You are on page 1of 374

AUTOPSI

dr. JIMS F. TAMBUNAN,


Mked For, SpF

AUTOPSI (BEDAH MAYAT/ JENAZAH)

Pemeriksaan lengkap pada tubuh mayat/


jenazah berdasarkan pemeriksaan luar, dalam
dan tambahan, yang dilakukan sendiri/
langsung oleh dokter (ahli kedokteran
forensik), demi kepentingan ilmu
pengetahuan, kesehatan atau peradilan.

BERDASARKAN TUJUAN AUTOPSI


DIBEDAKAN

1. AUTOPSI ANATOMI
Bedah mayat yang dilakukan untuk
mengetahui susunan anatomi, sistem
organ dan organ (jaringan) tubuh manusia,
demi kepentingan pendidikan.

2. AUTOPSI KLINIK
Bedah mayat yang dilakukan untuk
mengetahui sebab kematian dari seorang
pasien yang dirawat di Rumah Sakit, dengan
tujuan untuk kesehatan.
3. AUTOPSI FORENSIK / MEDIKOLEGAL
Bedah mayat yang dilakukan untuk
membantu proses peradilan.

DASAR HUKUM AUTOPSI


1.KUHAP Pasal 133 ayat 2,
2.Instruksi Kapolri No. Pol. Ins/E/20/IX/75
pada Pasal 6,
3.Putusan Majelis Pertimbangan Kesehatan RI,
Fatwa MUI No.5/1956,
4.Keputusan Menkeh No. M.01.PW.07-03/ 1982,
Pedoman Pelaksanaan KUHAP
dalam
Pasal 133 ayat 2,

5.
6.
7.
8.

KUHAP Pasal 134 ayat 1,


KUHAP Pasal 136,
PP. No. 18/ 1981,
Keputusan Menhankam PANGAB Kep/ b/
20n/ 1972,
9. Surat edaran Menkes No.1342/ Menkes/ SE/
XII/ 2001.

1. KUHAP Pasal 133


1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati
yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada dokter dan atau ahli kedokteran
kehakiman atau ahli lainnya.

2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.

3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran


kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan
penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat
identitas mayat, dilak dengan diberi cap
jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki
atau bagian lain badan mayat.

2. INSTRUKSI KAPOLRI NO. POL


INS/E/20/IX/75
1. Mengadakan peningkatan penertiban
prosedur permintaan/ pencabutan
Visum et Reperturn kepada dokter/
Ahli Kedokteran Kehakiman.

2. Dalam mengirimkan seorang luka atau


mayat ke Rumah Sakit untukdiperiksa, yang
berarti pula meminta Visum et Repertum,
maka jangan dilupakan bersama-sama si
korban atau mayat tadi, mengajukan sekali
permintaan tertulis untuk mendapatkan
Visum et Repertum.

3. Dalam hal seorang yang menderita luka tadi


akhirnya meninggal dunia, maka harus
segera mengajukan surat susulan untuk
meminta Visum et Repertum.
Dengan
Visum et Repertum atas mayat, berarti
mayat harus dibedah. Sama sekali tidak
dibenarkan mengajukan permintaan Visum
et Repertum atas mayat berdasarkan
pemeriksaan luar saja.

4. Untuk kepentingan di Pengadilan dan


mencegah kekeliruan dalam pengiriman
seorang mayat harus selalu diberi label dan
segel pada ibu jari kaki mayat.
Pada
label itu harus jelas disebutkan nama,
jenis kelamin, umur, bangsa, suku, agama,
asal, tempat tinggal dan tanda tangan
petugas POLRI yang mengirimkannya.

5. Tidak dibenarkan mengajukan permintaaan


Visum et Repertum tentang keadaan korban
atau mayat yang telah lampau
yaitu
keadaan sebelum permintaan
Visum et Repertum diajukan kepada
Dokter mengingat rahasia jabatan.

6. Bila ada keluarga korban/mayat keberatan


jika diadakan Visum et Repertum bedah
mayat, maka adalah kewajiban petugas
POLRI cq Pemeriksa untuk secara persuasif
memberikan penjelasan perlu
dan
pentingnya autopsi, untuk kepentingan
penyidikan, kalau perlu bahkan
ditegakkannya pasal 222 KUHP.

7. Pada dasarnya penarikan/ pencabutan


kembali Visum et Repertum tidak dapat
dibenarkan. Bila terpaksa Visum et
Repertum yang sudah diminta harus
diadakan pencabutan/ penarikan kembali,
maka hal tersebut hanya diberikan oleh
Komandan Kesatuan paling rendah
tingkat Komres dan untuk kota besar hanya
oleh DAN TABES.
Wewenang penarikan/pencabutan kembali
Visum et Repertum tidak dapat dilimpahkan
pada Pejabat/ petugas bawahan.

3. Putusan Majelis Pertimbangan Kesehatan


RI, Fatwa MUI No.5/ 1956
Menegaskan bahwa
1.Bedah mayat itu boleh/mubah
hukumnya untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, pendidikan dokter dan
penegakan keadilan di antara umat manusia.
2.Membatasi kemubahan itu sekedar darurat
saja menurut kadar yang tidak harus
dilakukan untuk mencapai
tujuantujuan.

4. Keputusan Menkeh No. M.01.PW.07-03


tahun 1982 Pedoman Pelaksanaan
KUHAP Pasal 133 (2)
1. Mengenai keterangan ahli dalam pasal
ini pengertiannya adalah khusus, yaitu
keterangan ahli untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat atau
bedah mayat.
2. Sedangkan untuk pengertian ahli lainnya
tentunya dikembalikan pada pengertian
umum sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 butir 28.

5. KUHAP Pasal 134


1. Dalam hal sangat diperlukan dimana
untuk keperluan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin lagi dihindari,
penyidik wajib memberitahukan terlebih
dahulu kepada keluarga korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik
wajib menerangkan dengan sejelasjelasnya tentang maksud dan tujuan
perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.

3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada


tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang diberi tahu tidak diketemukan,
penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133
ayat (3) undang-undang ini.

6. KUHAP Pasal 136


Semua biaya yang dikeluarkan untuk
kepentingan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Bagian Kedua Bab 14
ditanggung oleh negara.

7. PP. No.18/1981
Tentang bedah mayat klinis dan bedah
mayat anatomis serta transplantasi alat
dan atau jaringan tubuh manusia.
8. Keputusan Menhankam PANGAB No. Kep/
b/ 20n/ 1972
Tentang bedah mayat klinis dalam
lingkungan ABRI.
9. Surat Edaran Menkes No.1342/ Menkes/ Se/
XII/ 2001
Tentang Pelaksanaan Autopsi Forensik.

TUJUAN AUTOPSI FORENSIK

1.Menentukan sebab kematian.


2.Mengetahui mekanisme kematian.
3.Mengetahui cara kematian.
4.Menentukan lama kematian.
5.Menentukan identifikasi mayat tak dikenal.
6.Mengenal jenis senjata dan racun yang
digunakan.
7.Mencari penyakit penyerta korban.
8.Mencari tanda perlawanan korban.
9.Menentukan posisi korban setelah mati.
10.Dll.

PERSIAPAN AUTOPSI

1.Periksa kelengkapan surat-surat (VER) yang


berkaitan dengan autopsi.
2.Periksa kebenaran mayat yang akan
diperiksa, apakah sudah sesuai dengan yang
disebutkan pada permintaan VER.
3.Kumpulkan semua keterangan yang
menyangkut tentang kematian korban.
4.Periksa dan persiapkan alat-alat yang
diperlukan sebelum autopsi dimulai.

