You are on page 1of 46

Psikofarmaka

Dr. Tribowo T Ginting S, SpKJ


SMF Psikiatri
RSUP Persahabatan
Antipsikotik
• Obat antipsikotik, mulai diperkenalkan pada awal
tahun 1950. Kekambuhan terjadi sekitar 2 sampai
4 kali pada pasien-pasien yang diobati dengan
antipsikotik sama seperti mereka yang diobati
dengan plasebo. Obat-obatan tersebut hanya
mengobati gejalanya dan bukan penyakitnya.

• Obat-obat antipsikosis termasuk dua kelas utama


adalah: dopamin reseptor antagonis (tipical,
konvensional) dan serotonin-dopamin antagonis
atypical).
Farmakoterapi (2)
Dopamin Reseptor Antagonis
• Cukup efektif dalam pengobatan skizofrenia, terutama untuk
mengatasi gejala-gejala positif (mis. delusi/waham dan
halusinasi).
• Ada dua kelemahan:
– hanya sejumlah kecil pasien (sekitar 25%) yang cukup
tertolong dalam perbaikan fungsi mental. Meskipun
mendapat pengobatan, sekitar 50% pasien tetap hidup
dengan debilitas yang parah.
– obat ini berhubungan dengan efek samping yang serius
dan sangat mengganggu. Efek samping yang sangat
mengganggu antara lain akitisia dan gejala mirip
parkinson (parkinsonianlike symptoms) dengan rigiditas
dan tremor. Potensial efek samping yang serius adalah
tardive dyskinesia dan sindroma neuroleptik maligna.
Farmakoterapi (3)

Serotonin-Dopamin Antagonis (SDA)


• SDA memberikan gejala-gejala ekstrapiramidal yang
minimal.
• Beinteraksi dengan subtipe reseptor dopamin yang
berbeda-beda dibandingkan antipsikotik standar.
• Mempengaruhi juga baik reseptor serotonin dan
glutamat.
• Lebih sedikit menghasilkan efek samping neurologis dan
endokrinologis.
• Lebih efektif mengatasi gejala-gejala negatif skizofrenia
(misalnya gejala menarik diri dan mutisme).
Farmakoterapi (SDA) (4)
• tampaknya lebih efektif bagi pasien skizofrenia dengan
rentang derajat yang lebih luas dibandingkan dengan
golongan tipikal.
• Sama efektifnya dengan haloperidol untuk mengatasi
gejala-gejala positif, dan secara unik lebih efektif untuk
mengatasi gejala-gejala negatif, dengan beberapa kasus
ekstrapiramidal yang sangat jarang terjadi.
• SDA yang telah disetujui antara lain: clozapine,
risperidone, olanzapine, sertindole, quetiapine, dan
ziprasidone.
• Obat-obatan golongan ini telah menggantikan tempat
golongan dopamin reseptor antagonis sebagai obat
pilihan pertama untuk pengobatan skizofrenia. Obat
terbaru adalah aripiprazole.
Farmakoterapi (SDA) (5)

Risperidone
• Merupakan antipsikotik yang cukup efektif dengan efek
samping minimal.
• Dengan dosis yang umum digunakan, gejala-gejala
ekstrapiramidal jarang terjadi.
• Lebih sedikit menyebabkan ngantuk, dan lebih sedikit
efek antikolinergik daripada dopamin reseptor antagonis.
• Bukti-bukti yang ada telah mendukung peranan obat ini
sebagai obat pilihan pertama untuk gangguan yang
muncul pertama kali, untuk gangguan yang ringan
sampai sedang, dan juga untuk gangguan yang parah
dan menetap.
Farmakoterapi (SDA) (6)
Clozapine
• Clozapine mungkin merupakan obat yang paling efektif
untuk pengobatan pasien dengan gejala yang parah, namun
penggunaannya dibatasi dengan adanya efek samping yang
serius, yang tidak ditemukan pada golongan SDA yang lain.
• Obat ini berhubungan dengan potensial agranulositosis
yang mengancam nyawa yang muncul pada 1 sampai 2
persen pasien, di mana membutuhkan monitoring mingguan
terhadap hitung sel neutrofil. Juga memiliki risiko timbulnya
serangan kejang dan efek antikolinergik yang bermakna.
• Clozapine tetap bermanfaat untuk pasien-pasien yang
refrakter terhadap jenis antipsikotik yang lain dan untuk
pasien dengan tardive dyskinesia.
• Obat ini memiliki sedikit aktivitas antagonis pada reseptor
D2 dan tampaknya dapat mengurangi gejala-gejala dari
tardive dyskinesia tanpa memperburuk kondisi pasien.
Farmakoterapi (SDA) (7)

