You are on page 1of 156

Chest Wall, Lung,

Mediastinum,
and Pleura
Muhamad Abdurrahman
Trachea
Tracheal Injury
Penyebab diantaranya:
Trauma inhalasi (asap atau toxic fumes).
Aspirasi cairan.
Endotracheal intubation serta overinflasi cuff
ET.
Trauma tumpul dan trauma tembus.
Iatrogenic injury saat pembedahan.

Komplikasi: respiratory infection, tracheal


fistula dan tracheal stenosis.
Tracheal Injury
Tracheal Stenosis terjadi pada 3% -12% pasien dengan
tracheostomy.
Faktor resiko:
prolonged intubation;
high tracheostomy through the first tracheal ring or cricothyroid
membrane;
transverse rather than vertical incision on the trachea;
oversized tracheostomy tube;
prior tracheostomy or intubation;
and traumatic intubation.

Pasien usia tua, perempuan, pasien post radiasi atau terapi


immunosupressan, autoimun, severe reflux disease, obstructive
sleep apnea dan respiratory failure berat lebih beresiko.
Tracheal Injury
Gejala utama sering hanya berupa stridor and dyspnea
Onset mulai 2 12 minggu hingga 1-2 tahun post-
tracheostomy atau post-extubation
Px penunjang dgn bronchoscopy

Pada kasus berat, rigid bronchoscopy dapat sekaligus u/


dilatasi stenosis
Reseksi tracheal dgn collar incision.
Reseksi tracheal tidak dapat dilakukan pada pasien
dengan significant comorbidities dan stenosis yang
panjang
Stenting endotracheal (silicone T-tubes) dapat dilakukan.
Balloon dilation, laser ablation, and tracheoplasty have also
been described, although the efficacy is marginal.
Tracheoinnominate Artery
Fistula
Disebabkan karena pemasangan tracheostomy
yang terlalu rendah dan hiperinflasi dari tracheal
cuff.
Tracheostomy dibawah cincin ke-4 trachea,
lelukan dalam kanula akan menekan posterior
arteri innominate, terjadi erosi arteri.
Gejala klinis berupa bleeding.
Penanganan awal
Hiperinflasi untuk menyumbat arteri.
Jika manuver awal gagal, insisi tracheostomy dibuka dan
masukkan jari u/ menekan arteri dengan manubrium
Reseksi bagian arteri yang terlibat dapat dilakukan
Tracheoesophageal
Fistula
Pada kasus dgn ventilatory support lama yang juga
menggunakan nasogastric tube.
Cuff ET menekan dinding trachea + dinding
esophagus ke nasogastric tube, terjadi defek.
Klinis berupa bloating akibat udara masuk GIT.
Diagnosis dengan bronchoscopy.

Penanganan awal
Weaning dari ventilator, ujung ET diposisikan dibawah
fistula + lepas NGT.
Minimalisir aspirasi dgn gastrostomy tube untuk
dekompresi dan jejunostomy tube untuk feeding.
Reseksi trachea dan anastomosis primer, repair defek
pada dengan muscle flap
Tracheal Neoplasm
Extremely rare. Lesi primer terbanyak squamous
cell carcinomas (terkait rokok) dan adenoid cystic
carcinomas.

Klinis berupa batuk, dyspnea, hemoptysis, stridor.


Radiologi menggambarkan tracheal stenosis.

Evaluasi dengan CT leher dan dada serta rigid


bronchoscopy.

Debridement/laser ablation dengan rigid


bronchoscopy dapat dilakukan u/ dyspnea

Primary resection dan anastomosis menjadi pilihan


jika tumor resectable. Radiotherapy diberikan post-
reseksi.
Tracheal Neoplasm
Lung
Lung Lymphatic Drainage
Dibagi 2 kelompok berdasarkan staging TNM:
Limfonodi pulmonary (N1)
Limfonodi mediastinal (N2)
Limfonodi N1 terdiri atas:
Intrapulmonary atau segmental nodes
Lobar nodes
Interlobar nodes
Hilar nodes
Limfonodi N2 terdiri atas:
Anterior mediastinal nodes
Phrenic nerves,
Paraesophageal nodes
Tracheobronchial nodes
Paratracheal nodes
Lung Histology
Tracheobronchial tree dilapisi oleh sel pseudostratified
columnar bersilia dan sel goblet
Epitel alveolus terdiri atas pneumosit tipe I dan tipe II
Pneumosit tipe I (melapisi 95% dinding alveolus) tidak
dapat mitosis dan regenerasi.
Preinvasive Lesion
Squamous dysplasia and carcinoma in situ.
Rokok menginduksi perubahan epitel pseudostratified menjadi
metaplastic squamous mukosa, hingga terjadi displasia.

Atypical adenomatous hyperplasia (AAH).


Lesi berukuran < 5.0 mm, sel epitel melapisi alveolus mirip
pneumosit tipe II. comprising epithelial cells lining the alveoli
that are similar to type II pneumocytes. Merupakan tahap awal
adenocarcinoma in situ hingga terjadi adenocarcinoma.

Diffuse idiopathic pulmonary neuroendocrine cell


hyperplasia.
Proliferasi diffuse dari sel neuroendokrin tanpa invasi ke
membran basal. Lesi >5.0 mm dan atau menembus membran
basal merupakan carcinoid tumor.
Invasive/Malignant Lesion
Pathologic diagnosis berdasarkan kriteria light
microscopic , dibagi menjadi:
nonsmall cell lung carcinoma, dan
neuroendocrine tumors.

Nonsmall cell lung carcinoma (NSCLC) terdiri dari large


cell, squamous cell, and adenocarcinoma.