PETUNJUK AUTOPSI

1.Pemeriksaan harus dilakukan pada siang hari


(kec. terpaksa pada kasus kasus tertentu) dan
dilakukan sedini mungkin.
2.Pemeriksaan harus secara lengkap.
3.Pemeriksaan dilakukan oleh dokter.
4.Pemeriksaan dilakukan dengan teliti.
5.Hasil pemeriksaan sesegera mungkin
disampaikan kepada penyidik.

ALAT-ALAT AUTOPSI

1.Pisau bedah (post mortem knife).


2.Pisau potong tulang rawan (cartilage knife).
3.Pisau pemotong otak (brain knife).
4.Gunting usus (intestinal scissor).
5.Gunting bedah (surgical scissor).
6.Pinset.
7.Sonde tumpul.
8.Pemotong tulang (bone forceps).
9.Gergaji manual/ gergaji listrik.
10.Martil dan pahat.

11.Timbangan mayat dan timbangan organ.


12.Jarum jahit dan benang.
13.Gelas ukur.
14.Meteran pengukur panjang.
15.Sarung tangan karet.
16.Gelas objek dan piring petri.
17.Baskom dan ember.
18.dll.

JENIS PEMERIKSAAN AUTOPSI

1.PEMERIKSAAN LUAR.
2.PEMERIKSAAN LUAR DAN DALAM (BEDAH
MAYAT/ AUTOPSI).

PEMERIKSAAN LUAR

Pemeriksaan terhadap fisik bagian luar dari


tubuh korban (mayat/ jenazah), serta benda
lain yang diantar penyidik bersama dengan
tubuh mayat.

1. Label mayat: terikat di daerah mana dari


bagian tubuh mayat, jika ada tulisan dan
cap/ stempel pada label mayat, dicatat
dengan lengkap isi dari tulisan tsb, serta
berasal dari instansi mana stempel tsb
(Polres/Polsek/TNI, dll).
2. Pembungkus mayat: dicatat jenis, warna,
ukuran, motif dan tulisan (merk), serta
ada tidaknya bercak darah atau cairan
mani di permukaan pembungkus
mayat tsb.

3. Penutup mayat: dicatat jenis, warna,


ukuran, motif dan tulisan (merk),
serta ada tidaknya bercak darah atau
cairan mani di permukaan penutup
mayat tsb.
4. Alas mayat: dicatat jenis, warna, ukuran,
motif dan tulisan (merk), serta ada tidaknya
bercak darah atau cairan mani
di
permukaan penutup mayat tsb.

5. Benda di sekitar mayat; dicatat jenis, warna,


ukuran, motif dan tulisan (merk), serta
terletak dimana benda tsb,
saat akan diperiksa.
6. Benda yang melekat di tubuh mayat
(pakaian, perhiasan, pembalut luka,
sepatu, kaos kaki, dll): dicatat jenis,
warna, ukuran, motif dan tulisan/ merk,
serta pada bagian tubuh mana benda
tersebut berada/ melekat.

7. Tanda pasti kematian: perubahan suhu,


lebam mayat, kaku mayat, pembusukan
serta tanda lain spt, siklus pertumbuhan
larva, mumifikasi atau adipossere.

8. Identifikasi mayat
Umum: jenis kelamin, perkiraan umur,
perkiraan panjang dan perkiraan berat
badan (status gizi), warna kulit, berkhitan
atau tidak, rambut (panjang, pendek atau
botak), bentuk rambut, warna rambut, dll.
Khusus: tanda kenal khusus yang didapat
saat lahir/ kongenital (misal: cacat bawaan,
bentuk susunan gigi, dll) atau didapat
selama hidup/ buatan manusia
(misal: bekas operasi/ sikatrik, tatto, dll).

Identifikasi menurut DVI digunakan pada


penilaian identifikasi teradap kasus
Kematian Massal, berdasarkan data primer dan
sekunder.
Data primer: sidik jari, gigi geligi dan DNA.
Data sekunder: dokumentasi (visual),
data fisik/ medis, properti serta tanda
kenal khusus (lahir/ kongenital dan didapat).

Dikatakan mayat teridentifikasi menurut


sistem DVI (pada kematian massal),
bila minimal ditemukan 1 data primer walau
tanpa data sekunder, atau ditemukan
minimal 2 data sekunder walau tanpa data
primer.

9. Kelainan tubuh: tanda asfiksia dan penyakit.


10.Tanda kekerasan: jenis luka (jumlah luka),
lokasi, bentuk, warna, sifat dan ukuran luka
serta jarak luka dari titik anatomis tubuh
terdekat, juga dinilai dan dicatat
hal
lain yang berhubungan dengan
tanda
kekerasan spt: arah luka,
derajad
luka bakar, di sekitar luka, jarak luka
tembak, dll.

PEMERIKSAAN FISIK BAGIAN LUAR

1.Kepala.
2.Wajah (dahi, mata, hidung, pipi, telinga, bibir
dan rongga mulut serta rahang).
3.Leher.
4.Dada.
5.Perut.
6.Punggung.

7. Pinggang.
8. Pinggul/ bokong.
9. Dubur.
10.Alat kelamin.
11.Anggota gerak atas.
12.Anggota gerak bawah.

PEMERIKSAAN DALAM

Pemeriksaan terhadap bagian dalam dari


tubuh korban (mayat/ jenazah) dengan cara
incisi (penyayatan kulit), pembukaan rongga,
pengangkatan organ dalam, serta
pemeriksaan organ (sistem organ) tubuh.
Jika diperlukan dilengkapi dengan
pemeriksaan tambahan (laboratorium spt:, dll).

Pada pemeriksaan dalam posisi tubuh mayat


diletakkan telentang, dengan bahu terletak
lebih tinggi dari tubuh, agar kepala mayat
dalam fleksi maksimal (diganjal balok).
Kemudian tubuh mayat dibersihkan dari
segala benda yang melekat serta kotoran
dan darah.
Dokter berdiri di sebelah kanan tubuh mayat,
untuk melakukan incisi (pisau/ scaple).

TAHAPAN PEMERIKSAAN DALAM


1.PENYAYATAN KULIT (INCISI).
2.PEMBUKAAN RONGGA TUBUH.
3.PENGANGKATAN ORGAN.
4.PEMERIKSAAN ORGAN.

PENYAYATAN KULIT (INCISI)


1.INCISI I.
2.INCISI Y.

1. INCISI I
Incisi (pisau/ scaple) dimulai dari bawah
dagu, tepat di garis tengah tubuh hingga
simphisis pubis dan sedikit dibelokkan
ke arah kiri (dari tubuh mayat) saat
berada di daerah pusat.

2. INCISI Y

Incisi (pisau/ scaple) dimulai dari


pertengahan clavikula ke arah proccesus
xiphoideus (sternum) hingga simphisis
pubis dan sedikit dibelokkan ke arah kiri
(dari tubuh mayat) saat berada di daerah
pusat.

PEMBUKAAN RONGGA TUBUH


1.
2.
3.
4.

RONGGA KEPALA (DEWASA ATAU BAYI).


RONGGA MULUT DAN LEHER.
RONGGA DADA.
RONGGA PERUT.

