You are on page 1of 36

Pengkajian Klien Gangguan

Sistem Kardiovaskuler

Oleh
Ambo Dalle
1. Persiapan klien
 Buatlah penerangan yang baik dalam ruangan,
termasuk penerangan untuk pengkajian
 Klien sebaiknya berbaring dengan badan bagian
atas sedikit terangkat, dan pemeriksa sebaiknya
berdiri disisi kanan klien.
 Minta klien untuk tidak berbicara selama
pemeriksaan kecuali diminta oleh pemeriksa.
 Agar klien tidak cemas, jangan perlihatkan
kekuatiran tentang hasil selama pengkajian.
2. Pengkajian Riwayat
Kesehatan
 Kaji riwayat merokok, penggunaan alkohol,
pemakaian obat-obatan, kebiasaan latihan, dan
pola diet termasuk pemasukannya
 Apakah klien mendapat pengobatan untuk fungsi
kardiovaskuler? Apakah klien mengetahui
kegunaan, dosis, dan efek samping pengobatan?
 Tanyakan apakah klien mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan pada dada, palpitasi,
kelelahan yang berlebihan, dispnea, edema pada
kaki, pingsan atau ortopnea. Apakah gejala-
gejala ini terjadi saat istirahat atau latihan.
 Bila terjadi nyeri dada, tentukan apakah hal
tersebut murni karena jantung (Rossi dan Leary,
1992 dikutip dari Potter, 1996), nyeri angina
biasanya berupa tekanan atau rasa sakit yang
dalam, substernal dan menyebar ke salah satu
atau kedua lengan, bisa sampai ke rahang;
Tentukan frekuensinya. Apakah nyeri menyebar
ke lengan, bahu, atau leher? Apakah nyeri
tersebut disertai terjadinya diaforesis.
 Apakah klien menjalani gaya hidup yang penuh
stres
 Kaji riwayat keluarga klien mengenai penyakit
jantung seperti hipertensi, stroke, kolesterol
tinggi, atau penyakit jantung rematik.
 Apakah klien mengetahui adanya
hipertensi atau penyakit jantung tersebut
 Apakah klien mengalami diabetes atau
gejala awal diabetes, penyakit paru atau
obesitas
 Tentukan apakah klien minum minuman
mengandung kafein yang berlebihan.
 Kaji kebiasaan makan klien seperti
mengkonsumsi lemak, natrium.
11 pola kes.fungsional (Gordon)
 Pola persepsi kes./menanganan kes. 
klien merasakan kondisi kes dan bgm
menangani
 Pola nutrisi/metabolikgambaran pola
makan dan kebut.cairan b/d kebutuhan
metabolik dan suplai nutrisi
 Pola eliminasi gambaran pola fungsi
pembuangan (bab, bak, mel.kulit)
 Pola aktifitas/olah raga gambaran pola
aktifitas, olahraga, santai, rekreasi
 Pola tidur-istirahat  gambaran pola tidur,

istirahat, dan relaksasi


 Pola kognitif dan perceptual  gambaran

pola konsep diri klien dan persepsi thd


dirinya
 Pola peran/hubungan  gambaran pola

peran dalam berpartisipasi/berhubungan


dg orang lain
 Pola seksualitas/reproduksi gambaran
pola kenyamanan/tidak nyaman dg pola
seksualitas edan gambaran pola
reproduksi
 Pola koping/toleransi stress gambaran
pola koping klien secara umum dan
efektifitas dalam toleransi thd stress
 Pola nilai/keyakinan  gambaran pola
nilai2, keyakinan2 9termasuk asfek
spiritual), dan tujuan yg dapat
mengarahkan menentukan
pilihan/keputusan.
3. Pemeriksaan Fisik
1). Keadaan Umum Pasien
 Pemeriksaan keadaan umum pasien di­

maksudkan untuk mendapatkan kesan umum


pasien tersebut. Dalam pemeriksaan ini perlu
diperhatikan kelainan dan usia pasien, tampak
sakit atau tidak, kesadaran dan keadaan emosi,
dalam keadaan comfort atau distress, serta sikap
dan tingkah laku pasien.
2). Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

Pernapasan :
Dalam menilai pernapasan secara fisis, perlu
diperhatikan :
 posisi badan, untuk menilai ortopnea

 ekspresi muka, untuk menilai keadaan

emosi atau stress pada pernapasan


 pernapasan pada gerak badan diban­

dingkan dengan pernapasan pada keadaan


istirahat
 tanda-tanda objektif dispnea.
b). Nadi
Kriteria keadaan nadi :
 Frekuensi, menyatakan jumlah denyut nadi per menit.

 Regularitas, menunjukkan teratur/tidaknya nadi bila tidak


teratur tentukan apakah ada defisit denyut nadi, yaitu
selisih antara frekuensi nadi dan denyut jantung per
menit.
 Amplitudo, menggambarkan besar kecilnya isi sekuncup.

