, gangguan dan perdarahan
gastrointestinal akibat efek antiplateletnya yang irreversibel
 memiliki keterkaitan epidemiologis dengan Reye’s Syndrome
 Dosis berkisar dari minimal 500mg, per oral, setiap 4 jam
hingga maksimum 4g, per oral per hari.
 OAINS
 Mekanisme kerja : inhibisi sintesis prostaglandin oleh enzim
cyclo-oxygenase yang mengkatalisa konversi asam
arakidonat menjadi prostaglandin
 lebih berguna bagi rasa sakit yang timbul dari permukaan
kulit, mukosa buccal, dan permukaan sendi tulang
 mempunyai aktivitas antiplatelet sehingga mengakibatkan
pemanjangan waktu perdarahan
OPIOID LEMAH
 Codeine
 berasal dari opium alkaloid
 kurang aktif daripada morfin
 efektif terhadap rasa sakit ringan hingga sedang
 dapat dikombinasikan dengan parasetamol
 Dosis berkisar antara 15 mg - 60mg setiap 4 jam dengan
maksimum 300mg setiap hari.
 Dextropropoxyphene
 memiliki sifat analgesik yang relatif miskin
 Dosis berkisar dari 32.5mg (dalam kombinasi dengan
parasetamol) sampai 60mg setiap 4 jam dengan maksimum
300mg setiap hari.
OPIOID LEMAH
 Kombinasi opioid lemah dan obat-obatan yang bekerja di
perifer sangat berguna dalam prosedur pembedahan kecil di
mana rasa sakit yang berlebihan tidak diantisipasi sebelumnya
atau untuk rawat jalan digunakan:

Parasetamol 500mg/codeine 8mg tablet. 2 tablet setiap 4 jam


sampai maksimum 8 tablet perhari

 Bila tidak mencukupi :

Parasetamol 1g secara oral dengan Kodein 30 sampai 60mg


setiap 4-6 per jam sampai maksimum 4 dosis dapat digunakan
OPIOID KUAT
 Nyeri hebat yang berasal dari organ dalam dan struktur
viseral membutuhkan Opioid kuat sebagai analgesianya
(Morfin dan derivatnya)

 Perawatan yang tepat dimulai dengan pemahaman yang


benar tentang obat, rute pemberian dan modus tindakan
OPIOID KUAT
 Metode menggunakan obat opioid
 Rute oral
 paling banyak digunakan
 penyerapan opioid dapat berkurang akibat keterlambatan

pengosongan lambung pascaoperasi


 bioavailabilitas berkurang setelah metabolisme di dinding usus dan

hati
 Tidak cocok untuk nyeri akut

 Rute sublingual
 tidak melewati metabolisme lintas pertama
 Obat yang telah paling sering digunakan oleh rute ini adalah

buprenorfin
 Rute supositoria
 alternatif yang berguna, terutama jika terdapat nyeri berat yang
disertai dengan mual dan muntah
 tetapi tidak ideal untuk terapi segera nyeri akut karena bereaksi

lambat dan kadang-kadang penyerapannya tidak menentu


 cocok untuk pemeliharaan analgesia

 Rektal dosis untuk sebagian besar opioid kuat adalah sekitar

setengah yang dibutuhkan oleh rute oral


 Ketersediaan obat terbatas

 Administrasi intramuskular
 dengan metode ini efek analgesia akan berhubungan dengan banyak
faktor  analgesik secara reguler setiap 4 jam
 diperlukan penilaian analgesia reguler, pencatatan skor nyeri dan
pengembangan algoritme pemberian analgesia, tergantung dari tingkat nyeri
 Intravena
 memiliki kelemahan fluktuasi produksi konsentrasi plasma obat yang
disuntikkan
 dapat meredakan nyeri dengan lebih cepat dari metode lain

 teknik infus, baik oleh suntikan intermiten atau dengan infus, tidak

sesuai kecuali dalam pengawasan ketat dan berada dalam unit terapi
intensif
PATIENT CONTROLLED ANALGESIA
 suatu sistem di mana pasien dapat mengelola analgesia
intravena mereka sendiri dan mentitrasi dosis titik akhir
penghilang rasa sakit mereka sendiri menggunakan
mikroprosesor kecil yang dikontrol dengan sejenis
pompa

 obat yang ideal harus memiliki onset yang cepat, durasi


kerja sedang, dan memiliki margin keselamatan yang
luas antara efektivitas dan efek samping
PATIENT CONTROLLED ANALGESIA
 Sekali pilihan telah dibuat parameter-parameter lainnya
perlu ditentukan termasuk ukuran bolus dosis, jangka
waktu minimum antara dosis (locked-out key) dan dosis
maksimum yang diperbolehkan
 Pasien yang menggunakan PCA biasanya mentitrasi
analgesia mereka ke titik di mana mereka merasa
nyaman dan bukannya rasa bebas nyeri
KESIMPULAN
Nyeri merupakan suatu respon biologis yang menggambarkan
suatu kerusakan atau gangguan organ tubuh. Nyeri
didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International
Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Manajemen nyeri pascaoperasi haruslah dapat dicapai dengan
baik demi alasan kemanusiaan. Manajemen nyeri yang baik
tidak hanya berpengaruh terhadap penyembuhan yang lebih
baik tetapi juga pemulangan pasien dari perawatan yang lebih
cepat.
Dalam menangani nyeri pascaoperasi, dapat digunakan
obat-obatan seperti opioid, OAINS, dan anestesi lokal.
Obat-obatan ini dapat dikombinasi untuk mencapai hasil
yang lebih sempurna. Karena kebutuhan masing-masing
individu adalah berbeda-beda, maka penggunaan Patient
Controlled Analgesia dirasakan sebagai metode yang
paling efektif dan menguntungkan dalam menangani
nyeri pascaoperasi meskipun dengan tidak lupa
mempertimbangkan faktor ketersediaan dan keadaan
ekonomi pasien.
REFERENSI
 Charlton ED. Posooperative Pain Management. World Federation
of Societies of
Anaesthesiologistshttp://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u07/u07_0
09.htm
 Gwirtz K. Single-dose intrathecal opioids in the management of
acute postoperative pain. In: Sinatra RS, Hord AH, Ginsberg B,
Preble LM, eds. Acute Pain: Mechanisms & Management. St
Louis, Mo: Mosby-Year Book; 1992:253-68
 Chelly JE, Gebhard R, Coupe K, et al. Local anesthetic delivered
via a femoral catheter by patient-controlled analgesia pump for
pain relief after an anterior cruciate ligament outpatient
procedure. Am J Anesthesiol. 2001;28:192-4.
 Mahajan R, Nathanson M. Anaesthesia. London ; Elsevier
Churchill Livingstone. 2006
TERIMAKASIH

You might also like