You are on page 1of 46

TANATOLOGI

Dokter Pembimbing : dr. Bianti Hastuti Machroes, MH,Sp.KF


Residen Pembimbing: dr. Dadan Rusmanjaya
Nama Kelompok:
Theo Nalmiades Ambra (UKRIDA)
Danny Sumargo (UKRIDA)
Yolanda Inggriani (UKRIDA)
Livia Kurniawan (UKRIDA)
Najibah Zulfa Assadiyah (UPN)
Nyimas Hoirunisa (UNIB)
DEFINISI TANATOLOGI
THANATOS : MATI
LOGOS : ILMU

Thanatologi : bagian dari ilmu Kedokteran Forensik yang


mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah
kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 117:


Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi jantung, sirkulasi dan
pernapasan terbukti telah berhenti secara permanen atau apabila kematian
batang otak telah dapat dibuktikan.
PENENTUAN KEMATIAN
Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya
Tidak ada gerakan otot
Tidak ada reflek pupil.
Tidak ada reflek kornea.
Tidak ada respon motorik dari saraf cranial terhadap
rangsangan.
Tidak ada reflek menelan atau batuk ketika tuba
endotrakeal didorong ke dalam.

Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Cetaka V. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007
Lanjutan..
Tidak ada reflek vestibule okularis
Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas
untuk waktu yang cukup lama

Tes klinik tersebut diatas baru dapat dilakukan paling cepat 6 jam
setelah onset koma serta apneu dan harus diulangi lagi paling cepat
sesudah 2 jam dari tes yang pertama.
Penentuan Fungsi Paru-paru
Berhenti Bernapas

Tes
Auskultasi
Winslow
Penentuan Pungsi Jantung

Tes
Tes Tes Bulu Auskultasi
magnus
Cermin Burung

Incise
Tes icard arteri
Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman bagi Dokter dan radialis
Penegak Hukum. Cetaka V. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2007
KEGUNAAN TANATOLOGI
Diagnosis kematian

Penentuan saat kematian

Memperkirakan sebab kematian

Memperkirakan cara kematian

Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum. Cetaka V.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007
Budiyanto , Arif, dkk. Ilmu Kedokteran
Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran

JENIS KEMATIAN Forensik Fakultas Kedokterab Universitas


Indonesia. 1997.

Kematian somatic dapat dilihat dari adanya

Mati Somatic penghentian detak jantung, ernapasan, dan aktifitas


iotak

Matinya sel-sel tubuh fungsi organ hilang.

Mati Seluler

Mati Suri / Keadaan dimana proses vital turun ke tingkat yang


paling minimal untuk mempertahankan kehidupan
sehingga tanda-tanda kliniknya tampak seperti sudah
Apparent Death mati.

Kerusakan kedua hemisferotak yang irreversible kecuali

Mati serebral batang otak dan serebelum

Bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal

Mati Otak intracranial yang irreversible, termasuk batang otak dan


serebelum.
Perubahan yang terjadi setelah
kematian berdasarkan waktu terjadinya:

Early changes Berhentinya system pernapasan, berhentinya


(immediate) of system sirkulasi, relaksasi muskulu, menghilangnya
reflex, kulit pucat, pupil dilatasi
death

Early changes
(non immediate) Livor mortis, rigor mortis, algormortis
of death:

Pembusukan
Late changes of dan
death: modiifikasinya,
skeletonisasi

Vij, Krishan. Forensik Medicine and Toxicology. 5th Ed.


Death and Its Medicolegal ( Forensic Thanatology). New
Delhi : Elsevier, 2011.
PERUBAHAN KULIT MUKA
Sirkulasi darah berhenti

Darah pada kapiler dan venula


di bawah kulit muka mengalir
ke bagian lebih rendah

Warna raut muka nampak


menjadi lebih pucat

Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Cetaka V. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007
Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik.

