You are on page 1of 38

PANDUAN PRATIK KLINIS

TUBERKULOSIS PARU
RSUD DR.LUKMONOHADI
KUDUS

ANAMNESIS
Keluhan pasien datang dengan gejala dan tanda
penyakit TB paru seperti batuk berdahak 2
minggu dan dapat disertai sedikitnya salah satu
dari gejala berikut:
1. Lokal respiratorik: dapat bercampur darah atau
batuk darah, sesak nafas, dan nyeri dada atau
pleuritic chest pain (bila disertai peradangan
pleura).
2. Sistemik: nafsu makan menurun, berat badan
menurun, berkeringat malam tanpa kegiatan
fisik, demam meriang, badan lemah dan
malaise
3. Riwayat Kontak
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya
5. Faktor Resiko HIV dan DM

PEMERIKSAAN FISIK
Demam (pada umumnya subfebris, walaupun
bisa juga tinggi sekali), dapat disertai dengan
respirasi meningkat, berat badan menurun (BMI
pada umumnya <18,5).
Inspeksi
Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan
kelainan
Bila lesi luas, dapat ditemukan bentuk dada
yang tidak simetris.
Palpasi
Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan
kelainan
Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan
berupa fremitus mengeras atau melemah

PEMERIKSAAN FISIK
Perkusi
Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan
kelainan
Bila ada kelainan tertentu, dapat terdengar
perubahan suara perkusi seperti hipersonor
pada pneumotoraks, atau pekak pada efusi
pleura.
Auskultasi
Bila lesi minimal, tidak ditemukan kelainan
Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan
berikut: Ronki basah kasar terutama di apeks
paru, suara napas melemah atau mengeras,
atau stridor. suara napas
bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas
melemah di apeks paru

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri
Tahan Asam/ BTA) atau kultur kuman dari
specimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu
sebanyak 3 kali minimal satu bahan berasal dari
dahak pagi hari.
Radiologi dengan foto toraks
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat
gambaran bercak-bercak awan dengan batas
yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas
membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang
dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa
cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan
pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus
tumpul).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

JI RESISTENSI CEPAT TERHADAP RIFAMPISIN PADA:


1. Semua pasien dengan riwayat pemberian OAT.
2. TB resisten obat banyak didapatkan padapasien
dengan riwayat gagal terapi.
3. Semua pasien dengan HIV yang didiagnosis TB aktif
4. Pasien dengan TB aktif setelah terpajan dengan
pasien TB resisten obat.
5. Pasien baru atau riwayat OAT dengan apusan dahak
BTA tetap positif pada akhir fase intensif maka
sebaiknya melakukan apusan dahak BTA pada bulan
berikutnya. Jika hasil apusan BTA tersebut masih
positif maka biakan M.tuberculosis dan uji resistensi
obat atau pemeriksaan Xpert MTB/RIF harus
dilakukan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium klinik Darah rutin, differential
counting
bila ada indikasi : SGOT/SGPT,Ureum/Creatinin,
Asam Urat, Gula Darah, HIV

ALUR PENEGAKAN DIAGNOSIS TB PARU DEWAS


Batuk berdahak >2mgg
Pemeriksaan klinis,BTA SPS

(+ + +)
(- + + )
(- - + )

(---)

Rujuk ke fasilitas rujukan tingkat lanjut


Foto torak
mendukung TB

Foto torak
tidak mendukung TB
BukanTB

Pemeriksaan tes
cepat
Mtb +
R Sensitif
TB
Pengobatan TB Sesuai
Standar

(---)

Mtb +
Mtb R
Resistan
Rujuk ke rujukan
TBMDR

Tidak bisa
dirujuk
Tidak ada
perbaikan

Berikan AB
non OAT

Pemeriksaan klinik
ulang dan BTA

Perbaikan

(+ + +)
(- + + )
(- - + )

BukanTB

DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia
Tumor/keganasan paru
Jamur paru
Bronkhiektasis
Penyakit paru kerja

Definisi Pasien TB
Pasien TB berdasarkan hasil
konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb
positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi
secara bakteriologis, baik dengan BTA,
biakan, maupun tes cepat dari contoh
uji jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan
pemeriksaan bakteriologis

Definisi Pasien TB
Pasien TB Terdiagnosis secara klinis
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil
pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis
secara klinis maupun laboratoris dan
histopatologis tanpa konfirmasi
bakteriologis.
c. TB anak yang terdiagnosis dengan
sistim skoring.

KLASIFIKASI
Diagnosis TB dengan konfirmasi
bakteriologis atau klinis dapat
diklasifikasikan
berdasarkan:
1. Lokasi anatomi penyakit;
2. riwayat pengobatan sebelumnya;
3. hasil uji resistensi obat
4. status HIV.