 Bentuk (contour), memberikan gambaran upstroke atau


down stroke.
 Isi (volume), menunjukkan besar/kecilnya isi bolus darah
dalam arteri.
 Perabaan arteri, untuk mengetahui keada­an (kondisi)
dinding arteri.
Macam-Macam Denyut Nadi
 Nadi yang keras (augmented

pulsation)
 Nadi yang lemah atau kecil (pulsus

parvus)
 Nadi yang kecil dan terisi dengan

lambat (pulsus parvus et tardus)


 Nadi yang terisi dengan cepat dan

mengosong dengan cepat (rapid


upstroke and collapsing pulse=
Corrigan pulse)
 Nadi bifida (pulsus bisferiens), terjadi
pada obstruksi pada aliran keluar ventrikel
kiri yang moderat disertai regurgitasi pada
katup aorta berat (stenosis dan insufisiensi
katup aorta)
 Nadi dikrotik (dicrotic pulse) , curah
jantung yang rendah dengan elastisitas
dinding arteri yang masih normal,
misalnya pada kardiomiopati, tamponade
jantung dan CHF berat
 Pulsus alternans, nadi yang saling
bergantian antara nadi yang relatif kuat
diselingi oleh nadi yang lebih lemah (CHF)
 Pulsus paradoxus, terjadi karena
pengurangan tekanan nadi yang
berlebihan sampai 15 mmHg atau lebih
pada waktu inspirasi (perikarditis)
 Pulsus bigeminus, dua denyut berturut-
turut dan diselingi oleh interval yang lebih
panjang (KAP)
 Pulsus defisit, jumlah denyut jantung lebih
besar dari jumlah denyut nadi (fibrilasi
atrial, ekstrasistol prematur)
C). Tekanan Darah
Tekanan darah banyak bergantung pada :
 Curah jantung, yang merupakan cerminan fungsi
jantung
 Resistensi vaskular perifer (TPR), ditentukan
oleh diameter pembuluh darah perifer.
 Tonus dan elastisitas arteri, menggambar­kan
kondisi dinding pembuluh darah perifer.
 Volum darah dalam arteri, menunjukkan
jumlahnya darah intravaskular.
 Viskositas darah, menunjukkan kondisi cairan
intravaskular.
d). Suhu Badan

 Kalori dalam suhu badan merupakan hasil


metabolisme sel-sel jaringan tubuh. Kalori
suhu badan diatur melalui pusat
termoregulator di susunan saraf pusat
autonom. Aliran darah me­lalui sistem
kardiovaskular berperan untuk
mendistribusikan panas ke seluruh tubuh.
 3). Posture Tubuh
 4). Bentuk Badan
 5). Textur Jaringan dan Wama Kulit
 6). Kepala
 7). Mata
 8). Mulut
 9). Kuping
 10. Muka
 11). Leher
 12). Vena Jugularis Eksterna
 13). Cannon Waves
 14). Arteri Karotis
 15). Kelenjar Tiroid
 16). Kelenjar Getah Bening
17). Dada
 Kelainan bentuk dada seringkali berkaitan

dengan anatomi dan faal jantung. Di


samping itu juga mempengaruhi faal
pernapasan yang kemudian secara tidak
langsung mempe­ngaruhi faal sirkulasi
darah yang akan menjadi beban kerja
jantung
18). Pemeriksaan Perut
 Diperhatikan besar, bentuk dan konsis­
tensi serta mencari ada tidaknya nyeri
tekan.
 Hepato jugular reflux dapat diperiksa de­
ngan menekan perut di kuadran atas,
maka akan menambah pembendungan
vena jugula­ris yang sudah meninggi.
Keadaan ini dapat ditemukan pada gagal
jantung kanan dan gagal jantung
kongestif
b. Pemeriksaan Khusus
1). Inspeksi
 Perhatikan bentuk prekordial, apakah

normal, mengalami depresi atau ada


penonjolan asimetris (voussure
cardiaque), yang disebabkan pembesaran
jantung sejak kecil. Hipertropi dan dilatasi
ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi
akibat kelainan kongenital.
Garis anatomis pada permukaan badan yang
penting pada permukaan dada ialah :
garis tengah sternal (mid sternal line/MSL)

garis tengah klavikular (mid clavicular

line/MCL)
garis anterior line (anterior axillary

line/AAL)
garis para sternal kiri dan kanan

(parastrenal line/PSL)
2). Palpasi Jantung
 Pada palpasi jantung telapak tangan diletakkan

di atas prekordium dan dilakukan perabaan di


atas iktus kordis (apical impulse)
 Lokasi point of maximal impulse (PMI) terletak

pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari


medial dari garis midklavikular (medial dari
apeks anatomis). Pada bentuk dada yang
panjang dan gepeng, iktus kordis terdapat pada
RSI VI medial dari garis midklavikular,
sedangkan pada bentuk dada yang pendek
lebar, letak iktus kordis agak ke lateral.
3). Perkusi Jantung
Cara Perkusi
 Batas atau tepi kiri pekak jantung yang

normal terletak pada ruang interkostal


III/IV pada garis parasternal kiri. Pekak
jantung relatif dan pekak jantung absolut
perlu dicari untuk menentukan gambaran
besamya jantung.
 Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar
ke kiri dan ke kanan.
 Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis
bergeser ke lateral-bawah.
 Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang
jantung merata atau menonjol ke arah lateral.
 Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak
jantung melebar ke lateral kanan dan/ atau ke
kiri atas.
 Pada perikarditis pekak jantung absolut melebar
ke kanan dan ke kiri.
 Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil
bahkan dapat menghilang pada emfisema paru
yang berat, sehingga batas jantung dalam
keadaan tersebut sukar ditentukan.
4). Auskultasi Jantung