1.A. PEMBUKAAN RONGGA KEPALA


(DEWASA)
Kulit kepala diiris (pisau/ scaple)
mulai dari proccesus mastoideus
melintasi daerah parietal, sedikit
di belakang vertex dan menuju
proccesus mastoideus sisi lainnya.

Kemudian kulit kepala dilepas dari


permukaan tulang kepala (periosteum),
dengan cara dikupas ke arah depan
sampai 1 cm di atas garis supra orbita, serta
ke arah belakang sampai
ke
protuberantia occipitalis (takik
ekor
kepala).
Selanjutnya tulang tengkorak dipotong
(gergaji), mulai dari pertengahan tulang
dahi ke arah kanan dan kiri.

Pemotongan tulang kepala diteruskan


hingga daerah belakang kepala kanan
dan kiri, dengan posisi potongan sedikit
miring (di belakang telinga) membentuk
sudut 120.
Atap tengkorak dibuka dengan cara di
congkel (pahat) pada daerah celah
permukaan tulang yang sudah digergaji.

Selaput otak tebal/ duramater bagian


atas dipotong (gunting), pada tepi/
keliling dari tulang tengkorak (gunting), agar
terpisah/ lepas dari otak.
Setelah otak dikeluarkan, selanjutnya
selaput otak tebal/ duramater pada dasar
tulang tengkorak dilepas juga (klem)
hingga tampak dasar tulang tengkorak
kepala.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan dan
penyakit.

1.B. PEMBUKAAN RONGGA KEPALA


(BAYI)

Potong atap tengkorak (gunting)


bayi mulai dari ubun-ubun besar
pada jarak 0,5-1 cm kanan dan kiri
dari garis tengah/ median kepala
(sutura sagitalis).
Kemudian gerakkan gunting melingkar
ke arah kepala bagian depan kanan
dan kiri, mengikuti sutura coronaria.

Gerakkan juga gunting melingkar ke arah


kepala belakang kanan dan kiri, mengikuti
sutura lamboidea.
Lalu belokkan ke lateral kanan dan kiri
dari depan dan belakang kepala hingga
berada dekat daun telinga, dan sisakan
sebanyak 2 cm dari pengguntingan tsb,
saat berada dekat telinga.
Sehingga tulang tengkorak kepala
bayi
dapat dibuka, spt membuka daun jendela
(ke arah samping/ telinga).

Usahakan saat menggunting tulang


tengkorak bayi, jangan sampai merobek
selaput otak tebal/ duramater.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan dan
penyakit.

2. PEMBUKAAN RONGGA MULUT DAN


LEHER

Dilakukan sayatan (scaple) kulit


daerah leher ke arah sampnig kanan
dan kiri jika menggunakan incisi I, atau
ke arah atas jika menggunakan incisi Y
hingga batas tepi bawah dari
tulang rahang bawah (mandibula)
kanan dan kiri.
Kemudian potong otot tepat di tepi
bawah dari tulang rahang bawah
(mandibula) kanan dan kiri.

Kemudian dengan jari lakukan penarikan


lidah, sal. nafas serta sal. makan atas
(trachea dan oesophagus) melalui dasar
tulang rahang bawah, sambil tetap
melakukan incisi pada otot sekitar.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan dan
penyakit.

3. MEMBUKA RONGGA DADA

Setelah incisi kulit di permukaan


dada, bebaskan fascia dan otot yang
melekat pada permukaan tulangtulang di dada yaitu, tulang dada
(sternum), tulang iga (costae) dan
tulang selangka (clavicula), hingga
terlihat permukaan tulang-tulang dada.
Lakukan hal tersebut pada seluruh
permukaan dada hingga batas linea
mid. axillaris kanan dan kiri.

Kemudian potong (scaple atau pisau/


tang/ gunting tulang) sendi atau tulang
rawan (cartilago) sternum dengan costae,
dimulai dari sendi iga ke 2 dan berlanjut
ke arah bawah.
Lakukan juga hal yang sama terhadap
sendi atau tulang rawan (cartilago) sternum
dengan clavicula, tetapi sebelumnya bahu
digoyangkan, agar diketahui letak
persendian tsb.

Selanjutnya lepaskan juga sternum dari


perlekatan terhadap selaput rongga dada,
dengan sayatan (pisau/ scaple) mendatar
dan menelusuri dinding dalam sternum,
dimulai dari bawah ke arah atas.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan
dan penyakit.

4. MEMBUKA RONGGA PERUT

Membuka rongga perut mengikuti


incisi I atau incisi Y (scaple)
di atas permukaan perut.
Tusuk ujung pisau bedah (scaple)
pada bagian atas perut, tepat
di
bawah proccesus xiphoideus (sternum)
hingga menembus otot
dan
lemak perut.

Usahakan penusukkan tidak terlalu


dalam, agar tidak merusak organ
rongga perut (teknik legal art).
Kemudian dengan dibantu oleh 2 jari
tangan kiri (jari telunjuk dan tengah)
yang dimasukkan ke dalam celah tusukkan
tadi, otot perut dikuakkan.

Selanjutnya letakkan mata pisau di antara


kedua jari tadi (dengan tangan kanan)
dan gerakkan mata pisau menelusuri
garis tengah tubuh dituntun oleh ke 2 jari
tangan kiri hingga simphisis pubis
mengikuti garis sayatan/ incisi di
permukaan kulit perut.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan dan
penyakit.

PENGANGKATAN ORGAN
1.
2.
3.
4.
5.

TEKNIK VIRCHOW.
TEKNIK ROKYTANSKI.
TEKNIK LETULLE.
TEKNIK GOHN.
TENKIK KOMBINASI.

1. VIRCHOW
Merupakan teknik tertua.
Prinsip kerja: organ-organ dikeluarkan
satu persatu, lalu langsung diperiksa (agar
kelainan yang terdapat pada masingmasing organ dapat segera terlihat).
Kelemahan teknik ini, hubungan
anatomik antar organ dalam satu sistem
organ menjadi hilang.

Teknik ini juga dianggap kurang baik


digunakan, terutama pada kasus
penembakkan atau luka tusuk yang
memerlukan penentuan saluran/ alur
dan arah luka, serta dalamnya penetrasi.

2. ROKITANSKY
Prinsip kerja: organ-organ dilihat dan
diperiksa dengan melakukan beberapa
irisan in situ.
Seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan
dalam kumpulan sistem organ (en bloc).
Kelemahan teknik ini, tidak memiliki
keunggulan yang nyata dibanding
teknik lainnya.

3. LETULLE
Prinsip kerja: pengangkatan organ- organ
tubuh pada teknik ini disebut
en
masses.
Hubungan antar organ-organ tetap
dipertahankan.
Kelemahan teknik ini, ini sukar
dilakukan tanpa pembantu (asisten),
karena sulitnya mengeluarkan organ
secara serentak dari dalam tubuh.

Organ-organ leher, dada, diafraghma


hingga perut dikeluarkan sekaligus
(en masse), kemudian diletakkan di atas
meja dengan permukaan posterior
menghadap ke atas.
Plexsus coeliacus dan kelenjar-kelenjar para
aortal diperiksa lebih dahulu.
Aorta dibuka dari arcus aorta sampai
a. Renalis, kemudian diperiksa.
Aorta diputus tepat di daerah atas
a. renalis.

Rectum dipisahkan dari sigmoid.