Neuroendocrine lung tumors terdiri dari neuroendocrine


hyperplasia dan tiga stage neuroendocrine carcinoma
(NEC).
Non-Small Cell Lung
Carcinoma
Adenocarcinoma
Jenis kanker paru tersering (30% - 40% dari perokok, dan 80% -
60% non perokok)

Adenocarcinoma in situ (AIS)


Berukuran 3 cm, dengan pertumbuhan tumor ke ruang
alveolar (lepidic).
Minimally invasive adenocarcinoma (MIA)
Pola pertumbuhan lepidic dengan 100% survival jika lesi
terangkat seluruhnya.
Lepidic predominant adenocarcinoma (LPA)
Terjadi lymphovascular invasion, pleural invasion, tumor
neckosis, atau invasi > 5 mm dengan pola lepidic.
Invasive adenocarcinoma.
Non-Small Cell Lung
Carcinoma
Squamous Cell Carcinoma
30% - 40% dari kanker paru keseluruhan, berkaitan dengan rokok.
Berkembang utamanya di bronkus utama, lobar atau segmental,
atau di central airway.

Large Cell Carcinoma


10% - 20% dari kanker paru keseluruhan. Letak dapat di sentral
maupun perifer. Pengecatan immunohistochemistry dapat
membedakan LCC dengan neuroendocrine carcinoma.

Salivary GlandType Neoplasms


Berasal dari glandula submucosa salivary type. Paling sering
berupa adenoid cystic carcinoma and mucoepidermoid carcinoma.
Neuroendocrine Neoplasm

Terdiri atas:
Grade I NEC (classic or typical carcinoid)
Grade II NECs (atypical carcinoid)
Grade III NEC large celltype tumors
Grade IV NEC (small cell lung carcinoma [SCLC])
Grade IV NECs consist of smaller cells (diameter 10 to 20
m) with little cytoplasm and very dark nuclei
Risk Factor

Cigarette smoking atau secondhand cigarette


smoke exposure (jumlah, lama dalam tahun,
dan rokok tanpa filter)

Eksposur bahan industri (asbestos, arsenic,


dan chromium compounds)

Secondary scar formation terkait TB (terkait


gangguan clearance karsinogen dan inflamasi
kronis)
Screening Lung Cancer

Didapatkan penurunan 20% dari mortalitas


lung cancer dengan dilakukannya screening
dengan low-dose helical CT scans (LDCT).

False positive rate sekitar 7%, berakibat


munculnya anxietas, unecessary invasive test
dan penurunan quality of life.

Studi lanjutan mengenai eligibilitas pasien,


frekuensi , interpretasi serta manejemen
temuan positif serta dosis radiasi perlu
dilakukan.
Solitary Pulmonary Nodule

Lesi single, batas tegas, spheris, diameter < 3


cm. Tidak ada atelektasis, perbesaran hilar dan
efusi pleura.
Mayoritas terdeteksi insidental dengan chest
radiographs (CXRs) atau CT scan.
Diferensial diagnosis nodul soliter diantaranya
lesi kongenital, neoplastic, inflammatory,
vascular, and traumatic disorders.
Kemungkinan ganas pada pasien riwayat
merokok, simptomatis, usia tua, pria dan
riwayat paparan karsinogen
Solitary Pulmonary Nodule

Temuan CT pada lesi benign


Ukuran kecil
Kalsifikasi dalam nodul
Ukuran tetap
Pattern berupa; diffuse, solid, central, dan berlaminer
(popcorn)
Temuan CT pada lesi malignant
Pertumbuhan ukuran
Densitas meningkat
Ukuran >3 cm
Ireguler
Lobular
Corona radiata
Lung Metastatic Lesion

Karakteristik lesi metastasis: multiple, batas


halus bulat pada CT.
Data angka survival pasien yang menjalani
pembedahan pada lesi metastasis:
Lung Metastatic Lesion

Tujuan teknis pembedahan u/ reseksi total


tumor makroskopis. Struktur tambahan yang
terlibat juga dilakukan reseksi (chest wall,
diaphragm, dan pericardium).

Multiple lesi dan atau hilar lesi mungkin perlu


dilakukan lobectomy.

Pneumonectomy jarang sekali dilakukan.


Signs and Symptoms
pada Primary Lung Cancer

Pulmonary Symptoms
Symptom diantaranya; batuk (iritasi/kompresi bronkus) ,
dyspnea (kompresi - obstruksi airway), atelektasis,
pneumonia dan abses paru.

Nonpulmonary Thoracic Symptoms


Invasi tumor primer ke struktur sekitar (chest
wall,diaphragm,
pericardium, nervus phrenic, nervus recurrent
laryngeal, superior vena cava, dan esophagus)
Kompresi mekanik tumor (esofagus dan vena cava
superior).
Signs and Symptoms
pada Primary Lung Cancer

Nonpulmonary Thoracic Symptom spesifik lain:


Pancoasts syndrome.
Phrenic nerve palsy.
Recurrent laryngeal nerve palsy.
Superior vena cava (SVC) syndrome.
Pericardial tamponade
Back pain.
Lung Cancer Management

Evaluasi pasien
Diagnosis dan assessment primary tumor
Assessment for metastatic disease
Penilaian functional status (toleransi pasien
thdp treatment)
Management - Assessment
Metastatic Disease

Metastasis telah terjadi pada 40% kasus saat


diagnosis awal.
Asesment fokus pada bone pain, neurologic
symptoms, dan lesi kulit baru.
Anorexia, malaise, weight loss mengarah ke
metastasis.
Pemeriksaan fisik kepala leher, limfonodi, lesi
kulit.
Pemeriksaan labor enzim hati, dan serum
kalsium.
Management - Assessment
Metastatic Disease

Mediastinal Lymph Nodes.


Evaluasi mediastinal dan hilar node dengan
chest CT.
False positif pada perbesaran lymph node
akibat inflammation atelectasis atau
pneumonia.
Reseksi kuratif tetap dilakukan. Temuan CT
positif dikonfirmasi histologis.

Mediastinal lymph node staging dengan PET


memberi akurasi yang lebih baik dibanding CT.
Management - Assessment
Metastatic Disease

Invasive Mediastinal Staging.


EBUS
Endoscopic ultrasound (EUS)
Cervical mediastinoscopy
Left video-assisted thoracoscopic lymph node
sampling

Efusi pleura
Dapat terjadi akibat atelectasis/konsolidasi.
Cytology u/ evaluasi malignant effusions.
Thoracoscopy, dapat dilakukan u/ rule out pleural
metastasis
Management - Assessment
Functional Status

Assessment u/ evaluasi toleransi lobectomy atau


pneumectomy
Mampu berjalan di bidang datar, tidak dyspnea,
tanpa terapi oksigen dapat toleransi
lobectomy.
Mampu naik 2 tangga, tidak dyspnea, tanpa
terapi oksigen dapat toleransi pneumectomy.

