You are on page 1of 33

PRESENTASI FARMAKOTERAPI TERAPAN

MANAJEMEN BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)

KELOMPOK 5
Edi Suharwan (22014031)
Tajuddin Nur (22014044)
Nur Indah Sari (22014032)
Intan Murnia S (22014018)
Yulia Apriyana (22014048)
Novia Yuliarni (22014030)
Fitri Apriliani (22014010)
DEFINISI
BPH

adalah pertumbuhan
berlebihan dari sel-sel prostat
yang tidak ganas. Pembesaran
prostat jinak diakibatkan sel-
sel prostat memperbanyak
diri melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki
berusia di atas 50 tahun yang
menyumbat saluran kemih.
NORMAL TIDAK NORMAL
Video
PREVALENSI
 Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah
diteliti.
 Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin
meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria
di Indonesia berusia 60 tahun atau lebih dan 2,5 juta pria
diantaranya menderita gejala saluran kemih bagian bawah
(Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH.
 Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49
tahun mencapai hampir 15%, usia 50-59 tahun
prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia 60
tahun mencapai angka sekitar 43%.
ETIOLOGI
Umur
Pria berumur lebih dari 50 tahun,
kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%.
Ketika berusia 80–85 tahun, kemungkinan
itu meningkat menjadi 90%.

Faktor Hormonal
Testosteron –> hormon pada pria.
Beberapa penelitian menyebutkan karena
adanya peningkatan kadar testosteron pada pria
(namun belum dibuktikan secara ilmiah) .
Hipotesis penyebab timbulnya
hiperplasia prostat

Ketidakseim
Teori bangan Interaksi Berkurangnya
Teori sel
dihidrotesto antara stroma- kematian sel
stem
steron estrogen- epitel prostat
testosteron
PATOFISIOLOGI

Kelenjar Prostat terdiri Mekanisme BPH secara umum


dari atas 3 jaringan : patofisiologi penyebab hasil dari faktor statik
BPH secara jelas (pelebaran prostat
• Epitel atau secara berangsur-
glandular, stromal belum diketahui
dengan pasti. angsur) dan faktor
atau otot polos, dan dinamik (pemaparan
kapsul. Namun diduga terhadap agen atau
• Jaringan stromal intaprostatik kondisi yang
dan kapsul dihidrosteron (DHT) menyebabkan
ditempeli dengan dan 5α- reduktase tipe konstriksi otot polos
reseptor adrenergik II ikut terlibat. kelenjar.)
α1.
TANDA DAN GEJALA

 Sering kencing Tanda klinis terpenting BPH


 Sulit kencing adalah ditemukannya
 Nyeri saat berkemih pembesaran konsistensi
 Urin berdarah kenyal pada pemeriksaan
 Nyeri saat ejakulasi colok dubur/ digital rectal
 Cairan ejakulasi examination (DRE). Apabila
berdarah teraba indurasi atau terdapat
 Gangguan ereksi bagian yang teraba keras,
 Nyeri pinggul atau perlu dipikirkan kemungkinan
punggung prostat stadium 1 dan 2.
Manifestasi Klinis
Dapat dibagi ke dalam dua kategori :

Obstruktif :
terjadi ketika faktor
dinamik dan atau Iritatif :
faktor statik hasil dari
mengurangi obstruksi yang
pengosongan sudah berjalan
kandung kemih. lama pada leher
kandung kemih.
Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4
Stadium :
 Stadium 1 :
Obstruktif tetapi kandung kemih masih
mengeluarkan urin sampai habis.

 Stadium 2 : masih tersisa urin 60-150 cc.

 Stadium 3 : setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.

 Stadium 4 :
retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak
kesakitan urin menetes secara periodik.
DIAGNOSIS

Pemeriksaan
Radiologi
fisik
Pemeriksaan Endoskopi
laboratorium menggunakan
uretrosistokopi

Pengukuran kadar prostat – spesifik antigen (PSA)


Pengukuran kadar kreatinin

.
Kategori Keparahan Penyakit BPH
Berdasarkan Gejala dan Tanda (WHO)
Keparahan Skor gejala AUA Gejala khas dan tanda-tanda
penyakit (Asosiasi Urologis
Amerika)
Ringan ≤7 • Asimtomatik (tanpa gejala)
• Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s
• Volume urine residual setelah
pengosongan 25-50 mL
• Peningkatan BUN dan kreatinin
serum
Sedang 8-19 Semua tanda di atas ditambah
obstruktif penghilangan gejala dan
iritatif penghilangan gejala (tanda dari
detrusor yang tidak stabil)
Parah ≥ 20 Semua hal di atas ditambah satu atau
lebih komplikasi BPH
TERAPI BPH

