You are on page 1of 32

AGAMA ISLAM IV

modul : Islam dan Perkawinan


Persiapan sebelum pernikahan
Oleh
Kelompok 2 :
Satria Darma kamil (12-014)
Santi (12-001)
Elda Sari Siregar (12-072)
Anisha Ravita Putri (12-012)
Jarmisa Putri (12-081)
Merry Nurhilal Utami (12-022)
Fanny Puspita Sari (12-085)
Icis Ratna Sari (12-092)
Melisha Habi Winata (12-021)
Pendahuluan
Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974 pasal 1,
perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhanan
Yang Maha Esa.
Artinya, sebuah pernikahan bukannya sekedar suatu acara
yang digelar dengan meriah, sebagai ajang pertemuan seluruh
keluarga besar, tetapi lebih dari itu terwujud kebahagiaan jiwa
antara suami istri dan anak dalam suatu mahligai perkawinan
yang berlangsung secara terus-menerus dengan mencerminkan
kebersamaan, cinta kasih, saling menolong, empati dan toleransi
antar anggota keluarga.
Perkawinan adalah sesuatu yang tidak boleh
dipermainkan, sebab dari hasil pernikahan itu akan lahir
sebuah keluarga sebagai lembaga terkecil dalam
masyarakat yang akan menentukan nasib suatu bangsa.
Apabila dari keluarga terlahir generasi yang baik,
cerdas, terampil, dan beriman, maka akan tercipta
masyarakat yang damai. Sebaliknya, jika dari keluarga
terlahir putera-puteri yang tidak berkualitas dan buruk
akhlaknya, maka akan menimbulkan ketidak tentraman
dlam masyarakat.
1. Faktor-Faktor Yang Perlu Dipersiapkan
Sebelum Memasuki Perkawinan
Pernikahan menuju rumah tangga yang sakinah
mawaddah warrahmah tidak akan tercipta melainkan
dibutuhkan persiapan-persiapan secara memadai
sebelum seorang muslim dan muslimah melangkah
memasuki gerbang pernikahan Karena itu, seorang
calon pengantin (pria-wanita) minimal harus
mengetahui secara mendalam tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan persiapan-persiapan jelang
pernikahan, antara lain:
Pertama, persiapan moral (spiritual), yaitu
kematangan visi keislaman. Setiap calon pengantin
wanita, pasti punya keinginan, jika suatu hari nanti akan
dipinang oleh seorang pria shalih, begitu pula
sebaliknya, seorang pria mendambakan bertemu
pasangan wanita shalihah.

Seorang pria shalih yang taat beribadah dan dapat


diharapkan menjadi pemimpin dalam mengarungi
kehidupan di dunia, sebagai bekal dalam menuju
akhirat. Begitu pula sebaliknya, seorang pria
mendapatkan seorang istri yang shalihah untuk bersama
mengarungi bahtera kehidupan ini menuju bahtera
akhirat secara bersama.
Bila sang calon pengantin wanita memiliki keinginan
untuk mendapatkan seorang suami yang shalih, maka
dia harus berupaya agar dirinya menjadi wanita shalihah
terlebih dahulu, diantaranya membekali diri dengan
ilmu-ilmu agama, hiasi dengan akhlak islami, tujuannya
tidak hanya untuk mencari jodoh semata, akan tetapi
lebih kepada beribadah untuk mendapatkan ridho Allah
SWT. Dan sarana pernikahan adalah sebagai salah satu
sarana untuk beribadah pula.
Kedua, persiapan konsepsional, yaitu memahami
konsep tentang pernikahan. Pernikahan adalah ajang
untuk menambah ibadah dan pahala bukan hanya
sekedar hawa nafsu. Pernikahan juga sebagai wadah
terciptanya generasi robbani, penerus perjuangan
menegakkan dienullah. Adapun dengan lahirnya
seorang anak yang shalih/shalihah nantinya, maka akan
menjadi penyelamat bagi kedua orang tuanya.