Vena cava inferior serta aorta di atas
diafragma diputus, agar organ-organ
leher dan dada dapat dilepaskan.
Oesofagus dilepaskan dari trakhea,
tetapi hubungannya dengan lambung
tetap dipertahankan.

Organ-organ urogenital dipisahkan


dari organ-organ lain.
Bagian proksimal jejenum diikat pada
dua tempat dan kemudian diputus
antara dua ikatan tsb, agar usus dapat
dilepaskan.

di

4. GOHN
Prinsip kerja: setelah rongga tubuh
dibuka, organ leher dan dada (1) diangkat
lebih dahulu, kemudian hati, limpa dan
organ-organ pencernaan (2),
serta
terakhir organ-organ urogenital (3),
sebagai tiga kumpulan organ (block).
Dengan sebelumnya diikat dan potongan
dilakukan di antara 2 ikatan tsb.

5. KOMBINASI
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
FKUI pertama kali menggunakan teknik
autopsi ini, dan merupakan modifikasi
dari teknik Letulle.
Prinsip kerja: organ-organ dikeluarkan
dalam 2 bloc.
Organ-organ dada dan leher (1),
Usus diangkat mulai dari perbatasan
duojejunal sampai perbatasan rectosigmoid, kemudian organ-organ perut
lainnya serta urogenital (2).

PEMERIKSAAN ORGAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
11.

Otak.
Jantung
pembuluh darah.
Saluran nafas.
Paru.
Saluran makan atas.
Lambung.
Usus.
Hati.
Kantong empedu.

11.Limpa.
12.Ginjal.
13.Saluran dan kantong kemih serta prostat
(laki-laki).
14.Rahim.
15.Testis (pelir).
16.Kelenjar tubuh.
17.Pemeriksaan pada kasus-kasus tertentu.

ORGAN/ SISTEM ORGAN

1.Sistem Saraf Pusat: otak.


2.Sistem Aliran Darah: jantung dan
pemb. darah.
3.Sistem Pernafasan: sal. nafas dan
paru-paru.
4.Sistem Pencernaan: sal. makan atas, lambung
dan usus.
5.Sistem Kemih: ginjal, sal. kemih dan kantong
kemih.
6.Sistem Metabolik: kelenjar tubuh, hati
dan empedu.

7. Sistem Pembuahan: pria (alat kelamin dan


testis/ pelir), wanita (alat kelamin
dan
rahim).
8. Sistem Darah: limpa dan sumsum tulang.
9. Sistem Endokrin: kel. pankreas, parotis,
lingua, mandibula, palatum, tiroid,
hipothalamus, suprarenal (adrenal), dll.
10.Sistem Anggota Gerak: otot dan tulang
rangka.

11.Sistem Pengindraan: penglihatan (mata),


pengecapan (lidah), perasa bau (hidung),
perabaan (kulit) dan pendengaran (telinga).
12.Sistem Imun: kelenjar tubuh, limpa,
proenzim, enzim serta senyawa kimia.

1. PEMERIKSAAN OTAK

Setelah rongga kepala terbuka,


perhatikan tanda kekerasan
(perdarahan/ haemoragic) serta
kelainan di atas dan di bawah selaput
tebal otak serta di bawah selaput tipis
otak (epidural dan subdural
subarachnoid).
Perhatikan permukaan otak: keadaan
girus (pada kasus oedem otak, girus
otak dangkal) dan pemb. darah otak.

Angkat otak dengan cara masukkan


dua jari tangan kiri pada garis
pertengahan tubuh di daerah frontal,
antara bagian otak dan tulang
tengkorak.
Dengan cara sedikit menekan bagia n
frontal, akan tampak falks serebri
yang dapat dipotong (gunting)
sampai dasar
tengkorak.
Kemudian sedikit angkat bagia n
frontal
dan cari nn. Olfaktorius
dan nn. optikus, kemudian potong
(gunting) nn tsb,
sedekat

Selanjutnya potong (scaple/ ginting)


aa. carotis interna, serta sarafsaraf otak
di dasar otak.
Dengan memiringkan kepala mayat
ke salah satu sisi, jari-jari
tangan kiri
sedikit
menarik/ mengangkat bagia n
pelipis (temporalis).
Akan jelas tampak dan mudah
dipotong, tentorium serebeli (pada
sisi yang lain), pemotongan dilakukan
dengan menyusuri tepi belakang

Potong pula saraf-saraf otak pada


dasar
otak. Perlu
diperhatikan bahwa bila tentorium
serebeli ini tidak dipotong,
otak kecil niscaya akan tertinggal
dalam rongga tengkorak.
Kepala kemudian dikembalikan
pada posisi semula dan batang otak
dapat dipotong melintang dengan
memasukkan pisau sejauh-jauhnya
dalam foramen magnum.

Dengan tangan kiri tahan bagia n


oksipital,
dua jari tangan
kanan dapat ditempatkan
di
sisi kanan dan kiri batang otak yang
telah terpotong, kemudian tarik
bagian
bawah otak ini
dengan gerakkan memutar hingga
keluar dari rongga tengkorak.

Setelah otak dikeluarkan, duramater


yang melekat pada dasar
tengkorak
harus
dilepaskan dari dasarnya, agar
dapat diperhatikan adanya
kelainan
pada dasar
tengkorak.
Otak diletakkan di atas meja autopsi,
dan pisahkan otak besar dari otak kecil,
kemudian pisahkan juga otak besar
kanan dari otak besar kiri lalu pisahkan
lagi otak kecil dari batang otak dengan
cara dipotong (scaple).

Kemudian lakukan potongan tegak lurus


pada tiap bagian otak dengan jarak 0,5 cm.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan
(spt, tanda asfiksia: bintik perdarahan)
dan penyakit.

BATASAN NORMAL OTAK


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bentuk
= spt tulang kepala.
Berat
= 1500-1800 gram.
Permukaan= berlekuk-lekuk (gyrus).
Teraba
= lunak.
Dalam sulcus = -/+ 1 cm.
Lebar sulcus
= -/+ 0,5 cm.

8. Otak terdiri atas :


a. otak besar (cerebral) kanan.
b. otak besar (cerebral) kiri.
c. otak kecil (cerebelum) kanan.
d. otak kecil (cerebelum) kiri.
e. batang otak (pons, medula oblongata,
dan medula spinalis).

9. Ventrikel di otak
a. Ventrikel I dan II (disebut ventrikel
lateralis) berada dalam hemisfer cerebri.
b. Ventrikel III berada di daerah
diencephalon.
c. Ventrikel IV berada di daerah
mesencephalon diantara pons dan
cerebellum.
Semua ventrikel berisikan cairan LCS.

CIRCULUS WILLISI

Lingkaran/ sirkuit yang digunakan pada


nomenklatur anatomis untuk melukiskan
suatu susunan arteri dan vena.

DIBENTUK OLEH

Arteri carotis interna, arteri cerebralis anterior


dan posterior, arteri komunikans anterior dan
posterior.

PENAMAAN SYARAF TUBUH DARI OTAK


1.N. I (Olfaktorius).
2.N. II (Opticus).
3.N. III (Occulomotorius).
4.N. IV (Trochlearis).
5.N. V (Trigeminus).
6.N. VI (Abducens).
7.N. VII (Fascialis).
8.N.VIII (Vestibolocochlearis).
9.N. IX (Glosopharingeus).
10.N. X (Vagus).
11.N. XI (Acesorius).
12.N. XII (Hipoglossus).