Non
Farmakologi
Farmakologi
Terapi Farmakologi
 Jika gejala ringan  maka pasien cukup dilakukan
watchful waiting (perubahan gaya hidup).
 Jika gejala sedang  maka pasien diberikan obat
tunggal antagonis α adrenergik atau inhibitor 5α-
reductase.
 Jika keparahan berlanjut  maka obat yang
diberikan bisa dalam bentuk kombinasi keduanya.
 Jika gejala parah dan komplikasi BPH, dilakukan
pembedahan.
Algoritma manajemen terapi BPH
BPH

Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala parah


ringan sedang dan komplikasi BPH

Watchful Operasi
waiting
α-adrenergik α-adrenergik
antagonis atau antagonis dan 5-α
5-α Reductace
Reductace inhibitor inhibitor

Jika respon Jika respon Jika respon Jika respon tidak


berlanjut tidak berlanjut, berlanjut berlanjut, operasi
operasi
antagonis α adrenergik
• Mekanisme kerja : memblok reseptor
adrenergik α 1 sehingga mengurangi faktor
dinamis pada BPH dan akhirnya berefek
relaksasi pada otot polos prostat.
inhibitor 5α- reductase
• Mekanisme kerja dari obat ini adalah
mengurangi volume prostat dengan
menurunkan kadar hormon testosteron.
• 5α-reduktase inhibitor digunakan jika pasien
tidak dapat mentolerir efek samping dari alfa
blocker.
Terapi Non Farmakologi
 Pembatasan Minuman Berkafein
 Tidak mengkonsumsi alkohol
 Pemantauan beberapa obat seperti diuretik,
dekongestan, antihistamin, antidepresan
 Diet rendah lemak
 Meningkatkan asupan buah-buahan dan
sayuran
 Latihan fisik secara teratur
 Tidak merokok
1. Golongan Antagonis α-adrenergik
(Penurun Faktor Dinamik)

Prazosin Terazosin Doksazosin Tamsulosin


PRAZOSIS
 Mekanisme kerja obat
Memblok reseptor α1-adernergic didalam jaringan stromal prostatic (prazosin,
terazosin, doksazosin) dan memblok reseptor α1A didalam prostat
(tamsulosin).
 Dosis : 2 mg 2x sehari.
 Indikasi : retensi urin, gagal jantung, anti hipertensi dan penyakit vascular.
 Kontraindikasi : hipotensi ortostatik
 Peringatan
dosis pertama menyebabkan kolaps karena hipotensi (oleh karena itu harus
istirahat ditempat tidur), usia lanjut dosis mula – mula dikurangi pada gagal
ginjal.
 Interaksi
penghambat ACE : meningkatkan efek hipotensi. Alkohol : meningkatkan efek
hipotensif, meningkatkan efek sedative dari indoramin.
 Efek Samping
hipotensi, sedasi, pusing, kantuk, lemah, lesu, depresi, sakit kepala, mulut
kering, mual, sering berkemih, takikardia, palpitasi.
TERAZOSIN
 Mekanisme Kerja :
memblok α1 dengan efek minimal pada α2; hal ini mengakibatkan
penghambatan postsynaptic peripher, dengan akibat menurunkan arterial
tone. Terazosin merelaksasi otot halus pada leher kandung urin, sehingga
menurunkan obstruksi kandung urin.
 Dosis : 5 atau 10 mg / hari.
 Efek samping
Mengantuk, sering urinasi, peningkatan berat badan, dyspnoea (gangguan
pernafasan), penurunan libido.
 Interaksi Obat
Meningkatkan efek/toksisitas : Efek hipotensi terazosin ditingkatkan oleh
beta-blocker, diuretik, inhibitor ACE.
 Peringatan
Dosis pertama dapat menyebabkan kolaps karena hipotensi (dalam 30-90
menit, sehingga harus diminum sebelum tidur) .
 Informasi Pasien
Digunakan tidak bersama makanan, pada waktu yang sama setiap hari. Obat
ini dapat menyebabkan mengantuk dan pusing.
DOKSAZOSIN

 Mekanisme Kerja
antagonis adrenergic alfa-1 perifer mendilatasi arteri atau vena.

 Indikasi
hipertensi , BPH.

 Kontraindikasi
hypersensitive.

 Efek samping
hipotensi postural, sakit kepala, kelelahan, vertigo dan edema.

 Dosis : 1 mg sehari,
TAMSULOSIN
 Mekanisme kerja :
menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari
testosteron, yang dikatalisis oleh enzim 5-redukstase di
dalam sel-sel prostat.

 Dosis : 0,2-0,4 mg 1 x/hr.

