You are on page 1of 39

Dosen Pembimbing:

Dr. Febriyenti, M.Si, Apt

Pengantar Ilmu Farmasi


Farmasi Pemerintah

Oleh : Kelompok 9
anggota :
1.Utami Budhi Fadilla (1611011010)
2. Monika Ramadhani Mardila ( 1611012020)
3. Nabila Putri Bakri (1611013004)

1. Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan


adalah unsur pelaksana di Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Menteri Kesehatan. Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
di bidang kefarmasian dan alat kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan

Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Gambaran Umum
Dasar hukum

Peraturan Presiden Nomor


35 Tahun 2015

Nomenklatur sebelumnya

Direktorat Jenderal Bina


Kefarmasian dan Alat
Kesehatan

Bidang tugas

menyelenggarakan
perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di
bidang kefarmasian dan
alat kesehatan
Susunan organisasi

Kepala

Maura Linda Sitanggang


Kantor pusat

Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9 Jakarta Selatan
12950
Situs web
http://binfar.kemkes.go.id/

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015, Direktorat Jenderal


Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan di bidang kefarmasian dan alat kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk menyelenggarakan
tugas tersebut, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
1. perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, pengawasan alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan
kesehatan, dan pelayanan kefarmasian
2. pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, pengawasan alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan
kesehatan, dan pelayanan kefarmasian

3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan


distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga, pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian
4. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang produksi dan
distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga, pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian
5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang produksi dan distribusi
sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga,
pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata
kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian
6. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dilaksanakan dengan berfokus


kepada:
1. Mendorong upaya pembuatan obat dan produk farmasi lain yang
terjangkau dengan tanpa mengabaikan masalah kualitas dan keamanan
obat seperti yang telah dilakukan selama tiga tahun terakhir.
2. Meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan obat, terutama obat
esensial generik.
3. Meningkatkan penggunaan obat rasional.
4. Meningkatkan keamanan, khasiat dan mutu obat dan makanan yang
beredar.
5. Mengembangkan peraturan dalam upaya harmonisasi standar termasuk
dalam mengantisipasi pasar bebas.

6.Meningkatkan kualitas sarana produksi,distribusi dan


sarana pelayanan kefarmasian.
7. Meningkatkan pelayanan kefarmasian yang bermutu.
8. Meningkatkan penelitian, pengembangan dan
pemanfaatan obat tradisional Indonesia
9. Meningkatkan penelitian di bidang obat dan makanan,
kemandirian di bidang produksi obat, bahanbakuobat,
obattradisional, kosmetikadanalatkesehatan
10. Penyusunan standar dan pedoman pengawasan
obat dan makanan dan peningkatan pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi obat dan makanan.

2. BPOM
Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat Badan
POM adalah sebuah lembaga di Indonesia yang bertugas
mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005
tentang Perubahan keenam atas Keputusan Presiden No. 103
Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah
Non Departemen.

kedudukan BPOM
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah
Lembaga Pemerintah Non Departemen yang dibentuk
untuk melaksanakan tugas Pemerintah tertentu dari
Presiden;
2. BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden;
3. Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM dikoordinasikan
oleh Menteri Kesehatan; dan
4. BPOM dipimpin oleh Kepala.

Tugas BPOM
melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pengawasan
obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Fungsi BPOM
Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM menyelenggarakan fungsi:
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan
obat dan makanan;
2. Pelaksanaaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan
makanan;
3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM;
4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan
instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan; dan
5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di
bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan
rumah tangga.

kewenangan BPOM
Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM menyelenggarakan fungsi:
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat
dan makanan
2. Pelaksanaaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan
3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM;
4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan
instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan; dan
5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah
tangga

3. Gudang farmasi
Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri
farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas
dan obat jadi yang belum didistribusikan.
gudang juga berfungsi untuk melindungi bahan baku, bahan pengemas
dan obat jadi dari pengaruh luar,binatang pengerat dan serangga serta
melindungi obat dari kerusakan.
Pergudangan adalah segala upaya pengelolaan gudang yang meliputi
penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, pendistribusian,
pengendalian dan pemusnahan agar kualitas dan kuantitas tetap
terjamin (BNPB, 2009).

Manfaat Pergudangan:
1.
2.
3.
4.

Terjaganya kualitas dan kuantitas perbekalan kesehatan.