Pernikahan juga sebagai sarana pendidikan sekaligus


ladang dakwah. Dengan menikah, maka akan banyak
diperoleh pelajaran-pelajaran serta hal-hal yang baru.
Selain itu, pernikahan juga menjadi salah satu sarana
dalam berdakwah, baik dakwah ke keluarga, maupun ke
masyarakat.
Ketiga, persiapan kepribadian sang calon
mempelai. yaitu penerimaan adanya seorang pemimpin
dan ibu rumah tangga . Seorang wanita muslimah harus
faham dan sadar betul, jika menikah nanti akan ada
seseorang yang baru sama sekali kita kenal, tetapi
langsung menempati posisi sebagai seorang pemimpin
kita yang senantiasa harus kita hormati dan taati.
Maka, disinilah nanti salah satu ujian pernikahan itu.
Belajar untuk mengenal, bukan untuk dikenal. Seorang
pria yang akan menjadi suami kita atau sebaliknya,
sesungguhnya adalahorang asing bagi kita, baik latar
belakang, suku, adat istiadat, kebiasaan semuanya
sangat jauh berbeda dengannya menjadi pemicu
timbulnya perbedaan saat memasuki pernikahan.
Dan bila perbedaan tersebut tidak bisa diatur dengan
sebaik-baiknya melalui komunikasi dua arah,
keterbukaan serta kepercayaan dari pasangan kita, maka
bisa jadi timbul persoalan dalam pernikahan dan rumah
tangga nantinya. Untuk itu perlu adanya persiapan jiwa
yang besar dalam menerima dan berusaha mengenali
suami ataupun istri kita
Keempat, persiapan fisik sang calon pengantin.
Persiapan fisik ini ditandai dengan kesehatan tubuh kita
yang memadai, sehingga kedua belah pihak akan
mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami ataupun
isteri secara optimal. Sebelum menikah, jika perlu kita
periksakan kesehatan tubuh, terutama faktor yang
mempengaruhi masalah reproduksi dan lainnya.

Apakah organ-organ reproduksi dapat berfungsi


baik, atau adakah penyakit tertentu yang diderita yang
dapat berpengaruh pada kesehatan janin yang kelak di
kandungnya. Bila ditemukan penyakit atau kelainan
tertentu, segeralah berobat. Begitupula sebaliknya untuk
sang calon suami.
Kelima, persiapan harta. Islam tidak menghendaki
kita untuk berpikiran secara materialistis, yaitu hidup
yang hanya berorientasi pada materi. Namun, bagi
seorang calon suami, yang akan mengemban amanah
sebagai kepala keluarga, maka diutamakan dan
diupayakan adanya kesiapan calon suami untuk
menafkahi bagi istri dan keluarganya nanti.

Untuk wanita, diperlukan juga kesiapan untuk


mengelola keuangan keluarganya nanti. Insyallah bila
suami berikhtiar untuk menafkahi keluarga dengan
sebaik-baiknya, maka Allah SWT akan mencukupkan
rizki kepadanya.
Dan nikahkanlah orang-orang yang
membujang di antara kamu, dan juga orang-
orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba
sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika
mereka miskin Allah akan member kemampuan
mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Mahaluas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS
An Nur: 32).
Keenam, persiapan sosial. Setelah nanti kedua
calon pengantin menikah, maka status sosial di
masyarakat pun akan berubah. Mereka berdua bukan
lagi seorang gadis dan lajang, tetapi telah berubah
menjadi keluarga.
Sehingga mereka juga harus mulai membiasakan diri
untuk terlibat dalam kegiatan di kedua belah pihak
keluarga atau di masyarakat dengan kegiatan sosial.
Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat
baiklah terhadap kedua orang tua, kerabat-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin. (QS An Nissa:
36)
2. Pentingnya restu orang tua dalam
perkawinan
Janganlah kita lupakan bahwa kita terlahir didunia,
dari bayi yang tidak tahu apa-apa, hingga dewasa dan
kaya ilmu, adalah atas jasa orang tua kita. Oleh karena
itu islam sangat menekankan masalah berbakti kepada
orang tu, membhagiakan mereka dan tidak durhaka
pada mereka. Bahkan nabi bersabda : Keridhoan Allah
terletak pada keridhoan orang tua, dan sebaliknya
kemurkaan Allah terletak juga pada kemurkaan kedua
orang tua.
Alasan pentingnya restu orang tua dalam perkawinan
adalah sbb:
1. Islam sangatlah menghormati wanita dan
melindunginya dari segala sesuatu yang
merugikan dan membahayakannya. Oleh karena
itu, ia tidak boleh menikah kecuali dengan izin
dari walinya, sebagaimana sabda nabi : Siapapun
wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka
nikahnya batal (tidak sah).
2. Keputusan menikah adalah keputusan yang sangat
besar dalam perjalanan hidup dan konsekuensinya
akan dirasakan pula seumur hidup.
3. Beberapa solusi yang dapat diperhatikan:
Adakan komunikasi yang lebih baik dan
terbuka dengan orang tua
Jelaskan alasan yang mendasari langkah
yang diambil, dan kelebihan apa yang ada
dalam pilihan tersebut
Jelaskan kerugian yang timbul jika
meninggalkan pilihan yang kita inginkan
Jika satu kesempatan tidak cukup, maka
teruskan berkomunikasi pada kesempatan
lainnya.
Mungkin orang tua ada pandangan lain,
cobalah untuk menjajakinya
Jangan lupa untuk selalu berdoa kepada
Allah, memohonlah untuk dimudahkan
segala urusan dan diberikan solusi yang
terbaik
Jangan lupa untuk shalat istikharah.
3. Perkawinan beda agama menurut
pandangan Islam
Pernikahan beda agama di Indonesia sudah lama menjadi satu
kontroversi yang selalu menjadi perdebatan. Beberapa orang
mengeluarkan kecaman yang menyebut menikah dengan pasangan
yang berbeda agama adalah dilarang dan jika dilakukan maka sifatnya
haram dan tidak sah. Namun, ada beberapa orang yang yakin bahwa
atas didasari tujuan baik membina hubungan rumah tangga demi
kehidupan yang baik dan atas dasar cinta kasih, maka menikah dengan
seseorang yang beda agama boleh boleh saja.
Tapi, bagaimana sebenarnya hukum menikah beda agama dalam
Islam?
Secara garis besar, pernikahan beda agama dapat terjadi dalam 2
kondis sebagai berikut:
- Pria muslim menikah dengan wanita non-muslim
- Wanita muslim menikah dengan pria non-muslim
Melihat dari kondisi tersebut ada beberapa ayat Al-Quran
yang menjelaskan posisi Islam terhadap pernikahan beda
agama, antara lain:

a. Pria muslim menikah dengan wanita non-muslim


-Surat Al Maidah ayat 5
Mengutip dari ayat di atas, terdapat bacaan Al-Quran yang
jika diartikan berbunyi sebagai berikut Dan dihalalkan
mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara
wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab
sebelum kamu. Sedangkan, pada ayat lain di bawah ini
-Surat Al Baqarah ayat 222
Disebutkan sebuah kalimat yang berbunyi Dan janganlah
kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman
Namun ada beberapa syarat yang diajukan apabila
akanmelaksanakan hal tersebut yaitu:
1. Jelas Nasabnya Menurut silsilah atau menurut garis
keturunannya sejak nenek moyang adalah ahli kitab. Jadi dapat
dikatakan bahwa sebagian besar kaum nasrani diIndonesia
bukan merupakan golongan ahli kitab.
2. Wanita Ahli Kitab tersebut nantinya mampu menjagaanaknya
kelak dari bahaya fitnah.

Tetapi dalam Kialtab Al-Mughni juz 9 halaman 545 karya


Imam Ibnu Qudamah, Ibnu Abbas pernah menyatakan, hukum
pernikahan dalam Qs.AlBaqarah ayat 221 dan Qs.Al
Mumtahanah ayat 10 telah dihapus (mansukh) oleh Qs.Al-
Maidahayat 5. Karena yang berlaku adalah hukum dibolehkannya
pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab. Sedangkan
diharamkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita
musrik, menurut kesepakatan para ulama tetap diharamkan,
apapun alasannya karena dikhawatirkan dapat menimbulkan
fitnah.
b. wanita muslim yang menikah dengan pria non-
muslim adalah
- Surat Al-Baqarah ayat 22
Pada ayat ini disebutkan . . .Dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-
wanita mukmin) sebelum mereka beriman. . .. Jadi
dapat disimpulkan bahwa haram hukumnya bagi
seorang wanita muslimah menikah dengan pria non-
muslim
Alasan Islam mengecam pernikahan wanita muslim
dengan pria non-muslim, adalah karena dikhawatirkan
seorang pemimpin keluarga yang non-muslim akan
membuat istri muslimahnya untuk keluar dari agama
Islam.
KESIMPULAN
Pernikahan bukanlah menjadi hal yang gampang,
karena memiliki beberapa persiapan yang harus
terpenuhi atau disiapkan sebelum melaksanakan
pernikahan tersebut. Ada banyak factor-faktor
penting yang harus dipersiapkan sebelum
pernikahan, antara lain persiapan moral, konsepsual,
fisik, kepribadian dan harta. Namun dibalik semua
hal tersebut juga ada restu orang tua yang menjadi
peranan penting untuk terlaksananya pernikahan
dengan Ridha Allah SWT pula.
DAFTAR PUSTAKA
Ulfatmi dan Khairil, Jem.2014.Islam dan
Perkawinan.Padang:FK-Unbrah
http://anugerah.hendra.or.id
http://persiapan-pernikahan.com
http://beda-agama.co.id
Pertanyaan
1. Atika Rozalia 12-084 (kel. 1)
Apabila pada hari pernikahan ayah calon
mempelai wanita meninggal, bagaimana dengan
pernikahannya apakah ditunda atau tetap
dilanjutkan.
2. Fahreza Ichsan 12-032 (kel. 3)
Bagaimana hukum pingitan menurut Islam ?
3. Mega Riska 12-052 (kel. 4)
Bagaimana pandangan Islam tentang
bermewah-mewahan dalam resepsi
pernikahan ?
4.Elfira Chairani 12-044 (kel. 5)
Apabila seorang laki-laki meminang seorang
perempuan, kemudian perempuan
mengajukan mahar pernikahan. Lalu laki-laki