Olanzapine
• cukup efektif bagi pasien skizofrenia dengan efek
samping yang ringan dan agak berbeda dengan yang
terdapat pada risperidone.
• Lebih sedikit kemungkinannya menimbulkan gejala
ekstrapiramidal namun lebih mudah menyebabkan
sedasi, pertambahan berat badan, hipotensi ortostatik,
dan konstipasi.
• Obat ini bermanfaat sebagai obat pilihan pertama,
terutama bagi pasien yang tidak berespon terhadap
golongan SDA yang satu tetapi masih berespon
terhadap golongan lainnya.
Farmakoterapi (SDA) (8)

Quetiapine
• Quetiapine adalah obat antipsikotik yang efektif dan
tidak menyebabkan efek samping ekstrapiramidal.
• Efek samping utama yaitu sedasi, takikardia, kenaikan
berat badan, dan agitasi.
• Dosis awal harus ditritasi naik lebih dari 4 hari untuk
menghindari hipotensi ortostatik dan sinkop.
Farmakoterapi (SDA) (10)
Ziprasidone
• Obat ini cukup efektif dan memiliki keuntungan
tambahan untuk pasien-pasien dengan gejala
afektif, karena obat ini memblok pengambilan
kembali (reuptake) serotonin dan norepinefrin.
• Juga baik untuk pasien dengan ansietas, karena
obat ini merupakan agonis reseptor 5-HT1A.
• Efek sampingnya antara lain sedasi, mual,
dizziness, dan lightheadedness, tetapi tidak
menyebabkan pertambahan berat badan.
Prinsip Terapi (1)

• Penggunaan obat-obat antipsikotik harus


mengikuti lima prinsip utama:
1. Klinisi haruslah secara hati-hati menentukan target
gejala yang akan diobati.
2. Antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa
lalu terhadap seorang pasien haruslah digunakan
lagi. Jika tidak diketahui obat apa yang pernah
digunakan, maka pilihan obat diambil berdasarkan
profil efek sampingnya. SDA memberikan profil efek
samping yang lebih sedikit dan memiliki kemungkinan
efikasi yang lebih superior.
Prinsip Terapi (2)

