Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 8
Taufik Sunandar
Khairul Yudha Pratama
Hendra Primanjaya
Nita Anggriani
Delis Saniatil Hayat
Neng Intan
UPAYA PENURUNAN KADAR MERKURI DALAM MEDIA AIR
MENGGUNAKAN ADSORBEN 2-MERCAPTOBENZOTHIAZOLE (MBT)
LEMPUNG AKTIF
Taufik Sunandar
31113104
Latar Belakang
Bahan
Aditif
Bahan
Bahan
beracun
Berbaha Pengolahan
ya
Limbah?
Limbah
Kosmet
ik
Salah satu upaya pencegahan atau meminimalisasi dari dampak negatif merkuri
adalah mengolah terlebih dahulu air yang akan dipergunakan dalam kehidupan
sehari-hari, terutama untuk keperluan konsumsi, makan dan minum.
Adsorbsi, Adsorben yang biasa dipakai dapat berupa material berpori seperti
arang, zeolit dan lempung. Selain itu, guna meningkatkan daya adsorpsinya
dapat juga dilakukan dengan menanamkan (mengimpregnasikan) suatu
senyawa yang mempunyai gugus tertentu dan bersifat interaktif terhadap
logam-logam berat seperti merkuri.
Beberapa penelitian terdahulu sehubungan dengan adsorbsi senyawa merkuri
dalam larutan telah dilakukan, antara lain Semu, dkk (1987) yang menggunakan
tanah tropis sebagai adsorben, Saadi (1995) menggunakan gambut, Narsito dan
Purwadi (2001) menggunakan tanah diatome sebagai pengemban MBT. Dengan
hasil yang sangat tinggi yaitu hampir 100 %. Hal yang demikian itu akan sangat
bermanfaat dan menarik jika dapat diterapkan pada air sungai yang telah
tercemar dengan merkuri dan menggunakan lempung sebagai pengemban MBT.
Pada penelitian ini, adsorben yang akan dipakai adalah lempung jenis bentonit
mengingat bahan tersebut banyak tersedia, murah, mudah didapatkan dan
telah dikenal sebagai adorben pada berbagai proses adsorpsi.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
- Bentonit
- HCl
- NH4NO3
- AgNO3
- NaOH
- AlCl3 anhidrat
- metilen biru
- 2-Mercaptobenzothiazole (MBT)
- Aseton
Demetalisasi pada lempung
(bentonit) yang dilakukan
dengan merendam bentonit
Proses Prosedur
pilarisasi yang
dilakukan dengan merendam
Uji kemampuan adsorpsinya
dengan larutan metilen blue.
dalam larutan HCl, larutan bentonit hasil demetalisasi Hasil pengujian dengan
NH4NO 3 dan kemudian selama 18 jam dalam larutan metilen blue tersebut
dilanjutkan dengan AlCl3 yang sebelumnya telah diambil sebagai dasar untuk
pemanasan pada dua ditambah dengan NaOH 0,1 menentukan tahap
temperatur (120 oC dan 400 M. selanjutnya,
o
C).
Hendra Primanjaya
3113071
Farmasi 4B
METODE PENELITIAN
Bahan Alat
Bahan yang digunakan sampel shampoo Alat yang digunakan glassware,
yang digunakan dengan perbedaan Neraca mikro
merk yaitu merk A, B, C dan D, ;
Aquadest. Shampoo dengan satu merck,
(Timbangan listrik) (Sartorius BP 160
P); Flakon;
tetapi warna berbeda yaitu shampoo : I
adalah Shampoo pantene warna pink; Spektrofotometer Serapan Atom
II : Shampoo pantene warna kuning ; III : model AA 300 P
Shampoo pantene warna biru; IV :
shampoo pantene warna hijau
Produksi Rechtron, Australia dengan
Changer
Jalannya penelitian
Sampel Panaskan +HNO3 10 Diperoleh
timbang dengan ml larutan
2,0 gram pawan kemudian jernih
porselin diaduk
Diukur
Larutan
dengan
jernih Tambah Masukkan
spektorofoto
dimasukka aquades pada flakon
metri AAS .
n dalam sampai yang
Dilakukan
labu takar tanda batas tertutup
preparasi 5
5,0 ml
kali
Kurva baku dibuat seri kadar larutan Pb standar dengan
konsentrasi 0,5 ; 1,0 ; 1,5; 2,0 ; 2,5 ppm, kemudian masing - masing
larutan standar diukur absorbansinya dan dibuat kurva absorbansi
versus konsentrasi .
