You are on page 1of 46

PENGKAJIAN UMUM SISTEM

KARDIOVASKULER

By. Hendrika N, S.Kep.Ns.


Tujuan Melakukan
Pengkajian
1. Mengkaji Fungsi
2. Mengenal secara dini adanya
gangguan nyata maupun yang
potensial
3. Mengidentifikasi penyebab gangguan
4. Merencanakan cara mengatasi
permasalahan yang ada, serta
menghindari masalah yang mungkin
akan terjadi.
Cara Pengkajian

1. Wawancara
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan diagnostik
1. Wawancara
Yang perlu di kaji/ditanyakan pada wawancara yaitu :

1. Keluhan Utama :
Menanyakan gangguan terpenting yang dirasakan klien
sehingga ia perlu pertolongan. Keluhan tsb antara lain :
sesak napas, batuk berlendir atau darah, nyeri dada,
pingsan, berdebar-debar, cepat lelah.

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan
hingga klien minta pertolongan.
Misalkan : sejak kapan keluhan dirasakan , berapa
lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana pertama
kali keluhan timbul, apa yang sedang dilakukan ketika
keluhan terjadi, keadaan apa yang memperberat atau
memperingan keluhan, Adakah usaha mengatasi
keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil atau
tidakkah usaha tersebut, dsb.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Menanyakan tentang penyakit yang pernah
dialami sebelumnya.
Misalnya : Riwayat hipertensi, aterosklerosis,
Penyakit Jantung Koroner/katub, penyakit
cerebrovaskuler, diabetes mellitus

4. Riwayat Keluarga :
Menanyakan tentang penyakit yang pernah
dialami oleh keluarga, serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, maka
penyebab kematian juga ditanyakan.
Spt : hipertensi, aterosklerosis, Penyakit
Jantung Koroner/katub, penyakit
cerebrovaskuler / stroke, diabetes mellitus,
ginjal.
5.RiwayatPekerjaan :
Menanyakan situasi tempat bekerja dan
lingkungannya.
6. Riwayat Geografi :
Menanyakan lingkungan tempat tinggalnya.
7. Riwayat Akergi :
Menanyakan kemungkinan adanya alergi
terhadap cuaca, makanan, debu dan obat.
8. Kebiasaan sosial :
Menanyakan kebiasaan dalam pola hidup,
misalnya minum alkohol, atau obat tertentu.
9. Kebiasaan Merokok :
Menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah
berapa lama, berapa batang / hari, dan jenis
rokok.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik meliputi :
1.Inspeksi
2.Palpasi
3.Perkusi
4.Auskultasi
Sebelum menilai keadaan fisik tiap
bagian tubuh, perlu dinilai secara
umum tingkat kesadaran klien :

1.Compos mentis
2.Apatis,
3.Somnolent
4.Soporous
5.Soporocamateus
6.Koma
1. Pemeriksaan Fisik Kepala dan Leher
a. Raut Muka :
Bentuk muka : bulat, lonjong.
Ekspresi wajah : tampak sesak, gelisah, kesakitan.

b. Bibir :
Biru (sianosis) pada penyakit jantung bawaan Tetralogi
of Fallot.
Pucat (anemia)

c. Mata :
- Konjungtiva :
Pucat (anemia)
Ptechiae (perdarahan bawah kulit/selaput lendir) pada
endokarditis bakterial.
- Sklera :
Kuning (Ikterik) pada gagal jantung kanan / penyakit
hati.
- Kornea :
arcus senilis (garis melingkar putih / abu-abu di tepi
kornea) berhubungan dengan peningkatan
kolesterol/PJK.

d. Tekanan Vena Jugularis :


Penderita dalam posisi berbaring setengah duduk,
kemudian perhatikan :

Denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa


diraba tetapi bisa dilihat.
Penggembungan vena, normal setinggi manibrium
sterni.
Bila lebih tinggi, maka berarti tekanan hidrostatik
atrium kanan meningkat, misalnya pada pasien
gagal jantung kanan.
e. Arteri Carotis :
Palpasi :
Berdenyut keras seperti berdansa (pada
insufisiensi katub aorta).
Paling tepat untuk memeriksa sirkulasi
pada henti jantung.

Perlu dibandingkan antara kiri dan kanan,


untuk mengetahui adanya penyempitan
pembuluh darah di daerah tersebut.

Auskultasi :
Bising (bruit) pada penyempitan arteri
carotis, penyempitan atub aorta.
f. Kelenjar tyroid :
Inspeksi :
Posisi klien sedikit tengadah, telan ludah, teliti
bentuk dan simetrisnya.

