You are on page 1of 78

ASFIKSIA

Kematian lemas, akibat terjadinya penurunan


kadar oksigen (O2) dan peningkatan kadar
carbondioksida (CO2) baik dalam darah
maupun jaringan, oleh karena peristiwa
hambatan/ halangan serta gangguan pada
tubuh, baik bersifat mekanik maupun non
mekanik.
Asfiksia dalam perjalanan klinis (Patofisiologi)
diawali oleh suatu kondisi anoksia.

ANOKSIA/ HIPOKSIA
Suatu keadaan dimana jaringan dan atau darah
mengalami kekurangan oksigen akibat
4 faktor penyebab :
1. A. anoksik (Halangan/ hambatan upaya
bernafas atau suplai O2 di saluran nafas
dan paru-paru).
2. A. anemik (Gangguan suplai atau ikatan
Oksigen dengan Hb (Reseptor) di dalam
darah akibat penurunan iumlah eritrosit.
3. A. stagnan (Gangguan hantaran oksigen ke
jaringan akibat kelainan di CVS).
4. A. histotoksik (Gangguan suplai oksigen ke
dalam sel akibat zat racun).
BERDASARKAN MEKANISME KERJA
A. HISTOTOKSIK DIKLASIFIKASIKAN
ATAS 4 JENIS
1. A. HISTOTOKSIK EKTRA CELULLAIR
Keadaan asfiksia oleh karena adanya
gangguan dari aktifitas kerja enzim
pernafasan (Sitokrom Oksidase).
Misal: pada kasus keracunan Sianida
(HCN), Barbiturat atau zat-zat hipnotik.
2. A. HISTOTOKSIK INTRA CELLULAIR
Keadaan asfiksia oleh karena adanya
gangguan permeabilitas dinding sel
sehingga Oksigen tidak dapat masuk ke
dalam mithokhondria sel.
Misalnya: pada kasus keracunan zat anestesi
(eter atau kloroform).
3. A. HISTOTOKSIK METABOLIT
Keadaan asfiksia oleh karena adanya
gangguan dari zat racun (hasil metabolisme)
yang tidak dapat dibuang ke luar tubuh.
Misal: pada kasus pada penderita gagal
ginjal mengalami keracunan gas CO atau
zat beracun lainnya.
4. A. HISTOTOKSIK SUBSTART
Keadaan asfiksia oleh karena adanya
gangguan upaya bernafas dan proses
pembentukan energi akibat kadar glikogen
(glukosa) jaringan dan sel menurun.
Misal: pada kasus hipoglikemia.
SECARA UMUM ASFIKSIA DAPAT DISEBABKAN
1. Asfiksia Mekanik (traumatik dan
non traumatik).
2. Asfiksia Non Mekanik
1. Karena faktor penyakit atau Alamiah.
2. Karena faktor zat beracun (dari dalam
maupun dari luar tubuh).
ASFIKSIA MEKANIK
Kondisi kematian lemas yang diakibatkan
karena adanya halangan atau hambatan
dalam upaya bernafas, oleh karena unsur
mekanik.

Unsur mekanik: unsur kekerasan, baik langsung


(traumatik) maupun tidak langsung
(nontraumatik).
ASFIKSIA NON MEKANIK
Kondisi kematian lemas yang diakibatkan
karena adanya gangguan dalam upaya
bernafas, serta proses suplai oksigen ke dalam
darah dan sel, oleh karena unsur nonmekanik.

