You are on page 1of 28

OURNAL READING

Tonsillar Crypts and


Bacterial Invasion of
Tonsils: A Pilot Study
Pembimbing:
dr. Bambang S.R.Utomo,Sp.THT
KL.MSi.Med

Yuana Sondang Risria


Marpaung
0961050120
ABSTRAK METODE
Studi prospektif
Untuk mengetahui
histologi dari kriptus
secara histologi
tonsil dengan
mengenai akibat
imunostaining untuk
kurang nya
perlindungan dari
sitokeratin pada 34
jaringan limfoid di pasien yang akan
kriptus tonsil oleh menjalani
epitel yang intak tonsilektomi baik
terhadap etiologi untuk tonsilitis
terjadinya tonsilitis maupun hipertrofi
tonsil tanpa infeksi
(17 pasien pada
masing masing
kelompok).
HASIL KESIMPULAN
Kami tidak menemukan
Diskontinuitas epitel
korelasi yang jelas antara
ditemukan pada tonsilitis dan defek pada
70,6% dari kelompok epitel kriptus tonsil.
pasien dengan Tonsilitis mungkin
tonsilitis dan 35,3% tergantung pada daya
tahan masing masing
dari kelompok
individu daripada adanya
dengan hipertrofi defek pada epitelium
tonsil. kriptus tonsil. Disarankan
studi lebih lanjut dengan
ukuran sampel lebih
banyak dan kontrol
normal
PENDAHULUAN1
Hubungan antara jaringan limfoid dengan fungsi
perlindungan epitel tersebar luas, seperti pada kulit, saluran
pernafasan atas dan bawah, usus dan saluran kemih.
Fungsi dari tonsil palatina yang merupakan salah satu
jaringan limfoid yang terorganisasi adalah mengambil
antigen lingkungan dan berpatisipasi pada pengenalan dan
mempertahankan imunitas lokal dan sistemik
Epitel yang melapisi kriptus tonsil adalah epitel skuomosa
dengan bercak epitel retikular yang jauh lebih tipis, dengan
lamina basal yg terputus putus namun memiliki
permukaan orofaring yang baik.
Epitel ini sangat tipis sehinga hanya lapisan sitoplasma
yang memisahkan lumen faring dari limfosit.
PENDAHULUAN2
Sel epitel bersama dengan desmosom kecil
menempel di bundel filamen keratin. Sel
dendritik Interdigitalis juga muncul.
Hubungan antara sel epitel dan limfosit
memfasilitasi transport langsung antigen
dari lingkungan luar ke sel limfosit tonsil.
Tonsil palatina rentan terhadap infeksi
yang ditunjukkan dengan banyaknya
frekuensi tonsilektomi.
Streptokokus adalah bakteri paling sering
yang menyebabkan tonsilitis.
Hokonohara et al pada percobaan pada
hewan menunjukkan kerentanan terhadap
infeksi ketika terpapar Streptokokus grup
A, faring, laring, trakea, bronkus dan paru
paru menjadi resisten. Infeksi ternyata
terjadi melalui mikropori dari kriptus epitel.
PENDAHULUAN3

A. Jacobi (1906) The Tonsil as a Portal of Microbic and Toxic


invasion mengungkapkan bahwa sebuah lesi pada permukaan
harus selalu ada apabila terdapat kuman atau racun yang hidup.
Stoher menemukan gap yang kecil antara epitel yang normal pada
permukaan tonsil. Beliau juga mengutip dari George B. Wood :
Telah banyak peneliti yang meneliti dengan sangat teliti dan
kompeten bahwa benda asing (foreign bodies) pada kriptus dapat
melewati epitel masuk ke jaringan antar folikel.
A.J. Wright (1950) meneliti bahwa epitel dari kriptus sering tidak
ada di beberapa bagian sehingga jaringan limfoid langsung kontak
dengan permukaan.
Diskontinuitas dari epitel mungkin dapat menjelaskan kerentanan
tonsil terkena infeksi dan kami mengangkatnya untuk dilakukan
studi percontohan untuk menyelidiki integritas epitel kriptus
dengan menggunakan immunostaining untuk sitokeratin.
BAHAN & METODE1

34 pasien yang dirawat untuk tonsilektomi.


