Professional Documents
Culture Documents
Kateter vena sentral Faktor V Leiden (FVL) Tingginya kadar TAFI (Thrombin
Activated Fibrinolysis Inhibitor)
Keganasan Prothrombin G20210A Menurunnya kadar TFPI (Tissue
Factor Pathway Inhibitor)
Sindrom antifosfolipid Kelompok Golongan darah non- Resistensi protein C teraktivasi
O pada absennya FVL
Puerperium Disfibrinogenemia Hiperhomosisteinemia
Imobilisasi lama (tirah baring, Faktor XIII 34val
paralisis ekstremitas)
Mekanisme yang mengawali terjadinya trombosis berdasarkan “trias
Vircow” ada 3 faktor pendukung yakni:
• Adanya statis dari aliran darah
• Timbulnya cedera pada endontel pembuluh darah
• Pengaruh hiperkoagulabilitas darah
Imobilisasi lama seperti masa perioperasi atau akibat paralisis, dapat
menghilangkan pengaruh dari pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi
hingga terjadi pengumpalan darah di ektremitas bawah. Terjadinya statis
darah yang berada di belakang katup vena menjadi faktor predisposisi
timbulnya deposisi trombosit dan fibrin sehingga mencetuskan terjadinya
trombosis vena dalam.
Cedera endotel meski diketahui dapat mengawali pembentukan
trombus, namun tidak selalu dapat ditunjukan adanya lesi yang nyata, pada
kondisi semacam ini nampaknya disebabkan adanya perubahan endotel yang
samar seperti akibat terjadinya perubahan kimiawi, iskemia atau anoksia atau
peradangan.
Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas,
kelainan yang timbul tidak selalu dapat diramalkan secara tepat
lokasi / tempat terjadinya trombosis. Trombosis di daerah betis
mempunyai gejala klinis yang ringan karena trombosis yang
terbentuk umumnya kecil dan tidak menimbulkan komplikasi yang
hebat.Sebagian besar trombosis di daerah betis adalah
asimtomatis, akan tetapi dapat menjadi serius apabila trombus
tersebut meluas atau menyebar ke lebih proksimal.
Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa :
• Nyeri
• Pembengkakan
• Perubahan warna kulit
• Sindroma post-trombosis.
woc TV.docx
Ada beberapa jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat
menegakkan diagnosis trombosis vena dalam, yaitu;
1. Venografi
2. Flestimografi impendans
3. Ultra sonografi (USG) Doppler
4. Tes D-mer
a. Untuk pasien resiko tinggi berikan kombinasi farmakologi dan metode pencegahan
mekanik, yaitu:
• Semua pasien yang dirawat di unit perawatan kritis harus dinilai untuk risiko VTE
• Kebanyakan pasien kritis akan membutuhkan thromboprophylaxis terhadap VTP
• Aspirin "saja" tidak boleh digunakan untuk VTE profilaksis untuk setiap kelompok
pasien
b. Farmakologi tromboprofilaksis dengan dosis rendah atau LMWH (SQ) atau fondaparinux
c. Vitamin K agonist oral (warfaein) digunakan untuk mencapai target INR 2.5 (INR antara
2-3)
d. Teknik profilaksis: stoking kompresi atau perangkat kompresi pneumatik intermitten
e. Beberapa pasien dengan resiko tinggi VTE termasuk yang sedang menjalani
pembedahan terbuka urologi, pembedahan ginekologi, atau prosedur total hip or knees:
semua pasien trauma dengan setidaknya satu faktor risiko; dan pasien dengan gagal
jantung akut atau gagal napas akut. Lainnya, yang termasuk dalam kelompok ini adalah
pasien yang gerakannya terbatas pada tempat tidur yang memiliki setidaknya satu
faktor risiko (misal, usia>40 tahun, riwayat VTE).
f. Tingkat DVT pada pasien perawatan kritis tidak menerima profilaksis dari rentang 10%
sampai 80%.
Peristiwa thromboembolic vena (VTE), yang meliputi thrombosis
vena dalam (DVT) dan embolus pulmonal (PE), merupakan
komplikasi yang paling umum mengancam jiwa terkait dengan
prosedur bedah ortopedi.
