You are on page 1of 15

Jawaban No 4 dan 9

SDM Tingkat Puskesmas


SDM kesehatan adalah seseorang yang aktif
bekerja
di
bidang
kesehatan
baik
berpendidikan formal kesehatan maupun tidak
dan dalam jenis tertentu memerlukan
kewenangan
dalam
melakukan
upaya
kesehatan. SDM kesehatan berperan sebagai
perencana, penggerak dan sekaligus sebagai
pelaksana pembangunan kesehatan

1. Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI


Nomor 81/Menkes/SK/I/2004 Tentang Pedoman
Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan Di
Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah
Sakit. Jakarta.
2.

Lokakarya Nasional Pengembangan dan


Pemberdayaan SDMK Tahun 2014. Kajian
Standart Kebutuhan SDM Kesehatan di Fasyankes

Tatalaksana Diare
Prinsip penatalaksanaan diare menurut RI antara
lain dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa.
(a) Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan
dan elektrolit tanpa melihat etiologinya.
(b) Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan
selama diare untuk menghindari efek buruk pada
status gizi.
(c) Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak
boleh digunakan secara rutin,

Tatalaksana Diare

http://eprints.ung.ac.id/5064/5/2013-1-14201841409025-bab2-27072013055025.pdf

Tatalaksana DBD
Prinsip penanganan :
1. Masa krisis DBD adalah hari ke 3 sampai ke 5 demam (umumnya).
Oleh karena itu peranan anamnese yang cermat sangat penting. 1
2. Pemberian cairan yang optimal dengan menghitung initial loading
dose dan maintenance yang tepat. Untuk itu Berat Badan harus
ditimbang, dan anamnese Berat Badan sebelum sakit (kalau ada).
3. Patokan secara umum, penderita dianggap mengalami dehidrasi
sedang, dengan taksiran kehilangan cairan 5- 8 % dari Berat
Badan.2
4. Pemantauan keadaan klinis yang cermat dan pemantauan
laboratorium yang yang akurat dan tepat waktu.

Tatalaksana DBD
Penatalaksanaan Penderita
1. Tirah baring
2. Diet makanan lunak, atau makanan biasa tanpa bahan perangsang.
3. Infus Ringer Lactate atau Ringer Acetate atau NaCl 0,9% dengan tetesan 20
cc / Kg BB / Jam diguyur, atau secara praktis : 1 1,5 liter di guyur (cor),
selanjutnya 5 cc / Kg BB / Jam atau 50 cc / Kg BB / 24 jam, atau secara
praktis 40 tetes/menit, sebagai kebutuhan cairan rumatan. Cairan oral
sebanyak mungkin. Larutan Oralit lebih baik
4. Keadaan klinis di monitor : TD, Nadi, Pernafasan tiap 30 menit, Suhu
( minimal 2 kali sehari, pagi dan sore dan dicatat pada grafik suhu pada
status), jumlah urine perjam (sebaiknya 50 cc / jam).
5. Obat-obat simtomatik hanya diberikan bila benar-benar diperlukan, seperti
parasetamol atau Xylomidon/Novalgin injeksi bila suhu tubuh 38,50 C dan
Metoklopramide bila terjadi muntah-muntah.

Tatalaksana DBD
6. Bila TD sistolik menurun 20 mmHg, atau Nadi 110 x / menit, atau
tekanan nadi (TD sistol TD diastol 20 mmHg), atau jumlah urine 40
cc / jam, pertanda adanya kebocoran plasma (plasma leakage) tambahkan
cairan infus guyur 5 cc / KgBB / Jam sampai keadaan kembali stabil. Setelah
Tekanan darah dan nadi stabil, kembali ke tetesan rumatan
7. Monitor Laboratorium tergantung keadaan klinis. Bila terjadi penurunan
TD, peningkatan Nadi, atau penurunan volume urine yang berlanjut, atau
terjadi perdarahan masif, atau penurunan kesadaran, perlu di periksa Hb, Ht,
Trombosit. Penurunan jumlah trombosit perlu dipantau secara laboratorium
dan kondisi klinis. Dan bila diperlukan periksa Haemorrhagic test.
8. Bila selama pemantauan lebih dari 12 jam, keadaan klinis makin memberat
atau respons pemberian cairan minimal, maka penderita dinyatakan untuk
dirujuk (bila dirawat di Puskesmas atau klinik atau rumah sakit daerah) atau
dilakukan tindakan yang lebih intensif, kalau perlu di rawat di ICU.

Tatalaksana DBD
9. Infus trombosit diberikan bila ada penurunan jumlah
trombosit yang menyolok disertai dengan tanda-tanda
perdarahan masif. Bila terjadi perdarahan yang masif dengan
penurun kadar Hb dan Ht, segera beri tansfusi Whole blood.
10. Bila keadaan syok masih belum teratasi dengan pemberian
cairan yang cukup sesuai perhitungan, tanda-tanda
perdarahan tidak nyata, dan pemantauan laboratorium tidak
menunjukkan perbaikan, maka pilihan kita adalah pemberian
FFP (Fresh Frozen Plasma) atau Plasma biasa.
11.Bila keadaan klinis stabil, pemeriksaan ulangan
laboratorium pada fase penyembuhan.

Nimmannitya S : Dengue and Dengue Hemorrhagic


Fever: Pearl and Pitfalls in Diagnosis and
Management, DTM&H Course 2002, Faculty of
Tropical Medicine, Mahidol University, Bangkok.
Thomas Suroso, Hadinegoro SR, Wuryadi S dkk
(Editor): Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue,
Depkes RI, Jakarta, 2003.

Tatalaksana Gizi Buruk


Penatalaksanaan gizi buruk adalah suatu kegiatan
pelaksanaan pelayanan /penanganan gizi yang dilakukan
guna mendukung penyembuhan penyakit yang disebabkan
oleh kekurangan gizi sampai gizi buruk dengan komplikasi
atau tanpa komplikasi, ditangani secara serius sampai
dinyatakan sembuh.
Tatalaksana gizi berarti mengelola atau melaksanakan
pelayanan dan pemberian zat gizi sesuai kebutuhan kepada
pasien yang mempunyai masalah gizi sampai pasien tersebut
sembuh dan status gizinya kembali pulih atau normal.

Tatalaksana Gizi Buruk


Berdasarkan standar pelayanan rumah sakit (2006)
penatalaksanaan gizi di rumah sakit disebut juga
dengan asuhan gizi (nutritional care) yaitu dengan
pemberian zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi pasien agar mencapai status gizi optimal oleh
ahli gizi, yaitu dengan melakukan beberapa proses
mulai dari pengukuran antropometri, diagnosa status
gizi, intervensi gizi dan melakukan monitoring dan
evaluasi gizi.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
34314/2/Chapter%20II.pdf

You might also like