You are on page 1of 28

Anemia Hemolitik

RADITIA KURNIAWAN
102011219
D-9

SKENARIO
Seorang wanita 25 tahun, datang dengan
keluhan mudah lelah kurang lebih 2-3
minggu ini dan wajahnya terlihat agak
pucat. Pasien tidak merasakan demam,
mual,

muntah,

BAK,

frekuensi,

warna,

konsistensi masih dalam batas normal.

ANAMNESIS

Mengeluh cepat lelah,


Sering pusing,
Mata berkunang- kunang,
Merasakan demam,
Lidah luka,
Nafsu makan turun (anoreksia),
Konsentrasi hilang,
Nafas pendek (pada anemia parah)
Perut membesar karena pembesaran lien dan hati

PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
Keadaan umum pasien seperti kesadaran pasien,
kulit pasien apakan pucat atau tidak, lihat apakah
ada pembesaran pada hati dan lien nya.
Serta didapatkan takikardi, takipnea, dan tekanan
nadi

yang

melebar

merupakan

mekanisme

kompensasi untuk meningkatkan aliran darah dan


pengangkutan oksigen ke organ utama.
Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik.

Palpasi
Palpasi merupakan pemeriksaan dengan meraba,
mempergunakan telapak tangan sebagai alat peraba.
Pada penderita anemia hemolitik kita raba bagian
hati dan lien nya apakah ada pembesaran atau tidak.
Auskultasi
Suara

pernapasan,

bunyi

dan

bising

jantung,

peristaltik usus, dan alirah darah dalam pembuluh


darah. Pada auskultasi perlu diperhatikan adalah
frekuensi denyut jantung.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah tepi :
Hb rendah biasanya sekitar 9 10 g/dL
Umur sel darah merah yang memendek
Gambaran
morfologi
eritrosit
:
fragmentosit,
mikrosferosit (warna tampak lebih gelap dengan
diameter lebih kecil dibandingkan sel darah merah
normal)
Retikulosit meningkat 5 20 %

Pemeriksaan MCH, MCV, MCHC


Mean Corpuscular Volume (MCV)
Data yang diperlukan : nilai hematokrit (%) dan jumlah eritrosit
(juta/uL)

Rumus
VER = { Ht (%) : E (juta/uL) } X 10 (fL)
Nilai rujukan : 82-92 fL

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)


Data yang diperlukan : kadar Hb (g/dl)
dan jumlah eritrosit (juta/uL)
Rumus
HER = { HB(g/dL) : E (juta/uL) } x 10 (pg)
Nilai rujukan 27-37 pg

Mean

Corpuscular

Hemogloblin

Concentration

(MCHC)
Data yang diperlukan : kadar Hb (g/dl) dan nilai
hematokrit (%)
Rumus
KHER = { Hb (g/dL) : Ht (%) } x 100 %
Nilai rujukan: 32-37 %
Dalam kasus ini nilai MCV, MCH dan MCHC dalam
nilai normal semua.

Kriteria Anemia (WHO)


- dewasa: <13g/dL
- dewasa: <12g/dL
- hamil:

<11g/dL

- Anak 6-14 th: <12g/dL


- Anak 6 bl-6 th: <11g/dL

WORKING DIAGNOSIS
Anemia Hemolitik
Anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah

merah. Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu


hidup 120 hari. Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum
tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya dan merusaknya.
Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum

waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya


dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru,
sampai 10 kali kecepatan normal. Jika penghancuran sel darah
merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia
hemolitik.

Differential Diagnosis
Anemia defisiensi G6PD
Pada

sel

eritrosit

terjadi

metabolism

glukosa

untuk

menghasilkan energy (ATP), yang digunakan untuk kerja


pompa ionic dalam rangka mempertahankan milieu ionic
yang cocok bagi eritrosit. Glukosa mengalami metabolisme
dalam eritrosit melalui jalur heksosa monofosfat dengan
bantuan enzim glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) untuk
menghasilkan glutation yang penting untuk melindungi
hemoglobin dan membran eritrosit dari oksidan.