Indikasi untuk tonsilektomi adalah tonsilitis
berulang pada satu kelompok dan kelompok lain
adanya hipertrofi tonsil yang menyebabkan
apnea obstruktif saat tidur tanpa riwayat tonsilitis
Setidaknya ada 12 episode tonsilitis sebelum
operasi. Sebuah periode minimal 6 minggu
setelah serangan tonsilitis akut baru dinyatakan
lulus untuk dilakukan operasi.
BAHAN & METODE2

Tonsil di angkat dengan diseksi tajam /


tumpul dengan trauma minimal pada
jaringan tonsil. Kedua tonsil di-diseksi
secara tersendiri tetapi dengan cara
yang sama, dan ditandai dengan sisi 1
dan sisi 2.
METODE LABORATORIUM1

Jaringan tonsil difiksasi dalam 10%


formalin.
Irisan yang mewakili masing masing
tonsil ditanam di dalam lilin parafin dan 4
bagian diwarnai dengan hematosiklin dan
eosin. Salah satu dengan susunan terbaik
dipilih dan diberikan 0,1% Tripsin solutio
dalam 5% kalsium klorida solutio selama
10 menit pada 37c untuk pengambilan
antigen dan kemudian dilakukan DAKO
Monoclonal Mouse Anti-Human
Cytokeratin Antibody, Clone MNF 116. Dan
terakhir dengan Cytokeratins 5,6,8,17 dan
mungkin juga 19.
METODE LABORATORIUM2

Ini menunjukkan sebuah pola yang


sangat jelas dari reaksi jaringan
epitel dari kelenjar tunggal
menjadi epitel skuomasa berlapis.
Bagian diperiksa dengan Fokus
dari diskontinuitas artefak tidak
dimasukkan (gambar 1.b)
Diskontinuitas epitel yang jelas
dianggap hadir jika garis imajiner
dapat ditelusuri dari bawah lumen
ke jaringan limfoid yang mendasari
tanpa terlihat penyilangan epitel.
(gambar 1c dan 1d).
METODE LABORATORIUM3
Pemeriksaan mikroskopik
dilakukan tanpa tahu identitas
pasien atau riwayat kesehatan.
Setiap ulserasi pada permukaan
tonsil dicatat
Pemeriksaan dilakukan olehsatu
pengamat. menggunakan
mikroskop cahaya dan dicari
diskontinuitas yang nyata dan
dicatat sebagai ada dan tidak
ada.
Semua kriptus epitel di setiap slide
diperiksa secara sistematis.
HASIL1

Terdapat 17 pasien (M13, F4) pada


kelompok dengan infeksi dan 17
pasien pada kelompok non-infeksi
(hipertrofi).
Batasan usia pada kelompok
infeksi 4 32 tahun, rata rata
14,9 tahun dan pada kelompok
non-infeksi dari usia 2 55 tahun,
rata rata 10,7 tahun.
Dari 68 tonsil tidak ada yang
memiliki ulcer secara histologi.
Dari 68 tonsil yang diperiksa
terdapat beberapa area yang
memiliki diskontinuitas epitel (21
tonsil) 30,9 % .
Distribusi dari diskontinuitas
dijelaskan pada tabel 1 dan 2.
Pada tabel 1
dapat
ditemukan
diskontinuitas
epitel dari
kriptus pada
kelompok
infeksi yaitu
sebanyak 66,7
%
Photomicrographs of Tonsillar Tissue
Pada tabel 2
ditemukan hanya 3
kasus yang memiliki
bilateral
diskontinuitas dan
semua mengalami
infeksi.

