berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian maupun seluruhnya
Berduka adalah respon emosi yang
diekspresikan terhadap kehilangan Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan maturasional adalah kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya. Kehilangan situasional adalah kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak orang yang dicintai atau keduanya Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas yang mengikuti kehilangan. Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan (Rando, 1991) Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita. Tiba tiba (Tidak dapat diramalkan) Berangsur angsur (Dapat Diramalkan) 1. Actual Loss Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan 2. Perceived Loss ( Psikologis ) Perasaan individual, tetapi menyangkut hal hal yang tidak dapat diraba atau dinyatakan secara jelas. 3. Anticipatory Loss Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Kategori dasar kehilangan Denial / penolakan Anger / kemarahan Bergaining / tawar menawar Depresi Acceptance / menerima Pada anak anak mengancam kemampuan berkembang , ada rasa takut ditinggalkan Pada masa remaja disintegrasi dalam keluarga Pada masa tua hilangnya semangat hidup
Perspektif agama : sabar dan tawakkal
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kenyataan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan Tidak, saya tidak percaya itu terjadi atau itu tidak mungkin terjadi . Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan. Biasanya ditandai dengan menangis, gelisah, lemah, letih, dan pucat Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun. Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang individu menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter- perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Individu akan mengekpresikan rasa bersalah, takut dan rasa berdosa, tawar menawar atau penundaan suatu kehilangan Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa . Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah kalau saja yang sakit, bukan anak saya. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun. Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Karakteristik Personal Usia Peran jenis kelamin. Pendidikan dan status sosioekonomi Sifat hubungan Sistem pendukung social Keyakinan spiritual dan budaya Pada anak anak mengancam kemampuan berkembang , ada rasa takut ditinggalkan Pada masa remaja disintegrasi dalam keluarga Pada masa tua hilangnya semangat hidup
Perspektif agama : sabar dan tawakkal
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain. Tujuan Khusus: Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi dengan orang lain. Bina hubungan saling percaya dengan klien. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya.. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal. Tujuan khusus : Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih. Klien dapat merawat kukunya sendiri. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan. Menganjurkan klien untuk mandi. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi. Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien yang lain.