Asuhan Keperawatan Trombosis Vena.docx
Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua,
persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang
atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-
gejala preeclampsia (hipertensi, edems, proteinuri)
(Wirjoatmodjo, 2000: 49).
Berdasarkan waktu terjadinya , eklampsia diklasifikasikan menjadi :
A. Eklampsia gravidarum
• Kejadian mencapai 50% sampai 60%
• Serangan terjadi dalam keadaan hamil
B. Eklampsia Parturientum
• Kejadiannya mencapai 30% sampai 35%
• Eklampsia terjadi saat ibu sedang inpartu
C. Eklampsia puerperium
• Kejadian jarang, 10%
• Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir
Penyebab eklampsia belum diketahui secara pasti. Salah satu
teori mengemukakan bahwa eklampsia disebabkan iskemia rahim
dan placenta(ischaemia uteroplacentae). Selama kehamilan uterus
memerlukan darah lebih banyak. Pada mola hydatidosa,
hydramnion,kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan,
pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu,
dibetes, peredaran darah dalam dinding rahim kurang, maka
keluarlahzat-zat dari plasenta atau desidua yang menyebabkan
vasospasme dan hipertensi
Pada umumnya serangan kejang eklampsia didahului dengan
memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala
di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di daerah
epigastrium, dan hiperrefleksia (Winkjosastro 2007). Menurut Sibai
terdapat beberapa perubahan klinis yang memberikan peringatan
gejala sebelum timbulnya kejang, adalah sakit kepala yang berat dan
menetap, perubahan mental sementara, pandangan kabur, fotofobia,
iritabilitas, nyeri epigastrik, mual, muntah. Namun, hanya sekitar 50%
penderita yang mengalami gejala ini. Prosentase gejala sebelum
timbulnya kejang eklampsia adalah sakit kepala yang berat dan
menetap (50-70%), gangguan penglihatan (20-30%), nyeri epigastrium
(20%), mual muntah (10-15%), perubahan mental sementara (5-10%)
(Gallinelli 1996).
WOC eklampsia.docx
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah, penurunan
hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr%), hematokrit meningkat (nilai
rujukan 37-43 vol%), trombosit menurun (nilai rujukan 150-450
ribu/mm3).
2. Urinalisis: ditemukan proteinuria
3. Pemeriksaan fungsi hati
1. Edema pulmo
2. Perdarahan otak
3. Kebutaan
4. Gangguan psikis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan,
maka gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya
diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan
patofisiologi akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis
terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini
merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan
gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal
dalam beberapa jam kemudian.
Asuhan Keperawatan Eklampsia.docx
Emboli cairan amnion adalah masuknya cairan amnion dengan
tidak sengaja ke dalam aliran darah ibu di bawah tekanan
kontraksi uterus. Cairan amnion mengandung verniks janin, lanugo,
mekonium, dan lendir masuk ke dalam sinus darah maternal
melalui kelainan pada perlekatan plasenta. Bahan-bahan dari
zat sisa janin ini menjadi emboli dalam sirkulasi umum ibu,
menyebabkan distress pernafasan akut, kolaps sirkulasi,
perdarahan, dan jantung paru karena emboli menyumbat
pembuluh paru-parunya. Partikel tersebut menstimulasi koagulasi
abnormal, merangsang siddeminated intravaskular koagulasi.
Etiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi
kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga
bolus cairan amnion memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya
masuk kedalam sirkulasi paru
Faktor resiko:
1. Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun
2. Janin besar intrauteri
3. Kematian janin intrauteri
4. Menconium dalam cairan ketuban
5. Kontraksi uterus yang kuat
6. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas,
mungkin melalui laserasi pada vena endoservikalis selama diatasi
serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus
bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban
pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat
tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar
biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk
ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk
sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada
beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang
mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi
atau syok sepsis.
Menurut morgan, manifestasi klinis yang terjadi pada emboli cairan
amnion ini meliputi :
• Distress pernafasan (51%)
• Hipotensi (27%)
• Abnormalitas koagulopati (12%)
• Kejang (10%)