HASIL DAN PEMBAHASAN
ANALISIS KUANTITATIF
Analisis kualitatif dilakukan dengan :
1. Mereaksikan antara larutan hasil destruksi dengan HCl, terbentuk
warna putih dari PbCl2 dan dengan H2S terbentuk warna coklat
kehitaman dari PbS.
2. Menggunakan Hallow Chatode Lamps ternyata hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa pada sampel shampoo positif mengandung logam
Pb, dengan adanya respon Absorbansi pada panjang gelombang
serapan maksimum.
ANALISIS KUANTITATIF
Nita Anggriani
31113089
Farmasi 4B
Pendahuluan
Sabun merupakan salah satu hasil industri yang cukup penting dan diproduksi selama lebih dari 2000 tahun, karena merupakan salah
satu kebutuhan. Dengan ditingkatkannya sektor industri sabun diharapkan taraf hidup masyarakat akan dapat ditingkatkan lagi. Akan
tetapi, dengan munculnya industri ini perlu dipikirkan juga efek sampingnya yang berupa limbah. Limbah tersebut dapat berupa limbah
padat (solid wastes), limbah cair (liquid wastes), maupun limbah gas (gaseous wastes). Dalam penelitian ini pengolahan Limbah pabrik
sabun yang berupa soap gliserin dapat diolah menjadi triasetin dengan proses asetilasi, dimana diperlukan variabel suhu,
waktu dan kecepatan pengadukan yang sangat mempengaruhi hasil asetilasi disamping pereaksi dan
bahan baku.
Gliserin merupakan limbah pabrik sabun yang relatif berharga, limbah ini dapat diproses lebih lanjut dan banyak digunakan pada
industri-industri kimia. Secara tradisional gliserin didapat sebagai hasil samping dari minyak tumbuhan dan hewan yang disaponifikasi
pada pabrik sabun. Dalam proses pengolahan
Manfaat yang dapat diharapkan dari pembuatan triasetin ini, antara lain :
a. Pencemaran terhadap lingkungan yang disebabkan oleh limbah pabrik sabun dapat dikurangi.
b. Dapat menambah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Metode
Soap/crude Gliserin
(Limbah Pabrik Sabun)
Alat dan bahan
dengan komposisi
Glycerin = 36,25%
Minyak lemak = 1,26%
Sabun Na = 0,42 %
Nacl = 1,03%
Air = 61,04%
Hasil dan Pembahasan
Gambar 3.Grafik hubungan antara
waktu dengan kadar triasetin pada
kecepatan 100 rpm.
Gambar 4.Grafik
hubungan antara waktu
dengan kadar triasetin
pada kecepatan 200 rpm
Gambar 5. Grafik hubungan
antara waktu dengan kadar
triasetin pada kecepatan 300
rpm.
1. Pengaruh Suhu
Semakin besar suhu reaksi (batasan antara 60-120C), maka kadar triasetin semakin meningkat.
2. Pengaruh Kecepatan Pengadukan
Pada percobaan dengan perubah kecepatan pengadukan (batasan antara 100-400 rpm), diperoleh
bahwa semakin besar kecepatan pengadukan, maka kadar triasetin akan semakin besar.
3. Pengaruh Waktu Reaksi
Pada percobaan dengan perubah waktu reaksi (batasan antara 30-90 menit), diperoleh bahwa
semakin besar waktu reaksi, maka kadar triasetin semakin besar. Tetapi dalam reaksi asetilasi
apabila sudah mencapai waktu yang optimal (75 menit), reaksi tersebut terjadi reaksi
kesetimbangan dan diperoleh kadar triasetin tertinggi.
Kesimpulan
Limbah pabrik sabun yang berupa soap gliserin dapat diolah menjadi triasetin dengan proses
asetilasi.
Semakin tinggi suhu reaksi (batasan antara 60C - 120C) dan semakin tinggi kecepatan
pengadukan (batasan antara 100 400 rpm), maka semakin tinggi kadar triasetin yang
terbentuk. Tetapi waktu reaksi dibatasi oleh keadaan optimal (75 menit), apabila keadaan
tersebut melebihi keadaan optimal, maka kadar triasetin akan menurun.
Keadaan proses yang relatif baik, yaitu Suhu 120C dan Waktu 75 menit serta pada kecepatan
pengadukan 400 rpm, sehingga kadar traisetin yang dicapai sebesar 31,72%.
Delis Saniatil Hayat
31113062
PENDAHULUAN
No.