 Efek samping :
Pusing, sakit kepala, gelisah, hipotensi ortostatik,
takikardi, palpitasi, obstruksi nasal.

 Interaksi obat :
Antihipertensi, sildenafil sitrat, vardenafil HCl.
Lanjutan…

 Peringatan :
Hipotensi ortostatik, Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi
ginjal ringan s/d sedang. Dapat mengganggu kemampuan
mengemudi kendaraan bermotor atau menjalankan mesin.

 Indikasi :
Gangguan miksi pada hiperplasia prostat jinak.

 Kontraindikasi
Gangguan fungsi ginjal, insufisiensi hati berat. Pemberian
bersama dengan vardenafil HCl.
GOLONGAN OBAT
2. Golongan Agonis dan Antagonis Hormon
(Penurun Faktor Statik)

Nafarelin Megestrol
Finasterid Flutamid
Asetat asetat
FINASTERID
 Mekanisme Kerja Obat :
Memblok enzim 5 reduktase steroid tipe II, sebuah enzim intraselular yang
mengubah testosterone menjadi androgen 5-Dihidrotestosteron (DHT).

 Dosis : 1-5 mg/hari.

 Efek samping :
Impotensi, Libido dan volume ejakulat menurun, nyeri dan tegang payudara.

 Interaksi obat : Tidak ada interaksi penting yang dilaporkan.

 Peringatan
Obstruksi kemih, kanker prostat, menggunakan kondom bila pasangan
seksual sedang hamil atau diharapkan hamil.

 Indikasi : Hiperplasia prostat ringan.


FLUTAMID
 Mekanisme Kerja Obat
Memblok dihidrotestosteron pada reseptor intraselularnya.

 Indikasi : Tumour flase pada terapi kanker prostat dengan


gonadorelin.

 Peringatan : Penyakit jantung (retensi Na dan edema); pantau


fungsi hati (hepatotoksik).

 Interaksi obat : Antikoagulan : efek warfarin ditingkatkan.

 Efek samping : Ginekomastia (kadang disertai galaktorea), mual,


muntah, diare, nafsu makan naik, insomnia, libido menurun.
NAFARELIN ASETAT
 Mekanisme Kerja Obat : Memblok pituitary mengeluarkan
hormon luteinizing.

 Indikasi : Endometriosis, pubertas dini.

 Peringatan
Diagnosis yang tepat untuk pubertas dini (pada anak-anak)
sebelum terapi dimulai,hipersensitivitas, karsiogenesis.

 Interaksi Obat : Tidak ada interaksi penting yang dilaporkan.

 Efek Samping
libido dan volume ejakulat menurun, sakit kepala, terasa panas,
emosi labil, insomnia.
MEGESTEROL ASETAT
 Mekanisme Kerja Obat
Memblok pituitary mengeluarkan hormon Iuteinizing dan memblok reseptor
androgen.

 Indikasi : Kanker payudarah, kanker endometrium.

 Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal hepatitis kronis aktif, penyakit


vaskular.

 Peringatan : Diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung atau ginjal.

 Interaksi Obat
Antibakteri : metabolisme dipercepat oleh Rifampisin (mengurangi khasiat).
Antagonis hormon : aminogluetetimid menurunkan kadar plasma
mendoksiprogesteron.

 Efek Samping
Nausea, retensi cairan, dan pertambahan berat badan, perubahan libido.
STUDI KASUS
Seorang pria umur 59 tahun dengan riwayat
benigna prostatik hiperplasia dan saluran kemih
bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms)/
LUTS dan riwayat pengobatan 2 tahun yang lalu
yaitu pemberian tunggal Doxazosin (4 mg/ hari)
dengan hasil kemajuan yang minimal. Kemudian
timbul gejala berupa nokturia, pancaran urine yang
lemah, dan frekuensi urin (berkemih 8x/hari).
Penyelesaian
Dosis doxazosin yang diberikan sebelumnya sebanyak 4 mg/ hari dinaikkan
menjadi 8mg/hari. Jika masih belum menunjukkan kemajuan yang signifikan,
maka bisa ditambahkan 5α-reduktase dengan indikasi pembesaran prostatnya.
Saran terapi lain, apabila pasien dengan keluhan lain seperti disfungsi ereksi,
maka dapat digunakan phospodiesterase-5 inhibitor (tadalafil). Kemungkinan
terapi lain, dengan menambahkan agen antimuskarinik. Apabila pasien BPH
dengan LUTS sudah tidak efektif dengan terapi pengobatan, maka disarankan
untuk dirujuk ke bagian urologi, watchful waiting sangat direkomendasikan
untuk monitoring pasien dengan progres LUTS dan retensi urin (Sarma dan Wei,
2012).
TERIMAKASIH…

You might also like