Defisiensi enzim tersebut dapat mempermudah dan


mempercepat hemolisis. Kejadian defisiensi enzim
G6PD lebih sering terjadi pada pria karena enzim ini
dikode oleh gen yang terletak di kromosom X. Ketika
hemolisis akut Ht turun dengan cepat diiringi oleh
peningkatan hemoglobin dan bilirubin indirek dan
penurunan haptoglobin.
Pada anamnesis perlu ditanyakan tentang kemungkinan
terpajan dengan zat-zat oksidan. Gambaran lab
normal, hanya aktivitas enzim G6PD menurun, dapat
ditemukan tanda-tanda hemolisis intravascular.

Sickle sel anemia


Sickle

sel

anemia

adalah

suatu

penyakit

yang

disebabkan karna pergantian asam glutama menjadi


valin pada posisi ke 6 dari rantai beta globulin.
Pada penyakit ini eritrosit penderita akan polimerisasi
yang menyebabkan perubahan morfologi dari eritrosit
menjadi sickle/seperti bulan sabit.

Gejala klinis :
Anemia ringan karna Hb S lebih mudah melepaskan oksigen
ke jaringan.
Ulkus tungkai bawah karna stasis pembuluh darah
Pada anak umumnya di temukan nyeri pada tangan dan kaki
karna infark tulang kecil menyebabkan panjang jari tangan
bervariasi.
Pemeriksaan Labotatorium :
Hb 6 9 g/dl
Apusan darah tepi (Sickle sel eritrosit)
Leukosit 10.000 20.000
Elektroforesis Hb (menunjukan Hbs)

Sferositosis herediter
Kelainan
dominan

ini

khas.1.)

dengan

diturunkan

ekspresi

secara

bervariasi

2.)

autosomal
dijumpai

makrosferosit pada hapusan darah tepi 3.) memberi


respon yang baik terhadap splenektomi.

Kelainan dasar sferositosis herediter terletak pada


protein structural membran eritrosit. Timbul karena
defek

protein

yang

berfungsi

dalam

interaksi

vertical antara membran skeleton dengan lipid


bilayer membrane eritrosit, antara lain karena defek
pada ankyrin, spectrin atau pallidin.

Hal ini mengakibatkan membran eritrosit menjadi longgar


sehingga eritrosit berubah bentuk dari bikonkaf menjadi sferis.
Perubahan bentuk menjadi bulat dan rigid (deformabilitas)
menyebabkan kerusakan membrane eritrosit saat melewati
kapiler yang berdiameter kecil pada lien.
Eritrosit
kemudian

dengan

defek

difagosit

membran

oleh

ini

makrofag,

akan

dikenal

sehingga

dan

terjadilah

hemolisis ekstravaskular yang kronis.

Gambaran klinik berupa anemia dari bayi hingga tua.


Dijumpai ikterus yang berfluktuasi.
Splenomegali hampir selalu dijumpai.
Pada sebagian besar penderita dijumpai batu empedu.

Anemia hemolitik autoimun (AHA)


Suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya
autoantibodi

terhadap

eritrosit

sendiri

sehingga

menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit.


Hemolisis yakni pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah
sebelum waktunya. Anemia hemolitik autoimun memiliki
banyak penyebab, tetapi sebagianbesar penyebabnya tidak
diketahui

(idiopatik).

Kadang-kadang

tubuh

mengalami

gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena


keliru mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun),
jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah
merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun.

Anemia hemolitik ec intoksikasi obat


Ada

beberapa

mekanisme

yang

menyebabkan

hemolisis karena obat yaitu : hapten/ penyerapan obat


yang

melibatkan

antibodi

tergantung

obat,

pembentukan kompleks ternary (mekanisme kompleks


imun tipe innocent bystander), induksi autoantibodi
yang bereaksi terhadap eritrosit tanpa ada lagi obat
pemicu, serta oksidasi hemoglobin.

Penyerapan/absorpsi

protein

nonimunologis

terkait obat akan menyebabkan tes Coomb positif


tanpa kerusakan eritrosit.

