You are on page 1of 52

Asuhan Keperawatan

Klien Gangguan Sistem


Integumen(Hipersensitifitas)

Ns.Maylinda,S.Kep.M.Kep
DEFINISI
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan
kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang
menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara
imunologi terhadap bahan-bahan yang
umumnya non imunogenik.
Tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap
lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh
dianggap asing atau berbahaya.
Reaksi hipersensitivitas memiliki 4
tipe
Tipe I : Reaksi Anafilaksi
Tipe II : reaksi sitotoksik
Tipe III : reaksi imun kompleks
Tipe IV : Reaksi tipe lambat
Tipe I : Reaksi Anafilaksi

Antigen atau alergen bebas akan bereaksi


dengan antibodi, dalam hal ini IgE yang
terikat pada sel mast atau sel basofil dengan
akibat terlepasnya histamin. Keadaan ini
menimbulkan reaksi tipe cepat.
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai
hipersensitivitas langsung atau anafilaktik
Sering pada kulit, mata,nasofaring, jaringan
bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal.
Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang
beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil
hingga kematian.
Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit
setelah terpapar antigen.
Uji diagnostik dgn tes kulit (tusukan dan
intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE.
Peningkatan kadar IgE penanda terjadinya
alergi akibat hipersensitivitas pada bagian
yang tidak terpapar langsung oleh alergen)..
Tipe II : Reaksi Sitotoksik
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh
antibodi berupa Imunoglobulin G (IgG) dan
Imunoglobulin E (IgE) untuk melawan
antigen pada permukaan sel dan
matriksekstraseluler.
Kerusakan terbatas atau spesifik pada sel atau
jaringan yang langsung berhubungan dengan
antigen tersebut.
Pada umumnya, antibodi yang
langsung berinteraksi dengan antigen
permukaan sel akan bersifat patogenik dan
menimbulkankerusakan pada target sel.
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi
komplemen (atau reaksi silang) yang
berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat
pula menimbulkan kerusakan jaringan.
Tipe III : Reaksi Imun Kompleks
Antibodi berikatan dengan antigen dan
komplemen membentuk kompleks imun.
Keadaan ini menimbulkan neurotrophi
chemotactic factor yang dapat menyebabkan
terjadinya peradangan atau kerusakan lokal.
Pada umumnya terjadi pada kornea berupa
keratitis, karena bakteri (stafilokok,
pseudomonas), herpes simpleks, keratitis dan
jamur.
Tipe IV : Reaksi Tipe Lambat
tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau
dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T
peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi
dengan antigen, dan menyebabkan
terlepasnya mediator (limfokin) yang jumpai
pada reaksi penolakan pasca keratoplasti,
keraton- jungtivitis flikten, keratitis Herpes
simpleks dan keratitis diskiformis.
ETIOLOGI
Faktor Internal Imaturitas usus secara
fungsional, Genetik berperan dalam alergi
makanan dan Mukosa dinding saluran cerna
belum matang.
Faktor Eksternal faktor fisik (dingin,
panas, hujan), faktor psikis (sedih,stress) atau
beban latihan (lari, olah raga) makanan yang
dapat memberikan reaksi alergi
Manifestasi klinis
Reaksi sistemik yang ringan rasa
kesemutan serta hangat pada bagian perifer
dan dapat disertai dengan perasaan penuh
dalam mulut serta tenggorokan. Kongesti
nasal, pembengkakan periorbital, pruritus,
bersin-bersin dan mata berair dapatterjadi.
Awitan gejala dimulai dalam waktu 2 jam
pertama sesudah kontak.
Reaksi sistemik sedang mencakup salah
satu gejala diatas disamping gejala flushing,
rasa hangat, cemas, dan gatal-gatal. Reaksi
yang lebih serius berupa bronkospasme dan
