You are on page 1of 18

Asuhan Keperawatan Kejang

Demam

Oleh : Diah Ayu Mustika


Pengertian Kejang Demam

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan
hingga 5 tahun yang berkaitan dengan demam, namun tanpa adanya
tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab yang jelas. (Roy,
Meadow, 2005)
Etiologi Kejang Demam
Hingga sekarang belum diketahui dengan pasti etiologi kejang demam,
Kejang demam biasanya dicetuskan oleh infeksi serupa, infeksi virus
pada telinga, faring atau saluran cerna. (Merenstein Gerald, 2001: 638)
Klasifikasi Kejang Demam
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini: 1. Kejang lama > 15
menit 2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial 3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Patofisiologi Kejang Demam
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 0C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan
kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Kenakan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion k+ maupun Na+, melalui membran tersebut
sehingga terjadi lepas muatan listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun ke bembran sel sekitarnya
dengan bantuan neuron transmiter dan terjadilah kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai dengan
apnea, meningkatkan kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnea dll,selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat hingga terjadi
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang
seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang
kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.
Manifestasi Klinis Kejang Demam
1. Kejang demam sederhana
a. Berlangsung singkat, <15 menit
b. Kejang umum, tonik dan atau klonik
c. Tanpa gerakan fokal / berulang selama 24 jam
2. Kejang demam kompleks
d. Kejang lama, >15 menit
e. Kejang fokal / parsial saru sisi / kejang umum didahului kejang parsial
f. Berulang / lebih dari 1x/24 jam
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan serebrospinal
Elektroesenfalografi, tetapi kurang mempunyai nilai prognostik, tidak
dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana
Pemeriksaan lab rutin, untuk mengetahui sumber infeksi. (Mansjoer
Arief, 2000)
Komplikasi
Kejang Demam Berulang
Kerusakan Neuron Otak
Retardasi Mental
Epilepsi
Hemiparesis
Penatalaksanaan
Menghentikan kejang : dengan kolaborasi Diazepam
Menurunkan demam : 1. Antipiretik
2. Kompres suhu >39C : air hangat
3. Kompres suhu >38C : air dingin
4. Pengobatan penyebab : Antibiotik
Pencegahan Kejang : Diazepam dan asam valproat
Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Tanda : Perubahan kekuatan otot
2. Sirkulasi
Gejala : hipertensi, peningkatan nadi, sianosis
3.Integritas ego
Gejala : Stressor eksternal / einternal yang berhubungan dengan keadaan dan penanganan
4. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia
Tanda : Peningkatan tekanan kandung kemih aliran tonus sfinger, otot relaksasi yang
mengakibatkan inkotinensia (baik urine atau fekal)
5. Makanan/ cairan
Gejala : Mual/muntah yang berhubungan dengansktivitas kejang
6. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pusing,riwayat trauma kepala.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot atau punggung pada priode posiktal, nyeri abdomen
paraksimal selama fase iktal.
8. Pernapasan
Gejala : Fase iktal: gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun atau cepat,
peningkatan sekresi muskus.
Diagnosa Keperawatan
Resiko Tinggi Cidera b.d perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi
otot
Resiko Aspirasi b.d gangguan reflek menelan
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d relaksasi lidah, gangguan reflek
menelan
Hipertermia b.d proses inflamasi
Intervensi
a. Resiko Tinggi Cidera b.d perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot
Tujuan : Mencegah terjadinya cidera.
Intervensi :
Libatkan keluarga dan penanganan kejang dan ajari cara melakukannya.
Hindari stimulus yang menyebabkan terjadinya kejang.
Berikan obat kejang sesuai ketentuan.
Lakukan perawatan gigi dengan baik selama terapi fenitoin.
Berikan Vit. D dan asam folat selama terapi fenitoin dan fenobarbital untuk mencegah defisiensi.
Dampingi anak selama beraktivitas.
Kaji lama kejang.
Lindungi anak selama kejang.
b. Resiko Aspirasi b.d gangguan reflek menelan
Tujuan : Mencegah terjadinya ditress pernafasan
Intervensi :
Jangan melakukan distress pernafasan
Tempatkan selimut dibawah kepala
Longgarkan pakaian
Jangan menempatkan apapun dimulut anak
Miringkan anak
Atur posisi kepala anak tidak dalam keadaan hiperekstensi untuk meningkatkan ventilasi

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d relaksasi lidah, gangguan reflek menelan
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
Intervensi :
Lakukan suction
Setelah kejang berikan posisi miring bila tidak memungkinkan, angkat dagu pasien ke atas dan ke depan dengan
kepala mendongak ke belakang.
Atur tempat tidur dibagian kepala , ditinggikan 45
d. Hipertermia b.d proses inflamasi
Tujuan : suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi :
Kaji faktor faktor terjadinya hiperthermi.
Observasi tanda tanda vital tiap 4 jam sekali
Pertahankan suhu tubuh normal
Ajarkan pada keluarga memberikan kompres hangat pada kepala / ketiak .
Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Beri ekstra cairan dengan menganjurkan klien banyak minum
Batasi aktivitas fisik
Kolaborasi dokter untuk menentukan terapi
Terima Kasih
Daftar Pustaka
M. Rudolph, Abraham.2006. Buku Ajar Pediatrik
Rudolph. Jakarta.
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 6. EGC. Jakarta.
Roy, Meadow.2005. Notes pediatrik Edisi 7. Erlangga.
Jakarta.

You might also like