Peneriksaan fungsi paru - forced expiratory


volume dalam 1 detik (FEV 1 ) dan carbon
monoxide diffusion capacity (Dlco).
Lung Cancer Treatment

Grade IV NEC (Small Cell) Lung Carcinoma -


Early-Stage.
Ultrasound-guided FNA sebagai diagnosis
definitif.
Lobectomy diikuti kemoterapi pada lesi paru
terisolir.
Bergantung pada ukuran dan lokasi, treatment
dengan lobectomy, sleeve lobectomy dan
pneumonectomy dengan diseksi limfonodi
mediastinal.
Indikasi primer pneumonectomy pada early-
stage:
Lung Cancer Treatment

Pada pasien High-Risk tidak dapat dilakukan


lobectomy.
Pilihan manajemen:
Limited Resection
Tumor Ablation
Radiofrequency ablation
Stereotactic body radiotherapy
Chemotherapy
Treatment - Locally Advanced
NSCLC
Reseksi tumor dilakukan pada single station
metastasis dgn limfonodi < 3cm.

Konfirmasi histologis pada nodal metastasis.


Jika nodi N2 ditemukan tanpa sengaja, dilanjutkan
reseksi dgn sampling nodi, atau hentikan prosedur
u/ terapi induksi.

Jika N2 ditemuka preopeartif, terapi induksi


dilakukan sebelum pembedahan.

Pembedahan tidak dilakukan pada lesi N3 atau T4


dengan N2.

Pilihan terapi pada stage IV dengan kemoterapi.


Treatment - Pancoasts Tumor

Lesi pada apex dengan arm/shoulder pain, atrophy


otot dan
Horners syndrome mengarah ke Pancoasts
tumor.

Keterlibatan neurovascular bundle sangat krusial


terkait fungsi pada postoperatif.

Reseksi hanya dilakukan pada lesi tanpa


keterlibatan limfonodi.

Evaluasi limfonodi dengan mediastinoscopy.

Chemoradiotherapy pasca-bedah
direkomendasikan
Treatment Nonsurgical NSCLC

Sequential chemoradiation
full-dose systemic chemotherapy (cisplatin dgn
2nd agent) diikuti standard radiotherapy.

Concurrent chemoradiation
Pemberian chemotherapy dan radiation
bersamaan.
Thoracic Surgical
Approaches

Video-Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS)


lebih superior dibanding torachotomy dengan
pengukuran subjektif nyeri, status fungsional (tes
jalan 6-menit), kembali ke aktifitas serta toleransi
chemotherapy.

Posterolateral thoracotomy dilakukan jika VATS


tidak memungkinkan.
Bilateral anterior thoracotomy dengan transverse
sternotomy (clampshell) dapat dilakukan.
Postoperative Care

Chest Tube Management.


Tidak perlu jika visceral pleura intak dan tidak ada
resiko pneumo/hemothorax.
Suction levels 20 cmH2O digunakan hingga 12 24
jam.

Pain Control.
Dapat diberikan dengan epidural, paravertebral, atau
intravena

Respiratory Care.
Latihan batuk efektif dilakukan. Nasotracheal suction
dapat digunakan
Postoperative Complications

Postpneumonectomy pulmonary edema.


Treatment dgn ventilatory support, fluid restriction, dan
diuretics. Extracorporeal membrane oxygenation
(ECMO) dapat diberikan.

Air leak dan bronchopleural fistula.


Air leaks >5 hari ditangani dgn mengentikan suction,
meneruskan chest drainage, atau pleurodesis agent.
Fistula dievaluasi dgn flexible bronchoscopy, dilakukan
reoperation, dan reclosure. Fistula <4 mm,
bronchoscopic fibrin glue dapat digunakan.
Spontaneous Pneumothorax

Spontaneous pneumothorax primer tanpa adanya


underlying lung disease.
Kausa akibat ruptur subpleural bleb.
Faktor resiko pada perokok dan pria muda, tinggi dan
kurus.
Ditangani dengan chest tube dengan water seal.
Pneumothorax > 3 hari, reseksi bleb dengan
thorascopic dilakukan.

Spontaneous pneumothorax sekunder terjadi dengan


gangguan paru lain (emphysema, cystic fibrosis, AIDS,
metastatic cancer, asthma, lung abscess, dan primary lung
cancer).
Ditangani dengan chest tube dengan water seal.
Pulmonary Infections Lung
Abcess
Nekrosis parenkim paru lokal, destruksi jaringan
membentuk kavitas.
Ukuran >2cm, atau < 2cm multiple.
Primary abcess: pada pasien immunocompromised
Secondary abcess: gangguan lain paru (obstruksi, abses
subphrenic atau hepar)

Batuk produktif, fever (>38.9C), menggigil, leukositosis


(>15,000 cells/mm 3 ), weight loss, fatigue, malaise,
pleuritic chest pain, dan dyspnea.
Diagnosis dgn Chest X-Ray. CT scan u/ konfirmasi
diagnosis.
Bronchoscopy u/ rule out obstruksi dan pengambilan
sample kultur.
Pulmonary Infections Lung
Abcess
Manajemen utama dengan sistemik antibioti.
Terapi dilakukan hingga kavitas membaik atau perbaikan
dari X-ray
Antibiotik via parenteral hingga demam reda dan dapat
toleransi antibiotik oral.
Drainase spontan terjadi shga pembedahan jarang
dilakukan.
Drainase reseksi u/ actinomycosis dan nocardiosis.
External drainage dapat dilakukan dgn tube
thoracostomy, percutaneous drainage, atau surgical
cavernostomy.
Pulmonary Infections
Bronchiectasis
Dilatasi permanen bronkus dengan penebalan dinding
akibat kolonisasi bakteri dan infeksi kronis.
Kausa kongenital (cystic fibrosis, ciliary dyskinesia, Ig
deficiencies) atau acquired (infectious and
inflammatory).
Organisme penyebab Haemophilus sp (55%),
Pseudomonas sp (26%), dan Streptococcus pneumoniae
(12%).