3. Waktu minimum percobaan pemberian obat


antipsikotik adalah 4 sampai 6 minggu pada dosis
yang adekuat. Jika tidak berhasil berikan obat
antipsikotik lain dari kelas yang berbeda. Reaksi/efek
samping obat yang tidak menyenangkan yang terjadi
pada pasien yang menerima dosis pertama obat
antipsikosis akan berhubungan erat dengan respon
pasien tersebut di kemudian hari dan timbulnya
noncompiance. Ketika reaksi negatif awal yang parah
muncul,  pertimbangkan untuk mengganti ke obat
antipsikotik lain dalam waktu kurang dari 4 minggu.
Prinsip Terapi (3)
4. Secara umum, penggunaan obat antipsikotik lebih dari
satu macam secara bersamaan jarang dilakukan, atau
diindikasikan. Secara khusus pada pasien-pasien yang
resisten terhadap pengobatan, kombinasi obat
antipsikotik dengan obat lain – sebagai contoh
carbamazepine – dapat diindikasikan.
5. Dosis obat antipsikotik bagi pasien haruslah
dipertahankan dengan dosis serendah mungkin yang
masih efektif. Dosis maintanance seringkali lebih
rendah daripada dosis yang digunakan untuk
mengendalikan gejala-gejala selama episode psikotik.
Inisial Workup
• Kontraindikasi utama terhadap obat antipsikotik adalah:
1. Riwayat reaksi alergi yang serius sebelumnya.
2. Kemungkinan bahwa pasien menelan obat-obatan yang
dapat mempengaruhi/ berinteraksi dengan antipsikotik yang
dapat menginduksi munculnya depresi SSP (misalnya
alkohol, opioid, opiat, barbiturat, gol. benzodiazepine, dll.),
atau timbulnya delirium antikolinergik (misalnya obat yang
mengandung atropin, skopolamin, dan kemungkinan PCP).
3. Adanya abnormalitas pada jantung yang parah.
4. Risiko tinggi terkena kejang akibat sebab organik atau
idiopatik.
5. Adanya glukoma sudut sempit/tertutup (narrow angle
glaucoma) jika hendak menggunakan obat yang memiliki
aktivitas antikolinergik kuat.
ANTIDEPRESAN
1. Safety : Therapeutik indeks, untuk melihat apakah
batas keamanannya lebar atau sempit.
2. Tolerability :Beberapa obat dapat menimbulkan
efek samping, misalnya orthostatic hypotension,
sedation dsb.
3. Efficacy :- Secara umum obat-obat antidepresan
memberikan respon positif untuk memperbaiki
depresi.
- Responnya mulai terlihat setelah 2-4 minggu
pengobatan.
4. Payment : Harga obat terjangkau atau tidak
5. Simplicity : Pemberian obatnya apakah sederhana
atau tidak, misalnya satu kali sehari.
MENENTUKAN EFEKTIFITAS
PENGOBATAN
• Ada 3 parameter yaitu :
1. Eficacy :
a. Dosis dan konsentrasi dalam hubungannya dengan respons
b. Dugaan respons dari subtipe depresi dan populasi pasien yg
khusus.
c. Onset efek antidepresan
d. Penentuan kapan suatu pengobatan dianggap gagal
2. Keamanan dan Tolerabilitas
a. Profil efek samping obat relatif berbeda pada beberapa obat
anti depresan.
b. Hubungan dosis dan konsentrasi dengan efek samping
c. Interaksi obat yang potensial bermakna
Terapi pada subtipe depresi
• Atipikal depresi sebaiknya diberikan terapi MAOis,SSRI atau
Bupropion. Untuk kasus treatment resistant depression dengan
gambaran atipikal, sebaiknya mendapat terapi MAOi.
• Melankolik depresi dapat diterapi dengan venlafaxine atau mirtazapine
• Depresi psikotik dapat diterapi dengan ECT, amoxapine atau
kombinasi TCA + AP atau SSRI + AP (Symbiac)
• Untuk kasus-kasus depresi pada lansia sebaiknya menggunakan
venlafaxine atau mirtazapine
• Untuk kasus-kasus depresi pada wanita sebaiknya diberikan obat
yang bekerja pada serotonin seperti SSRI, sedangkan pada pria
sebaiknya diberikan venlafaxine, duloxetine, reboxetine atau TCA
• Untuk kasus depesi yang disertai nyeri dapat dberikan Duloxetine,
Venlafaxine atau TCA.
• Untuk kasus depresi dengan riwayat arrhythmia sebaiknya diberikan
SSRI.
• Pada kasus depresi dengan AIDS, sebaiknya diberikan Nefazodone.
• Untuk kasus depresi dengan disfungsi seksual, dapat diberikan
reboxetine atau selegiline
MENENTUKAN RENCANA TERAPI
• Diagnosis :
- Setelah melihat kondisi pasien, kita menentkan apakah perlu
memakai obat ?
- Apakah kondisi dapat tetap tanpa obat
- Apakah kondisi ini akan cepat memburuk bila tanpa pengobatan
• Drug :
- Dalam melakukan seleksi untuk menentukan oba yang terbaik ,
kita harus berdasarkan atas Safety-Tolerabilty-Efficacy-Payment-
Simplicity (STEPS).
• Dose :
- Kita harus menentukan dosis yang terbaik yang memberikan
respon optimal berdasarkan batasan keampuhan, toleransi dan
keamanan.
• Duration :
- Lamanya pengobatan minimal 4 minggu dengan dosis adekuat
untuk mendapat respon yang optimal
PENATALAKSANAAN DEPRESI
1. TCA
Dimulai dengan dosis 3 X 10 mg, dosis dapat dinaikkan 25 mg
setiap 2-3 hari (tergantung toleransi). Biasanya dinaikkan sampai
150mg/hari pada minggu 1-2, sambil dievaluasi untuk melihat
respon klinis. Dipertahankan sampai minggu ke 6, untuk dinilai
efek klinisnya. Selanjutnya lihat table Algoritma depresi.
2. SSRI
Salah satu contoh dengan menggunakan Fluoxetine. Dapat
dimulai dengan dosis 10-20mg setiap pagi, kemudian dievaluasi
setiap 2 minggu, bila perlu dosis dapat dinaikkan sampai 60mg,
tergantung keadaan klinis, selanjutnya lihat algoritma depresi.
Depression: Treatment Phases1
Full Recovery
Remission Recurrence
No Depression Relapse
X