Palpasi :
Jari telunjuk dan jari tengah kedua tangan
ditempatkan pada kedua sisi isthmus, pemeriksa
berada dibelakang penerita. Jari tangah dan
telunjuk meraba trakea dari atas ke bawah, mulai
dari tulang krikoid, kemudian meraba ke samping
mulai dari garis tengah trakea setinggi isthmus.
Teliti : bentuk, konsistensi, dan ukurannya.
Auskultasi :
Bising pada kelenjar tyroid menunjukkan
vaskularisasi yang meningkat, yang disebabkan
oleh hiperfungsi.
g. Trakhea :
Pemeriksa berdiri disamping
kanan penderita, tempelkan jari
tengah pada bagian bawah trakhea.
Pada perabaan ke atas, ke bawah
dan kesamping kedudukan trakea
dapat ditentukan apakah di tengah,
bergeser kekanan / kiri. Bila pada
tiap denyut jantung trakea terasa
tertarik ke bawah (tanda oliver),
kemungkinan ada aneurysma aorta
atau tumor mediatinum.
Pemeriksaan Thoraks dan Sistem Kardiovaskuler
Posisi : - duduk
- Berbaring
Arah : - dari depan (untuk melihat asimetris thoraks, bentuk thoraks
dan gerakan pernapasan).
- Dari belakang untuk melihat kelainan tulang belakang.
INSPEKSI :
- Bentuk
Asimetris :
Satu sisi cembung : pembesaran jantung, penimbunan air/udara
di rongga pleura, aneurysma aorta, cairan dalam rongga pericard.

- Gerakan Pernapasan :
Normal orang dewasa bernapas 12 20 kali / mnt, sifatnya
abdominal, taorakoabdominal ( anak-anak) . Wanita : torakal.
* Tachipnea (penyakit jantung)
* Cheyne Stokes ( pernapasan dalam berangsunr-
angsurdangkal, berhenti sama sekali (apnea) beberapa detik,
kemudian napas dalam lagi : Penyakit jantung.
* Asimteri : efusi pericard.

- Denyut Apek jantung :


Bergeser ke lateral bila jantung membesar .
- Pelebaran vena di dada :
Pada penyumbatan vena cava
superior karena tumor nediastinum.
- Denyut nadi didada/punggung : pada
coartasi aorta.
Penonjolan dada setempat yg
berdenyut : aneurysma aorta.
PEMERIKSAAN SISTEM
KARDIOVASKULER

Meliputi pemeriksaan :
A.Pembuluh darah perifer
B.Jantung dan aorta.
A. Pembuluh darah perifer

1. Arteri perifer palpasi.


Lokasi : a. radialis dalam posisi pronasi dan fleksi
siku, a. Carotis, a. femoralis, a.Popliteal, a. dorsalis
pedis.

Yg dinilai :
- Frekuensi, irama, isi denyutan, keadaan pembuluh
darah.
Abnormal : lebih dari 100 x / mt. PJK
- Irama :
Teratur
Abnormal : gangguan hantaran jantung.
Bigemini
trigemini.
- Ekstrasistole : interval yang memenjang dapat
ditemukan saat
denyutan tambahan.
Macam / ciri denyutan :
- Pulses paradoks : denyut nadi yg semakin lemah selama
inspirasi bahkan menghilang sama sekali pada bagian akhir
inspirasi , timbul kembali pada ekspirasi perikarditis
konstriktif, efusi perikard.
- Pulsus Alternans : nadi yg kuat dan lemah berganti-ganti
kerusakan otot jantung.

Isi Nadi :
- Pada setiap denyut nadi sejumlah darah melewati bagian
tertentu dan jumlah darah tsb dicerminkan oleh tinggi
puncak gelombang nadi.
- Isi nadi mencerminkan tekanan nadi, yakni perbedaan
antara tekanan sistolik dan diastolik.
- Denyutan terasa mendorong jari yg melakukan palpasi,
mis : demam.
- Denyutan terasa lemah (gelombang nadi yg kecil) , pada
perdarahan, infark miokard.
2. Pemeriksaan vena
Terutama vena jugularis interna dan
eksterna.
B. Pemeriksaan Jantung
1. Inspeksi
Menentukan :
a. Bentuk precordium
b. Denyut pada apeks
c. Denyut nadi pada dada
d. Denyut vena
a. Bentuk precordium :
- Normal kedua belah dada simetris
- Bila cekung/cembung sesisi berarti ada penyakit
jantung/paru sesisi.
- Cekung
Pada perikarditis menahun, atelektasis paru.
- Cembung /menonjol :
Pada pembesaran jantung, efusi pericard, efusi
pleura, tumor paru, tumor mediastinum.
Penonjolan akibat efusi pleura /pericard :
penonjolan pada daerah intercostalis.
Penonjolan akibat kelainan jantung
menahun/bawaan : penonjolan iga.
b. Denyut di apeks jantung (ictus cordis).
Pada umumnya denyut jantung tampak didaerah
apeks.
Pemeriksaan dilakukan pada posisi klien baring
atau duduk sedikit membungkuk.
Normal dewasa :
terletak di ruang sela iga ke 4 kiri 2-3 cm dari
garis midclavikularis. Daerah yang berdenyut
seluas kuku ibu jari.
Denyut tidak tampak pada :
dinding thoraks tebal, empisema, efusi pericard,
payudara besar.
Denyut apeks tergeser ke samping kiri pada
keadaan patologis, misalnya : penyakit jantung,
efusi pleura, pneumothoraks, tumor mediastinum.
c. Denyut nadi pada dada
Timbul denyutan di sela iga 2 sebelah kanan :
aneurisma aorta.
Timbul denyutan disela iga 2 kiri : dilatasi
arteri pulmonalis, anuerysma aorta desenden.
Retraksi (tarikan kedalam) di precordium
seirama dengan sistole : perikarditis,
insufisiensi trikuspid / aorta.