RELAKSASI OTOT
Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Cetaka V. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2007

Otot-otot polos mengalami relaksasi sebagai


akibat dari hilangnya tonus.
Relaksasi perimortal 2 3 jam setelah kematian.
Akibat tidak adanya impuls listrik dari sistem saraf
pusat maka tidak ada lagi koordinasi otot-otot
tubuh

Relaksasi
Primer
Relaksasi
Sekunder

Terjadi karena lisisnya sel otot akibat proses pembusukan.


Vij, Krishan. Forensik Medicine and
Toxicology. 5th Ed. Death and Its

PERUBAHAN MATA
Medicolegal ( Forensic Thanatology).
New Delhi : Elsevier, 2011.

Mata terbuka pada atmosfer yang keringsklera di kiri-kanan


kornea akan berwarna kecoklatan segitiga dengan dasar di tepi
kornea (taches noires sclerotiques).

http://www.medicinestuffs.com/2010/06/tanatologi.html

Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca


mati.
kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati dan dalam
beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas.
Perubahan pada retina dapat menunjukkan
saat kematian hingga 15 jam pasca mati
30 menit

Kekeruhan makula dan pucatnya diskus optikus

1 jam

Makula lebih pucat, tepinya tidak tajam lagi.

2 jam

Retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi


kuning.

6 jam

Batas diskus kabur, pembuluh besar segmentasi


dapat dilihat dengan latar belakang kuning-kelabu.

Vij, Krishan. Forensik Medicine and Toxicology. 5th Ed. Death and Its Medicolegal (
Forensic Thanatology). New Delhi : Elsevier, 2011.
Lanjutan..
7-10 jam
Mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur.

12 jam
Diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi
beberapa segmen pembluh darah yang tersisa.

15 jam
Tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina
dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna
coklat gelap.

Vij, Krishan. Forensik Medicine and Toxicology. 5th Ed. Death and Its
Medicolegal ( Forensic Thanatology). New Delhi : Elsevier, 2011.
PENURUNAN SUHU Vij, Krishan. Forensik Medicine and
Toxicology. 5th Ed. Death and Its Medicolegal
( Forensic Thanatology). New Delhi : Elsevier,

TUBUH/ALGOR MORTIS
2011.

Sesudah mati metabolisme penghasil panas berhenti suhu


tubuh turun menuju suhu udara atau medium di sekitarnya.

Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi,


dan pancaran panas.
360 C

kurva penurunan
suhu mayat akan
tampak sebagai
garis sigmoid
terbalik

240 C

PENURUNAN 0,9 - 1 0 C SETIAP JAM


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENURUNAN SUHU MAYAT
Faktor
Internal

Faktor
Eksternal
Poposka V, Gutevska A, Stankov A, Pavlovski G, Jakovski Z, Janeska B.
Estimation of Time Since Death by Using Algorithm in Early Postmortem
Period. Global Journal of Medical Research. USA ; Gloal Journals Inc, 2013.
Faktor Internal

Suhu tubuh Keadaan


saat mati tubuh mayat
Suhu tubuh tinggi saat
mati penurunan suhu Mayat yang kurus
tubuh menjadi lebih penurunannya lebih
cepat, hypothermia cepat.
sebaliknya.

Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman bagi Dokter dan


Penegak Hukum. Cetaka V. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2007
FAKTOR EKSTERNAL
Keadaan Udara Jenis Medium Pakaian Mayat
Suhu Medium disekitarnya
Semakin besar udara yang Medium air, Semakin tipis
selisih suhu lembab, tingkat tingkat pakaian yang
antara medium penurunan penurunan dipakai maka
dengan mayat suhu menjadi suhu menjadi penurunan
maka semakin lebih bear lebih cepat suhu mayat
cepat karena sebab air semakin cepat.
terjadinya merupakan merupakan
penurunan konduktor yang konduktor
suhu. baik. panas yang
baik sehingga
mampu
menyerap
banyak panas
dari tubuh
mayat.

Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum. Cetaka V.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007
Lebam Mayat
Lebam Mayat

Bluish Color (Asphyxia) Pink (Temperatur dingin)


Perubahan Pada Lebam Mayat

Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum. Cetaka
V. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007
Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum. Cetaka
V. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007
Tabel Perbedaan Lebam Mayat dan Memar
Lebam Mayat Memar
Lokasi Bagian tubuh terbawah Dimana saja
Permukaan Tidak menimbul Bisa menimbul
Batas Tegas Tidak tegas
Warna Kebiru biruan atau merah Diawali dengan merah yang
keunguan, warna spesifik lama kelamaan berubah
pada kematian karena kasus seiring bertambahnya waktu
keracunan
Penyebab Distensi kapiler vena Ekstravasasi darah dari kapiler
Efek penekanan Bila ditekan akan memucat Tidak ada efek penekanan

Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum. Cetaka
V. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007
KAKU MAYAT (RIGOR MORTIS)

Glikogen asam laktat


energi dalam ikatan fosfat +
ADP ATP

ATP : memisahkan ikatan aktin


dan miosin sehingga terjadi
relaksasi otot

Kadar Glikogen otot pada


setiap serabut otot berbeda

Kaku mayat dimulai Puncak Menghilang sesuai


2 jam post mortem 10-12 jam post urutan
mortal 24-36 jam post
mortem

Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum. Cetaka
V. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007
Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997
Faktor yang mempengaruhi kaku mayat

Aktivitas fisik pre mortal

Suhu tubuh tinggi

Kondisi otot- Persediaan glikogen

Keadaan lingkungan

Cara kematian

Usia

Gizi

1. Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Cetaka V. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007
2. Vij, Krishan. Forensik Medicine and Toxicology. 5th Ed. Death and Its Medicolegal ( Forensic
Thanatology). New Delhi : Elsevier, 2011.
Kondisi kekakuan yang mirip kaku mayat :

Cadaveric spasm (instantneous rigor)


Heat stiffening (koagulasi protein otot)
Cold stiffening (pembekuan cairan tubuh)

Cadaveric Spasm Kaku mayat

Waktu terjadinya Cenderung intravital Post mortal

Relaksasi primer Tidak ada Ada

Timbulnya Cepat Lambat

Derajat waktu Tinggi (seperti kontraksi) Kurang

Lamanya Lambat hilang Cepat

Koordinasi otot Baik Kurang

Lokasi otot-otot Setempat (yang aktif) Menyeluruh

Vij,K . 2008. Death and Its Medicolegal Aspects (Forensic Thanatology) in Textbook of Forensic Medicine and Toxicology
Principles and Practice. 4th editon. Elsivier
Pembusukan
Pembusukan

Keadaan dekomposisi bahan organik tubuh yang


disebabkan oleh aktivitas bakteri
(mikroorganisme) maupun autolisis (non
mikroorganisme).

Autolisis

Perlunakan dan pencairan jaringan secara steril


oleh enzim intraseluler

Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997
Basbeth F, 2009. Dekomposisi Pasca Mati. Bagian Forensik & Medikolegal FKUI Jakarta.
Proses Pembusukan

Clostridium Welchii Jaringan ikat dinding perut


dalam usus Perubahan warna
H2S+Hb Sulf-Meth-Hb Menyebar ke organ sekitar

Sel lepas ke jaringan &


kehilangan strukturnya
Skin slippage Disintegritas sitoplasma
Sel lisis
dan perusakan nukleus
Bula epidermis-dermis
Krepitasi udara

Basbeth F, 2009. Dekomposisi Pasca Mati. Bagian Forensik & Medikolegal FKUI Jakarta.
Gelembung-
pembengkakan
gelembung udara
tubuh yang pugilistic attitude
pada jaringan
menyeluruh
subkutan

