Professional Documents
Culture Documents
EMERGENCY IN ORTHOPAEDIC
CERVICAL SPINE TRAUMA
• LIFE THREATHENING pelvis + HAEMODYNAMIC UNSTABLE
FRACTURE + MAJOR VESSEL RUPTURE
CRUSH SYNDROME
• MANAGEMENT :
LIFE BEFORE LIMB !
1. OPEN FRACTURE
• Dikatakan fraktur terbuka jika terdapat
hubungan antara daerah yang fraktur dengan
dunia luar, biasanya karena kulit di atasnya
sudah tidak intak.
• Risiko terjadi infeksi tinggi emergensi
• Komplikasi:
– Jangka panjang terancamnya fungsi tungkai
– Mengancam jiwa jika infeksi sistemik
Klasifikasi fraktur terbuka
• Menurut Gustilo/Anderson
Tipe Deskripsi
Fraktur
I Kulit terbuka < 1 cm, bersih; paling mungkin lesi dalam daripada luar; kontusio
otot minimal, fraktur transversum atau oblique yang sederhana
II Laserasi > 1 cm dengan kerusakan jaringan lunak luas, flap, atau avulsi;
kehancuran minimal sampai sedang; fraktur transversum atau oblique pendek
yang sederhana dengan kominutif minimal
III Kerusakan jaringan lunak luas, termasuk otot, kulit dan struktur neurovaskular;
seringnya cedera kecepatan-tinggi dengan komponen kehancuran yang berat
III A Laserasi luas, mencakup tulang adekuat; fraktur segmental, cedera tembak
III B Kerusakan jaringan lunak luas dengan terkupasnya periosteal dan ekspos
tulang, biasanya berhubungan dengan kontaminasi luas
III C Cedera vaskular membutuhkan perbaikan
Penatalaksanaan fraktur terbuka
1. ABCD
– Nilai status kesadaran
– bebaskan airway, breathing, resusitasi cairan, dan
hentikan perdarahan.
2. Cuci luka
Mencuci luka dengan larutan NaCl fisiologis
menghilangkan kontaminasi makro dan bekuan darah
meminimalkan kontaminasi serta kerusakan jaringan.
Penatalaksanaan fraktur terbuka
3. Debridement dalam golden period (6 jam) dengan
general anestesia.
• jaringan yang mati akan mengganggu proses
penyembuhan luka dan merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri
• diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan
subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen-
fragmen yang lepas
4. Imobilisasi, luka ditutup kain bersih, fragmen jangan
dimasukkan
Fungsi:
– mengontrol nyeri dan pembengkakan
– mengurangi deformitas/dislokasi,
– imobilisasi fraktur atau cedera.
6. Pencegahan tetanus
• Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu
diberikan pencegahan tetanus.
• Pada penderita yang telah mendapat imunisasi
aktif cukup dengan pemberian toksoid
• Belum 250 unit tetanus imunoglobulin
(manusia).
2. COMPARTMENT SYNDROME
• Tekanan jaringan dalam kompartemen otot
tertutup melebihi tekanan perfusi otot dan
saraf iskemia.
• Pilihan penanganan untuk sindrom
kompartemen akut adalah dekompresi dini
• Penyebab sindroma kompartemen : fraktur
terbuka dan fraktur tertutup, cedera arteri,
luka tembak, gigitan ular, kompresi tungkai,
dan luka bakar
Mekanisme
• Hipoksia cedera sel melepaskan mediator,
dan meningkatkan permeabilitas endotel
oedem meningkatkan tekanan kompartemen
pH jaringan menurun nekrosis, dan
terlepasnya mioglobin.
• Tekanan jaringan lebih besar dari tekanan kapiler;
terlihat pada > 30 mmHg tekanan intra-
kompartemen.
• Waktu iskemik: nervus < 4 jam, otot < 4 jam
beberapa mengatakan sampai 6 jam
Gambaran Klinis
• Nyeri
• Pemeriksaan fisik:
– bukti ketegangan kompartemen,
– menurunnya perfusi (pengisian kembali kapiler, nyeri)
– kehilangan fungsi jaringan (mati rasa dan lemah;
nervus dan otot terlibat pada kompartemen yang
terinfeksi)
• Diagnosa pasti : mengukur tekanan kompartemen
Penegakkan diagnose secara klasik
• 6 P: Pain (nyeri), Pallor (pucat), Pulselessness
(tidak ada pulsasi), Parasthesia (tidak ada
rasa), Paralysis (lumpuh) dan Poikilothermic.
• Iskemia dan nekrosis
• Nervus sensorik motorik.
• Waktu: gejala dapat muncul dalam beberapa
jam sampai beberapa hari setelah cedera.
Penatalaksanaan
• Singkirkan penyebab kompresi
• O2
• Pertahankan ekstremitas setinggi jantung
• Konsultasi ortopedi atau bedah darurat
• Fasciotomi:
– Indikasi: sindroma kompartemen akut: tekanan
kompartemen > 30 mmHg
– Ahli bedah harus melakukan fasciotomy
– Pendekatan dua-insisi fasciotomi pada tungkai bawah
merupakan prosedur langsung
3. DISLOKASI
Definisi
• Dislokasi keadaan terpisahnya dua
permukaan sendi secara keseluruhan.