d. Denyut vena
Denyut vena di dada dan punggung tak
tampak.
Yang kelihatan berdenyut hanya vena jugularis
interna dan eksterna.
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

Pasien duduk
Inspeksi :
Gerakan dinding dada depan
Iktus kordis
Palpasi :
Iktus kordis (PMI : point maximal
impuls)
Batas-batas basis dan sterna
Pasien telentang :
Inspeksi :
Ketinggian kolum vena jugularis
Gerakan dinding dada depan, batas basis
dan sterna
Gelombang vena jugularis

Palpasi :
Pulsasi arteri karotis
Iktus kordis
Iktus kordis dan sinkronisasi arteri karotis
Batas-batas basis dan sterna.
lanjutan

Auskultasi :
Arteri karotis
Semua komponen siklus dengan
diafragma dan bel stetoskop :

Apeks
Ruang ICS ke -4, kiri sternum
Ruang ICS ke 3 , kiri sternum
Ruang ICS ke 2, kiri sternum
Ruang ICS ke 2, kanan sternum.
Inspeksi posisi telentang :

1. Pasien berbaring telentang dengan kepala


dinaikkan 30 dari posisi horizontal.
2. Pemeriksa berhadapan dengan pasien.
3. Pemeriksa mencari pulsasi yang terlihat,
retraksi atau gerakan dinding dada yang
berhubungan dengan peristiwa siklus
jantung dan membuat evaluasi sistemik
pada apeks, daerah sternum kiri bawah,
serta daerah katub pulmonalis dan aorta.
Palpasi posisi telentang :
Dengan menggunakan sendi interfalang distal jari telunjuk
dan jari tengah (bukan ujung jari), pemeriksa mencari iktus
kordis yang biasanya terletak pada ruang ICS ke -4 atau ke- 5
pada atau sekitar garis midklavikula .

Apabila lokasi iktus kordis dapat ditentukan, pemeriksa


meletakkan dua jari tanganyang lain pada pulsasi carotis
kanan dan merasakan beberapa siklus jantung dalam waktu
yang relative bersamaan dengan pulsasi karotis.

Kemudian pemeriksa meletakkan permukaan telapak tangan


dari satu tangan pada batas sternum kiri bawah untuk
merasakan getar jantung (thrill), yaitu getaran yang
ditimbulkan oleh turbulensi aliran darah. Hal yang sama, juga
diraba basis jantung yang terletak pada ruang ICS 2 kiri.
Auskultasi Posisi Telentang :

Ada lima tempat utama tempat stetoskop harus


diletakkan untuk auskultasi.

Tempat tempat auskultasi :

Apeks mitral / apeks

Terbaik ditentukan secara palpasi pada denyutan


apical; jika tidak teraba impuls, dengarkan pada
ICS ke 5 kiri pada garis midklavikularis.

Batas sternum kiri bawah atau focus tricuspid

Ruang ICS ke 4 tepat pada batas sternum bagian


kiri.
lanjutan

ICS ke 3 kiri :
Tepat pada batas sternum kiri (focus pulmonalis
( asesorius)

ICS ke 2 kiri, disebut juga batas sternum kiri atas


atau
focus katub pulmonal : ruang ICS ke 2, tepat pada
batas sternum kiri.

Ruang ICS ke -2 kanan atau focus katub aorta :


Ruang ICS ke 2, tepat pada batas sternum kanan.
Lokasi Auskultasi Bunyi Jantung

Katub Aorta Katub


Pulmonal
Lokasi Auskultasi Bunyi Jantung

Katub Trikuspid Katub


Mitral (apical)
Bagaimana mendengarnya ?

Setiap peristiwa dalam siklus jantung di


auskultasi secara satu persatu pada masing-
masing tempat dinding dada.