Analisis statik
dilakukan oleh
statistician Elise
Whitley, Department
of Statistics, North
Bristol NHS Trust.
PEMBAHA
SAN
PEMBAHASAN1
Sifat berulang tonsilitis akut dikaitkan
dengan bakteri yang hidup intraseluler,
sehingga menghindari paparan antibiotik
dan kemudian menyebabkan infeksi
ulang.
Ditemukan adanya film bio bakteri dalam
kriptus tonsil mungkin menjelaskan
kronisitas dan sifat berulang dari
beberapa bentuk tonsilitis. Bakteri di bio
film mungkin jauh dari jangkauan
antibiotik.
Anders Ebenfelt dan rekan dalam studi
yang cermat sampai pada kesimpulan
bahwa proses inflamasi terjadi di luar
permukaan sel epitel.
Ini terjadi dalam sekresi dengan hampir
tidak ada kontak langsung antara
bakteri dan permukaan epitel dan tidak
ada penetrasi bakteri di dalam sel.
Hal ini bertentangan dengan keyakinan
konvensional dan juga tidak dapat
menjelaskan bagaimana tonsilitis
DISKUSI3
Telah dilaporkan profil bakteri dari kultur swab inti tonsil
dengan kultur aspirasi jarum sangat mirip pada kelompok
pasien dengan tonsilitis.
Beberapa penulis mengungkapkan bahwa terdapat jumlah
bakteri yang banyak pada kelompok pasien dengan
tonsilitis dibandingkan kelompok tanpa kelainan tonsil.
Jumlah bakteri pada kelompok dengan hipertrofi tonsil
sebanding dengan kelompok kontrol tanpa kelainan tonsil.
Tonsilitis maupun hiperterofi DISKUSI4
tonsil dikaitkan
dengan peningkatan populasi sel imunologi
yang aktif pada tonsil dibandingkan dengan
kontrol.
Tampak profil bakteri yang tinggi pada tonsil
pada beberapa subjek yang menyebabkan
tonsilitis dan pada yang lain menyebabkan
hipertrofi tonsil tanpa gejala klinis tonsilitis.
PEMBAHASAN5
Studi imunologi sering berdasarkan
jaringan tonsil dan mencoba
menyimpulkan bahwa tonsil memiliki
fungsi imunologi yang spesial yang
mendorong peneliti memilih tonsil, namun
akses yang mudah pada tonsil mungkin
menjadi penjelasan yang lain atau paling
tidak sebagian.
Tonsil mungkin memiliki beberapa fungsi
imunologi yang khusus seperti IgA1 yang
dideposit di glomerular mesandium pada
nefropati IgA asal dari tonsil.
PEMBAHASAN6
Terdapat hubungan terbalik
antara tonsilitis dan asthma.
Pemeriksaan subpopulasi dari
sel yang mensekresi IgG dari
tonsil dan sum-sum tulang
menunjukkan rendahnya CD 38
dari sel yang mensekresi IgG
tampak ada secara khusus pada
tonsil.
Konsentrasi protein prion pada
varian penyakit Creutzfeldt-
Jakob tidak bersama sama
melewati sistem limforetikular
tetapi memiliki konsentrasi yang
tinggi secara konsekuen pada
PEMBAHASAN7
Abstrak dari penemuan kami telah dipublikasikan di
tempat lain.
Reichel at al, dalam penelitian mereka
membandingkan histologi dari tonsil pada pasien
dengan rekuren tonsilitis dan pada pasien hipertrofi
tonsil ditemukan derajat hiperplesia yang mirip dan
derajat inflamasi akut sedang kriptus
Inflamasi kronik pada jaringan tonsil tampak pada
kedua kelompok namun lebih sering terdapat pada
kelompok dengan tonsilitis.
Fibrosis jarang muncul namun terjadi hanya pada
kelompok tonsilitis.
PEMBAHASAN8

Seperti telah disebutkan


sebelumnya dalam
konsep histori bahwa
terdapat celah yang nyata
pada penutup epitel pada
kriptus epitel yang
menyebabkan patogen
masuk ke parenkim tonsil
dan kami berusaha
meneliti validitas konsep
ini dalam studi kami.
Kami telah mendemonstrasikan dengan
immunostaining sitokeratin terdapat
celah nyata pada kriptus epitel terjadi
pada 30,9 % pada semua tonsil yang
diperiksa.
Celah pada epitel lebih sering terjadi
pada kelompok tonsilitis (70,6 %)
dibandingkan kelompok dengan
hipertrofi tonsil (35,3 %) tetapi
perbedaan hanya pada garis batas.
Ini tidak mungkin disimpulkan bahwa
kerentanan tonsil mengalami infeksi
tergantung dari celah pada garis epitel.
Bukti dari penelitian dan temuan dari peneliti
sebelumnya menyebutkan mengenai hal di atas
mungkin mengindikasi kerentanan terhadap
tonsilitis dipengaruhi oleh perbedaan imunologi
pada masing masing subjek dibandingkan
kelainan struktural pada tonsil.
Kelemahan studi kami adalah sedikitnya jumlah
kontrol normal tanpa adanya kelainan tonsil.
Tidak mudah untuk mengambil pasien kontrol
normal tanpa alasan yang jelas.
Sampel yang sedikit pada studi ini juga
merupakan kelemahan yang lain.
Studi konfocal mungkin dapat mendemontrasikan
celah pada epitel yang lebih nyata.
Tonsil sangat rentan terhadap infeksi
dikarenakan fungsi nya sebagai protektif.
Celah pada kriptus epitel telah dilaporkan
sebelumnya. KESIMPULAN
Kami memeriksa kriptus epitel dengan
sitokeratin immunostaining pada kedua
kelompok.
Terdapat celah pada kriptus epitel pada
proporsi kasus di kedua kelompok tetapi
perbedaan hanya terdapat pada garis
batas.
Bukti dari penelitian kami dan hasil kerja
dari peneliti sebelumnya mengungkapkan
bahwa terdapat peningkatan jumlah bakteri
pada tonsil pada beberapa subjek yang
menyebabkan tonsilitis dan yang pada
hipertrofi tonsil dan juga bahwa tonsil KESIMPULAN
memiliki fungsi imunologi yang khusus
yang mengindikasikan kerentanan
terjadinya tonsilitis tergantung pada
perbedaan imunologi masing masing
subjek dibandingkan kelainan struktural
tonsil.
Penelitian dengan jumlah pasien yang lebih
banyak termasuk kontrol yang normal akan
sangat bermakna untuk mengkonfirmasi
hasil dari penelitian ini.

You might also like