You are on page 1of 44

Ekonomi Industri &

Penetapan Harga Energi


Disusun Kelompok 2
Ahmad Satria Rivaldi M
Afriansyah
Beben Syaputra
Daya Wulandari
Lusiana Apridayani
Vivin Rizky Handayani
Kelas 7EGA

Dosen Pembimbing : Imaniah Sriwijayasih


S.ST.,M.T

Pengertian Industri
Dalam arti sempit
Kumpulan perusahan-perusahaan yang
memproduksi produk yang homogen

Dalam arti luas


kumpulan perusahaan yg
memproduksi
barang subtitusi dekat, yg mempunyai
elastisitas silang positif dan tinggi.
cth : industri mobil dan sepeda motor.

Ekonomi Industri
Ekonomi
Energi

Ekonomi
Energi

Ekonomi
Energi

Definisi Ekonomi Energi Menurut


Beberapa Ahli
Stigler (1968) dan Schmalensee (1989) : cabang ilmu ekonomi yg memberikan
pemahaman terkait struktur dan perilaku industri dlm perekonomian,struktur
pasar dan faktor-faktor yg mempengaruhinya, pengaruh konsentrasi terhadap
kompetisi, pengaruh kompetisi terhadap harga, investasi dan inovasi.

Schmalensee (1989) : disiplin ilmu yg mempelajari sisi penawaran dari


perekonomian, khususnya pasar di mana perusahaan-perusahaan
berperan sebagai penjual.

Churh dan Ware (2000) : ekonomi industri atau ilmu organisasi industri
adalah studi tentang operasi dan kinerja pasar yg tidak sempurna dan
perilaku perusahaan dalam pasar tersebut.

Ekonomi Mikro dan Ekonomi Industri

Paradigma Utama
Ekonomi Industri
Paradigma S-C-P (Paradigma Harvard)
Pendekatan empiris berdasarkan S-C-P
Paradigma Chicago (Director & Stigler)
Pendekatan teoritis dan pembuktian teori
melalui analisis empiris

Analisis Ekonomi Industri


Analisis yg dipakai dlm ekonomi industry ialah dalam
kerangka ekonomi mikro.

Industri
Industri = sejumlah perusahaan yg memproduksi dan
menjual sejumlah produk yg serupa, memanfaatkan
teknologi yg serupa dan mengakses faktor produksi
dari pasar factor produksi yg sama (Lipczynski, et. al.,
2005).
Industri = pasar = permintaan dan penawaran dari
produk yg serupa.

Ekonomi industri = pendalaman teori/realita pasar.

Perilaku
Tanggapan perusahaan di dalam pasar, mengahadapi
permintaan / pembeli dan terhadap sesama pelaku
penawaran (perusahaan lain) untuk mendapatkan
pasar dan mencapai tujuan perusahaan.
Perilaku = pelaku usaha/penawaran

bertujuan utk memaksimumkan laba atau tujuan


lainnya.

Firm
Firm = organisasi yg mengkombinasikan dan
mengorganisasikan sumber daya untuk memproduksi
dan menjual barang atau jasa.

Ekonomi Energi
Ekonomi industri membahas perilaku firm dalam
industri

Analisis Ekonomi Industri

Derajat kompetisi dan monopoli dalam industry


Faktor penentu Kompetisi
Perilaku Industri
Kinerja Industri
Hub. Struktur pasar; Perilaku, kinerja

Topik Kajian Ekonomi Industri

Teori perusahaan

Struktur persaingan

Perilaku pasar

Analisis kinerja

Analisis lokasi industri

Kebiijakan pemerintah terkait industri dan kebijakan


perusahaan

Industrialisasi dan pembangunan

Keunggulan komparatif industri

Metodologi Penetapan Harga Energi


1. Biaya Dasar atau Harga Minimum

2. Nilai Netback

3. Harga Effisien (Harga Optimal)

4. Harga Finansial

Beberapa Masalah Berkaitan dengan


Penetapan Harga di Indonesia
1. Alokasi Sumber Energi

Penetapan harga harus memenuhi kriteria produsen


dan konsumen yaitu long run marginal cost (LRMC)
dan nilai netback. Penetapan harga dibawah nilai
LRMC mengakibatkan kerugian di pihak produsen
dalam jangka panjang, sementara penetapan harga
yang melebihi nilai netback akan merugikan
konsumen

