You are on page 1of 27

Aspek Legal Keperawatan Kedaruratan

KEPERAWATAN KEDARURATAN
OLEH:
Putu Nabila Eka Shanti D.P.P. (014)
Ni Wyn Linsa Mirawati Galuh (015)
Ni Putu Ayu Sandriani (016)
Ni Md Ristya Kusuma Dewi (017)
Baiq Cici Kamaliani (018)
Putu Diah Gita Paramita (019)
Peran Perawat Sebagai Tenaga Kesehatan

Pemberi asuhan
Manajer Kasus Komunikator Edukator
keperawatan

Pembuat keputusan
Rehabilitator Penyuluh Konsultan
klinis

Pelindung dan Advokat


Pemberi kenyamanan Kolaborator Pembaharu
Klien
Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan

(2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.

(3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari
pemerintah.

(4) Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.

(5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 24 UU No.36 Tahun 2009
(1)Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi
ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan,
standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.

(2)Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.

(3)Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan,


dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 27 UU No.36 Tahun 2009
(1)Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas sesuai profesinya.

(2)Tenaga kesehatan dalam melaksankan tugasnya berkewajiban


mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki.

(3)Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
a. Pasal 82 tentang pelayanan kesehatan bencana : pelayanan kesehatan yang dimaksud
pada ayat (2): tanggap darurat dan pasca bencana; mencakup pelayanan
kegawatdaruratan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah
kecacatan lebih lanjut.

b. Pasal 83 ayat (1): setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan pada bencana
harus ditunjukkan untuk penyelamatan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut,
dan kepentigan yang terbaik bagi pasien.

c. Pasal 83 ayat (2): pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Kegawatdaruratan disebut juga critical care, artinya adalah pemberian
asuhan keperawatan kepada klein / pasien yang mengalami keadaan
gawat darurat melalui pendekatan proses keperawatan dengan
menerapkan peran dan fungsi perawat secara professional, atau suatu
upaya melalui proses keperawatan dengan pemberian asuhan
keperawatan klien / pasien yang mengalami keadaan krisis / emergency
untuk mencegah kematian dan atau kecacatan.
Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena
mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang.

Dipandang dari segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat


berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki
karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat
darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan
menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan
gawat darurat (Herkutanto, 2007).
Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat
Darurat
Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-
undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama
diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara
sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam keadaan gawat darurat. Dengan
demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain
untuk kecederaan yang dialaminya.

Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah:
a. Kesukarelaan pihak penolong.

b. Itikad baik pihak penolong.


Undang- Undang Kesehatan Terkait
Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan tentang : Informed Consent menyatakan,
dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan
secara medic berada dalam keadaan gawat darurat dan atau darurat yang memerlukan
tindakan medic segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari
siapapun. (Per.Menkes,1989). Tetapi yang menjadi tuntutan hukum dalam praktek
Keperawatan Gawat Darurat biasanya berasal dari:

1) Kegagalan komunikasi

2) Ketidakmampuan mengatasi dilema dalam profesi


UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan
No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.

Pasal 51 UU No.29/ 2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter


wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan.

UU No.23/1992 pasal 4 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan


gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut
sebenarnya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan
yang optimal (pasal 4).
Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit
dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah
terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/ 1988 tentang Rumah Sakit, di
mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari. Untuk fase pra-rumah sakit belum ada
pengaturan yang spesifik.
Landasan Hukum Pelayanan Gawat Darurat
a. UU NO 9 Tahun 1960 tentang Pokok f. UU NO 44 TAHUN 2009 tentang Rumah
Kesehatan sakit

b. UU NO 6 Tahun 1963 tentang Tenaga g. PP NO 32 TAHUN 1996 tentang Tenaga


Kesehatan Kesehatan

c. UU NO 29 Tahun 2004 tentang Praktik h. PP NO 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan


Kedokteran Kefarmasian

d. UU NO 24 Tahun 2007 Tentang i. Berbagai Peraturan Menteri Kesehatan


Penanggulangan Bencana

e. UU NO 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


Fungsi aspek hukum dan legalitas pelayanan
gawat darurat bagi perawat
a. Hukum Menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan tindakan asuhan keperawatan gawat
darurat.

