You are on page 1of 19

Penggunaan CPAP pada Bayi

Prematur
Pendahuluan

Kelahiran prematur adalah kelahiran pada usia


gestasi antara 20-37 minggu.
Tiap tahun diperkirakan 15 juta bayi lahir prematur
di dunia dan lebih dari 1 juta diantaranya meninggal
karena komplikasi prematuritas.
Prematuritas berhubungan dengan berat lahir
rendah yang berkontribusi sebesar 37,5% pada
angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 2012.
Selain itu, masalah gangguan pernapasan pada bayi
prematur atau kerap disebut penyakit membran
hialin (PMH) atau respiratory distress syndrome
(RDS), asfiksia, dan pneumonia juga ikut
menyumbang angka kematian terbesar di Indonesia.
Masalah Pernapasan Bayi Baru Lahir

Semakin muda usia gestasi, semakin besar


kemungkinan untuk mengalami distres pernapasan.
Gejala distres pernapasan pada neonatus adalah
apabila ditemukan 2 gejala seperti: takipneu,
napas cuping hidung, merintih, retraksi dinding
dada, sianosis, dan apnu.
Diperkirakan 60% dari bayi yang lahir sebelum usia
29 minggu mengalami PMH. Hal ini disebabkan
karena pembentukan surfaktan bayi prematur < 34
minggu belum sempurna.
Studi klinis menyebutkan bahwa pemberian steroid
antenatal dalam 24-48 jam sebelum lahir dapat
menurunkan kejadian PMH sebesar 30%,
mengurangi derajat keparahan gangguan napas, dan
kebocoran udara paru.
Apabila PMH tidak dapat dihindari pada bayi
prematur yang baru lahir, tatalaksana yang
dianjurkan adalah pemberian bantuan napas melalui
continous positive airway pressure (CPAP) dan
pemberian surfaktan eksogen.
Continous Positive Airway Pressure (CPAP)

CPAP merupakan bantuan napas non-invasif yang


memberikan tekanan positif pada akhir ekspirasi.
Mekanisme kerja CPAP adalah membuka alveoli dan
mencegah kolapsnya alveoli.
Penelitian menyebutkan bahwa pemberian CPAP
pada bayi prematur dapat mengurangi kebutuhan
intubasi, penggunaan ventilasi mekanik, namun
berisiko meningkatkan kajadian pneumotoraks.
CPAP diindikasikan pada bayi dengan frekuensi
napas > 60 kali/menit, merintih (grunting), retraksi
dada, saturasi oksigen (SpO2) < 93% preduktal, dan
sering mengalami apnu, seperti pada RDS, Apnea of
prematurity, transient tachypnea of the newborn
(TTN), pneumonia, dan sindrom aspirasi mekonium.
CPAP dapat diberikan dengan kanul nasal, face
chamber, face mask, nasal mask, prong dan
endotracheal tube (ETT).
Secara umum terdapat 2 jenis CPAP yaitu:
a. Continous flow, merupakan jenis CPAP yang aliran
udaranya langsung melawan tahanan ekspirasi
sirkuit. CPAP yang tergolong tipe ini adalah
ventilated derived CPAP dan bubble CPAP.
b. Variable flow, merupakan jenis CPAP yang
mempunyai prinsip fluidic flip, yaitu aliran udara
yang berkelok keluar dari generator bila udara yang
masuk berbarengan dengan usaha ekspirasi bayi.
Langkah yang perlu diperhatikan dalam pemasangan
dan penggunaan CPAP:
a. Persiapkan CPAP dengan menghubungkan oksigen
dan udara bertekanan ke blender oksigen, lalu atur
FiO2 yang diinginkan. Hubungkan sirkuit dengan
flowmeter dan humidifier.
PEEP yang digunakan berkisar antara 5-8 cmH2O,
namun umumnya PEEP yang dipakai adalah 7
cmH2O dan dapat ditingkatkan sampai 10 cmH2O.
Elevasi sekitar 30 kepala bayi sambil menjaga posisi
bayi dalam keadaan jalan napas yang tetap terbuka.
Bersihkan jalan napas menggunakan kateter
penghisap pada bagian mulut, hidung, dan faring.
Pilih prong sesuai dengan ukuran lubang hidung
bayi dan lembabkan dengan akuades atau NaCl 0,9%
sebelum dimasukkan ke hidung bayi.
Pasang pipa orogastrik untuk menghindari distensi
gaster.
Pasang topi dengan ukuran yang sesuai, fiksasi
sirkuit, dan pasang plester velcro untuk memfiksasi
prong dan mengurangi trauma pada hidung bayi.
Sebagai catatan pada penggunaan bubble CPAP,
klinisi perlu memastikan gelembung muncul pada
air di botol CPAP.
Keberhasilan dan kegagalan penggunaan CPAP
dapat dipantau dengan memperhatikan gejala klinis
dan saturasi oksigen.
Bayi dapat mulai disapih bila menunjukkan gejala
klinis membaik, yaitu dengan menurunkan FiO2 2-
5%, dan PEEP 1 cmH2O sampai FiO2 mencapai 21%
dan PEEP 4-5 cmH2O. Sebaliknya, gagal CPAP
dikatakan apabila PEEP 8 cmH2O dan FiO2 > 40%
namun bayi masih mengalami distres pernapasan.
Pada keadaan ini dapat dipertimbangkan intubasi.
Penggunaan CPAP di kamar bersalin

CPAP dini merupakan pemberian CPAP segera


setelah lahir, dalam kurun waktu 5-10 menit.
Penggunaan CPAP dini dapat diiringi dengan
pemberian surfaktan dini, yaitu pemberian surfaktan
dalam 2 jam pertama setelah kelahiran.
CPAP di kamar bersalin secara ideal diberikan
dengan menggunakan t-piece resuscitator.
Bila t-piece resuscitator tidak tersedia, dapat
diberikan dengan balon tidak mengembang sendiri
(flow inflating bag) seperti Jackson Rees.
Simpulan

Percepatan penurunan angka kematian bayi


prematur oleh karena PMH tidak hanya ditentukan
oleh ketersediaan alat CPAP berikut perlengkapan
lainnya (pulse oximetry).
Penting sekali mengupayakan ketersediaan tenaga
kesehatan yang kompeten dan terampil dalam
menggunakan alat tersebut.

You might also like