2. Obyektif Sosial
Obyektif sosial merupakan salah satu hal penting
dalam penetapan harga energi. Disini terkandung
kaidah keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh
masyarakat. Fungsi atau obyektif sosial tersebut
terutama masalah subsidi. Subsidi memang tidak
akan mencerminkan tingkat harga yang sebenarnya.
Namun dalam kebijakan harga, subsidi merupakan
salah satu instrumen untuk meratakan penggunaan
energi
di
masyarakat,
terutama
masyarakat
berpenghasilan rendah. Selain itu subsidi juga dapat
dijadikan alat untuk mendukung sektor industri.

Subsidi
Subsidi Secara Finansial
Subsidi
dibedakan
menjadi

selisih antara biaya produksi dan


biaya distribusi dengan harga
produk energi tersebut yang
sebenarnya terjadi di pasar.

Subsidi Secara Ekonomi


perbedaan antara harga yang
sebenarnya terjadi dari proses
produksi dengan harga efisien.

3. Masalah Lingkungan
Indonesia memasukkan isu lingkungan dalam penetapan harga
lewat biaya eksternal dalam struktur biaya produksi. Konsep ini
dijalankan untuk mendukung terlaksananya pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development). Berbagai komponen
biaya yang berhubungan dengan isu lingkungan dalam praktik
digunakan untuk kegiatan penanggulangan dampak negatif
terhadap lingkungan. Disamping itu juga untuk tujuan
konservasi sumber daya energi, sehingga keberadaannya dapat
terus terjamin untuk masa akan datang. Biaya eksternal yang
dikeluarkan produsen energi terkait erat dengan ambang batas
pencemaran yang ditentukan oleh otoritas lingkungan. Di
Indonesia, pelaksanaannya harus memenuhi persyaratan
analisa mengenai dampak lingkungan dan pencegahannya
memerlukan biaya yang sudah termasuk dalam struktur biaya
energi.

Harga Energi di Indonesia


Tujuan Penentuan Harga
1. untuk memperoleh keuntungan setelah dihitung biaya
produksinya,
2.untuk memperoleh kembali nilai investasi pada
peralatan yang telah dibeli, atau peralatan yang telah
ditetapkan cukup rendah di bawah biaya produksi
hingga diderita kerugian.
3.untuk mencapai tujuan pemerataan agar mereka yang
berpendapatan rendah dapat membelinya.

Harga Energi di Indonesia

A. Energi Primer
Tahapan proses Produk Energi Primer

A.1. Minyak Bumi


Indonesia sejak akhir tahun 1970-an hingga saat ini mengenal
dan menetapkan tiga model penetapan harga minyak mentah di
pasar internasional. Ketiga model penetapan tersebut adalah
harga GSP (Goverment Sale Price),
ASP (Agree Selling Price),
Predetermine dan ICP (Indonesian Crude Price)
Dimana ketiga model penetapan tersebut
perkembangan harga Minas tahun 1968-1994.

terlihat

dalam

Harga GSP ditetapkan sejak tahun 1968 sampai dengan 1986


saat harga minyak mentah di pasar dunia menunjukkan
perkembangan menggembirakan.

A.2. Gas Bumi


Konsep penetapan harga gas bumi pada dasarnya sama
dengan sebagian besar energi primer lainnya. Harga tersebut
diusahakan memenuhi kriteria produsen dan konsumen.
Kesediaan konsumen diwakili oleh nilai netback dan
produsen oleh long run marginal cost (LRMC). Kendala dalam
penetapan harga gas bumi berkaitan dengan latar teknis
pemurnian gas bumi itu sendiri serta bila akan dicairkan
dalam bentuk LNG ekspor. Kendala itu pada akhirnya
mempengaruhi skala ekonomi yang membuat biaya investasi
sangat tinggi. Gas bumi memang merupakan jenis energi
alternatif. Perkembangan teknologinya belum seperti minyak
bumi. Dengan demikian biaya teknologi gas bumi masih
sangat mahal dan belum terjadi diminishing return.

