You are on page 1of 14

EMFISEMA

EPIDEMIOLOGI
Dari angka mortalitas, WHO memperkirakan pada tahun 2020 pasien
PPOK termasuk emfisema akan meningkat dan menjadi terbesar dan
menyebabkan 8,4 juta jiwa kematian setiap tahun. Di Indonesia
emfisema paru menjadi penyakit utama yang disebabkan oleh rokok
dan mencapai 70 % kematian karena rokok. Data WHO menunjukan di
dunia pada tahun 1990, PPOK termasuk empfisema menempati
urutan ke 6 sebagai penyebab utama kematian penyakit tidak
menuular
ETIOLOGI
Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitits kronik dan emfisema paru. Secara patologis rokok
berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.
Faktor Genetik
Factor genetic mempunyai peran pada penyakit emfisema. Factor genetic diataranya adalah atopi yang ditandai
dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus,
riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa 1 anti tripsin.
Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi
kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan
berubah dan timbul emfisema.
Infeksi
Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat. Infeksi pernapasan bagian atas
pasien bronchitis kronik selalu menyebabkan infeksiparu bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru
bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.
Polusi
Sebagai factor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan
lebih tinggi
KLASIFIKASI
Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola morfologik dari emfisema yaitu:
CLE (Emfisema Sentrilobular)
CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang,
membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Mula-mula duktus alveolaris yang lebih distal
dapat dipertahankan penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung
menyebar tidak merata. CLE lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang
ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).
PLE (Emfisema Panlobular)
Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis
mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata
diseluruhparu-paru . PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga
dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui,
tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzimalfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan
alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami( Cherniack dan
cherniack, 1983).
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.Biasanya bula timbul akibat adanya
penyumbatan katup pengatur bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkhiolus melebar sehingga udara dapat
melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mucus.. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen
bronkhiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara
PATOFISIOLOGI
GEJALA
Pada awal penyakit emfisema tidak memberi gejala sampai 1/3
parenkim paru tidak mampu berfungsi. Pada penyakit selanjutnya,
pada awalnya ditandai oleh sesak napas. Gejala lain adalah batuk,
whezeeng, berat badan menurun. Tanda klasik dari emfisema adalah
dada seperti tong ( barrel chested) dan ditandai dengan sesak napas
disertai ekspirasi memanjang karena terjadi pelebaran rongga alveoli
lebih banyak dan kapasitas difus gas rendah3.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksan Radiologis Emfisema
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan penyakit-penyakit lain.
Foto dada pada emfisema paru
Terdapat dua bentuk kelainan foto dada pada emfisema paru, yaitu:
Gambaran defisiensi arteri
Overinflasi
Terlihat diafragma yang rendah dan datar, kadang-kadang terlihat konkaf.
Oligoemia
Penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.
Corakan paru yang bertambah sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema
sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
Pemeriksaan Fungsi Paru
Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan
alveoli untuk difusi berkurang.
Analisis Gas Darah
Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh
pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi
hemoglobin pasien hampir mencukupi.
Pemeriksaan EKG
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung.
TATALAKSANA
Inform Concent
Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
Pencegahan Empisema
- Rokok
Merokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan
- Menghindari lingkungan polusi
Sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik
yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.
- Vaksin
Dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi
pneumokokus.
FARMAKOLOGI
Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai komponen yang reversible meskipun sedikit. Hal
ini dapat dilakukan dengan:
1. Pemberian Bronkodilator
Golongan Teofilin
Biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam
darah yang baik antara 10-15 mg/L
Golongan Agonis B2
Biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.
2. Pemberian Kortikosteroid
Pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas.Hinshaw dan Murry
menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan.
3. Mengurangi Sekresi Mucus
Minum cukup,supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat.
. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida.
Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum.
Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.
KOMPLIKASI
Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan
Daya tahan tubuh kurang sempurna
Proses peradangan yang kronis di saluran napas
Tingkat kerusakan paru makin parah

You might also like