b. Hukum juga memberikan penjelasan tentang tanggung jawab perawat gawat darurat yang berbeda
dari tanggung jawab tenaga kesehatan lainnya

c. Hukum dapat membantu perawat gawat darurat menetapkan batas batas tindakan keperawatan
mandiri (otonomi profesi)

d. Hukum membantu keperawatan dalam menjaga standar asuhan keperawatan yang dibuat oleh
profesi keperawatan.

e. Aspek aspek Hukum dan perlindungan hukum Pelayanan Gawat Darurat oleh profesi keperawatan.
(cont)
Dalam Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (1)
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat Inap, Rawat Jalan dan Rawat Darurat. Ini membuktikan bahwa rumah sakit wajib
memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien atau penderita dengan arti kata setiap rumah sakit
wajib memiliki sarana, pra sarana dan SDM dalam pengelolaan pelayanan gawat darurat, ini
membuktikan adanya kepastian hukum dalam pelayanan gawat darurat di rumah sakit

Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, Pasal 20,
Dalam darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan
kesehatan diluar kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 15, Pelayanan dalam keadaan
darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
(cont)
Permenkes Nomor RI HK.02.02.MENKES/148/2010, tentang regitrasi dn izin
praktik keperawatan Pasal 10 Ayat (1), Dalam darurat yang mengancam jiwa
seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar
kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, Pasal 11 poin (a) Perawat
berhak Memperoleh perlindungan hukum.

Permenkes Nomor 152/Menkes/Per/IV/2007Tentang Izin dan penyelenggaran


Praktik Kedokteraan dan kedokteran Gigi, BAB III Pasal 15 Ayat (I), Dokter dan
dokter Gigi dapat memberilan pelimpahan suatu tindakan kedokteran dan tindakan
kedokteran gigi, kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatn lainnya secara tertulis.
Pengaturan Pelayanan Kegawatdaruratan
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur
dalam pasal 51 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter
wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan.

Pasal 4 UU No.23/1992 tentang Kesehatan : upaya penyelenggaraan pelayanan


tersebut sebenarnya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan
yang optimal.

Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya


kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat termasuk fakir miskin, orang
terlantar dan kurang mampu.6 Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat
darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).
Dasar hukum pelayanan kegawatdaruratan
1. UU RI NO 36 TAHUN 2009 tentang Kesehatan

a. Bab II Pasal 32 ayat 1 dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baiik
pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan
nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu

b. Bab II Pasal 32 ayat 2 Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik
pemerintah dan swasta dilarang menolak pasien dan atau meminta uang muka

c. Bab VI pasal 58 ayat 1 setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat
kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan
Bab VI pasal 58 ayat 2 Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa
atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

Bab VI pasal 58 ayat Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Bab XX pasal 190 ayat 1 Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan
yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang
dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau
Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Bab XX pasal 190 ayat 2 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)
UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
a. Pasal 1: gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut

b. Pasal 29 ayat 1 butir c :Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberikan


pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya
UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana

a. Pasal 33: penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari tiga tahap meliputi:
pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana

b. Pasal 34 : penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana


sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf a. meliputi : dalam situasi tidak terjadi
bencana dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana

c. Pasal 44 : penyelenggaraan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana


sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 huruf b. meliputi: kesiapsiagaan, peringatan
dini dan mitigasi bencana
Pasal 48 : penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf b meliputi: pengkajian secara cepat
dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya , Penentuan status keadaan
darurat bencana , Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana,
Pemenuhan kebutuhan dasar , Perlindungan terhadap kelompok rentan , Pemulihan
dengan segera sarana dan prasarana

Pasal 57 : Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana


sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf c meliputi:Rehabilitasi, rekontruksi,
Informed consent
Permenkes No. 585 / 1989 (Pasal 11) bahwa dalam kondisi
emergency situasi yang mengancam nyawa persetujuan
tindakan medis tidak diperlukan
Dalam pasal 56 UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan :hak
pasien untuk menerima atau menolak suatu tindakan tidak
berlaku salah satunya ketika pasien dalam kondisi pingsan atau
tidak sadarkan diri.
Prinsip Etik dalam Pelayanan Kesehatan dan
Keperawatan

Autonomy Informed Consent

Justice
Non-maleficence
(do no harm) (perlakuan adil)

Beneficence (do Kejujuran,


good)
kerahasiaan, dan
kesetiaan
TERIMA KASIH

You might also like