Fungsi biaya teknologi berbeda untuk setiap


lapangan produksi. Karena itu penetapan harga
gas bumi dengan sendirinya tidak memiliki
formula khusus
Secara umum harga gas bumi di Indonesia tergantung
pada fungsi biaya yang terjadi di suatu lapangan
produksi gas
Harga tersebut merupakan hasil negosiasi antara
produsen (PSC) bersama Pertamina dengan konsumen
gas bumi
Harga negosiasi berdasarkan biaya penyediaan gas
bumi, tingkat pengembalian modal produsen (ROR),
dan keadaan pasar yang hendak membeli gas tersebut

Harga gas yang ditentukan berdasarkan harga paritas minyak sebagai


energi primer dari mulut tambang, kemudian ditambah dengan biaya
transportasi dari mulut tambang menuju titik konsumen, berbeda antara
Pertamina dan/atau PSC dengan pengelola transportasi gas bumi.
Produsen energi jelas memerlukan tarif transportasi gas yang terpisah
dari harga energinya.
Gas bumi berbentuk LNG yang diekspor ke Jepang, Taiwan dan Korea
Selatan menggunakan rumusan mirip formula harga gas bumi domestik.
Untuk mendukung sektor industri tertentu pemerintah memberikan
subsidi dalam struktur harga gas bumi yang secara bertahap akan
dihapus
Hal ini terlihat dalam penetapan harga untuk beberapa industri, terutama
industri pupuk dan baja.
Disamping untuk mendukung sektor industri, penetapan harga gas bumi
di bawah harga ekonomi sebenarnya bertujuan mendorong usaha
diversivikasi penggunaan energi non minyak.

A.3. Batubara
Harga yang berlaku untuk batubara sesuai dengan
harga yang terjadi di pasar internasional. Pemerintah
sendiri pernah menetapkan harga energi konsumsi
domestik tidak melebihi harga CIF batubara impor
Asia Pasific dan 65 persen harga minyak bakar
domestik. Kebijakan penetapan harga batubara itu
berkaitan
dengan
fungsinya
dalam
industri
pembangkit tenaga listrik skala besar serta
pemakaian energi alternatif pengganti minyak bumi.
Namun patokan tersebut sampai saat ini tidak
mutlak digunakan dalam penentuan harga batubara
domestik maupun ekspor.

Untuk ekspor, harga batubara Indonesia tetap mengacu


pada harga pasar dengan memperhatikan pesaing yang
ada, terutama Australia dan Kanada . Harga untuk dalam
negeri terutama ditetapkan melalui negosiasi antara
produsen dan konsumen dengan memperhatikan ROR yang
wajar untuk produsen batubara. Untuk konsumen dalam
negeri, PTBA menetapkan harga sebagai berikut (sumber
PTBA, 1998).

Pt = Pt-1 A ( Dt-1/Dt-2) + Pt-1 B I + It-1)


dimana Pt

= Harga pada bulan t

Pt-1 = Harga pada bulan (t-1)


A

= Porsi pengeluaran dolar AS terhadap


total pengeluaran satu bulan

= Porsi pengeluaran rupiah terhadap total


pengeluaran satu bulan

Dt-1 = kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar


AS pada akhir bulan (t-1)
Dt-2 = kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
pada akhir bulan (t-2)
It-1 = Tingkat inflasi dalam negeri pada (t-1)
Penetapan harga batubara dengan formula ini terutama ditujukan
untuk konsumen PLN yang menggunakan batubara dalam pembangkit
listrik tenaga uap di Suralaya, Jawa Barat. Sebelumnya, PTBA
menetapkan harga batubara ke Suralaya dengan harga tetap.

A.4. Panas Bumi


Harga jual panas bumi sebagai energi primer di
Indonesia terbagi menjadi dua sistem, yakni
berdasarkan pola pengusahaan industri panas bumi
nasional lewat harga jual uap hasil produksi Pertamina
dan harga jual uap hasil produksi Kontrak Operasi
Bersama pengembang swasta dengan Pertamina
(joint operation contract) berdasarkan Keppres No.
22/1981 yang menyebutkan Pertamina diberi kuasa
pengusahaan eksplorasi dan eksploitasi panas bumi
untuk pembangkit listrik di Indonesia. Pada saat ini
keekonomian panas bumi memang hanya untuk
pembangkit listrik.

