You are on page 1of 18

PROPOSAL PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN SQUAMATA DI
ARBORETUM FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA

Disusun oleh :
Rico Anugrah Iman
Muhammad Abid Sokonegoro
Feby Santia Nourfita Putri

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Arboretum Fakultas
Biologi adalah salah
satu kawasan hijau yang
terdapat di area kampus
UGM yang menjadi
habitat, tempat tinggal
dan bersinggah bagi
berbagai jenis fauna
seperti herpetofauna
Interfensi kegiatan
manusia (seperti
penddikan dan
pengamatan) serta
interaksi dengan satwa
lain menjadikan Arboretum
Fakultas Biologi UGM
memiliki pengaruh lain
bagi kehidupan ordo
squamata di dalamnya.

Kegiatan dan
interaksi manusia
yang terjadi di
Arboretum Fakultas
Biologi
mempengaruhi
kehidupan satwa di
dalamnya,
khususnya
herpetofauna
Ordo
Squamata,
yang terdiri
dari
Amphisbaenia
(kadal
cacing),
Sauria
(Lacertilia =
kadal),
Serpentes
(Ophidia =

Herpetofaun
a
merupakan
fauna yang
terdiri dari
kelas reptil
dan amfibi
Pada kelas
reptil terdapat
salah satu
ordo yang
memungungki
nkan untuk
ditemukan di
Arboretum
Fakultas
Biologi yaitu
ordo
Squamata

BAB I
PENDAHULUAN

Rumusan Masalah
Kawasan arboretum Fakultas Biologi merupakan salah
satu kawasan hijau di Universitas Gadjah Mada yang
dikelilingi oleh tempat dengan aktivitas manusia yang
cukup tinggi seperti jalan raya dan bangunan kampus
dan berfungsi sebagai sarana pendidikan mahasiswa,
serta tempat tinggal dan bersinggahnya beberapa
jenis fauna, sehingga pengaruh aktivitas manusia di
kawasan ini sangat tinggi. Oleh karena itu, penting
untuk mengetahui bagaimana keanekaragaman jenis
squamata di kawasan arboretum Fakultas Biologi
tersebut.

BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai
keanekaragaman jenis squamata di arboretum Fakultas
Biologi UGM.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain :
a. Melengkapi database mengenai keanekaragaman jenis
squamata dan nilai indeks diversitas squamata di
Kawasan arboretum Fakultas Biologi UGM.
b. Sebagai salah satu acuhan dalam pengelolaan keragaman
hayati untuk kawasan arboretum Fakultas Biologi UGM.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati merupakan sumberdaya alam yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Keanekaragaman
hayati juga menjadi penentu kestabilan ekosistem. Organisme, populasi,
komunitas dan ekosistem merupakan sebagian dari tingkatan organisasi
makhluk hidup, sehingga jenis dan sifat organisme, populasi dan
komunitas akan mempengaruhi tipe dan karakteristik suatu ekosistem
hutan (Indriyanto, 2005).
Keanekaragaman hayati secara langsung atau tidak, berperan dalam
kehidupan manusia. Peran tak kalah penting lagi adalah dalam mengatur
proses ekologi sistem penyangga kehidupan termasuk penghasil oksigen,
pencegahan pencemaran udara dan air dan lainnya (Utomo, 2006).
Hilangnya keanekaragaman hayati tidak hanya berdampak pada punahnya
suatu jenis. Apabila populasi tumbuhan dan hewan di suatu tempat sudah
habis, maka keanekaragaman genetika yang terdapat dalam setiap jenis
yang memberi kemampuan bagi jenis tersebut untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan juga hilang (Wolf, 1990).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Indeks Diversitas
Keragaman jenis (Diversitas) adalah sifat komunitas yang
memperlihatkan tingkat keanekaragaman jenis organisme
yang ada didalamnya (Krebs, 1978). Keanekaragaman spesies
terdiri dari jumlah spesies dalam komunitas (kekayaan
spesies) dan kesamaan spesies. Kesamaan menunjukkan
bagaimana kelimpahan spesies itu (jumlah individu, biomassa,
penutup tanah, dsb) tersebar antara banyak spesies itu.
Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan
hubungan kelimpahan spesies dalam komunitas. Indeks
keanekaragaman jenis komunitas diukur dengan memakai
pola distribusi beberapa ukuran kelimpahan di antara jenis
(Odum,1993).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Herpetofauna
Herpetofauna adalah kelompok fauna yang terdiri dari reptil dan
amfibi. Herpetofauna merupakan salah satu potensi
keanekaragaman hayati hewani yang masyarakat luas masih belum
begitu menyadari keberadaannya (Das, 1997). Berdasarkan teori,
herpetofauna menempati habitat yang sangat bervariasi mulai dari
akuatik, semi akuatik, terestrial, fusorial, dan arboreal (Hall, 2007).
Karakteristik habitat yang mempengaruhi keberadaan herpetofauna
ini antara lain berupa penutupan vegetasi dan kondisi lingkungan
fisik (Kusrini, 2009). Faktor lingkungan fisik merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap perilaku dan daya tahan
herpetofauna. Berbagai faktor fisik seperti halnya suhu,
kelembaban, kelerengan, ketebalan seresah, dan jarak dari sumber
air, merupakan parameter yang sangat mempengaruhi kegiatan
dan pola tingkah laku dari herpetofauna (Goin dan Goin, 1971).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Reptil
Reptil terdiri dari empat ordo yaitu Testudinata,
Rhynchochephalia atau Tuatara, Squamata dan Crocodilia. Sub
kelas dari Testudinata adalah pleurodira, cryptodira,
paracrytodira. Sub ordo dari Squamata adalah sauria (kadal)
dan serpentes (ular). Sub ordo dari Crocodilia adalah gavial,
alligator, dan crocodilidae (Pope, 1956). Oleh karena itu, untuk
membuat suatu system klasifikasi diperlukan adanya
pengamatan morfologi. Dari pengamatan morfologis dapat
diukur parameter morfologinya sehingga dapat dilakukan
pengindentifikasiannya dan berakhir dengan pembuatan kunci
determinasi dari reptil.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Squamata
Ordo Squamata dibagi lebih lanjut menjadi tiga subordo, yaitu: Lacertilia yang mencakup
kadal; Amphisbaenia; dan Serpentes yang mencakup ular. Lacertilia terdiri dari 3.751 jenis
dalam 383 genus dan 16 famili, atau 51% dari seluruh jenis reptil (Das, 2010).
Amphisbaenia terdiri dari 4 famili yang kemudian dibagi menjadi 21 genus dan 140 jenis,
atau sekitar 2% dari seluruh reptil. Serpentes terdiri dari 2.389 jenis dalam 471 genus dan
11 famili, atau sekitar 42% dari seluruh jenis reptil (Indrawan, 2007). Ciri-ciri umum
anggota Ordo Squamata antara lain tubuhnya ditutupi oleh sisik. Sisik ini mengalami
pergantian secara periodik yang disebut shedding.
Pada Subordo Serpentes, sisiknya terkelupas secara keseluruhan, sedangkan pada Subordo
Lacertilia, sisiknya terkelupas sebagian. Bentuk dan susunan sisik-sisik ini penting sekali
sebagai dasar identifikasi karena polanya cenderung tetap. Pada Subordo Serpentes, sisik
ventral melebar ke arah transversal, sedangkan pada sebagian Subordo Lacertilia sisik
mereduksi menjadi tonjolan atau tuberkulum. Perkembangbiakan Ordo Squamata secara
ovovivipar atau ovipar dengan fertilisasi internal. Persebaran anggota Ordo Squamata
sangat luas, hampir terdapat di seluruh dunia kecuali Arktik, Antartika, Irlandia, Selandia
Baru, dan beberapa pulau di Oceania. (Zug, 1993) Ordo Squamata dibagi menjadi 3
subordo, yaitu Subordo Lacertilia, Subordo Serpentes (Ophidia), dan Subordo
Amphisbaenia. Subordo Amphisbaenia tidak terdapat di Indonesia.

