Kep Inkontinensia alvi adalah pengeluaran feses tanpa disadari, dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan/atau sosial. (Wilkinson, 2012).
Inkontinensia alvi adalah keadaan individu yang
mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal mengalami proses pengeluaran feses tak disadari,atau hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui spingterakibat kerusakan sfingter (Brock Lehurst dkk, 2010; Kane dkk,2006): Inkontinensia alvi : hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas yang melalui spinter anus akibat kerusakan fungsi spinter atau persarafan di daerah anus Akibat proses menua/ lansia. Sembelit /konstipasi, penggunaan pencahar yang berlebihan, Penyakit stroke, serta gangguan kolorektum seperti diare, neuropati diabetik simtomatik (berkaitan dengan penyakit usus besar), Akibat gangguan saraf pada proses defekasi (neurogenik) yaitu trauma spinal cord, tumor pada spinter anus eksterna akibat hilangnya refleks /spinter pada anus. Fungsi traktus gastrointestinal biasanya masih tetap adekuat sepanjang hidup. Namun beberapa orang lansia mengalami ketidaknyamanan akibat motilitas yang melambat. Peristaltic di esophagus kurang efisien pada lansia. Selain itu, sfingter gastroesofagus gagal berelaksasi, mengakibatkan pengosongan esophagus terlambat. keluhan utama biasanya perasaan penuh abdomen, nyeri ulu hati, dan gangguan pencernaan. Motalitas gaster juga mnurun, akibatnya terjadi keterlambtan pengososngan isi lambung. Berkurangnya sekresi asam dan pepsin akan menurunkan absorsi besi, kalsium dan vitamin B12. Absorsi nutrient di usus halus juga berkurang dengan bertambahnya usia namun masih tetap adekuat. Fungsi hepar, kandung empedu dan pangkreas tetap dapat di pertahankan, meski terdapat inefisiensi dalam absorsi dan toleransi terhadap lemak. Impaksi feses secara akut dan hilangnya kontraksi otot polos pada sfingter mengakibatkan inkontinensia alvi. (Brunner & Suddart, 2001 1.Tidak dapat mengendalikan gas atau kotoran 2.Feses berbentuk cair atau padat, selalu keluar merembes 2. Tidak sempat ke toilet ,bahkan bab di celana atau di tempat tidur. 3. Berkurangnya pengontrolan motalitas usus dan spingter anus 1. Usia Pada usia lanjut control defekasi menurun 2. Diet Makanan berserat dapat mempercepat produksi feses,banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi 3. Fisiologis Keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan peristaltic sehingga meningkatkan inkontenensia. 4. Gaya hidup kebiasaan menahan bab mempengaruhi inkontenensia 5. Kerusakan sensorik dan motorik Kerusakan spinal kord dan injuri kepala akan menimbulkan kerusakan stimulus sensori motorik untuk bab. Melatih kebiasaan defekasi (buang air besar) yang teratur, yang akan menghasilkan bentuk feses yang normal Pada waktu tertentu setiap 2 sampai 3 jam letakkan pispot dibawah pasien Kalau inkontenensia berat diperlukan pakaian dalam yang tahan lembab. Mengurangi rasa malu perlu dilakukan dukungan semangat dalam perawatan. Batasi makanan yang mengandung serat tidak larut seperti buah mentah, sereal Batasi makanan berlemak Jika hal-hal tersebut tidak membantu, diberikan obat yang memperlambat kontraksi usus, misalnya Loperamid Melatih otot-otot anus (sfingter) akan meningkatkan ketegangan dan kekuatannya dan membantu mencegah kekambuhan Dengan biofeedback, penderita kembali melatih sfingternya dan meningkatkan kepekaan rektum terhadap keberadaan tinja Jika keadaan ini menetap, pembedahan dapat membantu proses penyembuhan. Misalnya jika penyebabnya adalah cedera pada anus atau kelainan anatomi di anus. Pilihan terakhir adalah kolostomi, yaitu pembuatan lubang di dinding perut yang dihubungkan dengan usus besar. Anus ditutup (dijahit) dan penderita membuang fesesnya ke dalam kantong plastik yang ditempelkan pada lubang tersebut. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan anoskopi Pemeriksaan sigmoidoskopi Proses Keperawatan Dengan Inkontinensia alvi 1. Data identitas pasien meliputi nama,tempat tanggal lahir, pendidikan, agama,status perkawinan,TB/BB, penampilan, alamat 2. Riwayat keperawatan a. Pola defikasi b. Kapan anda biasanya ingin BAB ? c. Apakah kebiasaan tersebut saat ini mengalami perubahan ? d. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi. Diagnostik masalah eliminasi alvi meliputi : a. Gangguan eliminasi alvi b/d melemahnya spingter interna anus,gangguan spingter rektal akibat cedera rectum /tindakan pembedahan b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan diare berkepanjangan b. Harga diri rendah berhubungan dengan inkontinensia alvi c. Defisit pengetahuan tentang bowel training, manajemen ostomy berhubungan dengan kurangnya pengalaman 1.Gangguan eliminasi alvi b/d penurunan fungsi otot-otot pada anus Tujuan: 1). pasien dapan mengontrol pengeluaran feses 2). pasien kembali pada pola eliminasi yang normal kriteria hasil: 1). Px bisa menahan BABnya 2). Px tidak BAB di celana 3). Bab terkotrol 4). pola bab teratur kajiperubahan faktor yang mempengaruhi masalah eliminasi R/ alvi sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya berikan latihan BAB dan anjurkan pasien selalu berusaha latihan R/ untuk mengontrol pola eliminasi sehingga dapat mengurangi terjadinya inkontinensia jelaskan eliminasi yang normal R/ meningkatkan pengetahuan pasien tentang pola eliminasi yang benar bantu defekasi secara manual R/ melatih kekuatan spingter anus agar tidak terjadi kebocoran/inkontinensia bantu bab denga cara yang benar R/ meotivasi pasien untuk latihan kekuatan otot spingter anus Lakukan latihan otot panggul R/ untuk menguatkan otot dasar pelvis 2. Harga diri rendah berhubungan dengan inkontinensia alvi
Tujuan : harga diri dapat terpenuhi
a. Klien seharusnya dianjurkan untuk defeksi ketika merasa ingin defekasi. b. Untuk menegakkan keteraturan eliminasi alvi, klien dan perawat dapat berdiskusi ketika terjadi peristaltik normal dan menyediakan waktu untuk defekasi. c. Aktivitas lain seperti mandi dan ambulasi seharusnya tidak menyita waktu untuk defekasi. Defisit pengetahuan tentang bowel training, manajemen ostomy berhubungan dengan kurangnya pengalaman Tujuan : pasien mengetahui cara latihan bowel training 1. Berikan pengetahuan tentang latihan bowel training pada pasien. 2. Berikan latihan / aktivitas rutin kepada klien. Kurangi aktitas yang berat seperti mengangkat benda yang berat 3. Buatlah jadwal ketika ingin bab 4. Lakukan latihan bowel training 5. Ketika merasakan sensasi ingin BAB segeralah ke toilet a. Mempertahankan defekasi normal b. Asupan cairan dan diet klien sudah tepat c. Harga diri pasien kembali normal d. Klien dan keluarga memahami instruksi tentang training bowel