Unsur nonmekanik: di luar unsur kekerasan (spt


penyakit atau zat beracun).
FASE (SIMPTOM) ASFIKSIA
1. F. dispnue (<1 mnt): Upaya compensasi
tubuh, dengan meningkatkan stimulasi SSP
sehingga meningkatan frek nadi, jantung,
nafas, sekresi kelenjar (surfactan), dll.
2. F. konvulsi (1-2 mnt): stimulasi SSP semakin
meningkat, shg terjadi peristiwa kejang dan
bronkokonstriksi.
3. F. apnue/ exhaustion (3-5 mnt): Compensasi
tubuh yang gagal, shg terjd keletihan
(lemas).
4. F. Akhir: kematian lemas.
GAMBARAN POST MORTEM (SIGN/
PATOGNOMONI) ASFIKSIA
Sianosis (ujung jari, bibir, cuping hidung) dan
wajah sembab, akibat penimbunan
gas CO2 di darah.
Buih/ busa halus sukar pecah (surfactan)
pada saluran nafas (trachea dan bronchus),
akibat fase dispnue dan stimulasi di SSP.
Bintik perdarahan (tardieus spot/ petekhie)
pada mata, kulit wajah dan leher (sembab)
serta organ dalam akibat kongesti/
bendungan di pemb. darah balik (vena)
karena gagal sirkulasi pemb. darah balik.
Lebam mayat merah kebiruan (lebih jelas
gambaran warnanya) akibat gas CO2.
Dilatasi rongga jantung kanan (rongga
jantung kanan banyak berisi darah,
rongga jantung kiri kosong) akibat gagal
sirkulasi pemb. darah balik.
Pelebaran pemb. darah vena (terutama
di otak) akibat kongesti pemb darah balik.
Darah berwarna hitam dan encer (karena
kandungan CO2 yang tinggi dan kegagalan
proses pembekuan darah).
Organ yang membesar, berat organ lebih
dari normal dan berwarna gelap akibat
kongesti pemb. darah balik dan gas CO2.
Teraba derik udara (krepitasi) di paru-paru,
karena pertukaran udara di alveolus gagal
akibat gagal pernafasan.
Cairan mani, kotoran (feaces), janin dapat
keluar akibat fase stimulasi yang akut
dan diikuti relaksasi spontan pada fase
ekshaution.
SURFAKTAN
Agen surface-active (spt sabun dan ditergen
sintetik) campuran fosfolipid (terutama
lesitin dan sfengomielin), di eksresi oleh
sel-sel alveolus tipe II dalam alveoli, berfungsi
untuk menurunkan ketegangan permukaan
paru-paru (alveolus) sehingga menambah sifat
elastik jaringan paru-paru.
JENIS-JENIS ASFIKSIA MEKANIK