Pembusukan
menimbulkan reaksi Hb dg
Sulf-Meth-Hb
perubahan H2S
warna

Basbeth F, 2009. Dekomposisi Pasca Mati. Bagian Forensik &


Medikolegal FKUI Jakarta.
Tanda tanda pembusukan
1. Wajah membengkak
2. Bibir membengkak
3. Mata dan lidah menonjol akibat desakan gas pembusukan
4. Bola mata menjadi lunak
5. Lubang hidung dan mulut keluar darah
6. Lubang lainnya mengelurkan isinya contohnya feses
7. Bula/ kulit ari terkelupas
8. Skrotum dan vulva membengkak
9. Aborecent pattern/ morbling yaitu vena superficialis kulit berwarna
kehijauan
10. Kuku dan rambut terlepas
11. Organ dalam membusuk
12. Dinding perut atau dada pecah akibat tekanan gas
13. Larva lalat

Dahlan, Sofwan. Traumatologi, Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro. 2004, Hal 60-62
pembusukan awal akan tampak sebagai bercak kehijauan
pada daerah perut kanan bawah, 24 jam postmortal dan makin
menjalar serta timbul perubahan pada kulit
Fase Pembusukan
Fresh

Bloating

Active Decay

Post Decay

Skeletal/Remain/Degenesis
Fase Pembusukan
1. Fresh Stage

2. Bloating

WARNA KEHIJAUAN DI FOSSA ILIAKA

BLOOD PURGE
Fase Pembusukan
3. Active Decay
4. Post Decay

5. Skeletal

VESIKEL DAN BULAE


(GELEMBUNG PEMBUSUKAN)
INFESTASI LARVA

SKIN SLIPPAGE AND POST-


MORTEM DISCOLORATION
Faktor yang mempengaruhi pembusukan
Eksogen:
mikroorganisme
Suhu sekitar mayat
Kelembaban udara
Endogen:
Medium dimana mayat berada
Umur

Sebab kematian

Keadaan mayat

Dahlan, Sofwan. Traumatologi, Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro. 2004, Hal 60-62
Lambat
Cepat

Sedang
Rahiim Paru Jaringan
Otak Jantung Fibrosa
Hepar Ginjal
Lambung
Peran insekta
Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan dan meletakkan
telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga.

Telur
Dlm 24 jam akan berubah menjadi larva

Larva
Enzim proteolitik Mempercepat penghancuran jaringan

Memperkirakan saat kematian

Petunjuk bahwa mayat telah dipindahkan

Memberi tanda bagian yg terkena trauma

Untuk pemeriksaan toksikologi bila spesimen standart sdh membusuk

Basbeth F, 2009. Dekomposisi Pasca Mati. Bagian Forensik & Medikolegal FKUI Jakarta.
Fly Life Cycle
Lalat
Telur
dewasa

Pupa Instar I

Pre-
Instar II
pupa
Instar
III
Variasi-variasi pembusukan (Mummifikasi)
Dehidrasi jaringan secara cepatpengeringan jaringanmenghentikan pembusukan

Syarat
Suhu relatif tinggi
Kelembaban udara rendah
Aliran udara baik
Waktu yg lama (12-14mgg)

Terjadi bila
temperatur & kelembaban turun
dehidrasi viceral
Kuman-kuman tidak berkembang
Tidak terjadi pembusukan
Mayat mengecil, bersatu berwarna coklat kehitaman, struktur anatomi masih lengkap
sampai bertahun-tahun

Keuntungan
Mempreservasi bukti jejas
Terpeliharanya sebagian anatomi dan topografi jenasah
Sampurna Budi, Zulhasmar Samsu. Tanatologi dan Perkiraan Saat Kematian dalam Peranan Ilmu Forensik dalamPenegakan Hukum, Sebuah
Pengantar. Jakarta. 2004.
Variasi-variasi pembusukan (Adipocera)

Terjadi karena hidrogenisasi sel lemak


menjadi asam lemak bebas.

pH tubuh menjadi rendah

Menghambat bakteri pembusukan

Faktor mempermudah
Kelembaban & lemak tubuh

Faktor menghambat
Air yang mengalir

Keuntungan
Tubuh korban mudah dikenali dan tetap bertahan untuk waktu lama
Dapat diketahui sebab kematian
Tempat pembuangan tubuh dapat diketahui