Tertatanya perbekalan kesehatan.
Peningkatan pelayanan pendistribusian.
Tersedianya data dan informasi yang lebih akurat, aktual,
dan dapat dipertanggungjawabkan.
5. Kemudahan dalam pengendalian dan pengawasan.
6. Administrasi (BNPB, 2009).

Persyaratan Gudang:
Gudang harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam cara pembuatan obat yang
baik (CPOB) agar dapat menjalankan fungsinya dengan benar. Persyaratannya antara lain:
1. Gudang harus mempunyai prosedur tetap (protap) yang mengatur tata cara kerja bagian
gudang termasuk di dalamnya mencakup tentang tata cara penerimaan barang,
penyimpanan, dan distribusi bahan atau produk.
2. Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan dalam keadaan kering,
suhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur.
3. Gudang harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah terbakar atau
mudah meledak (misalnya alkohol atau pelarut organik).
4. Tersedia tempat khusus untuk produk atau bahan dalam status karantina dan ditolak.
5. Tersedia tempat khusus untuk melakukan sampling (sampling room) dengan kualitas
ruangan seperti ruang produksi (grey area).
6. Pengeluaran bahan harus menggunakan prinsip FIFO (First In First Out) atau FEFO (First
Expired First Out) (Priyambodo, 2007).

Pembagian Gudang :
Gudang di industri farmasi dibedakan sebagai berikut:
1. Berdasarkan fungsinya gudang di industri farmasi terbagi
dalam beberapa area antara lain:
a. Area penyimpanan
Area penyimpanan harus memiliki kapasitas yang memadai untuk
menyimpan dengan rapi dan teratur. Bahan-bahan yang disimpan
dalam gudang antara lain bahan awal, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan, produk jadi, produk dalam status karantina,
produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang
dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran.

Produk ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai untuk


mencegah pencemaran, campur baur dan pencemaran silang.
Area penyimpanan diberikan pencahayaan yang memadai sehingga
semua kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan aman. Bahan atau
produk yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus (seperti suhu
dan kelembaban) harus dikendalikan, dipantau dan dicatat, seperti:
1. Obat, vaksin dan serum memerlukan tempat khusus seperti lemari
pendingin dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran
listrik.
2. Bahan kimia harus disimpan dalam bangunan khusus yang terpisah
dari gudang induk.
3. Peralatan besar/alat berat memerlukan tempat khusus yang cukup
untuk penyimpanan dan pemeliharaannya.

b. Area penerimaan dan pengiriman


Area penerimaan dan pengiriman barang harus dapat memberikan
perlindungan terhadap bahan dan produk terhadap cuaca. Area penerimaan
harus didesain dan dilengkapi dengan peralatan untuk pembersihan wadah
barang.
c. Area karantina
Area karantina harus dibuat terpisah dengan penandaan yang jelas berupa
label kuning untuk produk karantina dan label hijau untuk produk yang
diluluskan dan hanya boleh diakses oleh personil yang berwenang.
d. Area pengambilan sampel
Area pengambilan sampel dibuat terpisah dengan lingkungan yang
dikendalikan dan dipantau untuk mencegah pencemaran atau pencemaran
silang dan tersedia prosedur pembersihan yang memadai untuk ruang
pengambilan sampel.

e. Area bahan dan produk yang ditolak


Bahan dan produk yang ditolak disimpan dalam area terpisah dan terkunci serta mempunyai
penandaan yang jelas berupa label merah dan hanya boleh diakses oleh personil yang
berwenang.
f. Area bahan dan produk yang ditarik
Produk yang ditarik kembali dari peredaran karena rusak atau kadaluarsa harus disimpan
dalam area terpisah dan terkunci serta mempunyai penandaan yang jelas dan hanya boleh
diakses oleh personil yang berwenang.
g. Area penyimpanan bahan
Bahan aktif yang berpotensi tinggi, bahan radioaktif, narkotika, psikotropika dan bahan yang
yang mudah terbakar atau meledak disimpan di daerah yang terjamin keamanannya. Bahan
narkotika dan psikotropika disimpan di tempat terkunci.
h. Area bahan pengemas
Bahan pengemas cetakan merupakan bahan yang kritis karena menyatakan kebenaran produk.
Bahan label disimpan di tempat terkunci (BPOM, 2006).

2. Berdasarkan suhu penyimpanan, yaitu:


a. Gudang suhu kamar (30 celcius
b. Gudang ber-AC (25 celcius
c. Gudang dingin (2-8 celcius
d. Gudang beku (<0 celcius
3. Berdasarkan jenis, yaitu:
a. Gudang bahan baku : gudang bahan padat dan bahan cair.

b.
c.
d.
e.