O2 CO2
KLASIFIKASI ASFIKSIA MEKANIK
MENURUT PERISTIWA KEJADIANNYA :
1. Penekanan saluran nafas (Gantung, Jerat
dan Cekik).
2. Penutupan dan sumbatan jalan nafas
1. Penutupan jalan nafas (Ekstraluminer):
Bekap (Smothering).
2. Sumbatan jalan nafas (Intraluminer):
Sumpal (Gagging) dan Sendak (Choking).
3. Penekanan otot pernafasan dada dan perut
(Burking).
4. Penutupan lokal daerah wajah atau tempat
yang udara/ oksigen terbatas (Sufokasi).
5. Saluran nafas terisi air (Drowning).
PENEKANAN SALURAN NAFAS
1. GANTUNG (HANGING)
Peristiwa dimana terjadi lilitan dan
tekanan pada jalan nafas di leher oleh
suatu benda yang melingkar leher,
dimana kekuatan lilitan dan tekanannya
dipengaruhi oleh berat tubuh.
KLASIFIKASI GANTUNG BERDASARKAN
LETAK SIMPUL TALI DI LEHER
1. Typical hanging: bila titik gantung terletak di
atas daerah okcipitalis eksternal.
2. Atypical hanging: bila titik penggantungan
terdapat di samping, sehingga leher dalam
posisi sangat miring (fleksi lateral).
KLASIFIKASI GANTUNG BERDASARKAN
POSISI TUBUH TERGANTUNG
1. Komplet hanging: bila tubuh tergantung
sempurna (tanpa menyentuh dasar).
2. Inkomplet hanging: bila tubuh tergantung
tidak sempurna (ada bagian tubuh
menyentuh dasar).
MEKANISME KONSTRIKSI LEHER
1. Beban: 2 kg menyebabkan konstriksi
vena jugularis.
2. Beban: 3,5 kg menyebabkan konstriksi
arteri karotis.
3. Beban:15 kg menyebabkan konstriksi
trakhea.
4. Beban:16 kg menyebabkan konstriksi
arteri vertebralis.
PEMERIKSAAN FORENSIK
1. Dijumpai jejas/ luka lecet yang melingkar
leher, jejas tidak cuntinue (tidak melingkar
utuh/ ada daerah yang hilang) dan terletak
setinggi jakun atau di atas jakun serta
berbentuk miring atau sedikit miring.
2. Sering ditemukan ekimosis.
3. Lebam mayat ditemukan di daerah tepi atas
dari jejas tali dan pada daerah tungkai
bawah (telapak kaki pada kasus complate
hanging).
4. Tanda asfiksia sering dijumpai tidak jelas.
5. Sering dijumpai jejas lecet luas akibat
pergeseran tali (dari leher bawah ke arah
atas).
6. Kedalaman jejas tali bagian yang dekat
simpul sering dijumpai lebih dangkal dari
pada yang jauh dari simpul.
7. Dijumpai kepala terjatuh ke arah
berlawanan dari letak simpul.
8. Dijumpai leher lebih panjang atau panjang
leher bagian kanan dan kiri tidak sama.
9. Dijumpai keluar air liur dari sudut mulut.
10. Dijumpai resapan darah pada permukaan
kulit bagian dalam, setentang jejas pada
permukaan kulit bagian luar.
11. Dapat dijumpai fracture tulang leher
(cervical 2 dan 3), patah tulang rawan lidah,
thyroid atau cricoid).
12. Dijumpai redline pada tunika intima dinding
pemb. darah leher (arteri carotis).
13. Dapat dijumpai sembab otak atau ischemik
otak.
14. Dijumpai buih halus sukar pecah bercampur
darah di sal. Nafas.
15. Bila permukaan benda yang melilit leher
sempit dan keras atau kasar, maka
permukaan jejas teraba spt kertas
perkamen dan berwarna coklat bercampur
pucat/ berkilat.
16. Lidah kadang terjulur, karena pergesran tali
hingga menekan os hyoid.
SEBAB KEMATIAN
1. Asfiksia.
2. Cardiac arrest / Fibrilasi Ventrikel (karena
inhibisi nervus vagus).
3. Apopleksia.
4. Iskemik otak.
5. Perdarahan batang otak akibat patah tulang
leher/ cervical 2 dan 3.
6. Perdarahan rongga kepala akibat benturan
oleh karena terjatuh (trauma).
2. JERAT (STRANGULASI)
Peristiwa dimana terjadi lilitan dan
tekanan pada jalan nafas di leher oleh
suatu benda yang melingkar leher,
dimana kekuatan lilitan dan tekanannya
dipengaruhi oleh tarikan kedua ujung tali
yang melilit leher.
PEMERIKSAAN FORENSIK
1. Dijumpai jejas/ luka lecet yang melingkar
leher, jejas continue (melingkar utuh)
dan terletak di bawah jakun serta
berbentuk mendatar.
2. Tidak pernah ada ekimosis.
3. Lebam mayat ditemukan di daerah tepi atas
dari jejas tali dan di daerah tubuh lain yang
letaknya terendah, sesuai posisi tubuh saat
peristiwa terjadi.
4. Tanda asfiksia dijumpai cukup jelas.
5. Terkadang dijumpai juga jejas lecet yang
luas akibat pergeseran tali.
6. Kedalaman jejas tali sering dijumpai sama
atau hampir sama.
7. Tidak ada perubahan yang nyata dari posisi
kepala atau panjang leher.
8. Tidak dijumpai air liur dari sudut mulut.
9. Dijumpai resapan darah pada permukaan
kulit bagian dalam setentang jejas pada
permukaan kulit bagian luar.
10. Terkadang dijumpai tanda kekerasan lain
pada hampir seluruh tubuh, dan luka lecet
atau memar di daerah leher (upaya
perlawanan).
11. Tidak dijumpai fracture tulang leher
(cervical 2 dan 3), patah tulang rawan lidah,
thyroid atau cricoid) atau redline.
15. Sering dijumpai sembab wajah.
16. Sering dijumpai ruptur trachea.
17. Dijumpai buih halus sukar pecah bercampur
darah di sal. Nafas hingga rongga mulut
dan lobang hidung.
SEBAB KEMATIAN
1. Asfiksia.
2. Cardiac arrest / Fibrilasi Ventrikel karena
(inhibisi nervus vagus).
3. Apopleksia.
4. Perdarahan rongga kepala akibat benturan
atau mekanisme perlawanan (trauma).

You might also like