You are on page 1of 25

PROF ADI FAHRUDIN, PhD

Sekolah Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Jakarta
PENGANTAR
PENGERTIAN BERPIKIR ILMIAH
BERPIKIR ILMIAH vs NON ILMIAH
MASYARAKAT KRITIS
BUDAYA AKADEMIK DI PERGURUAN
TINGGI
MENGEMBANGKAN BUDAYA
AKADEMIK
PERANAN MAHASISWA
Proses penciptaaan kebudayaan dan
pengetahuan yang didapatkan oleh
manusia di mulai dari sebuah proses
yang paling dasar, yakni kemampuan
manusia untuk berfikir.
Kegiatan berfikir belum dapat
dimasukkan sebagai bagian dari
kegiatan ilmiah, kecuali ia memenuhi
beberapa persyaratan tertentu yang
disebut sebagai pola fikir
Berfikir dengan mendasarkan pada
kerangka fikir tertentu inilah yang
disebut sebagai
penalaranataukegiatan berfikir ilmiah.
Dengan demikian tidak semua kegiatan
berfikir dapat dikategorikan sebagai
kegiatan berfikir ilmiah, dan begitu pula
kegiatan penalaran atau suatu berfikir
ilmiah tidak sama dengan berfikir.
Berpikir ilmiah adalah berfikir yang logis
dan empiris. Logis: masuk akal, empiris:
Dibahas secara mendalam berdasarkan
fakta yang dapat dipertanggung
jawabkan (Hillway,1956).
Berpikir ilmiah adalah menggunakan
akal budi untuk mempertimbangkan,
memutuskan, mengembangkan dsb.
secara ilmu pengetahuan (berdasarkan
prinsip-prinsip ilmu pengethuan)
Berpikir merupakan kegiatan [akal]
untuk memperoleh pengetahuan yang
benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan
[akal] yang menggabungkan induksi dan
deduksi.(Jujun S. Suriasumantri,Filsafat
Ilmu: Sebuah Pengantar Populer(Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan,)
Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam
hubungan yang luas dengan pengertian
yang lebih komplek disertai pembuktian-
pembuktian. ( Menurut Kartono (1996,
dalam Khodijah, 2006:118)
Proses berfikir yang membuahkan sebuah
pengetahuan.
Proses penalaran atau berfikir ilmiah berusaha
mendapatkan sebuah kebenaran. Untuk
mendapatkan sebuah kebenaran, kegiatan
penalaran harus memehuni dua persyaratan
penting, yaknilogisdananalitis.
Syarat pertama adalahlogis,dengan kata
lainkegiatan berfikir ilmiah harus
mengikuti suatu aturan atau memenuhi
pola pikir (logika) tertentu
Analitis,atau melibatkan suatu analisa
dengan menggunakan pola fikir (logika)
tersebut di atas
Sumber pengetahuan, berfikir ilmiah
menyandarkan sumber pengetahuan
pada rasio dan pengalaman manusia,
sedangkan berfikir non-ilmiah (intuisi dan
wahyu) mendasarkan sumber
pengetahuan pada perasaan manusia.
Ukuran kebenaran, berfikir ilmiah
mendasarkan ukuran kebenarannya pada
logis dan analitisnya suatu pengetahuan,
sedangkan berfikir non-ilmiah (intuisi dan
wahyu) mendasarkan kebenaran suatu
pengetahuan pada keyakinan semata.
Pendapat atau tindakannya melalui
penelitian
Pendapatnya sesuai kebenaran
Terdapat data-data atau bukti dalam
menunjukkan hasilnya
Tidak berdasarkan perkiraan atau
hanya sekedar pendapat
Seseorang yang selalu berpikir ilmiah
tidak akan mudah percaya terhadap
sesuatu.
Pendapatnya akan dapat dipercaya
dan diterima orang lain.
Dalam memecahkan masalah tidak
dengan emosi.