A.5. Air
Energi air merupakan bentuk energi primer yang
dapat diperbarui. Peranannya sangat besar terutama
dalam pengadaan listrik untuk masyarakat. Sebelum
dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air
(PLTA), energi primer yang diberikan oleh alam ini
mempunyai nilai nol. Tenaga air mempunyai nilai yang
tidak sama dengan nol jika sebelum dimanfaatkan
untuk PLTA dipompakan terlebih dahulu ke tempat
yang lenih tinggi. Disini diperlukan investasi awal.

Penggunaan energi air sebagai sumber pembangkit


listrik merupakan usaha untuk mendukung diversifikasi
energi
Penggunaan sumber energi lainnya, terutama minyak
bumi untuk keperluan pembangkit dapat dikurangi
Penggunaan energi air untuk pembangkit listrik akan
menghemat pemakaian BBM
Energi air yang sudah digunakan sekitar 4 persen dari
total potensi yang ada
Jika seluruh potensi dioptimalkan, penggunaan energi
air akan sangat menghemat BBM

Air merupakan salah satu sumber energi yang dapat


diperbarui, namun pengelolaannya yang tidak tepat
perlahan-lahan dapat membuat sumber energi itu
terganggu
Penggunaannya untuk keperluan irigasi, industri, air minum
dan pembangkit listrik dapat menimbulkan pencemaran
sungai atau sumber air yang pada gilirannya dapat
merusak kualitas air
Jika tingkat pencemaran melewati ambang batas, maka
ketersediaan sumber energi air dapat berkurang
Jika pertumbuhan kebutuhan yang meningkat tidak sesuai
dengan kecepatan pasokan dari hulu sumber air tersebut,
maka akan terjadi kelangkaan sumber air

Secara umum penggunaan air tidak dikenakan harga,


tetapi pemerintah membuat suatu retribusi air, seperti
penerapan scarcity rent untuk menjamin pasokan air
tetap dapat berkelanjutan

Gagasan menerapkan scarcity rent perlu


mempertimbangkan dampat terhadap biaya sehingga
masih dapat bersaing dengan pembangkit listrik yang
menggunakan energi primer lainnya.

B. Penetapan harga energi sekunder


B. 1 Bahan Bakar Minyak
(BBM)

Menurut Yusgiantoro (2000), konsep penetapan harga BBM di


Indonesia secara
umum terdiri dari 3 cara yaitu:
a). Border Price (Pembatasan Harga)
b) Harga Pokok Penjualan (HPP) BBM
c) Harga Pemerintah

Konsep penetapan harga BBM di Indonesia secara umum terdiri


dari tiga metode, yaitu border price, Harga Pokok Penjualan
(HPP) BBM, dan harga pemerintah. Hal lain yang berkaitan
erat dengan penetapan harga BBM adalah masalah subsidi.
Penetapan harga metode border pricemengacu padapenetapan
harga eks kilang Singapura. Penetapan harga ini diasumsikan
berlaku pada harga yang kompetitif. Dengan asumsi tersebut
harga BBM dari kilang singapura menggunakan posted price
yang dipublikasikan secara rutin. Harga ini kemudian ditambah
komponen biaya seperti transportasi, pajak, subsidi dan
sebagainya. Semua itu menjadi harga jual di Indonesia (landed
price).

B. 2 Energi Listrik

Kriteria penetapan TDL bertujuan untuk :


1.Memenuhi sebagian kebutuhan pendanaan untuk investasi
yang
menjamin tersedianya tenaga listrik secara efisien dan
berkelanjutan
2.Menjamin keadaan keuangan pemegang kuasa usaha
ketenagalistrikan agar sehat dan wajar
3.Menyempurnakan penggolongan dan struktur tarif listrik,
sehingga tenaga listrik untuk masing-masing golongan tarif
semakin mendekati nilai keekonomia

Konsep perhitungan utama menggunakan metode biaya


pembangkitan terendah. Secara umum, harga energi listrik
yang sampai ke pemakai akhir terdiri atas komponen biaya
pembangkitan, biaya transmisi, dan biaya distribusi.
Variabel yang paling menentukan harga listrik dari ketiga
komponen tersebut adalah biaya pembangkitan listrik.
Selama ini dipakai metode biaya pembangkitan terendah
untuk menentukan besarnya harga listrik di lokasi
pembangkitan. Secara umum metode ini terdiri dari tiga
variabel utama, yaitu biaya modal, biaya operasi dan
perawatan, serta biaya bahan bakar.

Thank
You

You might also like