merasa tidak sanggup memenuhinya,
sehingga ia meminta keringanan. Bagaimana
menurut pandangan islam tentang hal ini ?
5. Dessyana W 12-023 (kel. 6)
Bagaimana pandangan Islam mengenai foto
pre-wedding ?
JAWABAN
1. Menurut kelompok kami, keputusannya ada ditangan
kedua belah pihak yakni mempelai pria dam wanita.
Pernikahan tersebut bisa ditunda dengan alasan anak
Almarhum merasa tidak siap fisik karena masih
dalam suasana duka. Namun apabila memang ingin
tetap melanjutkan pernikahan tersebut, maka
sebaiknya dilakukan penguburan terlebih dulu, baru
diadakan Ijab kabul. Dan alangkah baiknya bila
resepsi pernikahan di tunda dulu, mengingat masih
dalam suasana duka.
2. Tidak ada aturan khusus dalam Islam tentang
persiapan sebelum pernikahan termasuk mengenai
pingitan, karena pingitan merupakan adat budaya
daerah tertentu. Dalam Islam yang terpenting
adalah :
Tidak mengandung unsur syirik (mis. Ada sesajen)
Tidak membuka aurat (mis. Wanita hanya memakai
kemben)
Diusahakan tidak ikhtilat (campur baur pria wanita)
Tidak menampilkan hiburan atau acara yang tidak
Islami (mis. Dangdutan yang seronok)
Tidak berlebih-lebihan (mubadzir) dalam menyiapkan
sarana atau hidangan pesta
Tidak sampai mengabaikan waktu shalat
3. Dalam Islam diperbolehkan adanya resepsi
pernikahan, akan tetapi tidak boleh secara
berlebih-lebihan apalagi sampai berhutang untuk
kemewahan pesta tersebut. Berdasarkan surat Al-
Isra : 26-27 yang artinya : Dan berikanlah
kepada keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang ada dalam
perjalanan, dan janganlan kamu menghamburkan
(hartamu) dengan boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
nya setan, dan sesungguhnya setan itu sangat
ingkar kepada Tuhannya.
4. Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami
kepada calon isterinya untuk dimiliki sebagai
penghalal hubungan mereka. Mahar ini menjadi hak
isteri sepenuhnya, sehingga bentuk dan nilai mahar
ini pun sangat ditentukan oleh kehendak isteri. Jadi,
meminta keringanan mahar (negosiasi) ini
diperbolehkan, dengan syarat calon isteri ridha atau
ikhlas terhadap permintaan keringana tersebut.
5. Foto pre-wedding umumnya dilakukan sepasang
kekasih sebelum ijab Kabul, hal ini dinilai haram
karena meraka belum muhrim, ditambah lagi biasanya
adegan foto yang berdekatan seperti berpegangan
tangan, berpelukan, mencium kening, termasuk
perbuatan yang haram dalam Islam. Hal ini diperkuat
dengan adanya hadis, yang artinya : janganlah
seorang laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan)
sebab syaiton menemaninya, janganlah salah seorang
dari kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali disertai
dengan mahramnya.(HR. Imam Bukhari Muslim)
Sebaiknya, jika tetap ingin melaksanakan foto pre-
wedding hendaklah dilaksanakan sesudah ijab Kabul,
karena yang bersangkutan telah menjadi muhrim.
Pertanyaan spontan
1. Bagaimana pandangan Islam tentang adat
pernikahan di Pariaman (vera wati)
2. Di adat padang tidak boleh ada pernikahan
satu suku, sedangkan secara islam
diperbolehkan. Bagaimana pandangan
kelompok menurut hal ini (dewi firhayati 12-
004)

You might also like