PENYAKIT OTAK

1. Tumor/ carcinoma.
2. Stroke non haemoragik (iskemik), akibat
hipertensi.
3. Stroke haemoragik, kibat hipertensi.
4. Infark serebral, akibat emboli, stroke iskemik.
5. Meningitis.
6. Epilepsi.
7. Arteriosklerosis serebral.
8. Perdarahan epidural.
9 . Perdarahan sub arachnoid, akibat anurisme
bery di sirculus wilicii.
10.Perdarahan sub dural.
11.Perdarahan batang otah akibat hipertensi dan
tumor, epilepsi.

2. PEMERIKSAAN JANTUNG

a. Membuka kantong jantung


Permukaan perikard (kantung
jantung) dipotong (gunting),
dengan arah potongan spt,
huruf Y terbalik dari arah atas
ke arah bawah (apex jantung).
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan
dan penyakit.

BATASAN NORMAL, KANTONG


JANTUNG
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Bentuk
= selaput tebal.
Warna
= putih keabuan.
Permukaan
= rata.
Berisi
= cairan kantong jantung.
Teraba
= licin.
Volume cairan = 20-30 ml.
Kekeruhan cairan
= jernih.
Kekentalan
= sedikit kental.

b. Mengangkat dan membuka rongga jantung


Setelah kantong jantung (pericard)
terbuka, tarik organ jantung ke arah atas,
kemudian lepas/ bebaskan jantung
dengan cara memotong (gunting/ pisau/
scaple) seluruh pemb. darah yang
masuk dan keluar jantung.
Prinsip dasar: membuka rongga rongga
jantung dengan urutan kerja mengikuti
aliran darah jantung.

1. Buka atrium/ serambi/ rongga jantung


kanan bagian atas dengan cara
memasukkan gunting ke dalam lumen
pemb. darah v. cava (pemb. darah dari
seluruh tubuh ke jantung) terletak
di daerah belakang jantung bagian atas
sebelah kanan, kemudian potong bagian
belakang dari dinding pemb. darah tsb.

2. Buka ventrikel/ bilik/ rongga jantung kanan


bagian bawah, dengan cara memasukkan
pisau ke dalamnya,
hingga ujung
pisau menembus apex
jantung dan
sisi mata pisau yang tajam menghadap ke
lateral (samping/ luar), kemudian dipotong
mendatar ke arah lateral.

3. Buka pemb. darah a. pulmonalis dengan


cara menggunting permukaan depan ujung
apex jantung yang berjarak 1 cm lateral dari
sekat antar bilik (septum interventricularis)
ke arah atas, hingga masuk ke dalam lumen
pemb. darah
a. pulmonalis
(pemb. darah dari jantung
ke paruparu).

4. Buka atrium/ serambi/ rongga jantung kiri


bagian atas dengan cara memasukkan
gunting ke dalam lumen pemb. darah
a. pulmonalis (pemb. darah dari paru
ke jantung), terletak di daerah belakang
jantung bagian atas sebelah kiri, kemudian
potong bagian belakang dari dinding
pemb. darah tsb.

5. Buka ventrikel kiri/ rongga jantung kiri


bagian bawah dengan cara memasukkan
pisau ke dalamnya, hingga ujung pisau
menembus apex jantung dan sisi mata pisau
yang tajam menghadap ke lateral (samping/
luar), kemudian dipotong mendatar ke arah
lateral.

6. Buka pemb. darah aorta dengan cara


menggunting permukaan depan ujung
apex jantung yang berjarak 1 cm lateral
dari sekat antar bilik (septum
interventricularis) ke arah atas, hingga
masuk ke dalam lumen pemb. darah
aorta (pemb. darah dari jantung ke
seluruh tubuh).

Dinilai: tanda kekerasan, kelainan


(spt, tanda asfiksia: bintik perdarah,
darah hitam encer atau dilatasi rongga
jantung kanan) dan penyakit.

BATASAN NORMAL, JANTUNG


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bentuk
Berat
Warna
Permukaan
Berisi
Teraba

= spt kepalan tangan.


= 250-350 gram.
= merah kecoklatan.
= cembung.
= cairan darah.
= padat.

7. Panjang keliling;
1. Katup trikuspidalis
= 11 cm.
2. Katup bicuspudalis
= 9,5 cm.
3. Katup a. pulmonalis
= 7 cm.
4. Katup aorta
= 6,5 cm.
8. Tebal otot bilik kanan= 3-5 mm.
9. Tebal otot bilik kiri = 12-14 mm.

3. PEMERIKSAAN PEMB. DARAH

1) A. CORONARIA (JANTUNG)
Membuka pemb. darah a. coronaria,
dengan sayatan/ potongan
melintang (scaple) pada tiap jarak 0,5
cm, mulai dari muara pemb. darah a.
coronaria kanan dan kiri (pangkal
aorta) hingga ke arah distal.
Selama melakukan pembukaan
pemb. darah a. coronaria, dinilai:
tanda kekerasan, kelainan dan
penyakit.

2) A. CAROTIS (LEHER)
Pemb. darah a. carotis berada pada bagian
dasar dari trigonum carotied leher kanan
dan kiri (dekat trachea).
Setelah incisi (scaple) kulit leher,
bebaskan fascia dan otot leher depan
kanan dan kiri.
Potong (gunting/ scaple) pemb.
darah a. carotis (gunting/ scaple) sejauh
mungkin, pada bagian bawah dan atas.

Masukkan gunting ke dalam salah satu


lumen pemb. darah a. carotis yang sudah
lepas dari leher, kemudian potong (gunting)
dinding pemb. darah tsb, dibantu dengan
penjepit (pinset) pada sisi ujung lainnya.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan dan
penyakit.

PENYAKIT PERICARD, JANTUNG DAN


PEMB. DARAH

1.Arterosclerosis.
2.Penyakit jantung hipertensif: hipertropi
ventrikel atau Decompensasi Cordis (DC), gagal
jantung atau Congesti Heart Failure (CHF),
Penyakit Jantung Ischemic (PJI).
3.Trombsis coronaria.
4.Infark miocard.
5.Ruptur coroner.
6.Miocard fibrotic.

7. Pericarditis.
8. Aneurisme.
9. Miocarditis.
10.Endocarditis.
11.Reumathoidd heart deasses (RHD).
12.Cardiomiopati.
13.Penyakit jantung kongenital (PJK)/
kebocoran katub dan sekat jantung:
Atrial septal defect (ASD), Atresia
pulmoner (SP) atau Tetralogi fallot
(TF), Ventrikuler septal defect (VSD)
dan Stenosis pulmoner (SP).

14.Gangguan fungsi jantung: akibat


narkotika/ racun, gangguan
elektrolit, hipotermia dan anoreksia.
15.Tumor/ carcinoma.
16.Emboli.
17.dll.

Pada kasus gantung/ hanging yang


menggunakan bahan keras dan sempit
(tali, kawat atau kabel), sering dijumpai
resapan darah atau robekan dengan arah
melintang (red line), pada tunika intima dari
dinding pemb. darah a. carotis.

4. PEMERIKSAAN SAL. NAFAS

Potong (gunting) sal. nafas dengan cara


memasukkan gunting ke dalam lumen
sal. nafas, dimulai dari glotis, trachea
hingga bronchus.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan (spt,
tanda asfiksia: buih halus sukar pecah/
surfactan) dan penyakit.