edema saluran pernafasan atau laring dengan
dispnea, batuk serta mengi. Awitan hgejala
sama seperti reaksi yang ringan.
Reaksi sistemik yang berat onset
mendadak dengan tanda-tanda sertagejala
yang sama seperti diuraikan di atas dan
berjalan dengan cepat hingga
terjadi bronkospasme, edema laring, dispnea
berat serta sianosis. Disfagia (kesulitan
menelan),kram abdomen, vomitus, diare, dan
serangan kejang-kejang dapat terjadi.
Kadang-kadangtimbul henti jantung
Komplikasi
Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah
kelainan kulit yang ditandai denganadanya
eritema seluruh / hampir seluruh tubuh,
biasanya disertai skuama.
Abses limfedenopati
Furunkulosis peradangan pada folikel
rambut dan jaringanyangdisekitarnya, yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
Rinitis
Stomatitis
Konjungtivitis
Kolitis Bronkolitis
Hepatomegali
Furunkolosis disebabkan
Hygiene yang tidak baik
Diabetes mellitus
Kegemukan
Sindrom hiper IgE
Carier kronik S.aureus (hidung)
Gangguan kemotaktik
Ada penyakit yang mendasari, seperti HIV
Komplikasi dari dermatitis atopi, ekscoriasi,
scabies atau pedikulosis(adanya lesi pada
kulit atau kulit utuh bisa juga karena garukan
atau sering bergesekan)
Faktor Resiko
Penyakit Atopik
Reaksi makanan
Konsumsi obat chymopapain (Ref.2)
Orang dengan pemberian intravena
Pemeriksaan penunjang
RAST (Radio Allergo Sorbent Test) atau ELISA
(Enzym LinkedImmunosorbent Assay test ) biaya
mahal
Skin Prick Test (Tes tusuk kulit)
Skin Test (Tes kulit)
Patch Test (Tes Tempel
Tes Provokasi
Uji gores (scratch test)
Uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau
berseri (skin end-pointtitration/ SET)
Penatalaksanaan farmakologis
Adrenalin
Difenhidramin
Aminofilin
Teofilin
Vasopresor
Kortikosteroid
Penatalaksanaan non farmakologis
Evaluasi segera
Intubasi dan trakeostomi
Turniket
Oksigen
Terapi desentisasi
Terapi probiotik
Diet
Pengobatan suportif
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
terpajan allergen
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
infalamasi dermal,intrademalsekunder
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
( allergen,ex: makanan)
DX: Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan terpajan allergen
Tujuan : setelah diberikan askep selama 1.x15
menit. diharapkan pasienmenunjukkan pola
nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
rentang normal.
Kriteria hasil :
Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20
kali per menit)
Pasien tidak merasa sesak lagi
Pasien tidak tampak memakai alat bantu
pernapasan
Tidak terdapat tanda-tanda sianosis
Intervensi
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasandan
ekspansi paru. Catatupaya pernapasan,
termasuk pengguanaan otot bantu/
pelebaranmasal.
Auskultasi bunyi napas dan catatadanya bunyi
napas adventisius sepertikrekels, mengi,
gesekan pleura
Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Bangunkan pasien turun daritempat tidur dan
ambulansi sesegeramungkin
Observasi pola batuk dan karakter secret
Berikan oksigen tambahan
Berikan humidifikasi tambahan, mis:nebulizer
ultrasonic
Dermatitis Atopik
Peradangan kulit yang melibatkan
perangsangan berlebihan (alergi)
Melibatkan limfosit dan sel mast
Histamin dari sel mast menyebabkan rasa
gatal dan eritema
Sering dijumpai pada bayi, anak terkadang
menetap sampai dewasa
Dermatitis Atopik
Gambaran klinis
Eritema disertai lesi krusta dan basah pada bayi,
lesi sering muncul diwajah dan bokong pada anak
yang lebih tua
Remaja lebih sering muncul ditangan dan kaki,
dibelakang lutut dan dilipat siku
Pruritus hebat
Dermatitis Atopik
Penatalaksanaan
Hindari dari iritan atau alergan
Pemberian antihistamin untuk mengontrol rasa
gatal
Kompres dingin untuk mengurangi peradangan
Steroid topical dosis rendah
Dermatitis Kontak