Tipe bronchiectasis berdasarkan morfologi


cylindricaluniformly dilated bronchi
varicoseirregular/beaded pattern of dilated bronchi
saccular (cystic)peripheral balloon-type bronchial dilation
Pulmonary Infections
Bronchiectasis
Manajemen airway clearance, bronkodilator dan
penanganan kausa.
Physiotherapy dada (vibration, percussion, dan postural
drainage)
Acute eksaserbasi ditangani dgn 2- 3 minggu IV
antibiotik, diikuti AB oral
Nebulisasi hypertonic saline dapat menurunkan sputum
volume, meningkatkan mucociliary clearance, dan
memperlambatpenurunan fungsi paru.

Reseksi bedah pada kasus terlokalisir yang tidak


membaik dgn obat maksimal dapat dilakukan.
Reseksi juga diindikasikan pada kasus dengan
hemoptysis yg signifikan
Pulmonary Infections
Mycobacterial
Bakteri aerob tahan asam dgn pertumbuhan lambat,
slow rates of growth.
Infeksi primer - infeksi pada host yg belum tersensitisasi
Stage I alveolar macrophages terinfeksi bacili
Stage II pasien asimtomatis, bakteri multiply di dalam makrofag
Stage III muncul cell-mediated immunity (CD4 + helper T cells) dan
delayed-type hypersensitivity. Makrofag membunuh bakteri.
Muncul granuloma

Infeksi sekunder terjadi reaktifasi infeksi sebelumnya.

Kavitas tuberkulus dpt terinfeksi bakteri, jamur atau


parasit lain.
Pulmonary Infections
Mycobacterial
Symptoms tergantung lokasi infeksi primer, tahap
infeksi dan respon imun.
Pada 85% - 90% kasus terjadi involution dan healing,
menyisakan reaksi positif test tuberculin atau Ghon
complex pada CXR.
Penderita bisa asimptomatic. Low-grade fever, malaise,
dan weight loss. Batuk produktif muncul setelah kavitasi
tuberkel. Hemoptysis dapat terjadi.
CXR dapat ditemukan berbagai radiographic patterns
(lesi eksudat, lesi fibrosis, kavitasi, granuloma dll.)
Diagnosis definitif dgn px mikrobiologi, pemeriksaan
sputum dapat digunakan. CT scan u/ evaluasi luas
keterlibatan jaringan
Fungal Infections
Aspergillosis
Onset akut dan mengancam nyawa pada pasien
neutropenia, on treatment steroid lama, dan kemoterapi.
Saprophytic, filamentous dengan septate hyphae. Spora
terinhalasi dan mampu mencapai alveolus.
Manifestasi klinis:
Aspergillus hypersensitivity lung disease, (productive cough,
fever, wheezing, pulmonary infiltrates, eosinophilia, and elevation
of IgE)
Aspergilloma, kumpulan hyphae, fibrin, dan sel inflamasi yang
terkolonisasi di kavitas pulmo.
Invasive pulmonary aspergillosis. (hemoptysis, chronic dan
productive cough, clubbing, malaise, or weight loss).
CXR ditemukan crescentic radiolucency diatas lesi
radioopaque bulat (Monad sign).
Fungal Infections
Aspergillosis

Pasien asimptomatis diobservasi tanpa terapi.


Pada aspergilloma Amphotericin B merupakan
drug of choice.
Jika terjadi massive hemoptysis, embolisasi
arteri bronchial dapat dilakukan. Pembedahan
dapat dilakukan pada recurrent hemoptysis.
Pada invasive pulmonary aspergillosis,
treatment dengan voriconazole dilakukan
secara agresif. Dengan perbaikan faktor resiko.
Fungal Infections
Cryptococcosis
Infeksi oportunis subakut-kronis o/ Cryptococcus
neoformans.
Inhalasi dari tanah dan debu yg kontaminasi kotoran
merpati.

4 pattern patologis dasar: granulomas; granulomatous


pneumonia; diffuse alveolar/interstitial involvement; dan
proliferasi di alveoli serta lung vasculature.

Dx dgn isolasi fungi dari sputum, bronchial washings,


aspiasi percutaneous needle dari paru atau CSF . Px
serum cryptococcal antigen titers dapat juga dilakukan.

Treatment dgn amphotericin B dan gol azole


Fungal Infections Candidiasis

Kontamitan umum pada RS dan lab.


C. albicans paling sering menyebabkan infeksi
invasif.

Tidak lagi terkait hanya pada pasien


immunocompromised
Faktor resiko: sakit berat kronis, long-term
antibiotics use, urinary or vascular catheter;
gastrointestinal perforation; atau luka bakar.
Infeksi di paru menyebabkan acute atau
chronic granulomatous reaction.
Fungal Infections Candidiasis

Treatment dengan kombinasi fungicidal dan fungistatic


agents.

Fungicidal: polyenes (amphotericin B deoxycholate


[AmB-D] ) dan echinocandins (caspofungin, micafungin,
and anidulafungin).
Fungistatic:triazoles (fluconazole, itraconazole,
voriconazole, and posaconazole).
Triazoles dan echinocandins punya toleransi lebih baik
dan efek samping lebih rendah.

Treatment selama minimal 2 minggu.