Bahasa (bebas dari unsur emotif,
reproduktif, objektif, dan ekspilsit)
Logika dan matematis (jelas, spesifik,
dan informatif, tidak menimbulkan
konotasi emosional, kuantitatif, bisa
diukur)
Statistika (dapat digunakan untuk
menguji tingkat ketelitian, hubungan
kausalitas)
Cara hidup masyarakat ilmiah yang majemuk, multikultural
yang bernaung dalam sebuah institusi yang mendasarkan
diri pada nilai-nilai kebenaran ilmiah dan objektifitas.
Budaya Akademik (Academic Culture) dapat dipahami
sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan
akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh
warga masyarakat akademik, di lembaga pendidikan tinggi
dan lembaga penelitian.
Kehidupan dan kegiatan akademik diharapkan selalu
berkembang, bergerak maju bersama dinamika perubahan
dan pembaharuan sesuai tuntutan zaman.
Perubahan dan pembaharuan dalam kehidupan dan
kegiatan akademik menuju kondisi yang ideal senantiasa
menjadi harapan dan dambaan setiap insan yang
mengabdikan dan mengaktualisasikan diri melalui dunia
pendidikan tinggi dan penelitian, terutama mereka yang
menggenggam idealisme dan gagasan tentang kemajuan
Perubahan dan pembaharuan ini hanya dapat terjadi apabila
digerakkan dan didukung oleh pihak-pihak yang saling terkait,
memiliki komitmen dan rasa tanggung-jawab yang tinggi
terhadap perkembangan dan kemajuan budaya akademik.
Budaya akademik sebenarnya adalah budaya universal.
Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya
dalam aktivitas akademik. Membangun budaya akademik
bukan perkara yang mudah. Diperlukan upaya sosialisasi
terhadap kegiatan akademik, sehingga terjadi kebiasaan di
kalangan akademisi untuk melakukan norma-norma kegiatan
akademik tersebut.
Pemilikan budaya akademik ini seharusnya menjadi idola
semua insan akademisi perguruaan tinggi, yakni dosen dan
mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen
adalah dicapainya kemampuan akademik pada tingkat guru
besar (profesor). Sedangkan bagi mahasiswa adalah apabila
ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-
tingginya.
Tradisi Akademik adalah tradisi yang menjadi ciri
khas kehidupan masyarakat akademik dengan
menjalankan proses belajar-mengajar antara
dosen dan mahasiswa, menyelenggarakan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
serta mengembangkan cara-cara berpikir kritis-
analitis, rasional dan inovatif di lingkungan
akademik.
Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar
antara guru dan murid, antara pandito dan cantrik,
antara kiai dan santri sudah mengakar sejak
ratusan tahun yang lalu, melalui lembaga-lembaga
pendidikan seperti padepokan dan pesantren.
Akan tetapi tradisi-tradisi lain seperti
menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru.
Membangun budaya akademik di Perguruan
Tinggi merupakan pekerjaan yang tidak
mudah, sangat diperlukan upaya sosialisasi
terhadap kegiatan akademik tersebut,
sehingga terjadi kebiasaan di kalangan
akademisi untuk melakukan norma-norma
kegiatan akademik.
Oleh karena itu,hak milik yang paling
berharga bagi suatu perguruan tinggi adalah
adanya budaya akademik (academic culture)
Perguruan Tinggi yang baik.
Dengan demikian bahwa pemilikan budaya
akademik seharusnya menjadi idola semua
sivitas akademika Perguruan Tinggi.
Budaya atau sikap hidup yang selalu
mencari kebenaran ilmiah melalui
kegiatan akademik dalam
masyarakat akademik, yang
mengembangkan kebebasan berpikir,
keterbukaan, pikiran kritis-analitis;
rasional dan obyektif oleh warga
masyarakat akademik (Kistanto, et.
al. 2000: 80).
Budaya Akademik dapat dipahami sebagai suatu
totalitas dari kehidupan dan kegiatan akademik
yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh
warga masyarakat akademik, di lembaga
pendidikan tinggi dan lembaga penelitian.