Peradangan kulit akut atau kronik akibat


terpapar dengan iritan atau alergen
Lokasi dermatitis sesuai dengan tempat
terpapar/pajanan
Respon hipersensitif tipe IV (bersifat lambat
< 24 jam dari kejadian)
Dermatitis Atopik
Gambaran klinis
Adanya papul, eritema & vesikel basah didaerah
kontak. Vesikel pecah dan membentuk krusta.
Pruritus mungkin sangat hebat
Penatalaksanaan
Identifikasi penyebab dermatitis
Kompres dingin untuk kurangi peradangan
Terapi anti inflamasi topikal jangka pendek
seperti steroid untuk hentikan radang
Selulitis
Infeksi lapisan dermis atau subcutaneus oleh
bakteri
Biasa terjadi setelah luka atau gigitan di kulit
Biasanya disebabkan oleh streptococcus
phyogenes
Komplikasinya bisa menyebabkan gangrene,
abses menyebar dan sepsis
Selulitis
Gambaran klinis
Daerah kemerahan membengkak di kulit serta
terasa hangat dikulit serta terasa hangat dan nyeri
bila dipegang
Penatalaksanaan
Antibiotik sistemik
Herpes Zoster
Disebabkan oleh virus varicella
Terjadi pada pasien dengan penurunan
imunitas seperti leukemia, lymphoma, AIDS
Tzanks Smear untuk mengetahui
multinucleated giant cell
Herpes Zoster
Gambaran klinis
Vesikel berbentuk unilateral sepanjang saraf kranial &
spinal melalui dermatom saraf
Adanya nyeri, gatal, & hepersyhsia
Dapat berkembang menjadi krusta & ulcer disuperficial
membran mukosa
Penatalaksanaan
Acyclovir (Zovirax) anti virus
Kompres dingin untuk mengurangi nyeri
Cegah infeksi tambahan
Herpes Simplex
Disebabkan oleh virus herpes simplex
Vesikel yang terbentuk diikuti oleh perasaan
terbakar dan gatal
Eksudat jernih diikuti krusta
Biasanya di daerah hidung, pipi, leher,
telinga, dan genitalia
Herpes Simplex
Penatalaksanaan
pemberian topikal anastesi dan nyeri
Acylclovir (anti virus)
Hindari dari matahari
Tingkatkan kebersihan diri
HIndari kontak pada daerah luka
Pressure Ulcers
Lesi pada kulit disebabkan oleh tekanan terus
menerus menyebabkan kerusakan jaringan dasar
Terjadi umumnya pada area tubuh yang mendapat
tekanan lebih besar dari BBpada tulang yang
menonjol
Berkembang ketika jaringan lunak (kulit,
jar.subcutaneus, otot) ditekan antara tulang menonjol
dan permukaan keras dalam waktu yang lama
Periode waktu sebelum terjadi kerusakan jaringan
bervariasi antara setiap klien
Pasien yang dilemahkan dapat mengalami kerusakan
jaringan permanen dalam waktu 2 jam
Pressure Ulcers
Malnutrisi merupakan faktor risiko utama
Faktor yang dapat diidentifikasi dengan
pengkajian :
Sensori persepsi
Kelembapan
Aktivitas
Mobilitas
Nutrisi
Friksi
Patofisiologi Pressure Ulcers
Tekanan terus menerus pada jar. Lunak antara tulang meninjol dan permukaan keras

Menekan kapiler-kapiler dan menghambat pembuluh darah

Bila tekanan berakhir Bila tekanan berlanjut,


(rebound cappilary dilatation), mikrotrombin dibentuk pada kapiler
kerusakan tidak terjadi dan menyumbat aliran darah