Gudang bahan pengemas.


Gudang bahan beracun.
Gudang bahan mudah meledak/mudah terbakar (Gudang api).
Gudang obat jadi (BPOM, 2009).

4. Peran farmasi di puskesmas


Apoteker memiliki peran penting yang tidak tergantikan
oleh tenaga kesehatan lain terkait manajemen obat dan
perbekalan kesehatan. Salah satu contoh kegiatan
manajemen yang dilakukan adalah melakukan yang
meliputi: perencanaan, permintaan obat ke Gudang
Farmasi Kota, penerimaan obat, penyimpanan
menggunakan kartu stok, pendistribusian dan pelaporan
menggunakan.

Alur Penerimaan Barang di Gudang

Uraian mengenai sistem manajemen obat dan alkes


di puskesmas
Perencanaan dan Permintaan Obat serta pengadaan obat dan alkes

Perencanaan dan Permintaan Obat serta Perencanaan pengadaan obat


dan alkes di Puskesmas difasilitasi oleh dokumen Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Dokumen penunjang dalam pengadaan
obat dan alkes di Puskesmas antara lain adalah
(1) Buku Pemakaian Obat Harian,mencakup informasi tentang item obat
dan jumlah obat yang digunakan setiap harinya.
(2) Buku Register Obat, mencakup informasi tentang item dan jumlah obat
yang dipakai tiap bulan.
(3)Kartu Stok obat,mencakup informasi tentang item obat, jumlah obat yang
terpakai, dan sisa obat yang ada di gudang Puskesmas

Penerimaan Obat LPLPO terdiri atas rangkap tiga, satu lembar


yang berwarna putih dikirimkan unuk Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten, dua lembar yang berwarna kuning dan merah
dikirimkan pada Gudang Farmasi Kota/Kabupaten sebagai
laporan penggunaan obat dan permintaan atas obat.
Item-item obat yang disetujui pengadaannya oleh Dinas
Kesehatan Kota/Kabupaten akan dikirimkan pada Puskesmas
yang bersangkutan setiap dua bulan sekali melalui Gudang
Farmasi Kota/Kabupaten. Lembar LPLPO yang berwarna kuning
akan dikembalikan pada Puskesmas sebagai arsip. Item-item
obat yang diminta tetapi tidak dapat terpenuhi pengadaannya
akan disertakan keterangannya pada LPLPO.

Manajemen SDM Apoteker berkoordinasi dengan kepala


puskesmas berperan dalam pengaturan jadwal serta job
descripton dari masing-masing SDM di kamar obat
Puskesmas.
Dalam hal pengaturan jadwal misalnya, karena jam layanan
Puskesmas pagi dan sore, maka perlu adanya rolling SDM untuk
ditempatkan pada jam pelayanan sore dan pagi
Pembuatan Protap Pelayanan Kefarmasian Untuk menjamin
mutu pelayanan kefarmasian
maka apoteker bisa membuat prosedur penerimaan resep,
peracikan obat, penyerahan obat, dan pelayanan informasi obat.
Prosedur tetap ini bisa dilihat di Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Di Puskesmas

5. Peranan Farmasi diinstansi pemerintahan lain seperti


TNI/Polri, Bea Cukai

Di instansi pemerintahan dan TNI/Polri, apoteker bisa bekerja di:


Bagian administrasi pelayanan obat pada instansi
pemerintah/TNI/Polri
Departemen Kesehatan (Depkes), Badan Pengawasan Obat
Makanan (BPOM)
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas|) sebagai dosen
bidang farmasi

Farmasi pada lingkungan TNI


Lembaga

Lembaga Farmasi Angkatan Darat


Lafi Ditkesad merupakan lembaga yang didirikan oleh
pemerintah belanda pada tahun 1818 di jakarta. Lembaga
ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan
yang dibutuhkan oleh tentara belanda. Pada tanggal 1 Juni
1950, lembaga ini diambi alih oleh Pemerintah RI dan dibagi
menjadi dua bagian yakni Laboratorim Kimia Angkatan
Darat (LKAD) dan Depot Obat Angkatan darat (DOAD)
namun pada tanggal 1960 LKAD dan DOAD disatukan
menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat (Lafiad)

Visi Lafi AD

Misi Lafi AD
1. Mampu memnuhi kebutuhan obat TNI AD
2. Pusat penelitian pengembangan dan informasi obat
TNI AD
3. Mampu menjadi mitra industri farmasi lain dalam
memenuhi kebutuhan obat nasional.