Budaya akademik sebenarnya adalah budaya
universal, artinya, dimiliki oleh setiap orang yang
melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik.
Dalam kontek lain, budaya akademik adalah
suatu sikap hidup yang selalu mencari kebenaran
ilmiah melalui kegiatan akademik dalam
masyarakat akademik, yang mengembangkan
kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-
analitis; rasional dan obyektif oleh warga
masyarakat akademik.
Sikap Kritis,.
Kreatif,
Obyektif,
Analitis,
Konstruktif,
Dinamis,
Dialogis,.
Menerima kritik,
Menghargai prestasi ilmiah/akademik,
Bebas dari prasangka,
Menghargai waktu, .
Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah
Berorientasi ke masa depan,
Kesejawatan/kemitraan,
Kebebasan akademik meliputi kebebasan
menulis, meneliti, menghasilkan karya
keilmuan, menyampaikan pendapat, pikiran,
gagasan sesuai dengan bidang ilmu yang
ditekuni, dalam kerangka akademis.
Peruguruan Tinggimirip keraton:.
Mataramismesudah masuk ke dalam budaya
akademik di perguruan tinggi sehingga di perguruan
tinggi muncul juga "raja" dan setiap orang
harussowan(menghadap atasan) bila berbuat sesuatu.
Fasilitas dan sarana-prasarana serta dana kurang
mendukung;
Sivitas akademika belum menghayati kehidupan
akademik;
Sivitas akademika belum terbiasa berpikir ilmiah
akademik;
Perguruan Tinggi lebih banyak digunakan untuk
mencari keuntungan (profit);
Senior kikir ilmu terhadap seniornya, sehingga
tranformasi pengetahuan akademik terhambat.
Khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat
menghasilkan prestasi akademik tersebut ialah
terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk berburu
referensi aktual dan mutakhir, diskusi substansial akademik,
dsb. Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan
dapat dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang
secara bertahap dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku
tenaga akademik dan mahasiswa dalam proses pendidikan
di perguruaan tinggi.
Oleh karena itu, tanpa melakukan kegiatan-kegiatan
akademik, mustahil seorang akademisi akan memperoleh
nilai-nilai normative akademik. Bisa saja ia mampu
berbicara tentang norma dan nilai-nilai akademik tersebut
di depan forum namun tanpa proses belajar dan latihan,
norma-norma tersebut tidak akan pernah terwujud dalam
praktik kehidupan sehari-hari. Bahkan sebaliknya, ia tidak
segan-segan melakukan pelanggaran dalam wilayah
tertentu, baik disadari ataupun tidak.
Menumbuhkan budaya akademik lewat perbincangan
warga kampus sehari-hari. Jika perbincangan itu misalnya
terkait dengan ilmu pengetahuan, temuan-temuan
penelitian, buku yang ditulis dan atau yang baru saja
dibaca, informasi tentang berbagai kegiatan ilmiah yang
diikuti, dan seterusnya, maka itu semua menandakan
bahwa budaya akademik diPerguruan Tinggitersebut
telah hidup.
Memperbanyak agenda kegiatan ilmiah kampus. Jika di
kampus terdapat banyak kegiatan seminar, diskusi,dan
semacamnya yang dilakukan oleh dosen ataupun juga
mahasiswa,maka berarti kampusitu telah melakukan
peran-peran pengembangan ilmu sebagai bentuk nyata
adanya budaya akademik.Oleh karena itu manakala sebuah
perguruan tinggi, para dosen dan mahasiswanya banyak
menulis, meneliti, dan seminar dan diskusi ilmiah, maka
artinya perguruan tinggi tersebut telah berhasil
membangun budaya akademik yang seharusnya dilakukan.
SELAMAT MEMASUKI LINGKUNGAN
BARU, DUNIA BARU, SUASANA BARU,
TRADISI DAN BUDAYA AKADEMIK
DAN PERANAN BARU SEBAGAI
WARGA MASYARAKAT INTELEKTUAL

You might also like