BATASAN NORMAL, SAL. NAFAS


1.
2.
3.
4.
5.

Bentuk
= spt tabung pipa.
Permukaan
= berlekuk (ring).
Teraba
= keras.
Panjang pharix
= 10-12,5 cm.
Panjang trchea
= 10-12 cm,
diameter 2,5 cm dan memiliki cincin
cartilago 16-20 dan berbentuk huruf C.
6. Bronchus kanan
= 2,5- 5 cm.
(lebih pendek).
7. Bronchus kiri
= 6-7,5 cm.
(lebih panjang).

5. PEMERIKSAAN PARU-PARU

Sebelum paru-paru kanan dan kiri


dikeluarkan, terlebih dahulu lakukan
perabaan permukaan paru-paru
bagian samping (lateral), menilai ada
atau tidak perlengketan selaput
pembungkus paru (pleura viseral
dengan dinding rongga dada atau
organ lain (jantung dan diaphragma).

Kemudian paru-paru dikeluarkan dari


rongga dada dengan cara memotong
(gunting) paru-paru kiri dan kanan sehingga
lepas dari sal. nafas.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan
(spt, tanda asfiksia: bintik perdarahan)
dan penyakit.

BATASAN NORMAL, PARU-PARU


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Berat paru Pria


= 1 : 43 dari BB.
Berat paru Wanita
= 1 : 37 dari BB.
Berat paru kanan = 250-625 gram.
Berat paru kiri = 200-560 gram.
Warna paru
= keunguan.
Permukaan
= cembung.
Teraba = kenyal (bila tidak berisi udara).
Teraba = derik udara (bila berisi udara).
Teraba = padat bila (berisi tumor atau
jaringan fibrotic).

10.Pinggir/ tepi
= tumpul (bila berisi udara/
cairan/ tumor, dll).
11.Piinggir/ tepi
= tajam (bila tidak berisi
udara).
12.Paru kanan
= 3 lobus
13.Paru kiri
= 2 lobus.
14.Selaput rongga dada = Pleura parietal.
15.Selaput paru
= Pleura viseral.

PENYAKIT PARU DAN SAL. NAFAS

1.Ashma brochial.
2.Pneumothoraks.
3.Trombhoembolus arteri pulmonalis.
4.Penumonia.
5.Oedem paru atau epiglotis/ glotis.
6.Haemoptosis (TBC, tumor/ carcinoma,
aneurisme, abses paru, dll).
7.dll.

6. PEMERIKSAAN SAL. MAKAN ATAS

Potong (gunting) sal. makan atas


(oesophagus), dengan cara masukkan
gunting ke dalam lumen sal. makan
atas.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan
dan penyakit.

BATASAN NORMAL SAL. MAKAN ATAS


1.
2.
3.
4.
5.

Bentuk
= spt tabung pipa.
Panjang
= 20-25 cm.
Permukaan
= rata.
Teraba
= kenyal.
Warna
= putih kekuningan.

PENYAKIT SAL. MAKAN ATAS

1. Tumor/ carcinoma.
2. Perdarahan, oleh karena rupture
pemb. darah.
3. Oedema glotis.
4. Laringitis difteri.
5. Ulcus/ tukak/ abses laring.
6. dll.

7. PEMERIKSAAN LAMBUNG

Lambung dibuka dengan memotong


(gunting) dinding lambung mulai
dari bagian atas lambung (cardia)
menyusuri bagian tengah lambung
(curvatura mayor) sampai bagian
bawah lambung (pylorus).
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan (spt,
isi lambung, bau, volume,
warna,
kekeruhan/ kepadatan isi lambung dan
penyakit.

BATASAN NORMAL LAMBUNG


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bentuk
= spt huruf J.
Warna
= putih kekuningan.
Permukaan = rata.
Perabaan = kenyal.
Jumlah cairan lambung = 500-1600 ml.
ph lambung
= 0,4-2
(asam).
7. dll.

PENYAKIT LAMBUNG
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tumor/ carcinoma.
Gastritis erosifa.
Tukak/ ulkus/ abses gaster.
Perdarahan karena tukak/ ulkus/ abses.
Perforasi karena tukak/ ulkus/ abses.
dll.

Pada kasus tenggelam, sering ditemukan


lumpur, pasir dan diatome di dalam lambung.

8. PEMERIKSAAN USUS

Dinding usus dipotong (gunting)


dengan cara memasukkan gunting
ke dalam lumen usus dari duodenum
hingga colon sigmoid.
Sebelumnya usus yang berkelok- kelok
tsb, diluruskan dengan cara memotong
(pisau) penggantung
usus.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan (spt,
isi usus, volume, warna, dll)
dan
penyakit.

BATASAN NORMAL USUS


1.
2.
3.
4.
5.

Bentuk
= berkelok-kelok.
Warna
= coklat kuning dan kehijauan.
Permukaan
= berlekuk-lekuk.
Teraba
= spt selaput tebal.
Panjang usus
= 3-5 m (orang hidup).
Terdiri dari :

a.
b.
c.
d.

Duodenum
Yeyenum
Ileum
Colon

= 25 30 cm.
= 1-1,5 m.
= 2,5 m.
= 1,5 m

6. Panjang usus
= 6-7 m (orang mati).
7. Diameter usus halus = 2,5 cm.
8. Diameter usus besar = 4 cm.

PENYAKIT USUS
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tumor/ carcinoma.
Invaginasi.
Appendicitis.
Ileulitis.
Hernia incaserata.
Perforasi atau perdarahan.
Obstruksi ascariasis.
dll.

9. PEMERIKSAAN HATI

Mengeluarkan hati dengan cara


potong (gunting/ scaple/ pisau) selaput
diagphragma, ligamentum serta pemb.
darah yang masuk dan keluar hati.
Kemudian lakukan pemotongan
(pisau) secara tegak lurus dan sejajar
dengan jarak 1 cm pada tiap potongan
di permukaan atas hati.

Dinilai: tanda kekerasan, kelainan


(spt, tanda asfiksia: darah hitam encer,
dilatasi pemb. darah vena dan bintik
perdarahan) dan penyakit.

BATASAN NORMAL HATI


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Berat hati
Warna
Permukaan
Teraba
Pinggir/ tepi
Terdiri dari

= 1400-1600 gram.
= coklat keunguan.
= cembung.
= padat.
= tajam.
= 2 lobus (bagian).

PENYAKIT HATI
1.
2.
3.
4.
5.

Tumor/ carcinoma.
Abses.
Serosis dan necrotic.
Fibrotic.
Perlemakan hati (fat liver karena alkohol,
hepatitis, dll).
6. dll.

10. PEMERIKSAAN KANTONG EMPEDU

Periksa sal. empedu dengan menekan


kandung empedu sampai ke muara
atas dari kantong empedu (papilla
vateri) yang menuju duodenum.
Kemudian lakukan pemotongan
(pisau) secara tegak lurus dan
sejajar dengan jarak 1 cm pada tiap
potongan di permukaan atas hati.

Buka kandung empedu dengan memotong


(gunting) selaput atau dinding kantong
empedu tsb.
Perhatikan adanya sumbatan (batu),
warna cairan dan kekeruhan.

BATASAN NORMAL KANTONG


EMPEDU
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bentuk
= seperti buah pear.
Warna
= kuning kehijauan.
Berisi
= cairan berwarna kehijauan.
Volume
= 50-60 ml.
Kekeruhan = keruh.
Permukaan luar
= rata.
Teraba
= licin.
Permukaan dalam = tidak rata.
Teraba
= spt beludru.

