You are on page 1of 37

KELOMPOK SATU

Ai Lestari
Asep Surahman
Avien Vindi Ania
Benny Saputra
Dea Suhaenah
Eny Triyuni Astuti
Irvan Akhmad Fauzi
Masnur Sarwida T
Nur Khoerunnisa
Nuraidah
Nurdewi
Siti Maemunah
Alergi adalah suatu reaksi abnormal jaringan
terhadap berbagai substansi yang secara normal
tidak berbahaya bagi individu pada umumnya

Istilah alergi berasal dari bahasa Yunani (Allos=


yang lain, suatu penyimpangan dari cara biasa;
ergon= kerja). Sehingga semua keadaaan
penderita yang menyimpang dari reaksi imun
biasa dinamakan alergi, seperti keadaan
penderita yang mengalami reaksi terhadap
toksin, serbuk sari atau urtikaria yang
disebabkan oleh makanan tertentu
Patofisiologi

mekanisme imunologis mekanisme non imunologis


(reaksi hipersensitivitas) (toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan
. perubahan dalam metabolism tubuh)
Tipe I (Reaksi anafilaksis)
terjadi pada
pemberian kedua
dan selanjutnya Mediator yang
obat yang sama, dilepaskan ini akan
Yang berperan ialah obat tersebut akan menimbulkan
Ig E yang dianggap sebagai bermacam-macam
mempunyai afinitas antigen yang akan efek, misalnya
yang tinggi merangsang urtikaria. Reaksi
terhadap mastosit pelepasan anafilaksis yang
dan basofil. bermacam-macam paling ditakutkan
mediator seperti adalah timbulnya
histamin, syok.
serotonin,
bradikinin, heparin.
Tipe II (Reaksi
Autotoksis)
Adanya ikatan antara Ig G
dan Ig M dengan antigen yang
melekat pada sel. Aktivasi
sistem komplemen ini akan
memacu sejumlah reaksi
yang berakhir dengan lisis
Tipe III (Reaksi Kompleks Imun)

Aktivasi sistem
komplemen
Kompleks
Antibodi yang merangsang
antigen
berikatan pelepasan
antibodi yang
dengan antigen berbagai
terbentuk akan
akan mediator oleh
mengendap
membentuk mastosit.
pada jaringan
kompleks Sebagai
tubuh dan akan
antigen akibatnya, akan
mengakibatkan
antibodi terjadi
reaksi radang
kerusakan
jaringan
Tipe IV (Reaksi Alergi Seluler Tipe Lambat)

Reaksi ini disebut


Limfosit yang
Reaksi ini reaksi tipe lambat
tersensitisasi
melibatkan mengadakan karena baru timbul 12-
limfosit 48 jam setelah
reaksi dengan
perjalanan terhadap
antigen
antigen
pelepasan mediator
sel mast dengan cara
langsung

aktivasi langsung dari


sistem komplemen

pengaruh langsung pada metabolisme


enzim asam arachidonat se
alergi

Dan pada pemaparan adanya benda asing atau


berikutnya terjadi reaksi alergen yang masuk ke
antigen-antibodi dalam tubuh

Jika jaringan yang rentan


Alergen bersifat antigenik,
berulang kali terpapar
menyebabkan
dengan alergen, maka
pembentukan antibodi
dapat mengakibatkan
atau mempunyai
jaringan tersensitisasi
kemampuan untuk
sehingga terjadi
menginduksi respon imun
pembentukan antibodi
Clinical Presentation
Alergi obat yang timbul mempunyai kemiripan dengan gangguan kulit pada
umumnya, Reaksi alergi obat:

Urtikaria

Kelainan kulit terdiri atas urtika


yang tampak eritema disertai
edema akibat tertimbunnya
serum dan disertai rasa gatal.
Urtikaria sangat berhubungan
dengan Ig-E sebagai suatu respon
cepat terhadap penisilin maupun
antibiotik lainnya. Obat lain
misalnya angiotensin-converting
enzyme (ACE) inhibitor dalam
jangka waktu satu jam saja
sudah dapat menimbulkan
urtikaria
Eritema

Kemerahan pada kulit akibat


melebarnya pembuluh darah.
Warna merah akan hilang pada
penekanan. Ukuran eritema dapat
bermacam-macam. Jika besarnya
lentikuler maka disebut eritema
morbiliformis, dan bila besarnya
numular disebut eritema
skarlatiniformi
Dermatitis
medikamentosa

Gambaran klinisnya
memberikan gambaran
serupa dermatitis akut,
yaitu efloresensi yang
polimorf, membasah,
berbatas tegas. Kelainan
kulit menyeluruh dan
simetris
Purpura

ialah perdarahan di dalam kulit


berupa kemerahan pada kulit yang
tidak hilang bila ditekan. Purpura
dapat timbul bersama-sama
dengan eritema dan biasanya
disebabkan oleh permeabilitas
kapiler yang meningkat
Alergi
eksantematosa

