You are on page 1of 22

Adhi rizky putra

030.10.004
 Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak
di negara yang sedang berkembang.
 Banyak dampak yang terjadi karena infeksi seluran cerna antara lain pengeluaran
toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan
elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
keseimbangan asam basa
 Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah atau
menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa
 Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efekstif harus
dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif
dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika
terdapat kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak
terkontrol dan terganggunya masukan oral oleh karena infeksi.
 Secara garis besar dapat disebabkan oleh gastroenteritis (enternal) dan infeksi
sistemik (parenteral)
 Rotavirus merupakan penyebab utama (60-70%) diare infeksi pada anak,
sedangkan sekitar 10-20% adalah bakteri dan kurang dari 10% adalah parasit
 Diare adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi
cair dan kurang dari satu minggu
 Sedangkan menurut RISKESDAS 2013 Diare adalah gangguan buang air besar/BAB
ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat
disertai dengan darah dan atau lendir
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofiologi, antara lain
 Osmolaritas intraluminal yang meningkat, disebut diare osmotic (Diare tipe
osmotik disebabkan oleh peningkatan tekanan osmotik intralumen usus halus)
 Sekresi cairan dan elektrolit meningkat, disebut diare sekretorik (meningkatnya
sekresi air maupun elektrolit dari usus, menurunnya absorbs)
 Gangguan motilitas usus
 Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak
 Di Indonesia, provinsi dengan insiden dan period prevalen diare tertinggi adalah
Papua (6,3%) dan provinsi dengan insiden dan period prevalen diare pada anak
tertinggi adalah Aceh (10,2%)
 Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur balita adalah kelompok yang
paling tinggi menderita diare
 Lama diare
 Frekuensi, volume
 Konsistensi tinja
 Warna, bau
 Ada / tidak lendir dan darah
 Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya.
 Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8 jam terakhir.
 Makanan dan minuman yang diberikan selama diare.
 Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media,
campak
 Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan beratnya diare dari pada menentukan penyebab diare. Status volume
cairan tubuh dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan
darah dan nadi, temperatur tubuh, dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen
yang seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan
adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan tanda
penting untuk menentukan etiologi diare akut
 Pemeriksaan tinja
 Makroskopis dan mikroskopis
 pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet elinitest, bila diduga
intoleransi gula.
 Bila perlu lakukan pemeriksaan biakan / uji resistensi.

 Pemeriksaan Darah Lengkap untuk mengetahui adanya infeksi sitemik (diare yang
disebabkan parenteral)
 Pemeriksaan Urine Lengkap untuk mengetahui adanya infeksi saluran kemih (diare
yang disebabkan parenteral)
 Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah dengan menentukan
pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah
(bila memungkinkan).
 Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
 Pemeriksaan kadar elektrolit terutama natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam
serum (terutama bila ada kejang).
 Pada dehidrasi berat Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena
secara cepat yang diikuti dengan terapi rehidasi oral. Mulai berikan cairan
intravena segera. Cairan yang direkomendasikan adalah ringel laktat, bias juga
digunakan ringer asetat. Jika ringer laktat tidak tersedia larutan garam normal
(NaCl 0.9%)
 Nilai kembali anak setiap 15 – 30 menit hingga denyut nadi radial anak teraba. Jika
hidrasi tidak mengalami perbaikan, beri tetesan infus lebih cepat. Selanjutnya,
nilai kembali anak dengan memeriksa turgor, tingkat kesadaran dan kemampuan
anak untuk minum, sedikitnya setiap jam, untuk memastikan bahwa telah terjadi
perbaikan hidrasi. Mata yang cekung akan membaik lebih lambat dibanding
tanda-tanda lainnya dan tidak begitu bermanfaat dalam pemantauan. Jika jumlah
cairan intravena seluruhnya telah diberikan, nilai kembali status hidrasi anak
Jika tanda dehidrasi masih ada
 ulangi pemberian cairan intravena seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Dehidrasi berat
yang menetap (persisten) setelah pemberian rehidrasi intravena jarang terjadi; hal ini biasanya
terjadi hanya bila anak terus menerus BAB cair selama dilakukan rehidrasi.
Jika kondisi anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda dehidrasi ringan
 hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4 jam. Jika anak bisa menyusu dengan baik,
semangati ibu untuk lebih seringmemberikan ASI pada anaknya.
Jika tidak terdapat tanda dehidrasi
 Jika bisa, anjurkan ibu untuk menyusui anaknya lebih sering. Lakukan observasi pada anak
setidaknya 6 jam sebelum pulang dari rumah sakit, untuk memastikan bahwa ibu dapat
meneruskan penanganan hidrasi anak dengan memberi larutan oralit.
Semua anak harus mulai minum larutan oralit (sekitar 5ml/kgBB/jam) ketika anak bisa minum tanpa
kesulitan (biasanya dalam waktu 3–4 jam untuk bayi, atau 1–2 jam pada anak yang lebih besar). Hal
ini memberikan basa dan kalium, yang mungkin tidak cukup disediakan melalui cairan infus. Ketika
dehidrasi berat berhasil diatasi
 Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak
 Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selam 10 hari ke depan secara
signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan
bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat menurunkan
durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan
 Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada
efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan
terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare
 ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti
nutrisis yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Jika anak
menyusui, coba untuk meningkatkan frekuensi dan durasi menyusuinya. Pasien
diare tidak dianjurkan puasa, kecuali jika muntah-muntah hebat. Jika curiga diare
disebabkan karena intoleransi laktosa hindarkan susu sapi dan susu formula.
Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase penyembuhan. Secara umum,
makanan yang sesuai untuk anak dengan diare adalah sama dengan yang
diperlukan oleh anak-anak yang sehat
 Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah atau
menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa,
kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausa diare yang spesifik,
mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta
 Diare dengan dehidrasi berat dijumpai setidaknya dua dari tanda-tanda seperti
letargis (tidak sadar), mata cekung, tidak bias minum atau malas minum, serta
cubitan perut yang kembali sangat lambat (>2 detik)
 Pada dehidrasi berat Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena
secara cepat yang diikuti dengan terapi rehidasi oral
 Cairan yang direkomendasikan adalah ringel laktat, bias juga digunakan ringer
asetat. Jika ringer laktat tidak tersedia larutan garam normal (NaCl 0.9%)
 Pada bayi (<12 bulan) pemberian pertama diberikan 30ml/kgBB selama satu jam dan
70 ml/kgBB selama 5 jam sedangkan pada anak (12 bulan s/d 5 tahun) diberikan cairan
30 ml/kgBB selama 30 menit dan diikuti pemberian cairan 70ml/kgBB selama 2,5 jam
 Nilai kembali anak setiap 15 – 30 menit hingga denyut nadi radial anak teraba. Jika
hidrasi tidak mengalami perbaikan, beri tetesan infus lebih cepat. Selanjutnya, nilai
kembali anak dengan memeriksa turgor, tingkat kesadaran dan kemampuan anak
untuk minum, sedikitnya setiap jam, untuk memastikan bahwa telah terjadi perbaikan
hidrasi
 Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada
efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan
terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare
 ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisis
yang hilang

You might also like