Relapse
X

Severity Symptoms Response


Prog
to d

Syndrome
ress
isord

ion
er

Acute Continuation Maintenance


Treatment Phases
Time
1. Reprinted with permission from: Kupfer DJ. J Clin Psychiatry. 1991;52(suppl):28-34.
WPA/PTD Educational Program on Depressive Disorders.
FASE FASE TERAPI
1. Fase akut
- Tujuan untuk mencapai remisi gejala akut
- Kembali ke fungsi premorbid
- Terapi selama 6-8 minggu
2. Fase berkelanjutan
- Membuat stabil remisi dan mencegah relaps
- Dosis obat sama dengan dosis sebelumnya.
- Terapi minimal sampai 4 bulan
3. Fase rumatan/pemeliharaan
- Tujuan untuk mencegah rekurensi
- Dosis obat dapat diturunkan secara bertahap
- Terapi berlangsung sampai 9-12 bulan untuk yang pertama kali
mendapat serangan depresi, dan lebih dari 1 sampai 2 tahun bila sudah
berulang.
TERMINOLOGI TERAPI DEPRESI
RESISTEN (1)
• Treatment nonresponse :Tidak cukup respon untuk memperbaiki
depresi, hal ini dapat diukur dengan <50% skore HDRS atau
dengan skala yang sejenis.
• Treatment response : Yaitu respon terapi yang dapat diterima, hal
ini terlihat dari penilaian CGI yang mengalami perbaikan dan >50%
skore HDRS. Skore absolut final pada pengukuran gejala (skore
Beck Depression Inventory < 9).
• Remission : Respon dimana seseorang yang sebelumnya depresi
meninggalkan gejala sisa yang secara esensial tidak dapat
dibedakan dengan seseorang yang tidak pernah mengalami depresi
(skore HDRS < 7) paling tidak selama 2 minggu berturut-turut.
• Recovery : Remisi selama > 6 bulan berturut-turut
TERMINOLOGI TERAPI DEPRESI
RESISTEN (2)
• Relative treatment resistance : Tidak memberikan
respon setelah mendapat terapi dosis yang efektif untuk
jangka waktu yang adekuat (4 minggu).
• Absolute treatment resistance : Gagal memberikan
respon dengan dosis maksimal dan jangka waktu
diperpanjang (6 minggu).
• Treatment refractory depression (TRD) : Gagal
memberikan respon meskipun telah melampaui dua kali
periode adekuat dengan obat yang berbeda kelas,
masing-masing dengan waktu dan dosis yang adekuat.
Strategi pengobatan TRD
• Memaksimalkan terapi inisial :
Cara yang paling sederhana ialah memperpanjang terapi
awal yang tidak efektif selama 2- 4 minggu lagi. Cara ini
mengantisipasi muncul kembalinya episode depresi
(sesuai siklus depresi episodik) dan kecenderungan
beberapa terapis yang (suka) menghentikan terapi AD
sebelum waktunya.
Potential augmenting agent for
antidepressants
Anti depressant Augmenting agent
TCA Lithium
Thyroid Supplements
Amphetamine
SSRI
SSRI Lithium
Thyroid Supplements
TCA
Atypical AP
Mirtazapine
Anticemas
Pendekatan Pengobatan
• Evaluasi Medik:
– Ketepatan/kesesuaian diagnosis
– Kenali penyebab fisiologis yang banyak &
singkirkan kondisi medis lain yang bisa diobati
& penggunaan zat sebelum memberi AC
Peny tiroid, hipoglikemia, phaeochromocytoma, dll.
• Biaya & pembatasan formularium
– Preferensi pasien & pengalaman dokter
– Keyakinan/anggapan pasien
Efek Samping
Pada umumnya efek samping BDZ mem
pengaruhi SSP yang akan mengakibatkan
terjadinya keadaan seperti :
1. SEDASI
Efek sedasi, diikuti oleh efek relaksasi otot
dapat mengakibatkan terjadinya depresi
pernapasan.
> Depresi pernapasan + efek relaksasi otot
 Sleep apnea dan ↑PPOK
2. Penurunan kemampuan psikomotor dan
cognitif.
Amnesia retrograd pada penggunaan :
1.BZD Kerja singkat
2. Potensi tinggi
3. Pemutusan obat setelah penggunaan
obat dosis tunggal (Triazolam & Midazolam)
3.Disinhibisi.
Pasien dementia kemungkinan akan
mengalami kebingungan,krena adanya
depresi sistem retikular yang
menyebabkan delirium.Pasien akan
teragitasi akibat adanya penurunan
fungsi struktur batang otak.
4.Salah guna dan ketergantungan.
Indication and Drug of Choice
• Generalized Anxiety Disorder
• Panic Disorder
• Other Anxiety Disorder (PTSD, Acute Situational Anxiety)
• Major Depressive Disorder
• Insomnia
• Bipolar Disorder
• Seizure Disorders
• Acute Agitation
• Alcohol Withdrawal
• Neuroleptic Side Effects
• Anesthesia and Conscious Sedation
Generalized Anxiety Disorder

