You are on page 1of 9

Abdul aziz

Etiology of CA
Faktor-faktor Risiko :
1. Usia
Insiden CD meningkat dengan bertambahnya usia bahkan pada pasien yang bebas dari CAD simtomatik.
2. Jenis kelamin
Tampak bahwa pria mempunyai insiden SCD yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang bebas dari CAD yang mendasari.
3. Merokok
Merokok telah dilibatkan sebagai suatu factor yang meningkatkan insiden SCD (ada efek aritmogenik langsung dari merokok sigaret atas
miokardium ventrikel). Tetapi menurut pengertian Framingham, peningkatan resiko akibat merokok hanya terlihat pada pria. Yang menarik,
peningkatan resiko ini menurun pada pasien yang berhenti merokok. Merokok juga meningkatkan insiden CAD yang tampil pada
kebanyakan pasien yang menderita henti jantung.
4. Penyakit jantung yang mendasari
i. Tidak ada penyakit jatung yang diketahui
Pasien ini mempunyai pengurangan resiko SCD, bila dibandingkan dengan pasien CAD atau pasien dengan pengurangan fungsi ventrikel
kiri.
ii. Penyakit arteri koronaria (CAD)
Data dari penelutian Framingham telah memperlihatkan pasien CAD mempunyai frekuensi SCD Sembilan kali pasien dengan usia yang
sama tanpa CAD yang jelas. The Multicenter Post Infarction Research Group mengevaluasi beberapa variable pada pasien yang menderita
MI. Kelompok ini berkesimpulan bahwa pasien pasca MI dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang kurang dari 40%, 10 atau lebih kontraksi
premature ventrikel (VPC) per jam, sebelum MI dan ronki dalam masa periinfark mempunyai peningkatan mortalitas (1-2 tahun)
dibandingkan dengan pasien tanpa masalah ini. Jelas pasien CAD (terutama yang menderita MI) dengan resiko SCD yang lebih besar.
iii. Sindrom prolaps katup mitral (MVPS)
Tes elektrofisiologi (EP) pada pasien MVPS telah memperlihatkan tingginya insiden aritmia ventrikel yang dapat di induksi, terutama pada
pasien dengan riwayat sinkop atau prasinkop. Terapi anti aritmia pada pasien ini biasanya akan mengembalikan gejalanya.
iv. Hipertrofi septum yang asimetrik (ASH)
Pasien ASH mempunyai peningkatan insiden aritmia atrium dan ventrikel yang bisa menyebabkan kematian listrik atau hemodinamik
(peningkatan obstruksi aliran keluar). Riwayat VT atau bahkan denyut kelompok ventrikel akan meningkatkan risiko SCD.
v. Sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW)
Perkembangan flutter atrium dengan hantaran AV 1:1 melalui suatu jalur tambahan atau AF dengan respon ventrikel sangat cepat (juga
karena hantaran jalur tambahan antegrad) menimbulkan frekuensi ventrikel yang cepat, yang dapat menyebabkan VF dan bahkan kematian
mendadak.
vi. Sindrom Q-T yang memanjang
Pasien dengan pemanjangan Q-T yang kongenital atau idiopatik mempunyai peningktan resiko SCD. Kematian sering timbul selama masa
kanak-kanak. Mekanisme ini bisa berhubungan dengan kelainan dalam pernafasan simpatis jantung yang memprodisposisi ke VF.
5. Lain-lainnya
i. Hipertensi: peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic merupakan predisposisi SCD
ii. Hiperkolesteremia: tidak ada hubungan jelas antara kadar kolesterol serum dan SCD yang telah ditemukan
iii. Diabetes mellitus: dalam penelitian Framingham hanya pada wanita ditemukan peningkatan insiden SCD yang
menyertai intoleransi glukosa.
iv. Ketidakaktifan fisik: gerak badan mempunyai manfaat tidak jelas dalam mengurangi insiden SCD.
v. Obesitas: menurut data Framingham, obesitas meninggkatkan resiko SCD pada pria, bukan wanita.
vi. Riwayat aritmia
- Aritmia supraventrikel
Pada pasien sindrom WPW dan ASH, perkembangan aritmia supraventrikel disertai dengan peningkatan insiden SCD. Pasien
CAD yang kritis juga beresiko, jika aritmia supraventrikel menimbulkan iskemia miokardium. Tampak bahwa iskemia dapat
menyebabkan tidak stabilnya listrik, yang mengubah sifat elektrofisiologi jantung yang menyebabkan VT terus-menerus atau
VF. Tetapi sering episode iskemik ini asimtomatik.
- Aritmia ventrikel
Pasien dengan penyakit jantung yang mendasari dan VT tidak terus-menerus menpunyai peningkatan insiden SCD
dibandingkan pasien dengan VPC tersendiri. Kombinasi VT yang tidak terus-menerus dan disfungsi ventrikel kiri disertai
tingginya resiko SCD. Pasien CAD dan VT spontan mempunyai ambang VT yang lebih rendah dibandingkan pasien CAD dan
tanpa riwayat VT. Sehingga pasien CAD dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang rendah dan VF atau VT terus-menerus yang
spontan mempunyai insiden SCD tertinggi.