Pada Candida mediastinitis pembedahan debribement
jaringan yang terlibat harus dilakukan.
Fungal Infections
Mucormycosis
Faktor resiko pada: Immunocompromised patients,
neutropenia, acidosis, diabetes, and hematologic
malignancy
Di paru terjadi invasi pembuluh darah, thrombosis
dan infarc. Kerusakan jaringan signifikan dengan
kavitasi dan absess
Treatment dengan penanganan faktor resiko dan
antifungal.
Lipid formulations dari amphotericin B
direkomendasikan.
Surgical resection lesi lokal dilakukan jika medikasi
gagal.
Fungal Infections
Histoplasmosis
Spora terinhalasi dari tanah yg terkontaminasi kotoran
kelelawar dan unggas.
Kondisi kronis menebabkan pulmonary histoplasmosis
granuloma, chronic cavitary histoplasmosis, mediastinal
granulomas,fibrosing mediastinitis, atau
bronchiolithiasis.
Diagnosis dgn fungal smear, kultur, biopsy atau
serologic testing.
Symptom acute pulmonary histoplasmosis: demam,
mengigil, headache, chest pain, musculoskeletal pain,
dan batuk nonproductive
Treatment kasus ringan dgn itraconazole. Kasus berat &
imunosuppressed dgn Amphotericin B.
Granulomas yang terkalsifikasi dapat menyebabkan
bronchiolithiasis, hingga bronchoesophageal fistula.
Pembedahan diperlukan u/ eksisi massa dan
Fungal Infections -
Coccidioides immitis
Diagnosis dengan serum analysis anticoccidioidal
antibody, spherule identification di jaringan, atau
kultur.
Inhalation spora menyebabkan infeksi primer.
40% simptomatis, dengan gejala fever, chills,
headache, erythema multiforme, erythema
nodosum, polyarthralgias, nonproductive cough,
dan chest pain
CXR ditemukan hilar and paratracheal adenopathy.
Pasien awal diassess sbg pneumonia, namun tidak
merespon terapi.
Kebanyakan kasus self-limited
Fungal Infections - Blastomyces
dermatitidis

Fungi berada di tanah dalam bentuk spora non motil


(conodia), conodia dapat ter-aerosolasi dan terhirup.
Infeksi self-limited.
Gejala non spesifik,batuk, sputum mucoid, chest pain,
fever, malaise, weight loss, dan hemoptysis
CXR pada lesi kronis, didapati lesi fibronodular mirip TB.

Pada chronic blastomycosis, treatment dengan triazole


therapy (oral itraconazole 200 mg daily) selama 6 bulan.
Amphotericin B dipilih pada infeksi berat, CNS dan
imunocompromised.
Pasca medikasi, reseksi kavitas dilakukan u/ cegah
relapse.
Massive Hemoptysis

Hemoptysis > 600 mL darah dlm 24 jam.


Mortality rate of 30% - 50%.

Lebih banyak melibatkan bronchial artery


circulation dibanding pulmonary circulation.

Penanganan melibatkan multidisciplinary team,


terdiri dari intensivist, radiologist intervensi,
dan bedah thorax
Massive Hemoptysis

Fokus u/ stabilisasi respirasi; intubasi + isolasi


bleeding.
Main-stem intubation ke paru normal +
endobronchial blocker ke paru yg bleeding.
Bronchoscopy u/ identifikasi sumber bleeding.
Kontrol dgn laser, bronchial oklusi, embolisasi
vaskular atau reseksi lesi.
End-Stage Lung Disease

Lung Volume Reduction Surgery.


Eksisi bedah area nonfunctional mengurangi volume
paru, memperbaiki respirasi.
LVRS meningkatkan kapasitas exercise, fungsi paru,
quality of life dan dyspnea.
Lung Transplantation.
Indikasi paling sering pada COPD dan idiopathic
pulmonary fibrosis (IPF).
Pasien dgn primary pulmonary hypertension dan cystic
fibrosis dilakukan bilateral-lung transplant.
Early mortality akibat primary graft failure.
Long-term survival terkait BOS, manifestasi chronic
rejection.
Chest Wall
Chest Wall Mass

Semua chest wall tumor dianggap malignant hgg


terbukti sebaliknya
Keluhan awal berupa massa yg teraba membesar, nyeri
atau keduanya
Pada Ewings sarcoma, fever dan malaise dpt terjadi.
Overall, 50% hingga 80% kasus chest wall tumors
bersifat malignant.

Pemeriksaan laboratorium u/ evaluasi:


Plasmacytoma: Serum protein electrophoresis
Osteosarcoma: Alkaline phosphatase meningkat
Ewings sarcoma: Erythrocyte sedimentation rate
meningkat
Chest Wall Mass

Pada CXR tampak destruksi costa, serta kalsifikasi


CT scan u/ evaluasi persebaran ke jaringan sekitar
(mediastinum, paru, soft tissues, dan skeletal),
metastasis, dan lesi tulang.
MRI menggambarkan jaringan lunak lebih jelas,
membedakan tumor benign dgn malignant sarcoma.

Biopsi dilakukan u/ diagnosis, metode:


Needle biopsy
Incisional biopsy
Excisional biopsy
Benign Chest Wall
Neoplasm
Chondroma.
Terjadi pada dewasa muda.
Biasanya terjadi di anterior costochondral junction, sulit
dibedakan dgn costochondritis.
Lesi radiodense, lobuler dengan kalsifikasi pada radiologi
Treatment dgn reseksi bedah dengan margin.
Fibrous dysplasia.
Terjadi pada dewasa muda.
Biasanya terjadi di posterolateral costa
Radiologi berupa tumor dgn penipisan korteks tanpa
kalsifikasi
Treatment dengan eksisi lokal dgn margin 2 cm.
Benign Chest Wall
Neoplasm
Osteochondroma.
Terjadi pada 2 dekade awal.
Berasal dari korteks costa
Eksisi lokal dilakukan u/ treatment
Pada malignancy, eksisi dengan margin 4cm dilakukan.
Eosinophilic granuloma.
Lesi osteolitik benign.
Dapat merupkan bagian dari Langerhans cell
histiocytosis (LCH).
Terjadi pada usia 5 - 15 years.
Penyembuhan spontan dapat terjadi. Treatment dengan
reseksi bedah dgn margin 2 cm.
Benign Chest Wall
Neoplasm
Desmoid tumor.
Tumor soft tissue berasal dari struktur
fascial/musculoaponeurotic
Terdiri atas sel fibroblas, collagen, dan mitoses.
Faktor resiko: peningkatan estrogen (kehamilan) dan
trauma.
Terjadi pada dekade ketiga keempat.
Tumor terfiksasi di dinding dada. Gambaran radiologi
tidak spesifik.
Tidak terjadi metastasis, namun rekurensi lokal sering
terjadi.
Pembedahan luas dengan margin 2 4 cm dilakukan.
Pada keterlibatan kosta, pengangkatan kosta diatas dan
dibawahnya dlakukan.
Primary Malignant Chest
Wall Tumor
Kegananasan dinding dada merupakan lesi metastatis atau
sarcoma.
Sarcoma jaringan lunak: liposarcomas, malignant fibrous
histiocytomas (MFHs), rhabdomyosarcomas,
angiosarcomas.
Prognosis tergantung grading histologis dan respon
kemoterapi.
Treatment:
Preoperative chemotherapy diikuti pembedahan dan
postoperative chemotherapy (osteosarcoma,
rhabdomyosarcoma, primitive neuroectodermal
tumor, atau Ewings sarcoma)
Primary surgical resection dan reconstruction
(nonmetastatic MFH, fibro-
sarcoma, liposarcoma, atau synovial sarcoma);
Preoperative chemotherapy diikuti reseksi pada
Primary Malignant Chest
Wall Tumor
Chondrosarcoma.
Biasanya muncul dari costochondral arches.
CT scan tampak lesi radiolusen dengan kalsifikasi,
dengan kerusakan struktur tulang. Treatment dengan
reseksi luas setelah keterlibatan tulang dan paru
dieksklusi
Tidak sensitif terhadap kemoterapi.
Osteosarcoma.
Terjadi pada dewasa muda
Radiologi tampak formasi periosteal baru membentuk
sunburst appearance.
1/3 pasien metastasis, paling sering ke paru
Treatment dgn preoperatif chemo diikuti reseksi dgn
margin 4 cm
Chemo pasca bedah direkomendasikan
Primary Malignant Chest
Wall Tumor
Malignant fibrous histiocytoma.
Berasal dari fibroblast
Terjadi pada dewasa akhir (50 70 tahun)
Gejala nyeri dengan atau tanpa massa teraba. Radiologi
tampak destruksi jaringan sekitar
Treatment bedah reseksi dengan margin 4 cm