Sebagian besar alergi obat berbentuk alergi


eksantematosa.Alergi bermula pada daerah
leher dan menyebar ke bagian perifer tubuh
secara simetris dan hampir selalu disertai
pruritus. Alergi baru muncul sekitar satu
minggu setelah pemakaian obat dan dapat
sembuh sendiri dalam jangka waktu 7
sampai 14 harimeningkat

eksantematosa dapat disebabkan oleh banyak


obat termasuk penisilin, sulfonamid, dan obat
antiepiletikum
Eritema nodosum

Kelainan kulit berupa


eritema dan nodus-nodus
yang nyeri disertai gejala
umum berupa demam,
dan malaise. Tempat
perdileksi ialah di regio
ekstensor tungkai bawah
.Eritroderma

Alergi pustuler

.Alergi Akneiformis

.Alergi bulosa
Segera Cepat Lambat Sangat lambat
Urtikaria Urtikaria Urtikaria Anemia hemolitik
Hipotensi Erupsi morbiliform Exanthema Thrombositipenia
Asthma Edema larynx Serum siekness Granulositopenia
Edema larynx Drug fever Sindroma Steven Johnson
Payah ginjal akut
Sindroma lupus
Cholestatica jaundice
Dasar diagnosis untuk kondisi alergi obat adalah:

1. Anamnesis yang teliti mengenai:


a. Obat-obatan yang dipakai
b. Kelainan kulit yang timbul akut atau dapat juga beberapa hari sesudah masuknya obat
c. Rasa gatal yang dapat pula disertai demam yang biasanya subfebris.

2. Kelainan kulit yang ditemukan:


a. Distribusi : menyeluruh dan simetris
b. Bentuk kelainan yang timbul
Karakteristik klinis Tipe lesi primer
Distribusi dan jumlah lesi
Keterlibatan membran mukosa
Tanda dan gejala yang timbul: demam, pruritus, perbesaran
limfonodus

Faktor kronologis Catat semua obat yang dipakai pasien dan waktu pertama
pemakaiannya
Waktu ketika timbulnya alergi
Interval waktu saat pemberian obat dengan munculnya alergi kulit
Respon terhadap penghentian agen yang dicurigai menjadi penyebab
Respon saat dilakukan pemaparan kembali

Literatur Data yang dikumpulkan oleh perusahaan obat


Daftar pemakaian obat dengan peringatan
Bibliografi obat
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilaksanakan untuk memastikan
penyebab erupsi obat alergi adalah: 9

1. Pemeriksaan in vivo
o Uji tempel (patch test)
o Uji tusuk (prick/scratch test)
o Uji provokasi (exposure test)

2. Pemeriksaan in vitro
a. Yang diperantarai antibodi:
o Hemaglutinasi pasif
o Radio immunoassay
o Degranulasi basofil
o Tes fiksasi komplemen
b. Yang diperantarai sel:
o Tes transformasi limfosit
o Leucocyte migration inhibition test
Desired Outcome
Menghentikan segera pemberian obat yang diduga
menjadi penyebab alergi.

Mencegah pelepasan mediator sel mast secara


langsung,seperti histamin, bradikinin, serotonin,
heparin dll

Mengatur metabolisme enzim asam arachidonat sel

Mencegah pembentukan komplek antigen-antibodi,


jika sudah terbentuk diharapkan obat yang mampu
mencegah pengendapan komplek tersebut
Algoritma Treatment
Penanganan terhadap reaksi alergi obat dapat dilakukan
secara Farmakologi dan non farmakologi.
A. Farmakologi
1. Sistemik
a. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sangat penting pada alergi obat
sistemik. Obat kortikosteroid yang sering digunakan adalah
prednison. Pada kelainan urtikaria, eritema, dermatitis
medikamentosa, purpura, eritema nodosum, eksantema
fikstum, dan PEGA karena reaksi alergi obat. Dosis standar
untuk orang dewasa adalah 3 x 10 mg sampai 4 x 10 mg
sehari.. Penggunaan glukortikoid untuk pengobatan SSJ dan
TEN masih kontroversial. Pertama kali dilakukan pemberian
intravenous immunoglobulin (IVIG) terbukti dapat
menurunkan progresifitas penyakit ini dalam jangka waktu 48
jam. Untuk selanjutnya IVIG diberikan sebanyak 0.2-0.75
g/kg selama 4 hari pertama.
b. Antihistamin
Antihistamin yang bersifat sedatif dapat juga
diberikan, jika terdapat rasa gatal. Kecuali pada
urtikaria, efeknya kurang jika dibandingkan dengan
kortikosteroid.
Pengobatan topikal tergantung pada keadaan kelainan
kulit, apakah kering atau basah. Jika dalam keadaan
kering dapat diberikan bedak salisilat 2% ditambah
dengan obat antipruritus seperti mentol -1% untuk
mengurangi rasa gatal. Jika dalam keadaan basah perlu
digunakan kompres, misalnya larutan asam salisilat 1%.
Pada bentuk purpura dan eritema nodosum tidak
diperlukan pengobatan topikal. Pada eksantema
fikstum, jika kelainan membasah dapat diberikan krim
kortikosteroid, misalnya hidrokortison 1% sampai 2 %.
Pada eritroderma dengan kelainan berupa eritema
yang menyeluruh dan mengalami skuamasi dapat
diberikan salep lanolin 10%.
Terapi topikal untuk lesi di mulut dapat berupa
kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat
diberikan sofratulle atau krim sulfadiazin perak.
Non Farmakologi
Melindungi kulit khususnya, dengan tidak memberikan atau
menghentikan penggunaan obat yang diduga menjadi
penyebab alergi
Menjaga kondisi pasien dengan selalu melakukan
pengawasan untuk mendeteksi kemungkinan timbulnya alergi
yang lebih parah atau relaps setelah berada pada fase
pemulihan.
Menjaga kondisi fisik pasien termasuk asupan nutrisi dan
cairan tubuhnya. Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit
dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat
menelan akibat lesi di mulut dan tenggorok.
Pengobatan erythema multiforme major, SSJ dan NET
pertama kali adalah menghentikan obat yang diduga
penyebab dan pemberian terapi yang bersifat suportif seperti
perawatan luka dan perawatan gizi penderita
Bila diperlukan dapat menggunakan jenis sabun khusus dn
sunscrem
Evaluation of Therapeutic

