You are on page 1of 37

ASUHAN

KEPERAWATAN
SPONDILITIS

OLEH : H.ASMAPIT,S.Kep, SKM, M.Kes


I. SPONDILITIS ANKYLOSING
A. DEFINISI
Spondilitis ankilosis adalah suatu penyakit
peradangan kronik progresif yang terutama
menyerang sendi sakroiliaka dan sendi-
sendi tulang belakang. (Price & Wilson,
1985)
Spondilitas sebagai suatu peradangan
kronis yang menimbulkan kekakuan dan
biasanya gangguan bersifat progresif pada
sendi sakro iliaka dan sendi panggul, sendi-
sendi sinovial pada spinal dan jaringan-
jaringan lunak di spinal. (Depkes,1995)
B. Etiologi
Sistem Imunitas Tubuh
Faktor Genetik (Keturunan)
Faktor Lingkungan

C. Patofisiologi
Spondilitis ankilosis menyerang tulang rawan dan
fibrokartilago sendi pada tulang belakang dan ligamen
ligamen para vertebral. Apabila diskusvertebral juga
terinvasi oleh jaringan vaskular dan fibrosa maka akan
timbul kalsifikasi sendi- sendi dan struktur artikular.
Kalsifikasi yang terjadi pada jaringan lunak akan
menjembatani satu tulang vertebra dengan vertebra
lainnya. Jaringan sinovial disekitar sendi yang
terserang akan meradang. Penyakit jantung juga
dapat timbul bersamaan dengan penyakit ini.
D. Manifestasi Klinis
Sakroilitis (Gejala Utama SA)
Gejala Klinik SA
Manifestasi skeletal berupa artritis aksis, artritis sendi
panggul dan bahu, artritis perifer, entensopati,
osteoporosis, dan fraktur vertebra. Keluhan yang umum
dan karakteristik awal penyakit ialah nyeri pinggang dan
sering menjalar ke paha. Nyeri biasanya menetap lebih
dari 3 bulan, disertai dengan kaku pinggang pada pagi
hari.
Manifestasi ekstraskeletal berupa iritis akut, fibrosis
paru, dan amiloidosis. Manifestasi di luar tulang terjadi
pada mata, jantung, paru, dan sindroma kauda ekuina.
Keluhan konstitusional seperti anoreksia,
kelemahan, penurunan berat badan, dan panas
ringan yang biasanya terjadi pada awal penyakit.
E. Pemeriksaan Fisik

Pada stadium awal dapat ditemukan


tanda sakroilitis yang ditandai dengan
nyeri tekan pada sendi sakroiliaka.
Stadium berikutnya, rasa nyeri dapat
hilang karena peradangan diganti dengan
fibrosis dan atau dengan ankilosis. Pada
stadium lanjut ditemukan keterbatasan
gerak vertebra ke semua arah yang dapat
dinilai dengan gerak laterofleksi,
hiperekstensi, anterofleksi, dan rotasi.
G. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada uji diagnostik yang patognomonik.
Peninggian laju endap darah ditemukan pada
75% kasus, tetapi hubungannya dengan
keaktifan penyakit kurang kuat. Serum C
reactive protein (CRP) lebih baik digunakan
sebagai petanda keaktifan penyakit. Kadang-
kadang, ditemukan peninggian IgA. Faktor
rematoid dan ANA selalu negatif. Cairan sendi
memberikan gambaran sama pada inflamasi.
Anemia normositik-normositer ringan
ditemukan pada 15% kasus. Pemeriksaan HLA -
B27 dapat digunakan sebagai pembantu
diagnosis.
H. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat
dilihat pada sendi aksial, terutama pada
sendi sakroiliaka, diskovertebral, apofisial,
kostovertebral, dan kostotransversal.
Perubahan pada sendi S2 bersifat bilateral
dan simetrik, dimulai dengan kaburnya
gambaran tulang subkonral, diikuti erosi
yang memberi gambaran mirip pinggir
perangko pos. Kemudian, terjadi
penyempitan celah sendi akibat adanya
jembatan interoseus dan osilikasi. Setelah
beberapa tahun, terjadi ankilosis yang
komplit.
I. Diagnosis
1. Kriteria klinis:
Keterbatasan gerak vertebra lumbal
terhadap bidang frontal dan sagital.
Nyeri pinggang bawah lebih dari 3 bulan,
menjadi baik dengan latihan dan tidak
hilang dengan istirahat.
Penurunan ekspansi dada.