HASIL DAN PEMBAHASAN
KI 0,5 N
1 A Ada komposisi, tidak ada No. batch dan No. POM (+)
44
Pendahuluan
Salah satu industri di Purbalingga yang memproduksi rambut palsu (wig) adalah PT. Indokores
Sahabat. Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan wig adalah rambut asli (human
hair) dan sinthetic hair. Sedangkan bahan pembantu yang digunakan antara lain bahan pewarna
rambut, asam klorida, kaporit, hidrogen peroksida dan soda ash. Tahapan proses pembuatan wig
terdiri dari proses produksi/penyiapan bahan rambut dan proses produksi wig (Baristand Indag
Semarang, 2006). Ditinjau dari karakteristik air limbah hasil dari pemantauan, pada umumnya
para pengusaha rambut palsu belum mengetahui teknologi pengolahan air limbah yang tepat
sehingga air limbah belum memenuhi Baku Mutu Golongan I untuk dibuang ke badan air
penerima.
45
Metode Penelitian
Sampel limbah cair industri rambut palsu didapatkan dari PT. Indokores Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian
Sahabat sedangkan bahan penolong yang digunakan untuk proses ini meliputi Benscale lumpur aktif, alat koagulasi
secara kimia berupa koagulan PAC dan FeSO4 , larutan kapur, asam dan flokulasi skala laboratorium (Jar Test), pH
klorida. Reagen untuk analisa COD antara lain larutan baku kalium indikator, nevelometer dan tabung nevelometer.
dikromat 0,25 N, larutan asam sulfat perak sulfat, larutan indikator Alat analisa COD (refluk terbuka) yang terdiri dari
ferroin, larutan ferro ammonium sulfat (FAS) 0,1 N; larutan baku labu erlenmeyer, pendingin Liebig 30 cm, hot plate
potasium hidrogen phthalat (KHP), serbuk merkuri sulfat, HgSO4, batu
atau yang setara, abu ukur 100 mL dan 1000 mL,
didih. Untuk pengolahan secara biologi aerob digunakan lumpur aktif
yang didapat dari PT. Rimba Partikel Indonesia (RPI). Sedangkan
buret 25 mL atau 50 mL, pipet volum 5 mL; 10 mL;
reagen untuk analisa BOD antara lain air bebas mineral / aquades, 15 mL dan 50 mL; erlenmeyer 250 mL (labu refluk),
larutan buffer phosphate, larutan magnesium sulfat, larutan kalsium timbangan analitik, pH indikator, dan turbidimeter.
klorida, larutan feri klorida, air pengencer, larutan indikator Alat analisa BOD meliputi Botol DO, lemari inkubasi
kanji (amylum)., larutan mangan sulfat, larutan Thio suhu 20 oC 1 oC , labu takar 500, 1000 ml, pipet
sulfat 0,025 N, larutan alkali yodida Azida, asam sulfat volumetrik 1; 5 ; 10 ; 20 ; 25 ; 50 dan 100 ml, buret,
pekat, larutan baku K2Cr2O7 0,025 N, larutan KI 20 %. timbangan analitik, erlenmeyer 50 ; 500 ml.
46
Variabel terikat yang dipilh antara lain limbah cair industri rambut Percobaan air limbah skala laboratorium secara fisika, kimia
palsu (PT. Indokores Sahabat), pengadukan cepat 1 menit 180 rpm, biologi dilakukan pada contoh air limbah yang dipandang jelek
pengadukan lambat 15 menit 50 rpm, dosis koagulan FeSO4 20% yang diambil dari salah satu industri rambut palsu yang ada di
dan dosis koagulan PAC 20%. Sedangkan untuk aklimitasi mikro Purbalingga. Limbah cair yang telah masuk bak equalisasi
organisme reaktor isi penuh air limbah dan lumpur awal aerob
dilakukan identifikasi karakteristik untuk mengetahui parameter
MLSS (Mix Liquor Suspended Solid) sekitar 3000 - 5000 mg/l,
apa saja yang tidak memenuhi baku mutu. Kemudian limbah cair
aerasi 1 hari dan tambah pupuk urea dan PO4, pengolahan air
tersebut dilakukan penyaringan terhadap limbah padat padat yang
limbah secara aerob pH sekitar 7 ; D.O > 2 ppm, MLSS = 4000
masih tertinggal. Setelah itu, limbah cair diambil 500 ml pada
ppm, SVI 30: 25 30 %. Sedangkan variabel bebas yang digunakan
adalah jenis koagulan yaitu ferro sulfat dan PAC, pH koagulan dari masing-masing beaker glass untuk dilakukan proses koagulasi
masing-masing koagulan ferro sulfat ( kisaran 9, 10, 11, 12 ) dan pada alat Jar Test dan dengan waktu yang bersamaan
PAC ( kisaran 5, 6, 7, 8 ), volume koagulan PAC (0,5 ; 1 ; 1, 5 ; 2) ditambahkan koagulan dengan variabel yang telah ditentukan. Jar
ml, pengolahan air limbah secara aerob dengan waktu pengolahan 4 Test dikondisikan pengadukan cepat 1 menit 180 rpm dan
jam, 8 jam, 12 jam, 16 jam, 20 jam dan 24 jam. pengadukan lambat 15 menit 50 rpm.
