You are on page 1of 46

CLINICAL R.A.

Vivi Yunita Sari


Fiqhul Azhari
SCIENCE SESSION Maysyaroh

TUBERKULOSIS PARU - Perseptor:


DOTS dr. Budhi P., Sp.P.D.
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari
kelompok kompleks Mycobacterium tuberculosis.
Transmisi adalah secara air-borne yaitu dari droplet nuclei
penderita tuberkulosis aktif.
Mycobacterium tuberculosis yang termasuk ke
dalam kompleks Mycobacterium yang terdiri dari M.
bovis, M. Africanum, M.microti dan M. tuberculosis
yang paling banyak menyerang manusia.
M. tuberculosis berbentuk batang, tidak
membentuk spora, bakteri anaerob tipis yang
berukuran 0.5 x 3.0m. Bakteri ini tidak dapat
diwarnai dengan pewarnaan Gram tetapi dapat
diwarnai dengan asam alkohol (bakteri tahan
asam). Permeabilitas dinding sel sangat rendah,
menyebabkan banyak antibiotik yang tidak efektif
terhadap bakteri tersebut.
Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi
sepertiga penduduk dunia. Pada tahun 1993, WHO
mencanangkan kadaruratan global penyakit TBC.
TBC menjadi penyebab kematian utama, hingga
dua juta orang pada tahun 1990.
Indonesia tahun 1995: penyebab kematian nomor 3
setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit
saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan
nomer satu dari golongan penyakit infeksi.
Resiko memperoleh infeksi M. Tuberculosis
ditentukan oleh faktor-faktor eksogen:
Probabilitas kontak dengan kasus TB
Kedekatan dan durasi kontak
Tingkat keinfeksiusan penyakit
Lingkungan kontak

Risiko berkembangnya penyakit setelah


terinfeksi bergantung pada faktor-faktor
endogen:
Kerentanan individu terhadap penyakit
Fungsi imunitas selularnya
Kunci diagnosis index of suspicion yang tinggi.
Diagnosis TB dibuat berdasarkan :
Sistemik atau konstitusional
Gejala terjadi akibat peranan aktivitas TNF, yaitu:
Demam (low grade)
Keringat malam walau tanpa beraktivitas
Berat badan menurun
Rasa kurang enak badan (malaise)
Fatigue
Anoreksia (nafsu makan menurun)
Lokal/respiratorik
Batuk produktif (terus-menerus dan berdahak) > 3 minggu
Hemoptisis ringan-masif
Nyeri dada, pleuritic pain
Sesak nafas

