You are on page 1of 6

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
Meski kurang akurat untuk mendiagnosis kolesistitis, namun beberapa temuan pada
pemeriksaan lab ini dapat menjadi pertimbangan untuk menunjang diagnosis :
a. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri (leukosit imatur lebih tinggi jumlahnya
dibandingkan leukosit matur) dapat dijumpai pada kolesistitis.
b. Kadar enzim intrinsik hati Alanin Amino Transferase (ALT) dan Aspartat Amino
Transferase (AAT) digunakan untuk mengevaluasi fungsi hati dan adanya hepatitis serta
dapat pula jumlahnya meningkat pada kolesistitis dan obstruksi saluran empedu.
c. Kadar Bilirubin dan Alkalin Fosfatase diperiksa untuk mengevaluasi obstruksi saluran
empedu yang umum dijumpai.
d. Kadar Amilase dan Lipase biasanya digunakan untuk memeriksa adanya Pankreatitis,
namun Amilase dapat pula meningkat pada kolesistitis.
e. Peningkatan kadar Alkalin Fosfatase ditemukan pada sekitar 25% pasien dengan
kolesistitis.
f. Urinalisis digunakan untukmenyingkirkan Pyelonefritis dan batu ginjal.
g. Pasien wanita yang berada pada usia subur wajib menjalani pemeriksaan kehamilan.
2. Radiografi (X-Ray)
Batu empedu dapat divisualisasikan dengan peeriksaan radiografi meski
tanpa kontras pada 10-15% kasus. Penemuan ini hanya mengindikasikan
kolelitiasis, dengan atau tanpa kolesistitis. Udara bebas sub
diafragmatika tidak mungkin berasal dari saluran empedu. Bila ia ada,
berarti mengindikasikan sutau kondisi penyakit lain di luar gangguan
saluran empedu. Udara yang terlokalisir di dinding kandung empedu,
biasanya menunjukkan adanya kolesistitis emfisematosa yang dihasilkan
bakteri penghasil gas seperti E. Coli , Clostridia dan bakteri streptokokus
anaerob. Kolesistitis Emfisematosa memiliki angka kematian yang tinggi
dan biasanya dijumpai pada pasien pria dengan diabetes dan kolesistitis
akalkulus (non batu).
3. USG
Pemeriksaan dengan USG merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas
antara 90-95% dan spesifisitas 80-85% untuk kolesistitis. Bila disertai
batu empedu dengan diamater lebih dari 2 mm , maka sensitivitas dan
spesifisitasUSG menjadi lebih dari 95%. Hasil pemeriksaan USG yang
menunjukkan kemungkinan adanya kolesistitis antara lain : cairan di
daerah perikolesistik, penebalan dinding kandung empedu hingga lebih
dari 4 mm dan tanda murphy sonografi positif. Adanya batu juga
menunjang diagnosis. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan setelah 8
jam puasa oleh karena batu empedu divisualisasikan dengan baik pada
kandung empedu yang terdistensi oleh cairan empedu.
4. CT Scan dan MRI
Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CT Scan dan MRI untuk
memprediksi kolesistitis akut adalah lebih dari 95%. Kelebihan pemeriksaan
ini dibandingkan ERCP (endoscopic retrogade cholangiopancreatography)
adalah sifatnya yang non invasif, namun kelemahannya adalah tidak memiliki
efek terapi serta tidak cocok pada kasus kolesistitis tanpa batu empedu. Hasil
pemeriksaan CT Scan dan MRI yang menunjukkan adanya kolesistitis adalah :
penebalan dinidng kandung empedu (> 4 mm), cairan di perikolesistik,
edema subserosa (bila tidak ada ascites), gas intramural, dan pengelupasan
mukosa. CT Scan dan MRI juga bermanfaat untuk melihat struktur sekitar
bila diagnosis tidak meyakinkan.
5. HBS (hepatobiliary scintigraphy )
Keakuratan HBS dalam mendeteksi kolesistitis akut mencapai 95%. Sementara
sensitivitasnya dalam rentang 90-100% dan spesifisitasnya 85 hingga 95%.

6. Endoskopi (ERCP = Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)


Pemeriksaan ERCP sangat bermanfaat dalam memvisualisasikan anatomi kandung
dan saluran empedu pada pasien berisiko tinggi memiliki batu empedu yang
disertai gejala sumbatan saluran empedu positif. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Sahai dkk, ERCP lebih dianjurkan dibandingkan USG Endoskopik dan
Cholangiografi Intraoperatif pada pasien yang berisiko tinggi memiliki batu empedu
dan akan menjalani operasi kolesistektomi laparoskopik. Kelemahan ERCP adalah
membutuhkan tenaga khusus yang ahli mengoperasikan alatnya, biaya tinggi serta
kemungkinan adanya komplikasi seperti pankreatitis (3-5% kasus).
7. Pemeriksaan Histologi.
Perubahan awal pada kolesistitis adalah edema dan kongesti vena.
Berdasarkan gambaran histologinya, kolesistitis akut biasanya saling
tumpang tindih dengan kolesistitis kronik. Penemuan yang spesifik
diantaranya : adanya fibrosis, mukosa yang rata dan sel inflamasi
kronik. Herniasi mukosa yang juga dikenal sebagai Sinus Rokitansky-
Aschoff berkaitan dengan peningkatan tekanan hidrostatik dan
ditemukan pada sekitar 56% kasus. Nekrosis fokal disertai influx sel
neutrofil juga dapat ditemukan. Pada kasus yang berat dapat dijumpai
gangren dan perforasi.

You might also like