You are on page 1of 35

ASUHAN KEPERAWATAN

SINDROM GUILLAIN BARRE

R. Agus Siswanto
Pengertian
Suatu kelainan sistem kekebalan tubuh manusia
yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi
dirinya sendiri dengan karekterisasi berupa
kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik
yang sifatnya progresif.
Kelainan ini kadang kadang juga menyerang
saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf
pusat.
Etiologi
Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS
disebabkan karena hilangnya myelin, material yang
membungkus saraf (demyelinisasi).
Demyelinisasi penghantaran impuls oleh saraf
tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali.
GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin
dan menyerang beberapa saraf.
GBS disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy (AIDP)
Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi
pada GBS sampai saat ini belum diketahui.
Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut
disebabkan oleh penyakit autoimun.
Didahului oleh infeksi virus, yaitu Epstein-Barr virus,
coxsackievirus, influenzavirus, echovirus, cytomegalovirus,
hepatitisvirus, dan HIV.
Infeksi virus ini biasanya terjadi 2 4 minggu sebelum timbul GBS .
Bakteri seperti Campylobacter Jejuni pada enteritis, Mycoplasma
pneumoniae, Spirochaeta , Salmonella, Legionella dan
Mycobacterium Tuberculosa.
Patofisiologi
Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan
antigen lain memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian
mereplikasi diri.
Antigen tersebut mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini
mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan memproduksi
autoantibodi spesifik.
Virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem
imun tubuh mengenalinya sebagai benda asing.
Infeksi menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali
dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian
menyebabkan destruksi myelin.
Juga dapat terjadi destruksi pada axon.
Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang
menyerang myelin disebabkan oleh karena antigen yang
ada memiliki sifat yang sama dengan myelin. Hal ini
menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin
yang di invasi oleh antigen tersebut.
Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel
saraf tidak dapat mengirimkan signal secara efisien,
sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk
merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih
sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh.
Pengkajian
Paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal,
parestesia pada bagian distal dan diikuti secara
cepat oleh paralisa ke empat ekstremitas yang
bersifat asendens.
Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.
Refelks fisiologis akan menurun dan kemudian
menghilang sama sekali.
Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah
dan menyebar secara progresif , dalam hitungan jam, hari maupun
minggu, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat.
Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan
sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid.
Keterlibatan saraf pusat , muncul pada 50 % kasus, biasanya berupa
facial diplegia.
Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara signifikan dan
bahkan 20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam
bernafas.
Anak anak menjadi mudah terangsang dan progersivitas kelemahan
dimulai dari menolak untuk berjalan, tidak mampu untuk berjalan,
dan akhirnya menjadi tetraplegia.
Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat
menimbulkan kematian.
Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi
atau hipertensi, aritmia bahkan cardiac arrest, facial
flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan kelainan
dalam berkeringat.
Hipertensi terjadi pada 10 30 % pasien sedangkan
aritmia terjadi pada 30 % dari pasien.
Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat
menimbulkan gejala berupa disfagia, kesulitan dalam
berbicara, dan yang paling sering ( 50% ) adalah
bilateral facial palsy. 4)
Gejala gejala tambahan kesulitan untuk mulai BAK,
inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan
menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik
napas dalam, dan penglihatan kabur (blurred visions)
Pemeriksaan Fisik
Kelemahan otot yang bersifat difus dan paralisis.
Refleks tendon akan menurun atau bahkan menghilang.
Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya
kelemahan pada otot otot intercostal.
Tanda rangsang meningeal seperti perasat kernig dan
kaku kuduk mungkin ditemukan.
Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak
ditemukan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya
kenaikan kadar protein ( 1 1,5 g / dl ) tanpa diikuti
kenaikan jumlah sel.
Kultur LCS tidak ditemukan adanya virus ataupun
bakteri.
Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih
dalam batas normal, kelumpuhan terjadi pada minggu
pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan
pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya
perbaikan.
Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat
adanya keterlambatan atau bahkan blok dalam
penghantaran impuls , gelombang F yang memanjang
dan latensi distal yang memanjang.
Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2, akan
terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari
beberapa otot, dan menurunnya kecepatan konduksi
saraf motorik.
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang
bermakna jika dilakukan kira kira pada hari ke 13
setelah timbulnya gejala.
MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina yang
bertambah besar (95% kasus)
Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat
sedikit .
Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada
stadium awal. Pada stadium lanjut terlihat adanya
