You are on page 1of 17

ASUHAN

KEGAWATDARURATAN
PADA MASA NIFAS
SHEILLATIN NARIDA
P1337424416034
D4 KEBIDANAN SEMARANG SEMESTER 4
1. Metritis
Pengertian Metritis
 Metritis adalah infeksi uterus setelah
persalinan yang merupakan salah satu
penyebab terbesar kematian ibu.
Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi
merupakan lanjutan dari endometritis,
sehingga gejala dan terapinya seperti
endometritis.
 Bila pengobatan terlambat atau kurang
adekuat dapat menjadi abses pelviks ,
dispareunia (rasa sakit atau nyeri saat
senggama), penyumbatan tuba dan
infertilitas. (prawirohardjo sarwono,
2009:262
Lanjutan…
Etiologi

 Miometritis dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang


tidak normal, seperti abortus, retensi sekundinarum yaitu suatu
kegagalan pelepasan plasenta fetalis (vili kotiledon) dan plasenta induk
(kripta karunkula) lebih lama dari 8 hingga 12 jam setelah melahirkan,
kelahiran premature, kelahiran kembar, kelahiran yang sukar (distosia),
perlukaan yang disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan untuk
pertolongan pada kelahiran yang tidak steril.
 Miometritis atau metritis ini juga kelanjutan dari endometritis yang
penyebarannya secara cepat dan tidak segera ditangani. Penyebab yang
sering menimbulkan peradangan ini adalah infeksi. Radang uterus yang
akut biasanya diakibatkan oleh infeksi gonorea atau akibat infeksi pada
post abortus dan postpartum. Selain itu alat – alat yang digunakan
pada saat melakukan abortus atau partus tidak diperhatikan
pencegahan infeksinya yang lalu digunakan pada saat abortus atau
partus.
Lanjutan…
Gejala dan Tanda

 Demam >38⁰C dapat disertai menggigil


 Nyeri di bawah perut
 Lochia berbau dan purulen
 Nyeri tekan uterus
 Subinvolusi Uterus
 Dapat disertai dengan perdarahan pervaginam Syok
Penanganan

 Berikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam :


 Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
 Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
 Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam
 Jika masih demam 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis dan tatalaksana
 Cegah dehidrasi. Berikan minum atau infus cairan kristaloid.
 Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu dicurigai terpapar
tetanus (misalnya ibu memasukkan jamu-jamuan ke dalam vaginanya.
 Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan bekuan
serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovum atau kuret tumpul besar bila perlu
 Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis (demam,nyeri lepas dan nyeri
abdomen), lakukan laparatomi dan drainaseabdomen bila terdapat pus.
 Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal
 Lakukan pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung jenis leuosit
 Golongan darah ABO dan jenis Rh
 Gula Darah Sewaktu (GDS)
 Analisis urin
 Kultur (cairan vagina, darah, dan urin sesuai indikasi
 Ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sisa plasenta
dalam rongga uterus atau massa intra abdomen-pelvik
 Periksa suhu pada grafik (pengukuran suhu setiap 4 jam) yang digantungkan
pada tempat tidur pasien
 Periksa kondisi umum: tanda vital, malaise, nyeri perut dan cairan pervaginam
setiap 4 jam
 Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit per 48 jam.
 Terima, catat dan tindak lanjuti hasil kultur
 Perbolehkan pasien pulang jika suhu <37,5⁰ C selama minimal 48 jam dan hasil
pemeriksaan leukosit <11.000/mmᶾ.
( Buku Saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan)
2. PERITONITIS
Pengertian
• Peritonitis adalah inflamasi dari
peritoneum (lapisan serosa yang
menutupi rongga abdomen dan organ-
organ abdomen di dalamnya). Suatu
bentuk penyakit akut, dan merupakan
kasus bedah darurat. Dapat terjadi
secara lokal maupun umum, melalui
proses infeksi akibat perforasi usus,
misalnya pada ruptur appendiks atau
divertikulum kolon, maupun non infeksi,
misalnya akibat keluarnya asam lambung
pada perforasi gaster, keluarnya asam
empedu pada perforasi kandung
empedu. Pada wanita peritonitis sering
disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau
ruptur ovarium.
Etiologi

Kelainan dari peritoneum dapat disebabkan oleh bermacam


hal, antara lain:
Perdarahan, misalnya pada ruptur lien, ruptur hepatoma,
kehamilan ektopik terganggu
Asites, yaitu adanya timbunan cairan dalam rongga peritoneal
sebab obstruksi vena porta pada sirosis hati, malignitas.
Adhesi, yaitu adanya perlekatan yang dapat disebabkan oleh
corpus alienum, misalnya kain kassa yang tertinggal saat
operasi, perforasi, radang, trauma
Radang, yaitu pada peritonitis
Gejala klinis

Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri


dapat dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di
satu tempat ataupun tersebar di seluruh abdomen. Dan makin hebat
nyerinya dirasakan saat penderita bergerak. Gejala lainnya meliputi :
 Demam Temperatur lebih dari 380C, pada kondisi sepsis berat
dapat hipotermia
 Mual dan muntah Timbul akibat adanya kelainan patologis organ
visera atau akibat iritasi peritoneum
 Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafas.
 Dehidrasi yang di akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan
hipovolemik intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi
hipotensi, penurunan output urin dan syok.
 Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat
kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai
respon/antisipasi terhadap penekanan pada dinding abdomen
ataupun involunter sebagai respon terhadap iritasi peritoneum
 Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
 Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
 Tidak dapat BAB/buang angin.
Terapi

Terapi dilakukan dengan pembedahan untuk menghilangkan


penyebab infeksi (usus, appendiks, abses), antibiotik, analgetik untuk
menghilangkan rasa nyeri, dan cairan intravena untuk mengganti
kehilangan cairan.
Sebelum melakukan pembedahan hal yang perlu disiapkan adalah :
 lakukan pemasangan selang nasogastrik bila perut kembung akibat
ileus
 berikan infus sebanyak 3000 ml
 berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam
 Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5
mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg
IV setiap 8 jam
 laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut bila terdapat
kantong abses.
3. TROMBLOFLEBITIS
Pengertian

 Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi
mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang
vena dan cabang-cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis.
 Dua golongan vena biasanya memegang peranan pada :
 Vena-vena dinding Rahim dan lig. Latum (vena ovarika, vena uterin,
dan vena hipogastrik).
 Vena-vena tungkai (vena femoralis, poplitea, dan safena).
Radang vena-vena golongan 1 disebut tromboflebitis pelvika/
polviotromflebitis dan infeksi vena-vena golongan 2 disebut
tromboflebitis femoralis.
1. Pelviotromboflebitis
a) Pengertian
 Terjadi jika infeksi intrauterus menyebarkan organisme ke dalam
sirkulasi vena, organisme tersebut merusak endothelium vascular,
dan kemudian terjadi tromboflebitis.
b) Gejala Klinis
• Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan/atau perut
bagian samping, timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau
tanpa panas.
• Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik
sebagai berikut :
• Menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat
(30-40 menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan
kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita
hamper tidak panas.
• Suhu badan naik turun secara tajam (36˚C menjadi 40˚C), yang
diikuti dengan penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya
subfebris seperti pada endometritis).
• Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan.
• Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana-mana,
terutama ke paru-paru.
c) Penanganan
 Rawat inap
Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan
mencegah terjadinya emboli pulmonum.
 Terapi medic
Pemberian antibiotika ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, ditambah
gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam, ditambah metronidazole
500 mg IV tiap 8 jam dan heparin jika terdapat tanda-tanda atau
dugaan adanya emboli pulmonum.
 Terapi operatif
Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik
terus berlangsung sampai mencapai paru-paru, meskipun sedang
dilakukan heparinisasi.
2. Tromboflebitis Femoralis
Pengertian
 Tromboflebitis femoralis mengenai
vena-vena pada tungkai, misalnya
vena femoralis, vena poplitea dan
vena safvena. Dapat terjadi
tromboflebitis vena safena magna
atau peradangan vena femoralis
sendiri, penjalaran tromboflebitis
vena uterina (vena uterina, vena
hipogastrika, vena iliaka eksterna,
venafemoralis), dan akibat
parametritis. Tromboflebitis vena
femoralis mungkin terjadi karena
aliran darah lambat di daerah lipat
paha karena vena tersebut, yang
tetekan oleh lig. Inguinale, juga
karena dalam masa nifas kadar
fibrinogen meninggi.
Penilaian Klinik

 Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari,
kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke 10-20, yang disertai
dengan menggigil dan nyeri sekali.
 Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan
tanda-tanda sebagai berikut :
 Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar
bergerak, lebih panas disbanding dengan kaki lainnya.
 Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras
pada paha bagian atas.
 Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
 Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi
bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin, pulsasi menurun.
 Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada
umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai
dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah
ke atas.
 Nyeri pada betis, yang akan terjadi spontan atau dengan memijit betis
atau dengan meregangkan tendo akhiles (tanda homan).
Penanganan

Perawatan
 Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan
kompres pada kaki. Setelah mobilisasi kaki
hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos
kaki panjang yang elastik selama mungkin.
Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya
jangan menyusui.
Terapi medik : pemberian antibiotika dan analgetika.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F Gary. 2012.obstetri williams vol.1
edisi 23. Jakarta : EGC
2. JNPK-KR. 2008. Pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi dasar (PONED)
3. Kementrian kesehatan RI. 2013. Buku saku pelayanan
kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan
rujukan
4. Sarwono.2009. Pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
5. Buku saku manajemen komplikasi kehamilan dan
persalinan,2012,jakarta, EGC

You might also like