Lembaga Farmasi Angkatan Laut


Pada tahun 1950 berdiri sebuah unit farmasi di lingkungan
kesehatan Angkatan Laut. Pada tahun 1955 unit farmasi
yang sudah terbentuk diberi nama Depo Obat Angkatan
Laut (DOAL) yang berlokasi di RSAL Dr.Mintohardjo
Jakarta, unit farmasi tersebut masih sangat sederhana
dan baru memiliki satu orang Apoteker yang bernama Drs.
Mochamad Kamal sebagaiKepala Jawatan Farmasi
Direktorat Kesehatan Angkatan Laut dan beberapa tenaga
Asisten Apoteker serta beberapa juru obat dari lulusan SD
dan SMP.

Lembaga Farmasi Angkatan Udara


Sejarah dimulai ketika Pangkalan Udara belum mempunyai satuan
kesehatan, anggota AU RI mendapatkan perawatan dan pengobatan di
poliklinik dan rumah sakit angkatan darat RI (ADRI) Untuk mengurangi
kegantungan terhadap (ADRI) maka pimpinanan berusaha mencukupi
kebutuhan obat dan alkes secara mandiri dengan mendirikan Apotek di
pangkalan udara andir yang dipimpin oleh Lmu Ramelan. Keberadaan
Apotek tersebut mendorong pimpinan untuk mendirikan depot obbat
guna mendukung pelayan kesehatan dan kegiatan operasional AU RI.
Periode tahun 1951 sampai 1963 DOP dipimpin oleh Lmu I Amir
Andjilin kiprahnya di samping tugas rutin juga berperan dalam
pengiriman perponel dan logistik pada operasi Trikora

Visi Lafi AU

Lembaga Farmasi Polri


Bidang Farmasi Kepolisian atau BIDFIPOL merupakan bagian
dari Pusat Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian NKRI, yang
beralamatkan di Jalan Cipinang Baru Raya No.38 Jakarta Timur.
BIDFIPOL diresmikan pada tanggal 19 Mei 1966 di Apotek
Pusat POLRI sebagai cikal bakal Pabrik Obat dan Laboratorium
di lingkungan POLRI.
Melalui Surat Keputusan Kapolri pada tanggal 1 juli 1977, Apotek
Pusat dan Unit Produksi Obat Jadi secara struktural digabung
dengan nama Lembaga Farmasi POLRI (LAFIPOL).

Visi Farmasi Kepolisian

Misi Farmasi Kepolisian


1. Melaksanakan produksi obat jadi dengan menerapkan
CPOB secara konsisten.
2. Melaksanakan pembekalan kesehatan mulai dari
penerimaan, penyimpanan, penyaluran berdasarkan
kebijakan Ditkesau.
3. Melaksanakan pengawasan dan pemastian mutu bekal
kesehatan.
4. Melaksanakan penelitian dan pengembangan serta
pendidikan dan pelatihan.

Laboratorium Farmasi Kepolisian


Sampai saat ini Laboratorium Farmasi Kepolisian telah banyak melakukan
pemeriksaan berbagai macam produk seperti obat, makanan dan minuman,
obat tradisional, yang di curigai dan banyak ditemukan di masyarakat.

Laboratorium Farmasi Kepolisian juga melayani pemeriksaan lainnya


diantaranya :
Pemeriksaan Obat dan Senyawa Kimia yang ditambahkan pada Obat
Tradisional.
Pemeriksaan uji mikroba pathogen
Pemeriksaan sampel obat, makanan, minuman dan obat tradisional
Pemeriksaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif

Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Direktorat_Jenderal_Kefarmasian_dan_Alat_Kes
ehatan
http://binfar.depkes.go.id/dat/lama/1298627756_Struktur%20Organisasi
%20Ditjen%20Binfar%20Alkes%202011.pdf
http://binfar.depkes.go.id/bmsimages/1382353497.pdf
https://diklatbpom.files.wordpress.com/2015/05/modul-7-udupkp-bpom-2015ortala.pd
f
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28624/4/Chapter%20II.pdf
http://dokumen.tips/documents/laporan-bpom.html
http://
skp.unair.ac.id/repository/web-pdf/web_Peran_Apoteker_di_Puskesmas_Ag
oes_Noegraha.pdf

You might also like