BAB III
METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian
Kawasan Arboretum Fakultas Biologi UGM secara
geografis terletak pada -7.765996, 110.375406.
Arboretum Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada
secara administratif berada di Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan batas wilayah
sebelah utara ialah Gedung Magister Manajemen (MM)
UGM, sebelah timur Fakultas Biologi UGM, sebelah barat
Fakultas Teknik UGM, dan sebelah selatan Fakultas
Kedokteran UGM. Kawasan arboretum ini dikelola oleh
Bagian Pengelolaan Asset Fakultas Biologi UGM.
Penelitian ini direncanakan dilakukan di Arboretum
Fakultas Biologi seluas 0,5 ha.

Gambar 1. Peta Arboretum Biologi dengan skala 1:100


m dilihat dari Google Map

BAB III
METODE PENELITIAN
Waktu Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada tanggal
19 Maret 2016 20 Maret 2016 pada pukul
07.00 10.00 WIB dan 19.00 22.00 WIB.

BAB III
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk penelitian ini yaitu :
Alat dokumentasi (kamera)
Alat tulis
Kantong plastik segala ukuran
Senter/headlamp
Kertas label
Buku Identifikasi Herpetofauna
Termometer
Kaliper
GPS
Higrometer
Ph Stick
Tally sheet
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu : Jenis jenis squamata yang
ditemukan di arboretum Fakultas Biologi UGM.

BAB III
METODE PENELITIAN
Metode Pengambilan data
Pengamatan squamata digunakan metode Visual Encounter
Survey (VES) dengan rancangan transek (Heyer et al.,1994).
Pengambilan data dilakukan dengan cara menyisir seluruh
lokasi secara langsung pada pagi sampai siang hari dan
malam hari. Jenis data yang dikumpulkan adalah data jenis
yang meliputi nama jenis, jumlah individu/jenis, SVL (snoutvent length) yaitu panjang tubuh mulai dari moncong hingga
kloaka, TL (total length) yaitu panjang tubuh mulai dari
moncong sampai ujung ekor, berat tubuh, jenis kelamin dan
aktivitas saat dijumpai dan posisi dalam lingkungan.
Identifikasi jenis yang diperoleh berdasarkan buku
identifikasi reptil dan squamata yang ada.

BAB III
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian

BAB III
METODE PENELITIAN
Analisis Data
Keanekaragaman satwa
Digunakan Indeks Shannon-Wiener. Nilai ini akan
digunakan untuk membandingkan keanekaragaman
jenis berdasarkan perbedaan habitatnya.
Keterangan:
H = Indeks keanekaragaman Shannon-Weiner
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah individu seluruh jenis

BAB III
METODE PENELITIAN
Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan
keanekaragaman Shannon-Wiener mengacu pada Kusrini
(2009) yaitu:
H < 1,5 : keanekaragaman tergolong rendah
H = 1,5 - 3 : keanekaragaman tergolong sedang
H >3 : keanekaragaman tergolong tinggi

Penandaan Lokasi Satwa


Setiap pertemuan dengan satwa atau indikatornya
akan dicatat koordinat posisinya dengan menggunakan
GPS. Titik-titik koordinat ini selanjutnya diolah dengan
menggunakan ArcGIS.

TERIMA KASIH

You might also like