Sel darah merah bisa mengalami trauma oksidatid. Oleh


karena

hemoglobin

mengikat

oksigen

maka

bisa

mengalami oksidasi dan mengalami kerusakan akibat


zat oksidatif.
Eritrosit yang tua makin mudah mengalami trauma
oksidatif.
Tanda hemolisis karena proses oksidasi adalah dengan
ditemukannya

methemoglobin,

sulfhemoglobin,

dan

Heinz bodies, blistercell, bites cell dan eccentrocytes.


Contoh obat yang menyebabkan hemolisis oksidatif ini
adalah nitrofurantoin, fenazopiridin, asam aminosalisilat.

ETIOLOGI
Pada prinsipnya anemia hemolisis dapat terjadi
karena :
1)defek molekular : hemoglobinopati dan
enzimopati
2)abnormalitas struktur dan fungsi membranmembran
3)faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau
autoantibodi.

EPIDEMIOLOGI
Anemia merupakan masalah yang dihadapi oleh
banyak negara, baik negara maju maupun
berkembang.
Di negara maju prevalensi anemia tergolong
relatif rendah dibandingkan dengan negara
berkembang yang diperkirakan mencapai 90 %
dari semua individu.
Beberapa peneliti dan laporan menyatakan
bahwa anemia gizi besi merupakan prevalensi
yang paling tinggi dari berbagai anemia gizi, dan
hampir separuh dari semua wanita di negara
berkembang menderita anemia.

PATOFISIOLOGI

Penatalaksanaan
Medika Mentosa:
Kortikosteroid: 1-1,5 mg/kgBB/hari
Imunosupresi,

Azatioprin

50-200

mg/hari

(80

mg/m2), siklofostamid 50-150 mg/hari (60mg/m2).


Terapi lain: danazol 600-800 mg/hari. Biasanya
danazol dipakai bersama-sama steroid

Non Media Mentosa:


Splenektomi
Bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan
tappering

dosis

dipertimbangkan

selama

3bulan,

splenektomi.

maka

perlu

Splenektomi

akan

menghilangkan tempat utama penghancuran sel darah


merah.
Terapi transfusi: terapi transfusi bukan merupakan kontra
indikasi mutlak. Pada kondisi yang mengancam jiwa (misal
Hb < 3 g/dl) transfusi dapat diberikan, sambil menunggu
steroid danimunoglobulin untuk berefek.

Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering tarjadi
gagal jantung.
Tranfusi

darah

yang

berulang-ulang

dan

proses

hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah


sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai
jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan
lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan
fungsi alat tersebut (hemokromatosis). ). Limpa yang
membesar mudah ruptur akibat trauma yang ringan.
Kadang-kadang

talasemia

disertai

oleh

tanda

hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia.

Pencegahan
Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan
bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian
suplemen Fe dosis rendah 30 mg.
Sedangkan untuk orang dengan anemia defisiensi besi
dapat diberikan suplemen Fe sulfat 325 mg 60-65 mg, 12 kali sehari.
Untuk yang disebabkan oleh defisiensi asam folat dapat
diberikan

asam

folat

mg/hari

atau

untuk

dosis

pencegahan dapat diberikan 0,4 mg/hari. Dan bisa juga

Prognosis
Buruk

jika

kekurangan

sel

darah

merah tidak ditangani secara cepat.

Kesimpulan
Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena
pemecahan yang berlebihan darisel eritrosit (hemolisis)
tanpa diikuti oleh kemampuan yang cukup dari sumsum
tulang untuk memproduksi sel eritrosit bagi mengatasi
hemolisis yang berlebihan tersebut, sumsum tulang akan
mengalami hyperplasia.
Ada dua faktor yang mempengaruhi hemolisis yaitu :
a).Faktor Instrinsik (intra korpuskuler),kelainan terutama
pada sel eritrosit, sering merupakan kelainan bawaan,
kelainan

terutama

pada

enzym

eritrosit,b).

Faktor

Ekstrinsik (extra korpuskuler) kelainan umumnya didapat

You might also like