PENYAKIT KANTONG EMPEDU


1. Infeksi (cholestitis).
2. Sumbatan (cholestiasis).

11. PEMERIKSAAN LIMPA

Lepaskan limpa dari ligametum


sekitarnya.
Kemudian lakukan pemotongan
(pisau) secara tegak lurus dan
sejajar dengan jarak 0,5 cm pada
tiap potongan di permukaan atas
limpa.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan (spt,
tanda asfiksia: darah hitam encer,
dilatasi pemb. darah vena
dan
bintik perdarahan) dan penyakit.

BATASAN NORMAL LIMPA


1.
2.
3.
4.
5.

Berat hati
Warna
Permukaan
Teraba
Pinggir/ tepi

= 150-180 gram.
= keabu-abuan.
= berkerut/ keriput.
= kenyal.
= tumpul.

PENYAKIT LIMPA

1. Tumor/ carcinoma.
2. Splenomegali oleh karena anemia berat.

12. PEMERIKSAAN GINJAL

Ginjal terletak di sebelah kanan


dan kiri rongga perut pada daerah
tulang lumbal 2 dan 3, pada daerah
dorsal yang dibungkus dengan
selaput tipis.
Lepaskan selaput pembungkus
ginjal tsb.

Kemudian iris (scaple) pada tepi ginjal,


usahakan saat menyayat ginjal dilakukan,
saluran ginjal (ureter) yang menuju
kantung kemih (vesica urinaria) tidak
terputus agar dapat dinilai ada tidaknya
sumbatan.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan
(spt, tanda asfiksia: bintik perdarahan
dan tanda kongesti) dan penyakit.

BATASAN NORMAL GINJAL

1. Berat
= 150 gram.
2. Bentuk
= spt biji kacang merah.
3. Ukuran
= Panjang 11, 5 cm, lebar 6 cm,
tebal 3 cm.
4 . Warna
= coklat kemerahan.
5. Permukaan = cembung.
6 . Konsistensi = padat.
7. Tebak korteks : medula = 2 ; 1.
8. Korteks
= 1,2 1,5 cm.
9. Medula
= 3 4 cm.

PENYAKIT GINJAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tumor/ carcinoma.
GGK/ GGA.
Nefritis (GNA/ GNK).
Tuberkulosis renalis.
Hidronefrosis obstruktif.
Pionefritis (PNA/ PNC).
Nefrolithiasis (batu/ kristal).

13. PEMERIKSAAN SALURAN DAN


KANTONG KEMIH SERTA PROSTAT
(LAKI-LAKI)
Buka kantong kemih (vesica
urinaria) dengan cara potong
(scaple/ pisau) permukaan kantong
kemih (vesica urinaria) spt huruf T,
agar rongga kantong kemih terbuka.

Kemudian masukkan gunting ke dalam


lubang bagian atas kiri dan kanan yang
menuju ke ureter, serta lobang
bagian
bawah yang menuju ke uretra
(pada
jenazah laki-laki, perhatikan kondisi prostat
di daerah tersebut).
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan
dan penyakit.

BATASAN NORMAL SALURAN


DAN KANTONG KEMIH SERTA
PROSTAT (LAKI-LAKI)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bentuk kantong kemih


= tetrahidral.
Panjang sal. kemih = 22-30 cm.
Lebar sal. kemih
= 1-10 cm.
Berat prostat
= 20 gram.
Bentuk
= lonjong.
Teraba
= kenyal.

PENYAKIT SALURAN DAN KANTONG


KEMIH SERTA PROSTAT (LAKI-LAKI)
1. Tumor/ carcinoma.
2. Obstruksi (batu/ kristal).
3. Hipertropi atau hiperplasi prostat
(laki-laki).
4. Perdarahan dan infeksi (ISK).
5. dll.

14. PEMERIKSAAN RAHIM

Rahim (uterus) dibuka dengan


membuat irisan berbentuk huruf T
pada dinding depan, melalui saluran
serviks dan muara kedua sal. telur pada
fundus uteri. Perhatikan keadaan
selaput lendir uterus, tebal dinding,
isi rongga rahim, dan kemungkinan
terdapat kelainan lain.

Telusuri juga tuba uterus dengan


memasukan gunting ke dalam lumen tuba
uterus hingga telur indung telor rahim
dan potong dinding tuba tsb.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan
dan penyakit.

BATASAN NORMAL RAHIM


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bentuk
Panjang
Lebar
Tebal
Warna
Taraba

= spt buah pear.


= 7,5 9 cm.
= 4 6 cm.
= 2,5 -4 cm.
= coklat kemerahan.
= padat.

PENYAKIT RAHIM
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tumor dan carcinoma.


Ruptur rahim, karena KET/ ektopik
Toxemia gravidarum.
Perdarahan uterus akibat fibroid.
Kista ovarium.
dll.

15. PEMERIKSAAN TESTIS

Testis dikeluarkan dari skrotum melalui


rongga perut dan menariknya dengan
jari sambil potong ikatan dengan fascia
dan otot (ginting).
Setelah testis (pelir) dikeluarkan
lekukan pemotongan (pisau/ scaple)
untuk melihat jaringan di dalam testis.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan
dan penyakit.

BATASAN NORMAL TESTIS DAN


PROSTAT
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Berat testis = 10,5 14 gram.


Bentuk testis
= oval agak pipih.
Panjang testis = 4 5 cm.
Tebal testis = 1,4-2,5 cm
Berat prostat
= 20 gram.
Perabaan prostat
= kenyal.
Ukuran duct. Epididimis = panjang 1,0 cm,
lebar 0,5.

PENYAKIT TESTIS
1.
2.
3.
4.
5.

Tumor/ carcinoma.
Hernia skrotalis
Hidrocell scrotum/ kantong pelir.
Infeksi testis (GO/ sifilis).
dll.

16. PEMERIKSAAN KELENJAR TUBUH

Buka kelenjar tubuh dengan cara


potong gunting (gunting/scaple)
fascia dan lemak atau otot yang berada
di setiap kelenjar tubuh dengan cara
legal art.
Lakukan irisan (pisau) jarak
0,2
0,5 cm, secara tegak lurus
dan
sejajar di permukaan kelenjar
pada setiap pemeriksaan kelenjar
tubuh.
Dinilai: tanda kekerasan, kelainan
dan penyakit.

BATASAN NORMAL KELENJAR TUBUH


1.
2.
3.
4.

Berat
Warna
Permukaan
Teraba

= bervarisi.
= kekuningan.
= tidak rata (berjonjot).
= kenyal.

PENYAKIT KELENJAR TUBUH


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hiposomatotropik (kel. Hipothalamus).


Hipersomatotropik (kel. Hipothalamus).
Hipothyroid (kel. Thyroid).
Hiperthyroid (kel. Thyroid).
Hipoparathyroid (kel. Para thyroid).
Hiperparathyroid (kel. Para thyroid).

8. Hipersteroid (kel. Adrenal).


9. Hiposteroid (kel. Adrenal).
10.Hipoglukocortikoid (kel. Adrenal).
11.Hiperglukokortikoid (kel. Adrenal).
12.Hipergonadokortikoid (kel. Adrenal).
13.Hipogonadokortikoid (kel. Adrenal).
14.Hiperglikemi (kel. Pankreas).
15.Hipoglikemi (kel. Pankreas).
16.dll.