47
Setelah dari Jar Test, limbah di beaker glass didiamkan selama 1 jam untuk
dipisahkan endapan yang terjadi dan limbah yang telah jernih. Masing-
masing sampel diukur kandungan COD, tingkat kekeruhan dan jumlah
endapan. Koagulan yang memberikan penurunan paling besar, dilakukan
pengolahan biologi lumpur aktif. Lumpur aktif dikondisikan waktu tinggal 4
jam, 8 jam, 12 jam, 16 jam, 20 jam, dan 24 jam. Pada masing-masing waktu
tinggal, sampel limbah dianalisa kandungan COD dan BODnya hingga tidak
mengalami penurunan lagi. Sampel limbah dianalisa karakterisasi secara
keseluruhan. Setelah memenuhi standar baku mutu, limbah cair dapat
dialirkan ke badan sungai.
48
Hasil dan Pembahasan
49
50
Dari hasil pengolahan air limbah industri rambut palsu dengan koagulan PAC dengan variable dosis koagulan
dan pH disajikan pada grafik 3.1 Dari tabel terlihat bahwa % penurunan COD yang paling besar adalah pada
dosis PAC 20% sejumlah 0,5 ml (untuk 500 ml air limbah) pada pH 6 dengan % penurunan COD 78,29 % dan
penurunan kekeruhan 95,79 %. Sedangkan dari grafik 3.2 terlihat bahwa % penurunan COD optimal adalah
pada dosis FeSO4 20 % sejumlah 2 ml (dalam 500 ml air limbah) dengan % COD = 67,43 % dan %
penurunan kekeruhan = 93,25 %. Prosentase penurunan dari PAC memberikan hasil yang lebih baik dari Fero
Sulfat, hal ini dikarenakan PAC bersifat stabil sebab endapan yang dihasilkan memiliki ukuran partikel yang
kecil, sehingga tidak mudah mengalami gangguan dan dibutuhkan waktu yang relatif singkat lagi untuk
mengendap dibandingkan dengan Fero Sulfat (Sugiharto, 1987). Dengan endapan yang stabil, maka akan
menurunkan kandungan dari zat tersuspensi. Penurunan zat tersuspensi tersebut akan menurunkan juga
nilai dari COD. Dari proses kimia ini, bila air limbah akan dibuang ke lingkungan maka harus diolah lebih
lanjut dengan proses biologi karena COD hasil olahan belum memenuhi baku mutu yaitu 114,25 mg/lt (PAC)
dan 170,70 mg/lt (Ferro Sulfat). Sedangkan kadar maksimum COD menurut BMLC adalah 100 mg/lt.
51
Kesimpulan
Pada proses kimia koagulasi dengan koagulan PAC kondisi operasi optimal adalah pada pH
= 6, dosis PAC 20% sejumlah 0,5 ml pada 500 ml air limbah % penurunan COD 78,29 %
dan penurunan kekeruhan 95,79 %. Sedang untuk koagulan FeSO4, kondisi optimal pada
pH = 9, dosis FeSO4 20% sejumlah 2 ml (dalam 500 ml air limbah) dengan % COD = 67,43
% dan % penurunan kekeruhan = 93,25 %. Pengolahan secara kimia ternyata belum
memberikan hasil penurunan COD yang memenuhi standar Baku Mutu Golongan I
sehingga ada kelanjutan pengolahan secara biologi aerob. Pada pengolahan air limbah
industri rambut palsu langsung secara biologi lumpur aktif, kondisi operasi optimal proses
pengolahan biologi tersebut dicapai dengan waktu aerasi 16 jam, dengan % penurunan
COD = 81,75 % sedang penurunan BOD = 75,57 %. Pada kondisi optimum tersebut maka
air limbah terolah sudah dapat memenuhi BMLC Gol I Perda Prop Jateng No.10 Tahun 2004
52
TERIMAKASIH
53