2. Kriteria radiologis:
Sakroilitis bilateral tingkat
Sakroilitis unilateral tingkat.
J. Perawatan :
Menghilangkan nyeri
Mengurangi inflamasi
Latihan fisik untuk perbaikan kekuatan otot,
dan memelihara postur tubuh
K. Pengobatan
Pengobatan dengan obat anti-inflamasi
nonsteroid (AINS) untuk mengurangi nyeri,
mengurangi inflamasi, dan memperbaiki
kualitas hidup penderita. Indometasin 75--
150 mg perhari (Areumakin, Benocid,
Dialorir, Confortid)
Preparat emas dan penisilamin telah
digunakan pada penderita dengan poliatritis
perifer. Publikasi studi klinik terakhir dari
sulfasalazin 2--3 gr perhari (Sulcolon tab.
500 mg) menunjukkan adanya perbaikan,
baik nyeri maupun kelainan spinal.
L. Prognosis
Prognosis dari SA sangat bervariasi
dan susah diprediksi. Secara
umum, penderita lebih cenderung
dengan pergerakan yang normal
daripada timbulnya restriksi berat.
Keterlibatan ekstraspinal yang
progresif merupakan determinan
penting dalam menentukan
prognosis.
KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN
Pada Spondilitis Ankylosing
1. Pengkajian
a. Nyeri pinggang bawah lebih dari 3 bulan
b. Spasme otot-otot paravertebra dan hilangnya
lordosis vertebra,Menurunnya mobilitas
spinal ke arah anterior dan lateral,Pinggang
bagian bawah sukar dibengkokkan bila
membungkuk.Pada stadium lanjut ditemukan
keterbatasan gerak vertebra ke semua arah
yang dapat dinilai dengan gerak laterofleksi,
hiperekstensi, anterofleksi, dan rotasi.
2. Diangnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan proses
inflamasi
Gangguan Mobilitas fisik b/d nyeri,kekakuan
(ankilosis), spasme otot
Kurang pengetahuan berhubungan dengan
tekhnik mekanika tubuh melindungi
punggung
DP.1 NYERI BERHUBUNGAN DENGAN PROSES INFLAMASI

Intervensi :
Kaji Skala, Durasi & Lokasi Nyeri
Atur Posisi Semifowler dengan tulang spinal, lutut
dan pinggang dalam keadaan fleksi, atau posisi
Lateral
Batasi aktivitas selama fase akut sesuai kebutuhan
Ajarkan pernafasan diafragma dan relaksasi
Kolaborasi dengan tim mesdis dalam pemberian
DP2. GANGGUAN MOBILITAS FISIK B/D
NYERI,KEKAKUAN (ANKILOSIS), SPASME OTOT

Intervensi :
Pantau mobilitas fisik melalaui
pengkajian kontinyu
Bantu pasien dalam melakukan
ambulasi progresif
Dorong pasien mematuhi program
latihan sesuai yang ditetapkan
DP3. KURANG PENGETAHUAN BERHUBUNGAN DENGAN TEKHNIK MEKANIKA
TUBUH MELINDUNGI PUNGGUNG

Intervensi :
Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis serta
mekanika tubuh yang baik untuk memperbaiki posisi
tubuh.
Berikan informasi tentang berbagai hal dan instruksikan
pasien untuk melakukan perubahan makanika tubuh
dengan melakukan latihan , termasuk informasi
mengenai mekanika tubuh untuk berdiri,
duduk,berbaring dan mengangkat barang yang benar.
Penderita dianjurkan setiap saat tegak, seolah-olah
tumit, bokong, pundak, bahu, dan belakang kepala selalu
bersandar pada dinding.
II. SPONDILITIS
TUBERCULOSIS
A. Defenisi
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang
sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di
sebabkan oleh kuman spesifik yaitu
mycubacterium tuberculosa yang mengenai
tulang vertebra
B. Etiologi
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi
sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di
tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium
tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3
dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium
tuberkulosa atipik.
C. Manifestasi Klinis
Badan lemah/lesu, nafsu makan
berkurang, berat badan menurun, suhu
sedikit meningkat (subfebril) terutama
pada malam hari serta sakit pada
punggung. Pada anak-anak sering disertai
dengan menangis pada malam hari.
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler
yang mengelilingi dada atau perut, diikuti
dengan paraparesis yang lambat laun
makin memberat, spastisitas, klonus,,
hiper-refleksia dan refleks Babinski
bilateral.
Pada tuberkulosis vertebra servikal
dapat ditemukan nyeri di daerah
belakang kepala, gangguan menelan
dan gangguan pernapasan akibat
adanya abses retrofaring.
D.Patofisiologi

Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang


sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara
hematogen, di duga terjadinya penyakit tersebut sering karena
penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui leksus
Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang
progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral
body).Penyebaran dari jaringan yang mengalami pengejuan akan
menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk
"tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke
korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas /
bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang
diskus Intervertebralis oleh karena avaskular lebih resisten tetapi akan
mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh karenadirusak
jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra
akan menimbulkan kiposis.
E.Komplikasi

Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling


serius adalah Potts paraplegia yang apabila muncul
pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh
pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi
pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium
lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari
jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di
atas kanalis spinalis.

Komplikasi
lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari
abses paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga
menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada
vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot
iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold
abscess.
F. Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap :leukositosis, LED
meningkat
2) Uji mantoux (+) TB
3) Uji kultur : biakan batkeri
4) Biopsi, jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
5) Pemeriksaan hispatologis : dapat ditemukan tuberkel

B. Pemeriksaan Radiologis
a) Foto toraks / X ray
b) Pemeriksaan foto dengan zat kontras
c) Foto polos vertebra
d) Pemeriksaan mielografi
e) CT scan atau CT dengan mielografi
f) MRI
G.Penatalaksanaan Medis
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis
tulang belakang harus dilakukan sesegera
mungkin untuk menghentikan progresivitas
penyakit serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai
berikut :
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk
infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang
Pengobatan terdiri atas :
1. Terapi konservatif berupa:
Tirah baring (bed rest)
Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra
/membatasi gerak vertebra
Memperbaiki keadaan umum penderita
Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program
P2TB paru adalah :
Kategori 1
Kategori 2

2. Terapi operatif (Operasi)


Kategori 1

Untuk penderita baru BTA (+) dan


BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750
mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg.
Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan
pertama (60 kali).
Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg,
diberikan 3 kali seminggu (intermitten)
selama 4 bulan (54 kali).
Kategori 2

Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat


selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+)
yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :

Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg,


Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol
750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin
injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya
selama 3 bulan(90kali).

Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan


Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu
(intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
KONSEP DASAR PADA SPONDILITIS
TUBERKULOSIS
1. Pengkajian
Pengumpulan Data
Identifikasi Pasien
Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat Psikososial
Pola pola Fungsi Kesehatan ( Persepsi & tata laksana
hidup sehat, Pola Nutrisi & Metabolisme, Pola
Eliminasi, Aktivitas, Tidur / Istirahat, Hubungan &
peran, Persepsi & konsep diri, sensori & kognitif, Stres
serta Reproduksi seksual )
Pemeriksaan Fisik ( Inspeksi, Palpasi, Perkusi,
Auskultasi)
Hasil pemeriksaan Medik / Laboratorium
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri
sendi dan otot.
c. Perubahan konsep diri : Body
image.
d. Kurang pengetahuan tentang
perawatan di rumah.
DP1.GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Intervensi :
Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan
kerusakan.
Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
Memelihara bentuk spinal dengan Mattres / Bed Board
Mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan
Monitor tanda tanda vital setiap 4 jam.
Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau
lecet lecet.
Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra
indikasi.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti inflamasi
DP2. GANGGUAN RASA NYAMAN ; NYERI
SENDI DAN OTOT.
Intervensi :
Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi
terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru.
Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji
efektivitasnya terhadap nyeri.
Gunakan brace punggung atau korset bila di
rencanakan demikian.
Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan
dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.
Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif
penatalaksanaan nyeri.
DP3. PERUBAHAN KONSEP DIRI : BODY IMAGE.

Intervensi :
Berikan kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaan..
Bersama sama klien mencari alternatif
koping yang positif.
Kembangkan komunikasi dan bina
hubungan
antara klien keluarga dan teman serta
berikan aktivitas rekreasi dan permainan
guna mengatasi perubahan body image.
DP4. KURANG PENGETAHUAN SEHUBUNGAN DENGAN KURANGNYA INFORMASI TENTANG PENATALAKSANAAN

PERAWATAN DI RUMAH .

Intervensi
Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan,
dosis dan efek sampingnya.
Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau
korset.
Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang
adekuat.
Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk
mencegah fraktur.
Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit,
peningkatan nyeri dan mobilitas.
Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter jaga
ANKYLOSING SPONDYLITIS
SPONDYLITIS TB
TERIMA KASIH

You might also like