You are on page 1of 20

REFERAT

POTTS DISEASE

Pembimbing :
dr. Maula N Gaharu Sp.S



Disusun oleh :
Farida Fidiyaningrum 1102011099
PENDAHULUAN
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama
Pott's disease atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan penyakit yang
banyak terjadi di negara berkembang. terhitung kurang lebih 3 juta kematian
terjadi tiap tahunnya dikarenakan penyakit ini.
Insidensi pott's disease bervariasi diseluruh dunia dan biasanya berhubungan
dengan kualitas fasilitas pelayanan lesehatan masyarakat yang tersedia serta
kondisi sosial ekonomi di negara tersebut. Begitu juga dengan predileksi umur
penderitanya, pada negara yang sedang berkembang sekitar 60% kasus terjadi
pada usia dibawah 20 tahun sedangkan pada negara maju lebih sering mengenai
usia yang lebih tua.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Tuberkulosis tulang belakang biasanya penyakit sekunder yang berasal dari TB paru
atau TB abdominal. TB tulang belakang biasanya disebut sebagai penyakit pott
(pott's disease). Pott's disease merupakan kasus TB ekstrapulmonal yang banyak
terjadi.
Pott's disease pertama kali dilaporkan pada tahun 1779 dan mewakili <1% dari
semua kasus TB yang ada. Pott's disease menjadi isu kesehatan yang populer
karena berkaitan dengan adanya kelainan neurologi yang terjadi sebanyak 10% dan
43% kasus.
EPIDEMIOLOGI
rendahnya tingkat deteksi penyakit, sehingga sebagian kasus hanya mewakili ujung
gunung es dan diperkirakan 8,5 juta kasus baru tuberkulosis terjadi pada tahun
2001, 95% diantaranya berasal dari negara berkembang. Hal ini juga diperkirakan
bahwa 1,8 juta kematian terjadi pada tahun 2000, 98% diantaranya berasal dari
negara berkembang.
ETIOLOGI
Penyebab pott's disease adalah organisme penyebab TB yaitu Mycobacterium
tuberculosis, yang jarang ditemukan pada organ selain paru
PATOFISIOLOGI
TB tulang belakang dapat terjadi:
1. infeksi sekunder tuberkulosis ditempat lain biasanya menyebar melalui
hematogen atau sistem limfatik dari paru atau sistem genitourinari
2. ekstensi dari abses paru, mengarah pada spondilithis toraks.
3. sebagai infeksi primer. Ini semakin banyak dilaporkan, mungkin akibat bakteri
yang tertelan mencapai saluran gastrointestinal dan menyebar secara
hematogen.
Reaksi tubuh setelah terserang kuman tuberkulosis dibagi menjadi lima stadium, yaitu:
1. Stadium I (Implantasi)
Stadium ini terjadi awal, bila keganasan kuman lebih kuat dari daya tahan tubuh. Pada
umumnya terjadi pada daerah torakal atau torakolumbal soliter atau beberapa level.
2. Stadium II (Destruksi awal)
Terjadi 3-6 minggu setelah implantasi. Mengenai diskus intervertebralis.
3. Stadium III (Destruksi lanjut dan kolaps)
Terjadi 8-12 minggu setelah stadium II. Bila stadium ini tidak diterapi maka akan terjadi
destruksi hebat dan kolaps dengan pembentukan bahan pengejuan dan pus (cold
abscess).
4. Stadium IV (Gangguan Neurologis)
Terdapat komplikasi neurologis, dapat berupa gangguan motoris, sensoris dan otonom.
5. Stadium V (Deformitas dan Akibat)
Biasanya terjadi 3-5 tahun setelah stadium I. Kifosis atau gibus tetap ada, bahkan setelah
terapi.
MANIFESTASI KLINIS
Onset penyakit biasanya beberapa bulantahun berupa kelemahan umum.
Nafsu makan turun, berat badan turun, keringat malam hari, suhu tubuh meningkat
sedikit pada sore dan malam hari.
Nyeri punggung merupakan gejala awal dan sering ditemukan.
Cold abscess.
Abnormalitas neurologis terjadi pada 50% kasus, meliputi kompresi spinal cord
berupa gangguan motoris, sensoris maupun autonom sesuai beratnya destruksi
tulang belakang, kifosis dan abses yang terbentuk.
Tuberkulosis vertebra servikal jarang ditemukan tetapi lebih serius karena
komplikasi neurologis berat. Kondisi ini khususnya diikuti dengan nyeri dan kaku.
Pasien penyakit vertebra servikal bawah disertai disfagia atau stridor. Gejala
meliputi tortikolis, serak dan defisit neurologis.
DIAGNOSIS
Diagnosis infeksi tulang belakang didasarkan pada 3 faktor utama yaitu: gejala
klinis, imaging dan kultur bakteri.