• Subluksasi keadaan terpisahnya dua
permukaan sendi hanya sebagian.
• Occult joint instability kondisi terpisahnya
permukaan sendi yang hanya terjadi apabila
sendi mendapatkan tekanan
Manifestasi Klinis
• Look :
Pembengkakan
Deformitas angulasi, rotasi, perubahan kontur normal,
pemendekan
• Feel :
Nyeri tekan
• Move :
Keterbatasan gerakan
Gerakan abnormal perubahan arah gerak karena
ketidakstabilan sendi
Dislokasi Rahang
Terjadi ketika seseorang
membuka mulut terlalu lebar
dan biasanya tidak dapat
tertutup kembali dengan
bantuan otot otot wajah dan
membutuhkan adanya tekanan
dengan daya paksa yang cukup.
Gejala & Tanda:
Sakit kepala dan spasme dan
nyeri otot pada daerah wajah,
rahang dan leher
Suara seperti orang mengunyah
(crunch noise)
Tatalaksana Dislokasi Rahang
Reposisi rahang ditekan kebawah
dengan mempergunakan ibu jari yang
sudah dilindungi balutan, ibu jari
tersebut diletakkan pada geraham
paling belakang, tekanan tersebut
harus mantap tetapi pelan-pelan
bersamaan dengan penekanan jari-jari
yang lain mengangkat dagu penderita
keatas. Tindakan dikatakan berhasil
bila rahang tersebut menutup dengan
cepat dan keras.
Pengobatan simptomatis dapat
digunakan obat obatan analgesik
(Paracetamol) untuk mengurangi rasa
nyeri
Dislokasi Bahu
Dislokasi bahu bila os humerus terlepas dari scapula pada
glenohumeral joint.
Sendi pada bagian bahu adalah sendi yang memiliki area
pergerakan (ROM) yang paling luas dibanding seluruh sendi
yang ada di tubuh manusia. Sebagian besar dislokasi sendi
yang terjadi adalah dislokasi pada sendi bahu.
Gejala & Tanda:
Sendi bahu tidak dapat digerakan
Korban menggendong tangan yang sakit dengan tangan yang
lain
Korban tidak bisa memegang bahu yang berlawanan
Kontur bahu hilang
Bongkol sendi tidak teraba pada tempatnya
Reposisi Hennepin
Secara perlahan dielevasikan sehingga bongkol sendi
masuk kedalam mangkok sendi.
Pasien duduk atau tidur dengan posisi 45 derajat
Siku pasien ditahan oleh tangan kanan penolong dan
tangan kiri penolong melakukan rotasi arah keluar
(eksterna) sampai 90 derajat dengan lembut dan
perlahan
Jika korban merasa nyeri, rotasi eksterna sementara
dihentikan sampai terjadi relaksasi otot, kemudian
dilanjutkan.
Sesudah relaksasi eksterna mencapai 90 derajat maka
reposisi akan terjadi.
Reposisi Hennepin
Dislokasi Panggul
Dislokasi panggul yang didapat biasanya terjadi karena
tekanan dengan gaya yang hebat, paling sering terjadi
pada kecelakaan kendaraan bermotor. Jatuh dari
ketinggian, misalnya tangga, juga menimbulkan gaya
tekan yang cukup besar untuk menimbulkan terjadinya
dislokasi panggul.
Karena gaya yang bekerja cukup besar, biasanya
disertai juga dengan adanya kelaianan lain seperti
adanya fraktur pada daerah pelvis.
Pada orang tua resiko terjadinya dislokasi panggul
meningkat mengingat kerapuhan tulang yang
meningkat seiring bertambahnya usia.
Dislokasi Panggul
Tatalaksana
• Reduction / Reposisi Reposisi ini prinsipnya adalah
menyatukan kembali caput femoris pada acetabulum.
Dapat dilakukan secara terbuka maupun secara tertutup.
Pada anak usia 6 bulan – 2 tahun dapat dilakukan dengan
reposisi secara tertutup dengan menggunakan anastesi dan
muscle relaxan.
Jika reposisi secara tertutup ini gagal, dilakukan reposisi
secara terbuka dengan operasi.
• Retain / Imobilisasi / Fiksasi Dilakukan setelah reposisi.
Penderita disaran memakai cast atau braces dengan tujuan
untuk mempertahankan posisi sendi selama proses
penyembuhan dari tulang.
Tatalaksana
• Rehabilitation Dapat dilakukan selama 2-3
bulan tergantung dari keadaan pasien.
Tujuan dilakukan rehabilitasi ini adalah
mengurangi pembengkakan, memelihara gerakan
sendi, melatih kekuatan otot dan mempercepat
kembalinya fungsi normal dari sendi dan tulang.
5-7 hari setelah terjadinya trauma, pasien mulai
diajarkan untuk melakukan gerakan pasif untuk
meningkatkan flexibilitas pergerakan sendi.
Penggunaan alat bantu berjalan perlu diberikan,
antara lain kruk (tongkat).
4. PELVIS + HAEMODYNAMIC
UNSTABLE
• Trauma pelvis dapat mengakibatkan
perdarahan yang berat dan tidak terkontrol
serta kematian akibat shock berkepanjangan
dan gagal organ multipel