You are on page 1of 25

TUBERKULOSIS PARU

SILVIA GREIS
N 111 14 051

PEMBIMBING
dr. I KETUT SUJANA
dr. DR. I NYOMAN WIDAJADNYA, M.KES
PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar
kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya

Menurut laporan WHO 2008 dari 27 negara dengan jumlah MDR TB


tertinggi, Indonesia menempati urutan ke-8 di dunia dalam hal
jumlah kasus MDR TB yaitu sebanyak 12.142 penderita

Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gambaran klinis,


pemeriksaan fisis, gambaran radiologis, pemeriksaan laboratorium
dan uji tuberkulin
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 didapatkan data
bahwa prevalensi Tuberkulosis paru klinis yang tersebar di
seluruh Indonesia adalah 1,0%.

Tujuh belas provinsi diantaranya mempunyai angka prevalensi


di atas angka nasional, yaitu provinsi NAD, Sumatera Barat,
Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten, NTB,
NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat
dan Papua.
KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Kaili
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Kayumeboko
Keluhan utama: Sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang:


Awalnya pasien mengeluhkan adanya batuk berdahak yang hilang timbul disertai
sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu dan bertambah parah sejak 3 bulan terakhir.
Batuk berdahak tidak pernah disertai dengan pengeluaran darah. Pasien juga
mengaku sering berkeringat pada malam hari dan kadang disertai demam serta
sulit tidur. Nafsu makan pasien dirasakan menurun sehingga berat badan pasien
turun 4 kg dalam 3 bulan terakhir.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien mengaku tidak pernah sebelumnya menjalani pengobatan OAT. Riwayat
penyakit Hipertensi (-), diabetes (-), gangguan jantung (-), asma (-), alergi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga:


Ayah pasien meninggal satu tahun yang lalu dengan riwayat penyakit Diabetes
Mellitus dan riwayat batuk lama tapi tidak melakukan pengobatan.
Riwayat pengobatan:
Tidak ada

Riwayat Alergi
Alergi obat atau makanan tidak diketahui.
Riwayat alergi orang tua pasien tidak diketahui

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang janda yang bekerja sebagai buruh pengrajin Kayu Hitam
di bagian varnishing furniture. Sosial ekonomi keluarga ini termasuk keluarga
dengan sosial ekonomi menengah.
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan

Pasien merupakan seorang janda, pasien bercerai dengan suaminya 16 tahun


yang lalu dimana anak satu-satunya tinggal bersama mantan suaminya.

Sejak bercerai dengan suaminya, pasien tinggal di rumah orangtuanya


bersama ayah, ibu dan keponakan pasien.

Rumah pasien terdiri dari 6 ruangan yaitu ruang tamu, ruang keluarga, 3
kamar tidur dan ruang dapur. Ruang tamu memiliki pencahayaan dan
ventilasi yang cukup. Kamar tidur dan ruang dapur yang digunakan juga
sebagai tempat cuci memiliki pencahayaan dan ventilasi yang cukup baik.
Pasien mengaku mendapatkan air dari sumur dab untuk mandi dan
mencuci,dan untuk air minum pasien menggunakan air galon namun
terkadang juga memasak air. Pasien memasak menggunakan kompor
minyak.

Pasien memiliki kebiasaan merokok sebelum menderita batuk dan


pasien juga tidak menggunakan masker saat melakukan pekerjaannya
sebagai buruh pengrajin.
Genogram
Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum : Sakit Sedang


Kesadaran : Composmentis
Berat Badan : 44 Kg
Tinggi Badan : 155 cm
IMT : 18,3 Gizi kurang

Tanda vital :
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC (axilla)

Kepala
Bentuk : Normochepali
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah tercabut.
Mata : Kelopak mata tidak edema, konjungtiva anemis (-/-), sklera
: ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+).
Telinga : Normotia, serumen (-/-)
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-/-), pernapasan cuping hidung
: (-/-), sekret (-/-).
Mulut Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, mukosa lembab dan bersih

Tenggorokan-Leher
Faring : Hiperemis (-/-),
Tonsil : T1/T1 hiperemis (-/-).
Tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Kelenjar Getah Bening : Pembesaran (+/-)
Thoraks
Paru : Inspeksi : permukaan dada simetris,
penggunaan otot-otot bantu
pernapasan (-).
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-),
taktil fremitus kiri = kanan.
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: bunyi napas vesikuler +/+,
wheezing (-/-), ronkhi (+/+).

Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak


Palpasi : iktus kordis teraba pada SIC V linea
midclavicula sinistra
Perkusi : pekak
Auskultasi: bunyi jantung I dan II murni, reguler,
bising jantung (-).
Abdomen : Inspeksi : datar
Auskultasi: peristaltik kesan normal
Perkusi : timpani
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat, edema

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Sputum
BTA I : 3+
BTA II : 3+
BTA III : 3+
Diagnosis Kerja
Tuberculosis Paru

Penatalaksanaa
Terapi OAT kategori I tahap intensif RHZE selama 2 bulan.
ANJURAN

Selama masa pengobatan fase intensif dianjurkan pasien memakai masker, untuk
mencegah penularan bagi orang-orang disekitarnya.
Memeriksakan seluruh anggota keluarga atau orang-orang yang hampir setiap hari
berkontak langsung pada pasien juga melacak kemungkinan ditemukan pasien baru.
Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter dan petugas kesehatan
Memperbaiki status gizi dengan makan makanan yang bergizi dan seimbang, guna
meningkatkan imunitas tubuh
Memperbaiki hyginie dimulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitar
Setelah proses pengobatan dilakukan, diharapkan pasien tetap ke dokter guna
mengetahui perkembangan kesehatannya apakah pengobatan yang dilakukan sudah
berhasil atau tidak.
Pembahasan
Pasien adalah seorang perempuan berusia 41 tahun yang
mengeluhkan adanya sesak nafas dan batuk berdahak yang hilang
timbul disertai sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu dan bertambah
parah sejak 3 bulan terakhir. Batuk berdahak tidak pernah disertai
dengan pengeluaran darah. Pasien juga mengaku sering berkeringat
pada malam hari dan kadang disertai demam serta sulit tidur. Nafsu
makan pasien dirasakan menurun sehingga berat badan pasien diakui
turun 4 kg dalam 3 bulan. Ayah pasien memiliki riwayat batuk lama.
Pasien tidak menggunakan masker saat bekerja

Hal ini sesuai dengan Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis


bahwa gejala utama pasien TB paru:
batuk berdahak selama 2 3 minggu bahkan lebih
dapat disertai dengan gejala tambahan:
batuk disertai darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam
Dari pemeriksaan fisik ditemukan status gizi kurang, napas
cepat, terdapat bunyi napas tambahan ronkhi dikedua paru.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan BTA (+) di ketiga
waktu sehingga pasien ini didiagnosis dengan tuberculosis paru
kategori I.

Regimen obat pada pasien ini yaitu obat anti tuberkulosis


kategori 1 yaitu 2HRZE/4H3R3.

Pada fase intensif, obat yang diberikan yaitu Isoniazid (H),


Rifampisin (R), Pyrazinamide (Z), Ethambutol (E) yang
diminum setiap hari selama 2 bulan.
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosisi tepat sesuai
dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).

Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung
(DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang pengawas Menelan Obat (PMO).

Tahap awal (intensif)


Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangkawaktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional PengendalianTuberkulosis di Indonesia:


Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Berdasarkan hasil penelusuran kasus ini, jika mengacu pada
konsep kesehatan masyarakat, maka dapat ditelaah beberapa
faktor yang mempengaruhi atau menjadi faktor resiko terhadap
penyakit yang diderita oleh pasien dalam kasus ini.

Faktor biologis
Pada kasus ini pasien adalah seorang perempuan 41 tahun dengan
status gizi kurang. Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada
usia muda atau usia produktif 15-50 tahun. Keadaan malnutrisi
atau kekurangan kalori, protein, vitamin dan zat besi akan
mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan
terhadap penyakit termasuk TB paru.
Faktor perilaku

Pengetahuan yang kurang tentang TB


Pasien dan keluarga sebelumnya tidak mengetahui tentang TB,
pengertian, faktor resiko, penularan, akibat dan sebagainya.
Pengetahuan yang rendah ini mempengaruhi tindakan yang menjadi
kurang tepat. Pasien mengaku tidak segera memeriksakan diri ketika
sudah ada gejala sakit yang mengarah ke TB.

Kebiasan merokok
Pasien dalam kasus ini termasuk perokok aktif. Dengan adanya paparan
asap rokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB paru.
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pasien terkena tuberkulosis
yaitu ada tidaknya sinar matahari, ventilasi yang baik, kelembaban,
suhu rumah, dan kepadatan rumah. Hal ini sesuai dengan teori.
Kepadatan hunian rumah
Rumah tempat tinggal pasien dalam kasus ini memiliki jarak yang
sangat dekat dengan rumah tetangga-tetangga sekitarnya. Hal ini tentu
dapat menjadi faktor pendukung untuk tersebarnya penyakit TB
dengan mudah.
Jenis Pekerjaan
Pekerja di lingkungan berdebu akan mempengaruhi terjadinya gangguan sistem
pernafasan.
Pasien dalam kasus ini bekerja sebagai buruh pengrajin kayu di bagian varnishing
sehingga pasien sering terpapar serbuk-serbuk dari kayu.
Kesimpulan
SARAN

Diperlukan kerja sama antara anggota keluarga dengan petugas


pelayanan kesehatan dalam menyelesaikan semua permasalahan yang
ditemukan. Pasien dan keluarganya agar lebih terbuka kepada pemberi
pelayanan kesehatan jika ingin mengetahui tentang penyakitnya.

Perlunya pelayanan kesehatan yang lebih menyeluruh, komprehensif,


terpadu dan kesinambungan.

Perlunya mengedukasi pasien Tuberkulosis Paru untuk meminum obat


teratur hingga pengobatan tuntas dan kontrol secara rutin tiap bulan.

You might also like