Ekstra paru
Diare
Kaku kuduk
Gangguan BAK, dll.
Gejala komplikasi: pneumothorax akibat ruptur blep atau kavitas
Pemeriksaan Fisik
Saat dini : normal asimptomatik
Suara nafas amforik
Perkusi dullness di supraklavikula (Kroniqs isthmus)
Mikroskopis BTA
Spesimen diambil dari:
apusan sputum dan cairan
biopsi kelenjar/cairan pleura,
dll.
Diwarnai dengan
menggunakan metode Ziehl-
Nielsen
Metode Pembacaan (Skala IUALTD):
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut
negatif
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis
jumlah kuman yang ditemukan
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut
+
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++
Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++
+
Catatan : Bila ditemukan 1-3 BTA dalam 100 lapang pandang,
pemeriksaan harus diulang dengan spesimen dahak yang baru.
Bila hasilnya tetap 1-3 BTA, hasilnya dilaporkan negatif. Bila
ditemukan 4-9 BTA, dilaporkan positif.
Radiograf
Lebih menguntungkan pada kasus tb anak dan tb milier.
Lokasi lesi: apeks paru (segmen apikal lobus atas atau
segmen apikal lobus bawah), dapat mengenai lobus bawah
(bagian inferior) atau hilus.
Pada awal penyakit berupa bercak-bercak seperti awan dengan
batas-batas yang tidak tegas.
Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat terlihat berupa bulatan
dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma
Fibrosis bayangan yang bergaris-garis.
Pada kalsifikasi bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
terapi jangka pendek ( 6 bulan ) :
fase inisial selama 2 bulan untuk mengurangi jumlah bakteri
( fase bakterisidal ) & mencegah resistensi
fase kontinu ( fase sterilisasi ) selama 4 bulan untuk
mengeliminasi basil-basil semidorman
PANDUAN OAT DI
INDONESIA
Kategori 1 (2RHZE/4R3H3)
Fase intensif (2RHZE) menggunakan 4 macam
obat yang diminum setiap hari selama 2
bulan. fase lanjutan (4R3H3) menggunakan
2 macam obat, diminum 3 kali seminggu
selama 4 bulan. Obat ini diberikan untuk :
Penderita baru TB Paru BTA (+)
Penderita TB Paru BTA (-) Rontgen (+) yang
sakit berat
Penderita TB Ekstra Paru berat
PANDUAN OAT DI
INDONESIA
Kategori 2 (2RHZES/1RHZE/5H3R3E3)
Fase intensif diberikan selama 3 bulan, yang
terdiri dari 2 bulan dengan RHZE ditambah
dengan suntikan streptomisin (S) setiap hari di
UPK, dan dilanjutkan 1 bulan dengan RHZE setiap
hariFase lanjutan selama 5 bulan dengan RHE
yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Obat ini
diberikan untuk :
Penderita kambuh (relaps)
Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after
default)
PANDUAN OAT DI
INDONESIA
Kategori 3 (2RHZ/4R3H3)
Tahap intensif terdiri dari 3 macam obat (RHZ)
setiap hari selama 2 bulan yang diteruskan
dengan tahap lanjutan yang terdiri dari RH yang
diberikan selama 4 bulan 3 kali seminggu. Obat
ini diberikan untuk :
Penderita baru BTA (-) dan Rontgen (+) sakit
ringan
Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar
limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa
unilateral, TB kulit, TB tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjar renal.
PANDUAN OAT DI
INDONESIA
OAT Sisipan (RHZE)
Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan kategori
1 atau 2, hasil pemeriksaan dahak masih positif,
diberikan obat sisipan (RHZE) setiap hari selama 1
bulan.
PENGOBATAN DENGAN
KONDISI KHUSUS
Wanita hamil: Kecuali streptomisin yang tidak boleh diberikan karena
bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barrier plasenta
Ibu menyusui: Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Profilaksis
bayi: INH.
Wanita pengguna kontrasepsi: Dianjurkan menggunakan kontrasepsi
non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi
Penderita dengan HIV/AIDS: Tidak ada perbedaan dosis dan regimen
untuk penderita HIV/AIDS
Penderita TB dengan kelainan hati kronik: Dilakukan pemeriksaan
fungsi hati sebelum pengobatan. Bila SGOT/SGPT meningkat > 3 kali,
maka pengobatan TB harus dihentikan. Bila peningkatan < 3 kali,
pengobatan boleh dilanjutkan. Tidak boleh memakai obat Pirazinamid
(Z), regimen anjuran adalah 2RHES/6RH atau 2 HES/10HE
PENGOBATAN DENGAN
KONDISI KHUSUS
Penderita TB dengan hepatitis akut: Pengobatan
TB ditunda sampai penyakitnya sembuh. Dapat dipakai
SE maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya sembuh dan
dilanjutkan dengan RH selama 6 bulan
Penderita dengan gangguan ginjal: Panduan OAT
yang paling aman untuk pasien ini adalah 2 RHZ/6RH;
hindari streptomisin dan etambutol
Penderita dengan Diabetes Melitus (DM): Kontrol
DM. Rifampisin dapat menurunkan efektifitas sulfonil
urea sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Etambutol
yang memiliki efek samping terhadap mata
Penderita yang perlu diberi penambahan
kortikosteroid
Meningitis
TB Milier dengan atau tanpa gejala
meningitis
Pleuritis eksudativa TB
Pericarditis konstriktiva
Prednison diberikan dengan dosis 30-40
mg/hari kemudian secara bertahap 5-10 mg.
Lama pemberian disesuaikan dengan jenis
penyakit dan kemajuan pengobatan
Indikasi operasi
Untuk TB paru
Penderita batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak
dapat diobati secara konservatif
Untuk TB Ekstra Paru
Penderita TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya penderita TB
tulang yang disertai kelainan neurologis.
1. Pemeriksaan makroskopis dahak ulang
2 spesimen (sewaktu-pagi)
(+) : bila salah satu +
(-) : jika keduanya negatif
2. X-ray : tidak begitu menentukan
3. LED : tidak begitu menentukan

Waktu pemeriksaan dahak ulang u/ memantau pengobatan:


1. Tahap intensif
2. 1 bulan akhir pengobatan
3. Akhir pengobatan
HASIL PENGOBATAN DAN
TINDAK LANJUT
Sembuh
Telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang
dahak (follow-up) paling sedikit 2 kali berturut-turut hasilnya negati (yaitu pada
Ap dan/atau sebulan sebelum AP (akhir pengobatan), dan pada satu pemeriksaan
follow-up sebelumnya

Pengobatan Lengkap
Penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak
ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif.
Tindak lanjut: penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya
memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap
Seharusnya terhadap semua penderita BTA + harus dilakukan pemeriksaan ulang
dahak .

Meninggal
Penderita yang dalam masa pengbatan diketahui meninggal karena sebab
apapun
Defaulted atau Drop Out
Penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai.

Tindak lanjut:
lacak penderita tersebut dan diberi penyuluhan pentingnya berobat secara teratur.
Apabila penderita akan melanjutkan pengobatan lakukan pemeriksaan dahak
Bila +: mulai pengobatan dengan kategori 2 dirujuk ke UPK spesialistik atau berikan
INH seumur hidup

Gagal
Penderita BTA + yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap + atau kembali menjadi +
pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan.
Tindak lanjut:
penderita BTA + baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2 mulai dari awal.
penderita BTA + pengobatan ulang dengan kategori 2 dirujuk ke UPK spesialistik
atau berikan INH seumur hidup.

Penderita BTA yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke 2 menjadi +
Tindak lanjut: berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah)
Sumbatan jalan napas
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
Bronkiektasis dan fibrosis pada paru
Pneumotoraks spontan karena kerusakan jaringan paru
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,
ginjal, dsb.
Insufisiensi kardiopulmoner.

You might also like