Liposarcoma.
Merupakanlow-grade tumor yg terjadi lokal
Gejala berupa massa tak nyeri
Treatment dgn reseksi luas dan rekonstruksi
Kekambuhan ditreatment dengan reseksi ulang dan
kemoterapi.
Primary Malignant Chest
Wall Tumor
Fibrosarcoma.
Massa besar tak nyeri
Lesi tampak dengan destruksi jaringan sekitar pada Xray
atau CT
Treatment dengan eksisi luas dgn analisis margin frozen-
section, diikuti rekonstruksi
Kekambuhan sering terjadi.

Rhabdomyosarcoma.
Secara mikroskopis merupakan spindle cell tumor.
Diagnosis dengan pengecatan immunohistochemical
staining u/ marker otot.
Sensitif terhadap chemo
Treatment dengan preoperative chemotherapy dgn
reseksi bedah.
Chest Wall Reconstruction

Margin sangat berpengaruh pada kekambuhan.


Reseksi en bloc harus melibatkan kosta, sternum, sulcus
superior atau spine jika memang diperlukan.
Reseksi kosta melibatkan 1 kosta diatas dan dibawahnya
dengan otot dan pleura.
Keterlibatan tepi paru mengharuskan reseksi lobus
terkait.
Rekonstruksi defek besar pada chest wall beresiko
herniasi paru.
Material tertentu digunakan u/ rekonstruksi chest wall:
rib autografts, steel struts, acrylic plates, dan beberapa
synthetic meshes.
Penggunaan 2-mm polytetrafluroethylene (Gore-Tex)
patch atau double layerpolypropylene (Marlex) mesh yg
dibalut methylmethacrylate direkomendasikan.
Mediastinum
Anatomy dan Pathologic

Terbagi 3 kompartemen:
Anterior compartment (sternum anterior surface
jantung)
Terdapat thymus, artery vena mammary internal, lymph node
dan lemak
Visceral/middle compartment (great vessel trachea)
Terdapat pericardium dan isinya, aorta ascendent dan
transverse, superior dan inferior venae cavae, the
brachiocephalic artery dan vena, nervus phrenicus dan vagus,
trachea dan bronkus utama, lymph nodes, dan arteri vena
pulmoner.
Posterior compartment (posterior, paravertebral sulci,
dan area paraesophageal)
Aorta descendent, esophagus, thoracic duct, vena azygos dan
hemiazygos, dan lymph nodes.
History dan Physical Exam

Dua pertiga tumor asymptomatic. Ditemukan saat


screening CXR /CT.
Gejala bergantung pada ukuran, lokasi, kecepatan
perbesaran, derajat inflamasi dan keterlibatan struktur
sekitar.

Penekanan trachea menimbulkan batuk, dyspnea, atau


stridor.
Chest pain akibat efusi, tamponade, dan keterlibatan
nervus phrenicus
Hoarseness muncul pada keterlibatan nervus recurrent
laryngeal

Diagnosis dengan riwayat dan px fisik.


Px laboratorium menunjukkan tanda inflamasi ( ESR,
Imaging dan Serum Marker

contrast-enhanced CT scan u/diagnosis. MRI u/ evaluasi


keterlibatan vaskular atau spinal.
Biopsy & Surgical Approach

Nonsurgical biopsi kadang dilakukan karena tidak semua


tatalaksana massa mediastinum dilakukan reseksi bedah
CT-guided needle biopsy, EUS-guided FNA, dan core-
needle biopsy dapat dilakukan u/ sampel sitologi.
Kombinasi FNA dan core-needle biopsy
direkomendasikan dgn akurasi 98%
Jika nonsurgical biopsi tidak memungkinkan, surgical
biopsy diindikasikan.
Anterior mediastnum median sternotomy.
Tumor paratracheal mediastinoscopy
Mediastinum anterior posterior VATS approach
Reseksi thymus insisi cervical dgn sternal retractor.
Mediastinal Neoplasm

Thymic Hyperplasia.
Sering dilaporkan pasca chemo lymphoma/germ cell
tumor.
Serial CT scan u/ bedakan benign hyperplasia dgn
lymphoma . Gambaran densitas jaringan lunak
triangular di retrosternal.
Biopsi dapat dilakukan.
Thymoma.
Terjadi sering pd usia 40 60 th.
Gejala asimtomatis , kadang menyerupai myasthenia
gravis dgn adanya ACTH antibody.
Thymectomy menurunkan gejala myasthenia.
Diagnosis dgn CT scan dan histologis. PET sccan
membedakan dgn thymic cancer.
Mediastinal Neoplasm

Treatment dgn thymectomy (median sternotomy) .