Nekrotik area

Infalamasi
Penatalaksanaan Pressure Ulcers
Managemen nutrisi
Managemen beban jaringan
Spesial low pressure beds
Perawatan luka ulcer
Monitoring Healing
jika tidak sembuh dalam 2 minggu dengan
nutisi adekuat, pengurangan tekanan, daily
cleaning, dressing pertimbangkan untuk
topical antibiotik
Pressure Ulcer Degree
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Sindrom Stevens-Johnson
Definisi
Sindrom yang yang mengenai kulit, selaput
lendir di orifisium, dan mata dengan KU
bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan
pada k ulit berupa eritema, vesikal/bula, dapat
disertai purpura
Sindrom Stevens-Johnson
Etiologi
Alergi Obat (penisilin & semisintetiknya,
streptomisin, sulfonamide, tetrasiklin,
antipiretik/analgesik(e.g. derivate
salisil/pirazolon, metamizol, metapiron,
parasetamol), klorpomasin, karbamazepin, klinin,
antipirin, tegretol dan jamur
Infeksi
Keganasan
Dll.
Patogenesis
Dasar patogenesis, hipersensitivitas tipe III dan IV
Reaksi tipe III
Terbentuknya kompleks antigen-antibody mikro presipitasi

Mengkativasi sist. Komplemen C 657 (kemotaksis leukosit)

Menarik neutrofil dari sirkulasi akumulasi neutrofil

Melepaskan lisosim leukosit

Kerusakan jaringan pada organ sasaran


Patogenesis
Dasar patogenesis, hipersensitivitas tipe III dan IV

Reaksi tipe IV
Limposit T yang tersensilitasi berkontak kembali
dengan antigen yang sama

Limfokin dikeluarkan reaksi peradangan


Sindrom Stevens-Johnson
Gejala Klinis
KU bervariasi dari ringan sampai berat
Pada kondisi berat kesadaran menurun,
penderita dapat soporus s/d koma
Mulainya penyakit akut : demam tinggi,
malaise, nyri kepala, batuk pilek dan nyeri
tenggorokan
Adanya trias kelainan: kelainan kulit, mata,
dan selaput lendir di orifisium
Sindrom Stevens-Johnson
Gejala Klinis
Kelainan kulit
Eritema
Vesikel dan bulla (dapat pecah menjadi erosi yang luas dan
purpura)
Kelainan selaput lendir
Mukosa bibir (100%), biasanya krusta hitam yang tebal
Lubang alat genitalia (50 %)
Lubang hidung dan anus (8% dan 4 %)
Di faring, traktus respiratorius bag. Atas dan esophagus
Stomatitis
Kelainan berupa vesikel dan bula dapat pecah erosi,
eksoriasi dan krusta kehitaman
Sindrom Stevens-Johnson
Gejala Klinis
Kelainan mata
80 % diantara semua kasus
Konjungtivitis purulen
Perdarahan
Ulkus kornea
Iritis
Pemeriksaan laboratorium
Tidak khas
Leokositosis Infeksi
Eusinofilia Alergi
Sindrom Stevens-Johnson
Penatalaksanaan
Jika KU baik, lesi tidak menyeluruh prednisolon 30-40
mg/hari
Jika KU buruk, lesi menyeluruh kortikosteroid (life
saving)
Deksametason IV dosis permulaan 4-6 x 5 mg
Setelah 2-3 hari dan keadaan membaik dosis diturunkan 5
mg/hari
Diganti dengan kortikosteroid, prednisolon 20 mg lalu 10 mg
Antibiotik siprofloxasin 2x400 mg IV, klindamisisn 2x600
mg IV, Gentamisisn 2x80 mg
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Diet rendah garam dan tinggi protein
Terapi topical untuk lesi dimulut dan dikulit
Diagnosa Keperawatan
Kerusakan integritas kulit b.d kulit kering
Resiko kerusakan kulit b.d terekpos alergen
Gangguan rasa nyaman b.d penanggulangan pruritus
inadekuat
Resiko infeksi b.d eksoriasi kulit, penurunan
pertahanan tehadap virus, jamur, organisme
staphylocoocus
Gangguan citra tubuh b.d lesi tubuh, respon
signifikan dari orang lain terhadap penampilan diri
SELAMAT BELAJAR

You might also like