denervation atrophy.
Diagnosa Keperawatan
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan kelelahan
otot pernafasan
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis.
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan,
akibat disfungsi saraf cranial.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan disfungsi
saraf cranial.
Ansietas berhubungan dengan paralisis dan kehilangan
kontrol.
Intervensi Keperawatan
Manajemen airway
Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu
Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada bila perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara berlebihan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronchodilator bila perlu
Berikan pelembab udara
Atur intake cairan utuk mengoptimalkan keseimbangan
Monitor respirasi dan status oksigen
Terapi oksigen
Bersihkan jalan nafas dari sekret
Pertahankan jalan nafas tetap efektif
Berikan oksigen sesuai instruksi
Monitor aliran oksigen, canul oksigen, dan
humidifier
Observasi tanda tanda hipoventilasi
Monitor respon klien terhadap pemberian
oksigen
Monitoring Vital Sign
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi TD
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor kualitas nadi
Monitor adanya pulsus paradoks
Monitor adanya pulsus alteransmonitor jumlah dan irama jantung
Monitor bunyi jantung
Monitor frekuensi dan irama pernafasan
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardia, peningkatan
sistolik)
Identifikasi penyebab dan perubahan vital sign
Monitor respirasi
Monitor rata rata, kedalaman, irama, dan usaha respirasi
Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraventrikuler dan
intercostals
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas: bradipnea, takipnea, kusmaul, hiperbentilasi, cheyne stokes, biot
Palpasi kesamaan ekspansi paru
Perkusi thoraks anterior dan posterior dari apeks sampai basis bilateral
Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoks)
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan atau tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronchi pada jalan nafas utama
Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
Monitor kekuatan inspirasi maksimal, volume ekspirasi, dan kapasitas vital
Monitor hasil ventilasi mekanik, catat peningkatan tekanan inspirasi dan penurunan tidal volume (jika klien
memakai ventilator)
Monitor peningkatan kelelahan, cemas, dan lapar udara
Catat perubahan SaO2, SvO2 dan tidal Co2 (jika klien memakai ventilator)
Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif
Monitor sekret respirasi klien
Catat onset, karakteristik, dan durasi batuk
Monitor dyspnea dan kejadian yang meningkatkan atau memperburuk respirasi
Buka jalan nafas dengan chin lift atau jaw trust k/p
Posisikan klien pada satu sisi untuk mencegah aspirasi
Lakukan resusitasi k/p
Lakukan tindakan terapi respiratori
Ajarkan pasien untuk latihan rentang gerak aktif
pada sisi ekstrimitas yang sehat
Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas
yang parese/plegi dalam toleransi nyeri
Topang ekstrimitas dengan bantal untuk
mencegah atau mangurangi bengkak
Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan
kemampuan pasien
Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi
seperti yang disarankan
Libatkan keluarga untuk membantu pasien
latihan sendi
Monitoring gizi
Monitor masukan kalori dan bahan makanan
Amati rambut yang kering dan mudah rontok
Amati tingkat albumin, protein total, Hb, Hmt,
GDS, cholesterol dan trigliseride
Monitor muntah
Amati jaringan mukosa yang pucat, kemerahan,
dan kering
Amati konjunctiva yang pucat
Amati turgor kulit dan perubahan pigmentasi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan cavitas oral
Manajemen nutrisi
Kaji apakah klien alergi makanan
Kerjasama dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah
kalori, protein, dan lemak secara tepat sesuai dengan
kebutuhan klien
Masukkan kalori sesuai dengan kebutuhan
Monitor catatan makanan yang masuk atas kandungan
gizi dan jumlah kalori
Kolaborasi penambahan inti protein, zat besi, dan
vitamin C yang sesuai
Pastikan bahwa diit mengandung makanan yang
berserat tinggi untuk mencegah sembelit
Beri makanan protein tinggi, kalori tinggi, dan bergizi
yang sesuai
Terapi gizi
Monitor masukan cairan dan makanan, hitung
kalori makanan dengan tepat
Kolaborasi ahli gizi
Pastikan diit gizi serat dan buah buahan yang
cukup
Pantau laboratorium biokimia jika perlu
(protein, albumin, globulin, Hb, Hmt, GDS,
chollesterol, trigliseride)
Evaluasi tanda tanda kerusakan gizi
Berikan perawatan mulut
Libatkan keluarga untuk membantu memahami/
memahamkan informasi dari/ ke pasien
Dengarkan setiap ucapan pasien dengan penuh
perhatian
Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam
komunikasi dengan pasien
Dorong pasien untuk mengulang kata-kata
Berikan arahan/perintah yang sederhana setiap
interaksi dengan pasien
Programkan speech-language teraphy
Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi
dengan pasien
Coping enhancement
Kaji respon cemas klien
Jelaskan klien tentang proses penyakitnya
Jelaskan klien tentang diagnosis, pengobatan
dan prognosa
Terangkan klien tentang prosedur pemeriksaan
dan pengobatan
Beritahu dan jelaskan setiap perkembangan
penyakitnya
Dorong penggunaan sumber spiritual
Anxiety reduction
Jelaskan semua prosedur termasuk perasaan yang
mungkin dialami selama menjalani prosedur
Berikan objek yang dapat mem-berikan rasa aman
Berbicara dengan pelan dan tenang
Membina hubungan saling percaya
Dengarkan klien dengan penuh per-hatian
Ciptakan suasana saling percaya
Dorong klien mengungkapkan perasaan, persepsi dan
cemas secara verbal
Berikan peralatan / aktivitas yang menghibur untuk
mengurangi ke-tegangan
Anjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi
Berikan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung

You might also like