Sampurna Budi, Zulhasmar Samsu. Tanatologi dan Perkiraan Saat Kematian dalam Peranan Ilmu Forensik dalamPenegakan Hukum, Sebuah
Pengantar. Jakarta. 2004.
Biokimiawi Darah
Perubahan dalam darah tidak
digunakan untuk memperkirakan
waktu kematian.

karena Kadar komponen darah berubah, akibat:


1. Aktivitas enzim dan bakteri
2. Gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati
Perubahan pada Lambung
Variasi Waktu antara
kecepatan makan
pengosongan terakhir dan
lambung saat mati

keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam


membuat keputusan
Contoh Kasus
Ditemukan mayat seorang laki-laki didalam sebuah mobil
dengan identitas bernama Budi Susanto, kurang lebih umur
empat puluh tahun, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan sebelum
meninggal swasta, kewarganegaraan Indonesia, alamat Jl.
Abdurrahman Saleh No. 104 RT. 005 RW 003 Kelurahan
Kalibanteng Kidul Kota Semarang, Jawa tengah, ditemukan di
Jl. Pusponjolo Timur III RT. 005 RW. 001, Kelurahan Cabean,
Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang pada hari Minggu
tanggal 13 Agustus 2017 sekitar pukul 09.30 WIB.
Hasil visum:
Lebam mayat
Kaku mayat
PENUTUP
Kesimpulan

Dari pembahasan referat di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan,


yakni:
1. Kematian individu dapat didefinisikan sebagai berhentinya secara
permanen fungsi berbagai organ vital yaitu paru-paru, jantung dan
otak.
2. Kriteria diagnostik kematian diantaranya hilangnya respon terhadap
lingkungan, tidak ada gerakan dan postur, tidak ada reflek pupil,
tidak ada reflek kornea, tidak ada respon motorik dan saraf cranial,
tidak ada reflek menelan dan batuk, serta tidak ada reflek vestibulo-
okularis dan respon nafas spontan ketika pCO2 sudah melampaui
wilayah ambang rangsangan napas.
3. Perubahan yang terjadi setelah kematian meliputi perubahan pada
kulit muka, relaksai otot, perubahan pada mata, penurunan suhu
tubuh, timbulnya lebam dan kaku mayat, terjadinya pembusukan,
perubahan biokimia darah dab cairan serebrospinal, serta
perubahan kecepatan pengosongan lambung.
4. Di dalam prakteknya untuk memperkirakan saat kematian yang
biasa dipakai adalah dengan mengukur penurunan suhu mayat,
lebam mayat, kaku mayat, dan pembusukan. Namun, walaupun
dimanfaatkan semua sarana yang ada, penentuan saat kematain
yang tepat adalah tidak mungkin hanya untuk memperkirakan saat
kematian yang mendekati ketepatan.
Saran

1. Mengingat referat ini hanyalah berdasarkan bahan bacaan maka


diperlukan suatu pengkajian lebih lanjut mengenai perubahan-
perubahan setelah kematian dengan s uatu penelitian ilmiah.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi
perubahan-perubahan lain yang terjadi setelah kematian yang
dapat digunakan untuk memperkirakan saat terjadinya kematian.
3. Diperlukan suatu penelitian yang lebih mendalam untuk
mengetahui cara memperkirakan saat kematian yang paling
mendekati kebenaran berdasarkan perubahan-perubahan yang
terjadi setelah kematian.
TERIMA KASIH
Pertanyaan
1. Pada fase active decay, terjadi bula. Bagaimana cara
membedakan bula pembusukan dengan bula-bula lainnya?
2. Mengapa paling cepat pembusukan di udara?
3. Bila mayat sudah mengalami pembusukan bagaimana
menentukan sebab kematian?
4. Bagaimana mekanisme icard dapat terbentuk warna kuning
kehijauan?

You might also like