Reseksi pericardium, pleura, paru, nervus phrenicus
dilakukan jika terdapat keterlibatan.
Reseksi nervus phrenicus bilateral dihindari karena
morbiditas respirasi post op.
Radiasi pd unresectable thymoma yang gagal induksi
chemoterapy direkomendasikan.
Mediastinal Neoplasm

Thymic Carcinoma.
Low-grade tumor terdiferensiasi baik dgn squamous
cell, mucoepidermoid, atau basaloid
High-grade tumor dgn lymphoepithelial, small cell
neuroendocrine, sarcomatoid, clear cell, dan
gambaran anaplastik yang tidak terdiferensi.
Reseksi total direkomendasikan, namun rekurensi
tinggi.
Post-operatif dilakukan radiotherapy.
Chemo dengan carboplatin/paclitaxel
direkomendasikan.
Prognosis buruk.
Mediastinal Neoplasm

Thymolipoma.
Lesi jinak dgn ukuran besar.
Gambaran CT dgn densitas lemak yang terisi densitas
jaringan lunak menyerupai pulau di jaringan tymus.
Makroskopis lunak, capsulated.
Manajemen denga reseksi massa

Neurogenic Tumors.
Berasal dari sel nerve sheath, sel ganglion atau
paraganglion.
Tumor dari nerve sheath terjadi pada dewasa, asimtomatis
dan kebanyakan jinak.
Pada anak dan dewasa muda tumor dari ganglion autonom.
Neurogenic Tumor

Nerve Sheath Tumors.


Neurilemoma
Berasal dari sel Schwann nervus intercostal. Lunak,
berkapsul, benign.
Histologis dibagi menjadi Antoni type A (compact spindle
cell) dan B(jar ikat longgat dan myxoid).
Reseksi direkomendasikan dgn VATS
Neurofibroma
Terdiri atas selubung saraf dan sel saraf.
70% benign , 30% terdegenerasi jd neurofibrosarcoma.
Prognosis neurofibrosarcomas buruk.
Treatment dgn reseksi bedah.
Radio dan chemotheraphy tidak signifikan.
Neurogenic Tumor
Ganglion Cell Tumors.
Ganglioneuroma.
Tuomor beningn, terdiferensiasi baik.
Biasanya asimtomatik, diare akibat vasoactive intestinal
peptide.
Reseksi direkomendasikan dgn rekurensi rendah.
Ganglioneuroblastoma.
Campuran sel ganglion benign dan malignant neuroblast.
Pola nodular lebih beresiko metastasis dibanding diffuse
Histolgis tampak kalsifikasi di sekitar neuroblast.
Manajemen bedah reseksi dgn 5-year survival 80%.
Neuroblastoma.
Lesi sangat malingnant.
Terjadi pd dekade pertama kehidupan.
Treatment dgn reseksi.
Paraganglionic Tumor
Terdiri atas chemodectoma dan
pheochromocytoma.
Lokasi pheochromocytoma di sulcus costovertebral.

Memproduksi catecholamine, beresko kegawatan


hemodinamik.
Penunjang dgn kadar catecholamines dan
metabolite di urin. Diagnosis dgn CT scan, dibantu
MIBG scintigraphy.
Medikasi preoperative dengan - dan -adrenergic
blockade u/ cegah malignant hipertensi dan aritmia
intraoperasi.

Lokasi chemodectomas di arcus aorta, vagus


Lymphoma

Keganasan paling sering di mediastium


50% kasus Hodgkins dan non-Hodgkins
lymphoma, primary site di mediastinum.
Manajemen dgn chemotherapy dan/atau
radiasi
Cure rate hingga 90% pada early-stage
Hodgkins disease dan hingga 60% pada kasus
lebih berat
Germ Cell Tumor
Keganasan paling sering pd pria muda (15 35 thn)
Berasal dari gonadal, eksklusi tumor primer gonad
diperlukan.
Mature teratomas bersifat jinak, diagnosis dgn CT scan
Diagnosis seminoma dgn FNA biopsi, dan serum marker
(hCG dan AFP).
Core needle atau biopsi bedah dapat dilakukan.
Thoracoscopy digunakan sbg approach bedah dan
diagnosis.

Seminoma.
Manajemen kondisi lanjut dgn kombinasi cisplatin-based
chemotherapy dengan bleomycin dan antara etoposide
atau vinblastine.
Pembedahan dilakukan pd seminoma kecil asimtomatik.
Germ Cell Tumor
Nonseminomatous germ cell tumors.
Terdiri atas (embryonal cell carcinomas,
choriocarcinomas, endodermal sinus tumors, dan tipe
campuran).
Tumor tebal, ireguler di mediastinum anterior.
Terdapat kenaikan Lactate dehydrogenase (LDH), AFP,
dan hCG.
Manajemen dgn chemotherapy kombinasi cisplatin,
bleomycin, dan etoposide, diikuti reseksi lesi sisa.

Teratoma.
Berisi lapisan embryonic, ecto- , meso-, dan endoderm.
Teratoma matur dilakukan reseksi bedah dgn prognosis
baik.
Mediastinal Cyst
Pericardial cyst.
Asymptomatic, lokasi di costophrenic angle.
Berisi cairan jernih berlapis sel mesothelial.
Manajemen lesi asimptomatis dgn observasi, reseksi
diindikasikan pada cyst kompleks dan besar.
Bronchogenic cyst.
Terjadi pada embryogenesis.
Dinding tipis berlapis epitel respiratoy, berisi mucoid dan
seromucous gland, otot polos dan kartilago.
Lesi sering asymptomatic. Symptom dpt berupa nyeri
dada, batuk, dyspnea
Reseksi diindikasikan jika besar (>6m) atau symptomatis
problems. Approach dgn posterolateral thoracotomy
Mediastinal Cyst
Enteric cyst.
Komplikasi berupa hemorrhage, infeksi dan perforasi.
Reseksi harus dilakukan meskipun asymptomatic

Thymic cyst.
Cyst sederhana asimptomatic.
Biasanya terdapat pada pasien thymoma dan Hodgkins
disease.