PEMBESARAN THYROID

PEMBESARAN HIPOPISIS

PEMBESARAN ADRENAL

GIGANTISME

AKROMEGALI

DWARFISME

GOITER/ STRUMA/
GONDOK/ GRAVE

STRUMA NODOSA (BERNODUL)

CUSHING'S
DISEASE

HIPO GONADOKORTIKOID
HIPER GONADOKORTIKOID

BEBERAPA TEKNIK
PEMERIKSAAN ORGAN
PADA KASUS TERTENTU

PEMERIKSAAN EMBOLI UDARA


VENA

Tidak membuka leher terlebih dahulu,


posisikan tubuh mayat tanpa ganjalan
di
bahu.
Tidak melakukan penyayatan kuli secara
incisi I atau Y spt umumnya. Biarkan kulit leher
utuh sementara.
Lakukan irisan (scaple) pada kulit dada mulai
setinggi incisura jugularis (sternum) hingga ke
arah bawah sepanjang garis median garis
tengah tubuh.

Potong tulang rawan/ cartilago pada


tulang iga 3 kanan dan kiri ke arah
kaudo-lateral (ke arah bawah dan
menyamping).
Potong insersi otot diafragma untuk
melepaskan bagian bawah sternum
dan iga.
Buka bagian depan dinding dada dengan
cara potong (gunting tulang), tulang dada
(sternum) melintang setinggi iga 3 tsb.

Buka pericardium (selaput pembungkus


jantung) pada tempat yang paling tinggi
sepanjang 5-7 cm dari jantung.
Isikan air ke dalam pericardium tsb, dan
pegang tepi pericardium yang terbuka
(pinset/ clem) agar air dapat dimasukkan ke
dalam rongga/ kantong jantung yang sudah
terbuka, hingga seluruh jantung terendam
air.

Tusukkan (scaple) dinding permukaan


depan jantung (ventrikel kanan) dekat
pada daerah pemb. darah a. pulmonalis
hingga masuk ke dalam rongga bilik
kanan jantung (ventrikel).
Setelah itu putar bidang pisau sejauh 90,
agar lubang tusukkan menjadi lebar.
Perhatikan adakah gelembung udara yang
keluar dari lubang tsb.
Dengan cara yang sama, lakukan hal yang
sama, terhadap ventrikel kiri.

PEMERIKSAAN EMBOLI UDARA ARTERI

Tidak membuka leher terlebih dahulu,


posisikan tubuh mayat tanpa ganjalan
di bahu.
Tidak melakukan penyayatan kulit secara
incisi I atau Y spt umumnya. Biarkan kulit leher
utuh sementara.
Lakukan irisan (scaple) pada kulit dada mulai
setinggi incisura jugularis (sternum) hingga ke
arah bawah sepanjang garis median garis
tengah tubuh.

Buka pericardium (selaput pembungkus


jantung) pada tempat yang paling tinggi
sepanjang 5-7 cm dari jantung.
Isikan air ke dalam pericardium tsb, dan
pegang tepi pericardium yang terbuka
(pinset/ clem) agar air dapat dimasukkan ke
dalam rongga/ kantong jantung yang sudah
terbuka, hingga seluruh jantung terendam
air.

Pemotongan (scaple) awal dilakukan


pada a. coronaria kiri dengan cara
mengiris bagian anterior septum
perhatikan adanya gelembung.
Bila perlu, lakukan pengurutan sepanjang
septum (dari arah apex jantung ke arah
tempat pengirisan).

PEMERIKSAAN PNEUMOTHORAKS

Iris/ sayat/ incisi kulit dan otot (pisau/


scaple)pada permukaan dada sampai ke
permukaan tulang-tulang sternum dan
iga bagian lateral (samping kanan dan kiri)
atau mid. axillaris.
Angkat ke atas tepi irisan kulit dan otot
(pinset) kemudian permukaan dada tsb
diisi dengan air.

Lakukan penusukkan (scaple) dada di antara


sela tulang iga 7 dan 8 dada kanan dan kiri,
di bawah rendaman air sedikit
ke arah
medial agar terbentuk lobang.
Keluarnya gelembung udara dari lobang
tusukkan tsb mengindikasikan adanya
pneumothoraks (udara dalam dada).

Lakukan juga dengan cara/ menggunakan


semperit gelas yang besar (ukuran 25 cc)
dengan jarum trokar.
Sebelumnya tabung semperit tsb diisi
dengan air sebanyak 1/2 dari volume kosong
tabung semprit itu. .
Tusuk sela iga (jarum trokar).
Adanya udara dalam rongga dada
menyebabkan keluarnya gelembung udara
ke dalam air yang di dalam semperit.

MENGUKUR TINGGI DIAFRAGMA KASUS


INFANTICIDE
Incisi (scaple) sedikit permukaan perut,
tanpa membuka dada, hingga menembus
rongga perut.
Dengan jari kelingking yang dimasukkan
ke dalam lubang tusukkan, raba selaput
batas rongga dada dan perut (diagphrama),
Lakukan penilaian pada setinggi sela iga
berapa dari dada kanan dan kiri diagphrama
tsb tidak dapat terdorong ke atas lagi.
Jika belum bernafas (pada sela iga 3-4).

PENILAIAN UJI APUNG PARU

Setelah rongga dada dibuka, ikat ujung trakea


dan keluarkan seluruh rongga dada, kemudian
masukkan ke dalam air.
Lanjutkan dengan mengapungkan paru
kanan dan kiri secara tersendiri.
Lakukan pemisahan masing-masing lobus
paru dan apungkan kembali.
Potong masing-masing lobus paru menjadi 5
potongan kecil (5x10x10 mm). Lalu masukkan
tiap potongan itu ke dalam air.

Bila mengapung berarti paru-paru telah


berisi uadara (kemungkinan sudah pernah
bernafas spontan atau buatan).
Tapi faktor pembusukan dapat
mengapungkan paru (positive false).
Lakukan penekkanan pada permukaan
potongan paru di atas alas yang keras, untuk
dapat menyingkirkan udara pembusukkan.

PENILAIAN PUSAT PENULANGAN

Incisi/ iris (scaple) melintang kulit daerah


lutut sehingga tampak tempurung lutut.
Potong ligamentum patellae (lutut) dengan
gunting dan singkirkan patella.
Iris (scaple) melintang distal tulang femur
(tungkai atas) dan proksimal tibia
(tungkai atas) secara tipis mulai ujung
ke arah metaphyse berjarak 0,2 cm.
Pusat penulangan tampak sebagai bercak
merah homogen dgn diameter >5 mm di
daerah epiphyse.

Insisi/ iris (scaple) telapak kaki bayi


mulai tumit ke arah depan sampai sela
jari ke 3 dan 4, lalu lebarkan potongan.
Insisi/ iris (scaple) tulang thallus dan
calcaneus secara longitudinal untuk
melihat adanya pusat penulangan.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN

Patologi Anatomi/ histologi (PA).


Toksikologi (racun).
Sitologi.
Balistik.
Rontgen.
Patologi klinik (PK).
Mikrobiologi,
Biokimia/ hormon/ enzim.
Parasitologi.
dll.

FIKSASI JARINGAN

Formalin 10%.
Alkohol absolut
Bahan untuk uji toksikologi tdk boleh diberi
pengawet apapun.

ERIMA KASIH
HORAS

You might also like