• Golongan benzodiazepine sangat efektif


untuk mengatasi gejala ini.
• Baik digunakan untuk gejala akut.
• Dapat digunakan bersama-sama dengan
antidepresan terutama golongan SSRIs.
Panic Disorder

• Alprazolam sangat efektif mengurangi


serangan panik.
• Dosis yang digunakan lebih besar
daripada yang digunakan untuk mengatasi
gejala cemas menyeluruh.
• Dapat digunakan bersamaan dengan
antidepresan (kecuali bupropion)
Other Anxiety Disorder

• Digunakan sebagai tambahan pengobatan PTSD.


• Kadang-kadang dapat digunakan untuk
mengurangi ansietas sosial secara intermiten
meskipun golongan SSRI lebih efektif.
• Direkomendasikan untuk pengobatan acute
situational anxiety, mis. pada serangan jantung
koroner.
• Obat lain yang dapat digunakan a.l: halazepam
yang memiliki masa kerja pendek, digunakan untuk
mengatasi ansietas sebelum pembedahan.
Major Depressive Disorder

• Alprazolam memiliki sifat antidepresan juga,


meskipun monoterapi dengan golongan ini lebih
kurang efektif dibandingkan obat antidepresan,
terutama untuk mengatasi gejala yang parah.
• Baik digunakan sebagai kombinasi dengan
antidepresan, dan seringkali digunakan lebih dulu
sebelum antidepresan untuk mengurangi
kecemasan yang mungkin timbul akibat pemberian
antidepresan sehingga lebih dapat ditoleransi;
benzodiazepine dapat dihentikan kemudian jika
obat antidepresan sudah dapat ditoleransi oleh
pasien.
Insomnia
• Benzodiazepine dapat meningkatkan kualitas dan
lamanya waktu tidur, juga sedikit mengurangi fase REM.
• Toleransi dapat meningkat setelah pemakaian 1 – 2
bulan; sebaiknya digunakan secara intermiten.
• Bermanfaat bagi gejala insomnia yang disebabkan stres
akut, seperti di rumah sakit atau jet lag.
• Flurazepam baik untuk menginduksi tidur karena kerja
yang cepat, dan juga berefek lama karena meskipun
memiliki waktu paruh yang singkat, waktu paruh dari
metabolit aktifnya cukup panjang.
• Temazepam memiliki onset kerja agak lambat akibat
sifatnya yang kurang larut dalam lemak, baik untuk
middle dan terminal insomnia.
• Triazolam memiliki onset kerja cepat dan waktu paruh
singkat, bermanfaat untuk initial insomnia.
Insomnia (2)
• Zolpidem dan zaleplon, suatu selektif benzodiazepine full
agonis, memiliki hanya sedikit cincin benzodiazepine,
karena itu sering disebut sebagai nonbenzodiazepine.
• Obat-obat tersebut juga bekerja pada reseptor
benzodiazepine dan dapat dihambat dengan flumazepin.
• Zolpidem dan zaleplon digunakan untuk menginduksi
tidur karena onset kerja yang cepat dan tidak
menyebabkan hangover karena waktu paruh yang
pendek (1.5-3 jam) dan seluruh hasil metabolismenya
berupa metabolit inaktif.
• Kedua obat ini tidak memiliki efek relaksasi otot dan
antikonvulsan;
• Khusus zolpidem tidak mengurangi fase REM atau
gelombang delta.
• Sebaiknya tidak digunakan lebih dari 8 bulan untuk
menghindari efek toleransi.
Insomnia (3)
• Oxazepam dan quazepam juga dipakai sebagai
antiinsomnia, memiliki masa kerja
sedang – panjang.
• Memiliki 2 keuntungan: minimal rebound
insomnia, dan minimal early morning insomnia.
• Digunakan untuk mempertahankan agar tetap
tertidur, terutama untuk yang sering terbangun di
malam hari.
• Tidak boleh digunakan sebagai antiinsomnia
lebih dari 2 minggu.
• Kontraindikasi:sleep apnea.
Insomnia (4)