Ectopic endocrine glands.


Berasal dari thyroid, kebanyakan ekstensi dari massa
thyroid.
Lesi nontoxic direseksi dengan approach cervical.
Pada lesi berupa parathyroid gland .
Reseksi dgn bedah terbuka atau thoracoscopic dilakukan.
Mediastinitis
Acute Mediastinitis.
Infeksi fulminant, kausa akibat perforasi esofagus, infeksi
stenal .
Gelaja demam, chest pain, dysphagia, resp distress.
Merupakan kegawatdaruratan bedah.
Dapat memburuk hingga sepsis, ggn hemodinamik dan
kematian.
Evaluasi persebaran dgn CT scan dan pertimbangan
approah drainage.
Treatment bedah u/ atasi kausa. Antibiotik, fluid
resuscitation, sebagai tx suportif.
Chronic Mediastinitis.
Inflamasi kronis akibat sclerosing /fibrosing mediastinitis.
Berasal dr lymph node pd histoplasmosis dan TB
Berakibat penekanan vena (SVC, innominate dan azygos).
Mediastinum
Pleural Effusion

15 - 20 mL cairan pleura normalnya.


Ggn imbalance sebabkan akumulasi cairan abnormal.
Kausa umum congestive heart failure, bacterial
pneumonia, malignancy, dan pulmonary emboli.
Manajemen dgn thoracentesis, kec. efusi pada CHF dan
gagal ginjal dan efusi pd perbaikan pneumonia.
Pada CHF terapi dgn diuresis.
Pada pneumonia akibat reactive parapneumonic
process, terapi dgn antibiotik u/ pneumonia pd kasus
ringan.
Pada efusi jmlh banyak curiga empyema dgn terapi
drainase dgn chest tube.
Drainage

Cedera pada organ lain seperti paru, pneumothorax,


hepar, lien dan organ intraabdomen.
Drainasi cepat diikuti dyspnea (postexpansion
pulmonary edema).
Rekomendasi drainase awal max 1500 mL.

Evaluasi transudat atau exudat.


Transudates hasil ultrafilrtasi akibat ggn hydrostatic
pressure atau colloid osmotic pressure (CHF atau
chirrosis).
Exudates kaya protein, akibat inflamasi/sekresi tumor.
Keruh, berdarah atau purulen.
Diferensiasi dgn Lights criteria (exudat rasio protein >
0.5 dan rasio LDH > 0.6 atau LDH level > 2/3 batas atas
serum.
Malignant Pleural Effusion

Berupa eksudatif dengan darah.


Terkait dengan keganasan (most common lung, breast
cancer, and lymphomas).

Thoracoscopy dan biopsi langsung dilakukan jika hasil


analisis drainage tidak pasti.
Treatment sesuai ukuran dan derajat dyspnea dan
preferensi pasien.
Efusi luas simptomatik drainage dgn tunneled indwelling
pleural catheter, tubethoracostomy dgn doxycycline
(sclerosing agent) atau VATS.
Empyema

Efusi purulent, berkaitan dgn infeksi, neoplasma, cardiac


problem, DM drug dan alchohol abuse, ggn imunologis.
Paling sering terkait parapneumonic, postsurgical dan
posttraumatic.
Pd infeksi akibat Pneumococci dan Staphylococci.
Treatment kausa infeksi dgn broad spectrum AB atau
sesuai kultur.

Pus masih tidak kental pd awal proses parapneumonic,


drainase dgn large-bore thoracocentesis dapat
dilakukan. Dilanjutkan dgn antibiotik
Akhir proses parapneumonic, pus kental, dapat dgn
adhesi. Treatment dgn chest-tube atau thoracoscopy.
Pleural yang menebal, dekortikasi dgn thoracoscopy
atau thoracotomy dilakukan.
Chylothorax

Terkait trauma bedah ductus thoracic atau cabang


utamanya.
Kausa lain terkait trauma tusuk atau tumpul dada atau
leher, dan central line insertion.
Chylothorax

Volume cairan limfe yg mengalir di ductus


thoracic besar,
Leakage hingga 2 L/ hari, tubuh deplesi
protein, limfosit dan cairan.

Thoracentesis didapatkan cairan putih susu


non purulent.
Evaluasi level triglyceride > 110 mg/ 100 mL,
memastikan diagnosis.
Treatment tergantung kausa, volume dan
kondisi pasien.
Tumor Pleura

Malignant Mesothelioma.
Faktor resiko utama exposure asbestos.
Terjadi usia >40 tahun.
Amphibole asbes, dapat mencapai parenkim dan
menyebabkan mesothelioma.
Gejala berupa dyspnea dan chest pain. Disertai efusi.
Evaluasi dgn thoracoscopy atau open biopsi u/ bedakan
dgn adenocarcinoma.
Treatment supportive, reseksi bedah dan
chemo/radiation therapy.
Pleurectomy atau talc pleurodesis meningkatkan
survival short-term.
Tumor Pleura

Rekomendasi terapi berdasarkan tumor stage


dan kondisi pasien.
Extrapleural pneumonectomy
direkomendasikan pada epitelial
mesothelioma, early-stage ddgn fungsi paru
baik.

Kasus lebih berat ditangani dgn dekortikasi dgn


intrapleural chemoterapi.
Kondisi fungsi paru yang buruk, talc
pleurodesis direkomendasikan.
Tumor Pleura

Fibrous Tumors of the Pleura.


Tidak terkait dgn asbestos exposure
Massa peduncular dari pleura visceral.
Histologis membentuk patternless pattern.
hiperselularitas random berisi spindle cell dgn nukleus
vesicular, ovoidal dan scarce cytoplasm, serta
hiposelularitas dgn jaringan ikat fibrosa, perdarahan,
myxoid atau nekrosis.
Sering terjadi pada dekade enam atau tujuh kehidupan.
Sifat dapat beningn maupun malignant, gejala batuk
chest pain dyspnea.
Reseksi direkomendasikan, lesi benign sembuh
sedangkan lesi malignant yg tidak tereseksi sempurna
dapat rekurensi maupun metastasis.
Terima Kasih

You might also like