LOKASI ANATOMI PENYAKIT


TB PARU
TB EKSTRA PARU

KLASIFIKASI BERDASARKAN RIWAYAT


PENGOBATAN
1. Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (
dari 28 dosis).
2. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih ( dari 28 dosis) Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir,
yaitu:
. Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh
atau karena reinfeksi).
. Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up) adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to
follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien
setelah putus berobat /default).
. Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji


kepekaan obat
1. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT
lini pertama saja
2. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis
OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan
3. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H)
dan Rifampisin (R) secara bersamaan
4. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang
sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis
suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
5. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin
dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional).

Klasifikasi berdasarkan Status HIV


1. TB HIV Positif
2. TB HIV Negatif

TERAPI
TB PARU BARU YANG BELUM PERNAH
MENDAPATKAN OAT
PADUAN KATEGORI 1
2RHZE/4RH atau
2RHZE/4R3H3 (harus disertai pengawasan ketat
secara BARU
langsung
untuk setiap
dosis obat) OAT
TB PARU
PERNAH
MENDAPATKAN
PADUAN KATEGORI 2
2RHZES/RHZE/5RHE atau
2RHZES/RHZE/5R3H3E3(harus disertai pengawasan
ketat secara langsung untuk setiap dosis obat)
Sebelum pengobatan pada pasien dengan riwayat
pernah mendapatkan OAT harus dilakukan Uji
resistensi cepat,bila R sensitif Paduan Kategori 2
boleh diberikan,bila R resistan dikelola sebagai
kasus TB MDR
DIANJURKAN MENGGUNAKAN KOMBINASI DOSIS
TETAP
DOSIS SESUAI DENGAN BERAT BADAN

TERAPI
JENIS,SIFAT DAN DOSIS OAT
JENIS OBAT

SIFAT

Dosis yang direkomendasikan


Harian

3x seminggu

IZONIAZID(H)

Bakterisid

5(4-6)

10(8-12)

RIFAMPICIN(R)

Bakterizid

10(8-12)

10(8-12)

PYRAZINAMIDE(
Z)

Bakterizid

25(20-30)

35(30-40)

STREPTOMYCIN( Bakterizid
S)

15(12-18)

15(12-18)

ETHAMBUTOL(E
)

15(15-20)

30(20-35)

Bakteriostatik

TERAPI
TAHAPAN

Tahap awal (intensif)


Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat
obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi
BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

TERAPI
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien
mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang
lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan

TERAPI
KOMBINASI DOSIS TETAP(KDT)
KATEGORI 1

Berat
Badan

Tahap Intensif
tiap hari selama 56
hari
RHZE
(150/75/400/275)

Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
selama 16
minggu
RH (150/150)

30 37 kg

2 tablet 4KDT

2 tablet 2KDT

38 54 kg

3 tablet 4KDT

3 tablet 2KDT

55 70 kg

4 tablet 4KDT

4 tablet 2KDT

71 kg

5 tablet 4KDT

5 tablet 2KDT

TERAPI
KOMBINASI DOSIS TETAP(KDT)
KATEGORI 2

Berat badan

Tahap Intensif
tiap hari
RHZE (150/75/400/275) +
S

Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) +
E(400)

Selama 56 hari

Selama
28 hari

selama 20 minggu

30-37 kg

2 tab 4KDT
+ 500 mg
Streptomisin inj.

2 tab
4KDT

2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol

38-54 kg

3 tab 4KDT
+ 750 mg
Streptomisin inj.

3tab
4KDT

3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol

55-70 kg

4 tab 4KDT+ 1000


4 tab
mg Streptomisin inj. 4KDT

4 tab 4KDT
+ 4 tab Etambutol

71 kg

5 tab 4KDT
+ 1000mg
Streptomisin inj.

5 tab 4KDT
+ 5 tab Etambutol

5 tab
4KDT

PEMANTAUAN RESPON
TERAPI
KLINIS:

Anamnesis keluhan
Pemeriksaan Fisik,BB

BAKTERIOLOGIS MIKROSKOPIS

Pengobatan Kategori I: Akhir bulan ke-2, ke 5 dan ke 6


Pengobatan Kategori II: Akhir bulan ke-3,ke 5 dan ke 8

RADIOLOGIS

Akhir pengobatan

PEMANTAUAN RESPON
TERAPI
OAT KAT-1
1

SPS

SP

SP

SP

OAT KAT-2
1

SPS

SP

SP

SP
24

KRITERIA HASIL
Sembuh: pasienPENGOBATAN
telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap dan pemeriksaan apusan dahak ulang (pemantauan
pengobatan), hasilnya negatif

Pengobatan lengkap: pasien yang telah menyelesaikan


pengobatannya secara lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan
apusan dahak ulang pada AP dan pada satu pemeriksaan
sebelumnya.