Menurut Jacobus kriteria klinis dibagi menjadi 2 yaitu mayor dan minor.
Kriteria mayor meliputi : (a) Riwayat nyeri punggung kronis lebih dari 3 bulan; (b)
Gejala konstitusi; demam tidak terlalu tinggi, keringat malam, kehilangan selera
makan dan kehilangan berat badan;(c) Peningkatan laju endap darah
Sedangkan kriteria minor : (a) Riwayat tuberkulosis sebelumnya/kontak dengan
pasien tuberkulosis; (b) Deformitas gibbus; (c) Defisit Neurologis; (d) cold abscess;
(e) Mantoux test positif.
Gambaran radiologis
Lesi paradiskal (hilangnya tepi paradiskal dari corpus vertebra)
Hilangnya vertebra anterior
Penyempitan celah sendi
Bayangan paravertebra (para vertebral shadow)
Kultur Bakteri
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis secara umum,
bukan hanya untuk PD, sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Bahan
pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari dahak, cairan pleura, cairan
serebropinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, feses
dan biopsi jaringan (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
Konfirmasi diagnosis TB lainnya dapat dilakukan dengan pemeriksaan BTA, namun
test ini digunakan pada pasien dengan sputum positif. Polymerase chain reaction
(PCR) sangat spesifik terhadap TB dan memberikan konfirmasi yang cepat pada
hasil yang positif. Namun tes PCR tidak perlu dilakukan jika sudah didapatkan hasil
BTA positif.
DIAGNOIS BANDING
radiologi diagnosis bandingnya meliputi infeksi piogenik dan infeksi jamur
TATALAKSANA
1. Obat Anti Tuberkulosis
WHO merekomendasikan penggunaan obat anti tuberculosis extrapulmonal selama 6
bulan ( 2 bulan menggunakan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pyrazinamid (Z), dan
Ethambutol (E) (HRZE) selanjutnya 4 bulan fase maintenance dengan HR)

2. Dekompresi
Indikasi pembedahan adalah PD dengan defisit neurologis, paling sering paraplegia.
Tindakan yang dilakukan adalah dekompresi medula spinalis untuk menunjang
stabiliasi tulang belakang.
3. Instrumentasi Stabilisator
Stabilisasi dengan instrumen dapat menjadi cara aman apabila terjadi infeksi
trabekula. Pada sebagian besar kasus pasien dengan kifosis 30o-35o bertujuan
mencegah deteriorasi.

4. Koreksi Kifosis
Indikasi adalah kifosis berat dengan sudut 60o atau bila kifosis memicu deformitas
dan gangguan fungsional. Hal ini terjadi jika tiga atau lebih vertebrae mengalami
kerusakan struktur.
PROGNOSIS
Modalitas terapi terbaru sangat efektif untuk melawan progresifitas PD jika tidak
muncul komplikasi berupa deformitas berat atau defisit neurologis. Deformitas dan
defisit motorik merupakan komplikasi serius PD dan berlanjut menjadi masalah
serius jika diagnosis terlambat.
Paraplegia akibat kompresi medula spinalis yang disebabkan oleh penyakit aktif
biasanya berespons baik terhadap pengobatan. Paraplegia dapat bermanifestasi
dan bertahan karena kelainan medula spinalis yang permanen.
DAFTAR PUSTAKA
Garcia AR, Estrada SS, Odin CT, Gomila LC, Franquet E. Imaging findings of pott's disease. Eur Spine J.
2013; 22: S567-S578.
Gautam MP, Karki P, Rijal S, Singh R. Pott's spine and paraplegia. J Nep Med Assoc. 2005; 44: 106-115.
Kamara E, Mehta S, Brust JCM, Jain AK. Effect of delayed diagnosis on severity of pott's disease.
International Orthopedics. 2012; 36: 245-254.
Muhammad T, Baloch NA, Khan A. Management of spinal tuberculosis - a metropolitan city based
survey among orthopedic and neurosurgeons. JPMA. 2015; 65: 1256-1262.
Tuli SM. Historical aspect of pott's disease (spinal tuberculosis) management. Eur Spine J. 2013; 22:
S529-S538.
Turgut M. Spinal tuberculosis (pott's disease) : its clinical presentation, surgical management, and
outcome. A survey study on 694 patients. Neurosurg Rev. 2011; 24: 8-12.
Zhang X, Ji J, Lio B. Management of spinal tuberculosis: a systematic review and meta-analysis. Journal
of International Medical Research. 2013; 41(5): 1395-1407.
Jacobus DJ. Pott's disease. CDK 2014; 41: 676-683.

You might also like