Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang kebocoran plasma pada kasus demam berdarah dengue yang merupakan penyebab utama keparahan penyakit ini. Virus dengue menginfeksi sel-sel darah dan jaringan yang mengakibatkan aktivasi sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, menyebabkan kebocoran plasma. Faktor virus, inang, dan respon imun terlibat dalam patogenesis dem
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang kebocoran plasma pada kasus demam berdarah dengue yang merupakan penyebab utama keparahan penyakit ini. Virus dengue menginfeksi sel-sel darah dan jaringan yang mengakibatkan aktivasi sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, menyebabkan kebocoran plasma. Faktor virus, inang, dan respon imun terlibat dalam patogenesis dem
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang kebocoran plasma pada kasus demam berdarah dengue yang merupakan penyebab utama keparahan penyakit ini. Virus dengue menginfeksi sel-sel darah dan jaringan yang mengakibatkan aktivasi sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, menyebabkan kebocoran plasma. Faktor virus, inang, dan respon imun terlibat dalam patogenesis dem
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2017 Pendahuluan
Demam berdarah masih menjadi ancaman bagi kesehatan
masyarakat di seluruh dunia. Diperkirakan lebih dari 50 juta infeksi DENV terjadi setiap tahunnya yang menyebabkan 500.000 kasus rawatan dan lebih dari 20.000 kematian. Telah diketahui beberapa negara endemik di Asia Tenggara dimana infeksi DENV menyebabkan mortalitas, morbiditas, dan beban ekonomi yang signifikan, Demam berdarah telah menjadi ancaman juga di wilayah lain seperti wilayah Amerika, Indian, dan Oceania Virus Dengue
Demam berdarah disebabkan oleh infeksi virus dengue yang
merupakan virus untai positif dalam golongan genus Flavivirus. Virus dengue ditransmisikan melalui gigitan nyamuk. Aedes aegypti merupakan vektor nyamuk utama dalam transmisi virus ini. Sekuens asam amino dari protein E menentukan aktivitas netralisasi antibodi yang mengelompokkan DENV kedalam 4 serotipe: DENV1, DENV2, DENV3, DENV4. Protein non struktural DENV berfungsi dalam replikasi dan pembentukan RNA dan dalam pemrosesan protein virus. NS1 adalah satu-satunya protein non struktural dalam bentuk terlarut yang dapat dideteksi di sirkulasi. GAMBARAN KLINIS DEMAM BERDARAH
Di wilayah endemik, mayoritas anak sudah terinfeksi
setidaknya 1 kali dalam satu dekade pertama kehidupan. Sebagian besar infeksi primer (atau awal) pada anak tidak tampak secara klinis meskipun beberapa kasus mengalami demam yang tidak khas. Infeksi primer pada anak yang lebih tua dan dewasa lebih mungkin menyebabkan demam dengue (DD), adanya demam yang diikuti dengan kombinasi gejala non spesifik seperti sakit kepala, nyeri retroorbital, mialgia, dan manifestasi hemoragik. Minoritas pasien mengalami demam berdarah dengue (DBD), bentuk paling berat dari penyakit demam berdarah, ditandai dengan kebocoran plasma yang menyebabkan penurunan volume intravaskular dan insufisiensi sirkulasi. Perdarahan biasa terjadi pada DD dan DBD; perdarahan yang lebih berat, biasanya berasal dari perdarahan traktus gastrointestinal, lebih banyak ditemukan pada DBD dibanding DD. PERJALANAN KLINIS DD DAN DBD
Pasien dengan DD dan DBD biasanya muncul dengan riwayat
onset demam yang mendadak, persisten dan tinggi. Manifestasi klinis lain selama fase febrile seperti mialgia, mula, muntah, dan nyeri abdomen. Selama periode tersebut, pasien menunjukkan berbagai derajat perdarahan berkisar dari ptekie kecil sampai mimisan hingga perdarahan traktus gastrointestinal. Dehidrasi berat juga dapat terjadi pada stadium perdarahan tersebut, sehingga membutuhkan terapi cairan intravena. Periode febril dapat belangsung selama 2 sampai 7 hari. Selama masa penurunan suhu tubuh sampai normal, pasien DBD mengalami kebocoran plasma terlokalisir. Kebocoran plasma berlangsung selama 48 jam dan diikuti dengan resolusi yang spontan dan cepat. Gagal hati dan ensefalopati dapat terjadi akibat syok yang lama. Mortalitas biasanya terjadi akibat keterlambatan diagnosis dan tatalaksana kebocoran plasma. TATALAKSANA DEMAM BERDARAH
Observasi ketat mengenai tanda perdarahan dan gangguan