Salah satu system yang dianjurkan sebagai berikut :


S1 bunyi yang sesuai dengan penutupan katub AV
S2 bunyi yang sesuai dengan penutupan katub
semilunaris
Sistolik, waktu setelah S1, sebelum S2.
Diastolik , waktu setelah S2 dan sebelum S1.
Normal BJ I lebih keras dari BJ II.
BJ I nada rendah, BJ II nada tinggi.
Intensitas BJ - n I :
- Mengeras pada takikardia karena mitral
stenosis.
- Melemah pada miokarditis, infark miokard,
efusi pericard.
Di apeks (katub mitral) BJ I lebih keras dari BJ II
Di daerah katub aorta dan pulmonal BJ II lebih
keras dari BJ I
Intensitas BJ II
BJ II mengeras pada hipertensi
sistemik, hipertensi pulmonal
tergantung pada keadaan
dinding arteri dan arus aliran
darah . Bila dinding lentur dan
arus aliran darah ke arteri
pulmonal tidak deras, maka BJ II
dapat melemah meskipun ada
hipertensi.
BUNYI JANTUNG I dan II
BUNYI JANTUNG III dan
IV
Apa yang di dengar ???
Frekuensi denyutan dan irama. Dengan menggunakan
diafragma yang diletakkan pada bagian apeks :

Hitung frekuensi iktus kordis ( hal ini dapat melebihi


kecepatan pulsasi radialis, terutama jika terdapat beberapa
siklus jantung lemah yang tidak dihantarkan, misalnya pada
atrium fibrilasi ).

Apakah irama benar-benar teratur ?

Jika tidak, apakah aritmia teratur atau tidak teratur pada


polanya?

Jika terdapat ketidakteraturan, apakah keadaan ini berubah


sesuai dengan siklus pernapasan atau tidak tergantung pada
pernapasan?
Lanjutan :

S1
Bagaimana intensitas relative S1
pada masing-masing tempat.
Apakah lebih keras paa apeks
daripada basis, seperti yang
diharapkan?
Apakah S1 sebagai bunyi tunggal
atau terbelah.

S2 . Ulangi pengamatan seperti


pada S1.
lanjutan

Diastolik
Ulangi pengamatan seperti pada sistolik di atas.
Jika bunyi terdengar pada diastolic, pertimbangkan :
Bising jantung (murmur), yang harus ditandai oleh
parameter seperti di atas.
S3 (BJ 3), suatu bunyi tambahan bernada rendah
sesuai dengan pengisian ventrikel pada awal diastolic
dan terdengar pada 0,12 0,18 detik setelah S2.
S4 (BJ 4), bunyi kontraksi atrium nada rendah yang
terjadi pada akhir diastolic, mendahului S1 .
Derajat bising jantung :

Derajat I : Hampir tidak terdengar dengan


konsentrasi cermat.
Derajat II : lemah, tetapi mudah terdeteksi
Derajat III : Menonjol, mudah terdeteksi.
Derajat IV : Lebih keras, berhubungan
dengan
getaran yang teraba.
Derajat V : Terdengar cukup keras tanpa
stetoskop.
Derajat VI : Cukup keras terdengar tanpa
stetoskop
Interpretasi hasil temuan :

Pergeseran iktus kordis kea rah medial terjadi karena


berkurangya curah jantung karena terjadi komorasi pada
jantung karena hiperinflasi paru, seperti pada emfisema
dan asma.

Setiap iktus kordis yang melebihi 4 cm harus menimbulkan


pertanyaan terhadap diskinesia akibat aneurisma ventrikel
kiri. Pergeseran lateral dengan atau tanpa disertai
pergeseran inferior, terjadi pada dilatasi ventrikel kiri.

Getar jantung dapat diartikan sebagai bising jantung yang


teraba, hampir selalu didapati sistolik atau kontinu
ketimbang diastolic.
lanjutan

Adanya getar jantung pada ruang sela iga ke dua kana


membuktikan bahwa bising jantung merupakan akibat
stenosis aorta.

Getar jantung pada sela iga ke dua kiri memperlihatkan


stenosis pulmonalis.

Pada pasien dengan bising sistolik apical yang tidak bersifat


holosistolik dan tidak menyebabkan obliterasi S1 dan S2,
GETAR jantung apical membuktikan bahwa bising berasal dari
regurgitasi mitral.

S1 mengeras merupakan pertanda fisik yang paling dini dari


stenosis mitral, sebelum timbul bising diastolic atau AF.
lanjutan

S2 mengeras : penyebabnya adalah hipertensi


arteri sistemik.

S2 lembut bila terdapat penurunan fungsi


miokard misalnya akibat septicemia.

BJ 2 pada aorta yang lembut didapati pada


stenosis katub aorta.

BJ 3 (S3) ditemuka pada kasus dengan


regurgitasi mitralis tanpa gagal jantung, tetapi
keadaan ini juga menandakan gagal jantung.
Prolaps katub mitral Septal
defect

Regurgitasi Aorta

You might also like