• Beberapa obat golongan benzodiazepine


yang dipakai sebagai antiinsomnia dan
memiliki masa kerja pendek a.l: triazolam
temazepam, dan estazolam.
• Obat antiinsomnia juga dapat digunakan
untuk mengatasi restless leg syndrome
Bipolar Disorder

• Clonazepam sering dipakai untuk mengatasi


kecemasan dan insomnia pada pasien dengan
gangguan bipolar. Pemakaian lama dapat
mencetuskan depresi dan oversedasi.
• Lorazepam masih sering dipakai sebagai
tambahan terapi mania.
• Golongan benzodiazepine selain alprazolam
lebih aman dalam mengatasi ansietas pada
pasien dengan gangguan bipolar.
Seizure Disorders
• Hampir semua golongan benzodiazepine
memiliki efek antikonvulsan karena dapat
mengurangi hiperaktivitas neuron di sel-
sel piramidal dan kortikal.
• Clonazepam yang paling sering
digunakan untuk mengendalikan kejang
kronis karena masa kerjanya yang lebih
lama.
• Untuk status epileptikus digunakan
diazepam, lorazepam, dan midazolam I.V.
Acute Agitation
• Untuk severe acute agitation pada kasus-kasus
emergency umumnya dipakai midazolam I.V.
karena onset kerjanya yang cepat.
• Agitasi dengan delirium yang mengancam jiwa
atau kondisi neurologis lainnya dapat
dikendalikan dengan dosis rendah lorazepam, di
mana sering dikombinasilan dengan haloperidol
(bisa digabung dalam satu syringe).
• Lorazepam juga baik digunakan untuk mengatasi
gangguan tidur pada pasien skizofrenia dan
manik.
Alcohol Withdrawal

• Golongan benzodiazepine adalah pengobatan standar


untuk mengatasi gejala putus alkohol, karena bekerja pada
kompleks reseptor yang sama pada lokasi yang berbeda.
• Yang baik digunakan adalah yang memiliki tingkat
kelarutan dalam lipid yang rendah dan waktu paruh yang
panjang sehingga dalam darah dapat berkurang perlahan-
lahan sampai beberapa hari; yang sering digunakan
adalah chlordiazepoxide.
• Oxazepam juga dapat digunakan karena masa kerja yang
cukup panjang.
• Clorazepate juga dapat digunakan karena merupakan
prodrug yang memiliki waktu paruh menengah dengan
waktu paruh metabolit aktif yang panjang.
Neuroleptic Side Effects

• Golongan benzodiazepine lebih efektif


untuk mengatasi gejala-gejala akatisia
dibanding obat-obat antiparkinson namun
tidak dapat mengobati gejala
parkinsonism.
• Ada bukti yang menunjukkan bahwa
benzodiazepine dapat mengurangi
manifestasi tardive dyskinesia.
Anesthesia and Conscious Sedation
• Midazolam sering digunakan sebagai tambahan
untuk anestesia umum dan conscious sedation.
Juga dipakai untuk prosedur endoscopy.
• Midazolam dengan pH redah (pH <4) bersifat
water soluble; pH sekitar 7.4 bersifat lipid
soluble. Obat ini dapat menyebabkan
anterograde amnesia.
• Golongan benzodiazepine lainnya yang memiliki
sifat larut dalam lemak yang tinggi seperti
diazepam dapat juga digunakan sebagai obat
tambahan untuk conscious sedation.
Tabel Preparat dan Dosis Benzodiazepine
Medication Brand Name Dose equivalent Usual Adult
(mg) Dose (mg)
=============== =============== ============ =============
Diazepam Valium 5 2.5 – 40
Clonazepam Klonopin 0.5 0.5 – 4
Alprazolam Xanax 0.25 0.5 – 6
Lorazepam Ativan 1 0.5 – 6
Oxazepam Serax 10 15 – 120
Chlordiazepoxide Librium 15 10 – 100
Clorazepate Tranxen 7.5 15 – 60
Halazepam Paxipam 20 60 – 160
Midazolam Versed 0.25 1 – 50
Flurazepam Dalmane 5 15 – 30
Temazepam Restoril 5 7.5 – 30
Triazolam Halcion 0.125 0.125 – 0.250
Estazolam ProSom 0.33 1–2
Quazepam Doral 5 7.5 – 15
Zolpidem Ambien / Zolmia 2.5 5 – 10
Zaleplon Sonata 2 5 – 20
Flumazenil Romazicon 0.05 0.2 – 0.5 /minute

You might also like