Demam
dan
malaise
Reaksi alergi obat atau allergic drug reaction
ialah reaksi alergi pada kulit atau daerah
mukokutan yang terjadi sebagai akibat
pemberian obat dengan cara sistemik.
Faktor-faktor yang memperbesar risiko
timbulnya reaksi obat adalah jenis kelamin,
sistem imunitas, usia, dosis obat, infeksi dan
keganasan.
Ada dua macam mekanisme yang dikenal disini.
Pertama adalah mekanisme imunologis dan
kedua adalah mekanisme non imunologis.
Mekanisme imunologis sesuai dengan konsep
imunologis yang dikemukakan oleh Commbs dan
Gell yaitu; Tipe I (Reaksi anafilaksis), Tipe II
(Reaksi Autotoksis), Tipe III (Reaksi Kompleks
Imun), Tipe IV (Reaksi Alergi Seluler Tipe
Lambat).
Mekanisme Non Imunologis dapat disebabkan pelepasan
mediator sel mast secara langsung, aktivasi langsung dari sistem
komplemen, atau pengaruh langsung pada metabolisme enzim
asam arachidonat sel. Penggunaan obat-obatan tertentu yang
secara progresif ditimbun di bawah kulit, dalam jangka waktu
yang lama akan mengakibatkan hiperpigmentasi generalisata
diffuse.
Morfologi alergi obat mempunyai kemiripan dengan gangguan
kulit lain pada umumnya, gangguan itu diantaranya; urtikaria,
eritema, dermatitis medikamentosa, purpura, alergi
eksantematosa, eritroderma, reaksi alergi pustuler, dan alergi
bulosa.
Pemeriksaan penunjang alergi obat ini dapat dilakukan dengan
teknik in vivo. Belum ditemukan uji fisik maupun laboratorium
maupun teknik in-vitro yang cukup reliabel untuk digunakan
secara rutin.
Penatalaksanaan penyakit ini terdiri dari penatalaksanaan
umum dan penatalaksanaan khusus. Penatalaksanaan umum
dilakukan pemberian terapi yang bersifat suportif sedangkan
penatalaksanaan khusus diberikan terapi sesuai gejala yang
timbul terutama pemberian obat golongan kortikosteroid dan
antihistamin.
Evaluasi terapi alergi obat sangat tergantung pada luas
permukaan kulit yang terkena.

ERUPSI ALERGI OBAT,Oleh: Harry Wahyudhy Utama, S.Ked, Dedy Kurniawan, S.Ked FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA. PALEMBANG. 2007

Revus J, Allanore AV. Drugs Reaction. In: Bolognia Dermatology. Volume One. 2nd edition. Elserve limited,
Philadelphia. United States of America. 2003. p: 333-352

Lee A, Thomson J. Drug-induced skin. In: Adverse Drug Reactions, 2nd ed. Pharmaceutical Press. 2006. Access on:
June 3, 2007. Available at: http://drugsafety.adisonline.com/pt/re/drs/pdf

Riedl MA, Casillas AM, Adverse Drug Reactions; Types and Treatment Options. In: American Family Physician.
Volume 68, Number 9. 2003. Access on: June 3, 2007. Available at: www.aafp.org/afp

Andrew J.M, Sun. Cutaneous Drugs Eruption.In: Hong Kong Practitioner. Volume 15. Department of Dermatology
University of Wales College of Medicine. Cardiff CF4 4XN. U.K.. 1993. Access on: June 3, 2007. Available at:
http://sunzi1.lib.hku.hk/hkjo/view/23/2301319.pdf

Purwanto SL. Alergi Obat. In: Cermin Dunia Kedokteran. Volume 6. 1976. Accessed on: June 3, 2007. Available
from: www-portalkalbe-files-cdk-files-07AlergiObat006_pdf-07AlergiObat006.mht

Docrat ME. Fixed Drug Eruption.In: Current Allergy & Clinical Immunology. No.1. Volume 18. Wale Street
Chambers. Cape Town. 2005. Access on : June 3, 2007. Available at:
www.allergysa.org/journals/2005/march/skin_focus.pdf

You might also like