sirkluasi serta terapi suportif yang cepat adalah kunci utama dalam manajemen kasus demam berdarah. Penurunan volume intravaskular sering diakibatkan oleh demam, intake yang kurang, perdarahan, dan kebocoran plasma. Pada kasus dehidrasi berat atau penurunan volume intravaskular akibat kebocoran plasma, dibutuhkan terapi cairan kristaloid intravena. Transfusi darah dapat diberikan apabila terjadi perdarahan hebat. Pada kasus syok, cairan kristaloid (10-20 ml/kg) diberikan secara intravena untuk memelihara tekanan darah. Cairan koloid digunakan sebagai resusitasi pada kasus syok dengan respon yang buruk terhadap resusitasi cairan kristaloid. Namun, penelitian menunjukkan bahwa koloid tidak lebih baik daripada kristaloid dalam kasus ini, terapi cairan intravena harus dipantau secara ketat untuk menjaga sirkulasi yang adekuat. Terapi cairan berlebihan dapat menyebabkan komplikasi serius seperti edema paru dan gagal napas. FAKTOR RESIKO DBD
Penelitian kohort prospektif pada anak usia sekolah
menunjukkan peningkatan resiko DBD pada individu dengan infeksi sekunder dibanding dengan infeksi primer. Besar resiko terjadinya DBD pada infeksi sekunder dibanding infeksi primer beragam pada berbagai penelitian namun bisa mencapai 10 kali lipat atau lebih. Diperkirakan bahwa antibodi yang dihasilkan dari paparan pertama terhadap salah satu serotipe DBD, bukannya melindungi dari infeksi oleh virus dengue kedua dengan serotipe berbeda, tetapi meningkatkan masuknya virus via Fc reseptor dan membantu replikasi virus. Wabah DBD pada suatu wilayah diikuti dengan munculnya strain baru atau serotipe baru DENV pada wilayah tersebut. Akibat kerentanan imunologis populasi terhadap infeksi virus yang baru kenali. Virulensi instrinsik virus juga berperan dalam menentukan tingkat keparahan penyakit Penelitian terbaru menunjukkan bahwa protein NS berkontribusi terhadap virulensi virus dengue dan namun masih memerlukan penelitian lebih lanjut apakah terdapat perbedaan pengkodean gen pada protein ini. PERCOBAAN PADA HEWAN
Pemahaman patogenesis demam berdarah terhambat oleh
sedikitnya percobaan yang dilakukan pada hewan. Meskipun primata non-manusia dapat terinfeksi DENV, namun tidak bermanifestasi sebagai penyakit seperti pada manusia. Penelitian terbaru telah dilakukan pada mencit. Penelitian menggunakan mencit yang sudah diadaptasikan dengan strain virus dengue dan menggunakan mencit dengan defisiensi imun alamiah dan imun didapat, kemudian terjadi replikasi virus dan tampak beberapa gambaran klinis yang menyerupai demam berdarah pada manusia seperti adanya trombositopenia. Mencit secara subkutan diinjeksikan virus dengue menunjukkan terjadinya replikasi virus pada berbagai jaringan dan terdapat gambaran klinis DD, seperti demam, trombositopenia dan eritema. Sama seperti demam berdarah pada manusia, monosit/makrofag muncul sebagai sel utama yang terinfeksi. Infeksi sel endotel juga dilaporkan terjadi. Tanda meningkatnya permeabilitas vaskular dilaporan terjadi di usus, hati, dan limpa. Pola anatomis dari kebocoran plasma pada percobaan tersebut tidak sama dengan pola yang ditemukan pada DBD pada manusia (efusi pleura, asites). PATOLOGI DAN PATOGENESIS
Monosit/makrofag in vivo dan limfosit merupakan sel utama
yang diinfeksi oleh DENV. Dalam penelitian ditemukan bahwa sel dendrit lebih rentan terinfeksi dan berperan dalam menginisiasi respon imun. Molekul lektin tipe C yang terdapat pada sel dendrit (DC-SIGN, CD209), melalui mikroskop elektron, terlihat berikatan dengan glikan dari protein E dan berperan dalam masuknya virus. Penelitian menunjukkan bahwa sel dendrit yang imatur dapat diinfeksi oleh DENV, dan infeksi tersebut menginduksi maturasi sel dendrit. Peningkatan resiko DBD selama infeksi sekunder diperkirakan karena antibodi cross-reactive non neutralising yang sudah terbentuk dapat meningkatkan masuknya virus oleh sel host sehingga replikasi virus pun meningkat. Sejumlah penelitian menunjukkan jumlah virus lebih banyak ditemukan pada pasien DBD dibanding pasien DD. Kadar protein NS1 dalam sirkulasi juga ditemukan lebih tinggi pada pasien dengan penyakit yang lebih berat. DENV tidak menyebabkan kematian sel endotel pada sebagian besar kasus. Namun, protein NS1 terlarut mengaktifkan komplemen sehingga menyebabkan kebocoran plasma. Jumlah virus yang meningkat pada fase febrile dan secara cepat menurun pada periode defevescence (turunnya suhu tubuh) dan kebocoran plasma menunjukkan bahwa efek virus terhadap permeabilitas vaskular tidak terjadi secara langsung. Tetapi, peningkatan permeabilitas lebih diakibatkan oleh induksi respon imun oleh virus. Penelitian yang membandingkan besarnya respon sel T selama dan sesudah infeksi DENV menunjukkan aktivasi virus lebih banyak terjadi pada pasien DBD dibanding DD dihitung dari marker aktivasi dan besarnya ekspansi sel T. Sitokin dan kemokin yang diinduksi oleh aktivasi sel T memiliki efek terhadap permeabilitas vaskular sehingga menyebabkan kebocoran plasma pada DBD. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa auto-antibodi yang diinduksi DENV berperan dalam patogenesis DBD. Sejumlah penelitian melaporkan bahwa antibodi manusia dan menict terhadap NS1 berikatan dengan sel inang seperti sel endotel dan platelet. Pengikatan antibodi pada sel endotel menyebabkan apoptosis sel tersebut. Sebaliknya, pengikatan pada platelet menyebabkan aktivasi platelet. Penyuntikan antibodi ini pada mencit menyebabkan berbagai perubahan seperti perdarahan dan koagulopati, peningkatan kadar enzim hati dan kematian sel endotel. Dikarenakan DBD merupakan self-limiting disease dan pasien sembuh secara cepat tanpa tanda adanya penyakit autoimun, peran antibodi ini terhadap patogenesis DBD masih belum jelas. Faktor host dan virus terlibat dalam menentukan tingkat keparahan penyakit demam berdarah. Antibodi yang sudah ada dan kerentanan genetik host mempengaruhi masuknya virus dan replikasi virus yang kemudian menginduksi aktivasi sistem imun alamiah dan didapat. Aktivasi yang menyimpang dan kurang optimal dari sel T spesifik cross-reactive menyebabkan klirens virus yang tidak baik dan produksi mediator pro inflamatori yang berfungsi sebagai vasoaktif. Mediator yang dilepaskan oleh sel T dan sel yang terinfeksi virus berkombinasi dengan ativasi komplemen oleh kompleks imun dan protein virus menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular. PERAN SEL ENDOTEL PADA DBD
Meskipun DENV jelas dapat menginfeksi sel endotel manusia secara
in vitro, bukti infeksi secara in vivo masih kurang. Kurangnya penelitian pada manusia, menyebabkan kesulitan dalam menentukan infeksi sel endotel oleh DENV. Pada beberapa penelitian terbaru pada mencit, antigen dengue ditemukan di sel endotel pada mencit terinfeksi. Pada manusia, pembengkakan sel endotel dilaporkan, tetapi bukan kematian sel endotel ataupun vaskulitis. Apoptosis sel endotel di paru dan mukosa usus pada kasus DBD berat ditemukan pada otopsi satu orang manusia namun tidak ditemukan apoptosis yang berat dan sangat terbatas. Apoptosis sel endotel ditemukan pada mencit, sehingga diperkirakan sebagai mekanisme kebocoran plasma. INTERAKSI ANTARA SISTEM IMUN DAN SEL ENDOTEL PADA DBD Monosit, makrofag, dan sel dendritik merupakan target utama DENV. Infeksi sel tersebut menyebabkan produksi mediator yang dapat mempengaruhi fungsi sel endotel. Hubungan antara sel endotel, DENV, dan sel imun telah diteliti pada sebuah penelitian dimana HUVEC diinfeksi oleh DENV dan dikultur dengan sel mononuklear darah perifer (Peripheral blood mononuclear cell-PBMC) naif. Infeksi DENV maupun PBMC saja tidak memiliki efek pada permeabilitas HUVEC monolayer. Namun, peningkatan permeabilitas terjadi pada HUVEC yang diinfeksi oleh DENV dan ditambahkan PBMC. Efek PBMC dimediasi oleh sel CD14+, mengindikasikan bahwa makrofag berperan penting dalam proses tersebut. Kesimpulannya, interaksi kompleks antara DENV, sel imun, dan sel endotel mempengaruhi sel endotel baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui pelepasan mediator dari sel yang terinfeksi dan teraktivasi. Perubahan ekspresi molekul adhesi, enzim, dan reseptor sitokin pada sel endotel menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan aktivasi sistem koagulasi pada DBD. PERMASALAHAN DAN PENELITIAN SELANJUTNYA Banyak pertanyaan yang masih belum terpecahkan terkait mekanisme kebocoran plasma pada DBD. DBD memiliki manifestasi klinis yang sama dengan infeksi demam hemoragik virus lainnya seperti demam, trombositopenia, perdarahan dan kebocoran plasma. Infeksi endotel lebih banyak terjadi dan berperan lebih besar pada patogenesis demam hemoragik lain seperti pada Hantavirus dan infeksi Ebola. Inflamasi dan destruksi jaringan pada DBD terbatas. Pentingnya DENV sebagai masalah kesehatan global dan darurat, memotivasi penelitian mengenai vaksin untuk DENV. Sehingga, penting untuk menemukan efektor imun yang memberikan efek proteksi maupun efek patologis dalam penyakit tersebut. Penelitian mengenai biologis vaskular dan hubungan antara virus, sistem imun, dan endotel pada DBD akan berperan penting dalam pengembangan intervensi terapi untuk penyakit ini. TERIMA KASIH