Meninggal: pasien yang meninggal dalam masa pengobatan


karena sebab apapun.

Putus berobat (default): pasien yang tidak berobat 2 bulan


berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
Gagal: Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau selama
pengobatan.

Pindah (transfer out): pasien yang dipindah ke unit pencatatan

EDUKASI
1. Penjelasan tentang penyakit .
2. Cara batuk yang benar
3. Cara minum obat yang benar
4. Prognosis penyakit
5. Komplikasi penyakit dan ESO
6. Memakai masker
7. Ventilasi di rumah
8. Tindakan yang akan dilakukan
9. Contact tracing pasien serumah

PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam

EFEK SAMPING OAT DAN


PENATALAKSANAANNYA
EFEK SAMPING RINGAN
EFEK SAMPING

PENYEBAB

PENATALAKSANAAN

Tidak ada nafsu makan, mual,sakit


perut

Rifampicin

Semua OAT diminum malam


sebelum tidur

Nyeri Sendi

Pirazinamide

Beri Aspirin

Kesemutan s/d rasa terbakar di


kaki

INH

Beri vitamin B6 (piridoxin)


100mg
per hari

Warna kemerahan pada air seni


(urine)

Rifampicin

Tidak perlu diberi apa-apa, tapi


perlu penjelasan kepada
pasien.

EFEK SAMPING OAT DAN


PENATALAKSANAANNYA
E F E K S A M P I N G B E R AT
EFEK SAMPING

PENYEBAB

PENATALAKSANAAN

Gatal dan kemerahan kulit

Semua jenis OAT

Tuli

Streptomisin

Streptomisin dihentikan, ganti


Etambutol.

Gangguan keseimbangan

Streptomisin

Streptomisin dihentikan, ganti


Etambutol.

Ikterus tanpa penyebab lain

RHZ

Hentikan RHZ

Gangguan penglihatan

Ethambutol

Hentikan Ethambutol

Purpura dan renjatan (syok)

Rifampicin

Hentikan Rifampicin

EFEK SAMPING OAT DAN


PENATALAKSANAANNYA
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping gatal dan
kemerahan kulit:
Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai
mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan
penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil
meneruskan OAT dengan pengawasan ketat.
Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang,
namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu
kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan
semua OAT.
Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika
gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu
dirujuk

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN


KHUSUS
KEHAMILAN
Semua OAT boleh diberikan kecuali
Streptomisin
Streptomisin tidak dapat dipakai pada
kehamilan karena bersifat permanent ototoxic
dan dapat menembus barier placenta.
Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran dan keseimbangan
yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan.

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN


KHUSUS
IBU MENYUSUI
Semua OAT boleh diberikan
Berikan INH pada bayi sesuai berat badan selama ibu
minum OAT
PASIEN TB PENGGUNA KONTRASEPSI
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal
(pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat
menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang
pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi nonhormonal, atau kontrasepsi yang mengandung
estrogen dosis tinggi (50 mcg).

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN


KHUSUS
PASIEN TB DENGAN HIV/AIDS
Sama dengan pengobatan pada pasien biasa
Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya
dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS.
Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB.
Penggunaan suntikan Streptomisin harus
memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution
(Kewaspadaan Keamanan Universal)
Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV
perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling
dengan test HIV).

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN


KHUSUS
PASIEN TB DENGAN GANGGUAN
FUNGSI HATI
Berikan OAT yang tidak hepatotoksik
E dan S maksimal 3 bulan
Bila Hepatitis membaik berikan R dan
H selama 6 bulan

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN


KHUSUS
PASIEN TB DENGAN DM
Diabetes harus dikontrol.
Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi
efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil
urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu
ditingkatkan.
Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi
komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena
itu hati-hati dengan pemberian etambutol,
karena dapat memperberat kelainan tersebut.

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN


KHUSUS
PASIEN TB YANG PERLU
MENDAPATKAN KORTIKOSTEROID
Meningitis TB
TB milier dengan atau tanpa
meningitis
TB dengan Pleuritis eksudativa
TB dengan Perikarditis konstriktiva.

KEPUSTAKAAN
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis:
pedoman diagnosis dan penatalaksaan di Indonesia
2. Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L. et
al.Mycobacterial disease: Tuberculosis. Harrissons:
Principle of Internal Medicine. 17th Ed. New York:
McGraw Hill Companies. 2009: hal. 1006 - 1020.
3. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2011.
4. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance.
International Standards for TuberculosisCare (ISTC).
3ndEd 2014
5. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. 2013.

TERIMA KASIH

You might also like