Bunyi jantung I ditimbulkan karena


 kontraksi yang mendadak terjadi pada awal sis­
tolik meregangnya daun-daun katup mitrai dan
trikuspid yang mendadak akibat tekanan dalam
ventrikel yang meningkat dengan cepat,
 meregangnya dengan tiba-tiba chordae tendinea
yang memfiksasi daun-daun katup yang telah
menutup dengan sempurna,
 dan getaran kolom darah dalam outflow tract
(jalur keluar) ventrikel kiri dan dinding pangkal
aorta dengan sejumlah darah yang ada di
dalamnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas
BJ I, yaitu :
 kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel

makin kuat dan cepat, makin keras bunyinya.


 Posisi daun katup atrio-ventrikular pada saat

sebelum kontraksi ventrikel.


 Jarak jantung terhadap dinding dada. Pada

pasien dengan dada kurus BJ lebih keras


terdengar dibandingkan pasien gemuk deng­an BJ
yang terdengar lebih lemah. Demi­kian juga pada
pasien emfisema pulmonum BJ terdengar lebih
lemah.
BJ II ditimbulkan karena
 vibrasi akibat penu­tupan katup aorta

(komponen aorta),
 penutupan katup pulmonal (komponen

pulmonal),
 perlambatan aliran yang mendadak dari

darah pada akhir ejeksi sistolik,


 dan benturan balik dari kolom darah pada

pangkal aorta dan mem­bentur katup aorta


yang baru tertutup rapat.
 BJ III terdengar karena pengisian ventrikel
yang cepat (fase rapid filling). Vibrasi yang
ditim­bulkan adalah akibat percepatan
aliran yang mendadak pada pengisian
ventrikel karena relaksasi aktif ventrikel
kiri dan kanan dan segera disusul oleh
perlambatan aliran pengisian.
 Bunyi jantung IV: dapat terdengar bila
kontrak­si atrium terjadi dengan kekuatan
yang lebih besar, misalnya pada keadaan
tekanan akhir diastol ventrikel yang
meninggi sehingga memerlukan dorongan
pengisian yang lebih keras dengan
bantuan kontraksi atrium yang lebih kuat.
Bunyi Jantung Tambahan

Bunyi Ekstra Kardial


 Gerakan perikard (pericardial friction rub)

terdengar pada fase sistolik dan diastolik


akibat gesekan perikardium viseral dan
parietal. Bunyi ini dapat ditemukan pada
perikarditis.
Bising (Desir) Jantung (Cardiac Murmur)
 Bising jantung ialah bunyi desiran yang

terdengar memanjang, yang timbul akibat


vibrasi aliran darah turbulen yang abnormal.
Intensitas Bunyi Murmur
intensitas bunyi murmur didasarkan pada tingkat
kerasnya suara dibedakan :
 Derajat I : bunyi murmur sangat lemah dan

hanya dapat terdengar dengan upaya dan


perhatian khusus.
 Derajat II : bunyi bising lemah, akan tetapi

mudah terdengar.
 Derajat II : bunyi bising agak keras.

 Derajat IV : bunyi bising cukup keras.

 Derajat V : bunyi bising sangat keras.

 Derajat VI : bunyi bising paling keras.


Tipe (konfigurasi) Bising Jantung
Tipe bising jantung dibedakan :
 Bising tipe kresendi (crescendo murmur), mulai
terdengar dari pelan kemudian me­ngeras.
 Bising tipe dekresendo (decrescendo mur­mur), bunyi
dari keras kemudian menjadi pelan.
 Bising tipe kresendo-dekresendo (crescendo-
decrescendo = diamond shape) murmur yaitu bunyi
pelan lalu keras kemudian disusul pelan kembali disebut
ejection type.
 Bising tipe plateau (sustained plateau mu­mur) disebut
juga bising pansistolik atau holosistolik. Keras suara
bising kurang lebih menetap sepanjang fase sistolik,
biasanya merupakan bunyi desiran yang disebabkan
karena arus balik (regurgitasi) atau aliran abnormal
melalui defek septum interven­trikular.
Kualitas Bunyi (Timbre)
Kualitas bunyi dibedakan :
 Bising musikal yaitu bunyi yang terdiri dari
bunyi-bunyi dengan frekuensi dari satu atau
beberapa gelombang nada dasar.
 Bising dengan suara meniup (blowing) yaitu
terdengar seperti suara meniup dengan na­da
yang rendah.
 Bising dengan suara desiran (harsh) berupa
desir halus, seperti suara meniup dengani nada
yang tinggi.
 Bising dengan suara geram (rumbling),
terdengar seperti suara menggeram yang agak
keras dengan nada yang rendah

You might also like