6. Faktor pencetus
a) Aktivitas
Hubungan antara SCD dan gerak badan masih tidak jelas. Analisis 59 pasien yang meninggal mendadak memperlihatkan
bahwa setengah dari kejadian ini timbul selama atau segera setelah gerak badan. Tampak bahwa gerak badan bisa
mencetuskan SCD, terutama jika aktivitas berlebih dan selama tidur SCD jarang terjadi.
b) Iskemia
Pasien dengan riwayat MI dan Iskemia pada suatu lokasi yang jauh (iskemia dalam distribusi arteri koronaria noninfark)
mempunyai insiden aritmia ventrikel yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien iskemia yang terbatas pada zona infark.
Daerah iskemia yang aktif disertai dengan tidak stabilnya listrik dan pasien iskemia pada suatu jarak mempunyai kemungkinan
lebih banyak daerah beresiko dibandingkan pasien tanpa iskemia pada suatu jarak.
c) Spasme arteri koronaria
Spasme arteri koronaria (terutama arteri koronaria destra) dapat menimbulkan brakikardia sinus, blok AV yang lanjut atau AF.
Semua aritmia dapat menyokong henti jantung. Tampak bahwa lebih besar derajat peningkatan segmen S-T yang menyertai
spasme arteri koronaria, lebih besar resiko SCD. Tetapi insiden SDC pada pasien spasme arteri koronaria berhubungn
dengan derajat CAD obsruktif yang tetap. Yaitu pasien CAD multipembuluh darah yang kritis ditambah spasme arteri
Potofisiology CA
Diagnostic test CA
1. Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau
kadang-kadang di bagian tubuh lainnya missal tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung
dan dapat menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan impuls listrik normal,
EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT
berkepanjangan, yang meningkatkan risiko kematian mendadak.
2. Tes darah
i. Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung terkena serangan jantung. Karena serangan jantung
dapat memicu sudden cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat penting apakah
benar-benar terjadi serangan jantung.
ii. Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang ada pada jantung, di antaranya kalium, kalsium,
magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak
seimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
3. Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-
obatan tersebut merupakan obat-obatan terlarang.
4. Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu cardiac arrest.
5. Imaging tes
i. Pemeriksaan Foto Torak
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah
seseorang terkena gagal jantung.
ii. Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu mengidentifikasi masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang
dalam jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan
radioaktif mengalir melalui jantung dan paru-paru.
iii. Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran jantung. Echocardiogram dapat membantu
mengidentifikasi apakah daerah jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal atau pada
kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
6. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah sembuh dan jika penjelasan yang mendasari
serangan jantung Anda belum ditemukan. Dengan jenis tes ini, dokter mungkin mencoba untuk menyebabkan aritmia,
sementara dokter memonitor jantung Anda. Tes ini dapat membantu menemukan tempat aritmia dimulai. Selama tes,
kemudian kateter dihubungkan denga electrode yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di area jantung.
Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung
dapat menggunakan elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang mungkin memicu -
atau menghentikan aritmia. Hal ini memungkinkan dokter untuk mengamati lokasi aritmia.
7. Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest adalah seberapa baik jantung Anda mampu
memompa darah. Dokter dapat menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakan fraksi ejeksi.
Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi
normal adalah 55 sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac arrest. Dokter
Anda dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging
(MRI) dari jantung Anda, pengobatan nuklir scan dari jantung Anda atau computerized tomography (CT) scan jantung.
8. Coronary catheterization (angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner Anda terjadi penyempitan atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi
ejeksi, jumlah pembuluh darah yang tersumbat merupakan prediktor penting sudden cardiac arrest. Selama prosedur,
pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui tabung panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya
melalui kaki, untuk arteri di dalam jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-ray dan rekaman
video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara kateter diposisikan, dokter mungkin mengobati
penyumbatan dengan melakukan angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.
EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
Monitor Holter: Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan
oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu
jantung/efek obat antidisritmia.
Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau
katup
Skan pencitraan miokardia: dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi
konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
Tes stres latihan : dapat dilakukan untuk medemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan
interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
Pemeriksaan tiroid: peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan
disritmia.
Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai
faktor pencetus disritmia.
GDA/nadi oksimetri: Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
Nursing care
Penurunan kardiak output berhubungan dengan ketidakmampuan
jantung memompakan darah
1)Kaji denyut nadi karotis (5-10 dtk)
2)Bila tidak ada denyut nadi, cari lokasi yang tepat untuk
kompresi dada
3)Lakukan kompresi jantung
4)Bila gambaran EKG VT/VF non pulse lakukan tindakan sesuai
algoritma VT/VF non pulse
5)Bila gambaran EKG asistole lakukan sesuai algoritma asistole
6)Bila gambaran EKG PEA lakukan sesuai algoritma PEA
7)Kolaborasi medik untuk pemberian inotropic
Gangguan perfusi jaringan otak, jantung, organ vital lain berhubungan
dengan tidak efektifnya daya pompa jantung
1)Kaji nadi karotis, pernapasan meliputi suara, frekuensi dan irama
2)Pasang bed side monitor
3)Lakukan BHL sesuai algoritma
4)Observasi dan catat tanda-tanda vital, warna kulit, temperature dan
urine output
5)Monitor elektrolit
6)Kaji penyebab lain irama jantung
7)Kolaborasi medik pemberian oksigen, obat-obat antiaritmia, inotropik,
analgesia dan sedative
8)Lakukan defibrilasi bila diperlukan.

You might also like