Professional Documents
Culture Documents
EKSTERNA
MEGAWATI ANANDA HASBI PUTRI
I WAYAN GDE KRISNA ANDYNATA
FACHRI PADMARIDHO
Pembimbing :
Lung C, Mattew Y, Suey S, etc. Updates and Knowledge Gaps in Cholesteatoma Research. BioMed Research
International Volume 2015.
ETIOLOGI
Gray (1964): kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008
PATOFISIOLOGI
Kolesteatoma Kongenital
Terbentuk sebagai akibat dari epitel skuamosa terperangkap di dalam tulang
temporal selama embriogenesis, ditemukan pada telinga dengan membran timpani
utuh tanpa ada tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di
mesotimpanum anterior, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontine angle.
Penderita sering tidak memiliki riwayat otitis media supuratif kronis berulang, riwayat
pembedahan otologi sebelumnya, atau perforasi membrane timpani. Kolesteatoma
kongenital paling sering diidentifikasi pada anak usia dini (6 bulan – 5 tahun). Saat
berkembang, kolesteatom dapat menghalangi tuba eustachius dan menyebabkan
cairan telinga tengah kronis dan gangguan pendengaran konduktif.
Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited August 25, 2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008
Kolesteatoma Akuisital
1. Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma akuisita primer klasik berawal dari retraksi pars flaksida di bagian medial
membran timpani yang terlalu dalam sehingga mencapai epitimpanum.
Saat proses ini berlanjut, dinding lateral dari epitimpanum (disebut juga skutum) secara
perlahan terkikis, menghasilkan defek pada dinding lateral epitimpanum yang perlahan
meluas. Membrane timpani terus yang mengalami retraksi di bagian medial sampai
melewati pangkal dari tulang-tulang pendengaran hingga ke epitimpanum posterior.
Destruksi tulang-tulang pendengaran umum terjadi.
Jika kolesteatoma meluas ke posterior sampai ke aditus ad antrum dan tulang mastoid itu
sendiri, erosi tegmen mastoid dengan eksposur dura dan/atau erosi kanalis semisirkularis
lateralis dapat terjadi dan mengakibatkan ketulian dan vertigo.
Kolesteatoma akuisital primer tipe kedua terjadi apabila kuadran
posterior dari membran timpani mengalami retraksi ke bagian
posterior telinga tengah. Apabila retraksi meluas ke medial dan
posterior, epitel skuamosa akan menyelubungi bangunan atas
stapes dan membran timpani tertarik hingga ke dalam sinus
timpani. Kolesteatoma primer yang berasal dari membran timpani
posterior cenderung mengakibatkan eksposur saraf wajah (dan
kadang-kadang kelumpuhan) dan kehancuran struktur stapes.
2. Kolesteatoma Akuisital Sekunder
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir
perforasi membrane tympani ke telinga tengah (Teori Migrasi) atau terjadi akibat metaplasi
mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (Teori Implantasi).
Suatu prosedur yang sederhana seperti insersi tympanostomy tube dapat mengimplan epitel
skuamosa ke telinga tengah, yang akhirnya menghasilkan kolesteatoma. Perforasi marginal di
bagian posterior adalah yang paling mungkin menyebabkan pembentukan kolsteatoma jika
retraksi terjadi cukup dalam sehingga menjebak epitel deskuamasi.
Kolesteatoma merupakan media baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi), yang paling sering
adalah Proteus dan Pseudomonasaeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu respons imun
lokal yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin
yang diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah interleukin-1 (IL-1), interleukin-6
(IL-6), tumor necrosis factor-α (TNF-α), tumor growth factor (TGF). Zat-zat ini dapat
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan
mampu berangiogenesis.
Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited August 25, 2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.
Waizel S. Temporal Bone, Acquired Cholesteatoma. Emedicine. May 1, 2007 (cited August 27, 2009). Available at http:/emedicine.medscape.com/article/384879-overview.
Kolesteatoma merupakan media baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi), yang paling sering adalah
Proteus dan Pseudomonasaeruginosa.
Difteroid 1 3,30%
Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah interleukin-1 (IL-1), interleukin-6
(IL-6), tumor necrosis factor-α (TNF-α), tumor growth factor (TGF). Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-
sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.
Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited August 25, 2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.
Waizel S. Temporal Bone, Acquired Cholesteatoma. Emedicine. May 1, 2007 (cited August 27, 2009). Available at http:/emedicine.medscape.com/article/384879-overview.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, yang terus menerus atau sering berulang.
Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah (vaskularisasi), maka antibiotic sistemik tidak dapat
sampai ke pusat infeksi pada kolesteatoma. Akan tetapi, pada kolesteatoma terinfeksi yang besar biasanya
Pusing adalah gejala umum relative pada kolesteatoma, tetapi tidak akan terjadi apabila tidak ada fistula
labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsungpada stapes footplate.
Kadangkala, kolestetaoma bermanifestasi pertama kali dengan tanda-tanda dan gejala komplikasi pada
susunan saraf pusat, yaitu: thrombosis sinus sigmoid, abses epidural, atau meningitis.
Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited August 25, 2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008
Waizel S. Temporal Bone, Acquired Cholesteatoma. Emedicine. May 1, 2007 (cited August 27, 2009). Available at http:/emedicine.medscape.com/article/384879-overview.
Persaud R, Singh A, Georgalas C, etc. Case Report: A New Case of Syncronous Primary External Ear Canal Cholesteatoma. Otolaryngology-Head and neck surgery. 2006;134: 1055-6.
PEMERIKSAAN PENCITRAAN
CT Scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT Scan dapat mendeteksi cacat tulang yang halus sekalipun. Densitas kolesteatoma, yaitu
kurang lebih 2 sampai +10 Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan massa itu sendirilah yang lebih penting dalam mendiagnosa kolesteatoma.
Defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan CT Scan adalah sebagai berikut:
Erosi skutum
Fistula labirin
Cacat di tegmen
Waizel S. Temporal Bone, Acquired Cholesteatoma. Emedicine. May 1, 2007 (cited August 27, 2009). Available at http:/emedicine.medscape.com/article/384879-overview.
TATALAKSANA
NON PEMBEDAHAN
Pemberian obat tetes telinga dari campuran alkohol atau gliserin dalam perioksida 3%, tiga
kali seminggu
PEMBEDAHAN
Stadium I : Canaloplasty
Canaloplasty dipilih pada lesi yang terdapat di anterior dan inferior liang telinga dan tidak
ditemukan perluasan ke mastoid
Stadium II dan III : Canaloplasty + Tympanoplasty
Tujuan dari sebuah Tympanoplasty adalah untuk menutup lubang di gendang telinga dan
melakukan apapun yang mungkin untuk membalikkan kerusakan pada tulang telinga
Stadium IV : Mastoidektomi
Mastoidektomi adalah prosedur pembedahan untuk menghilangkan proses infeksi pada
tulang mastoid. Tujuan mastoidektomi adalah menghindari kerusakan lebih lanjut terhadap
organ telinga dan sekitarnya. Mastoidektomi dinding runtuh dilakukan pada destruksi yang
luas didinding posterior dan terdapat gangguan fungsi tuba atau perluasan ke telinga
tengah. Mastoidektomi dinding utuh dilakukan jika fungsi telinga tengah normal
KOMPLIKASI
TULI KONDUKSI
TULI SENSORINEURAL
PARALISIS FACIALIS
KEHILANGAN PENDENGARAN TOTAL
PROGNOSIS