You are on page 1of 20

Leukemia Mieloblastik Akut

By Yusi Rizky Novianty


1610211051
Definisi

Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu


penyakit yang ditandai dengan transformasi
neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-
sel progenitor dari sel myeloid.

Bila tidak diobati, mengakibatkan kematian secara


cepat dalam waktu beberapa minggu - bulan sesudah
diagnosis.
Epidemiologi
• Di Negara maju ex:Amerika Serikat, LMA merupakan 32%
dari seluruh kasus leukemia
• Lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada anak
(15%).
• > usia 30 tahun, insidensi LMA meningkat secara
eksponensial sejalan dengan meningkatnya usia.
• LMA pada orang yang berusia 30 tahun adalah 0,8%, pada
orang yang berusia 50 tahun 2,7%, sedang pada orang yang
berusia di atas 65 tahun adalah sebesar 13,7%.
Etiologi
Etiologi LMA tidak diketahui.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan / faktor predisposisi
LMA pada populasi tertentu:
• Benzene/formaldehyd, merupakan zat leukomogenik untuk
LMA
• Radiasi ionik. penelitian pd orang yg selamat dari bom atom
Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Efek leukomogenik
dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1.5tahun
sesudah pengeboman
• Trisomi kromosom 21 yang dijumpai pada penyakit herediter
sindrom Down, mempunyai risiko 10 hingga 18 kali lebih tinggi
untuk menderita leukemia, khususnya LMA tipe M7
• Pasien sindrom genetik ; sindrom Bloom dan anemia Fanconi
mempunyai risiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi
normal untuk menderita LMA
• pengobatan dengan kemoterapi sitotoksik
pada pasien tumor padat
• LMA akibat terapi merupakan komplikasi
jangka panjang yg serius dari pengobatan
limfoma, mieloma multipel, kanker
payudara, kanker ovarium dan kanker testis.
Jenis kemoterapi yang paling sering memicu
timbulnya LMA adalah golongan alkalyting
agent dan topoisomerase II inhobitor.
Patogenesis
Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada
sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di
sumsum tulang. Akumulasi blast di dalam sumsum tulang akan
menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada gilirannya
akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone
marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia
(anemia, leukopenia dan trombositopenia). Adanya anemia akan
menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat
sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tanda-
tanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan menyebabkan
pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunistis dari
flora bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu,
sel-sel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi
keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti
kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem syaraf pusat dan merusak
organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.
Tanda dan Gejala
• Tidak selalu dijumpai leukositosis : 50% Leukositosis, 15 % Normal, 35%
netropenia
• Ditemukan sel-sel blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi.
• Tanda dan gejala utama LMA : rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang.
• Perdarahan biasanya terjadi adalam bentuk purpura atau petekia di
ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina.
• Perdarahan yang lebih berat jarang terjadi kecuali jika disertai dengan
DIC. Kasus DIC ini paling sering dijumpai di tenggorokan, paru-paru, kulit
dan daerah perirektal, sehingga organ-organ tersebut harus diperiksa
secara teliti pada pasien LMA dengan demam.
• Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan
dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah,
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan
berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan
perdarahan.
• pasien dg leukosit yang sangat tinggi >100
ribu/mm3pembuluh darah vena maupun arteri sering
terjadi :
• leukostasis. Gejala leukostasis sangat bervariasi,
tergantung lokasi sumbatannya. Gejala yang sering
dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas,
nyeri dada dan priapismus.
• menimbulkan gangguan metabolisme : hiperurisemia
dan hipoglikemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel
leukosit yang berproliferasi secara cepat dalam jumlah
yang besar. Hipoglikemia terjadi karena konsumsi gula
in vitro dari sampel darah yang akan diperiksa,
sehingga akan dijumpai hipoglikemia yang
asimptomatik karena hipoglikemia tersebut hanya
terjadi in vitro tetapi tidak in vivo pada tubuh pasien.
• Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan
tanda/gejala yang bervariasi tergantung organ
yang di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit
akan menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa
benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa
sakit, sedang infiltrasi sel-sel blast di jaringan
lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit
(lkoroma). Infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusi.
Meskipun jarang, pada LMA juga dapat
dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah
meninges dan untuk penegakan diagnosis
diperlukan pemeriksaan sitologi dari cairan
serebro spinal yang diambil melalui prosedur
pungsi lumbal.
Diagnosis
diagnosis LMA ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, morfologi sel
dan pengecatan sitokimia
teknik pemeriksaan terbaru:
immunoserotyping dan analisis sitogenetik.
Kelainan Hematologis
1. Anemia dg jumlah eritrosit yg menurun sekitar 1-3 x
10/mm
2. Leukositosis dg jumlah leukosit antara 50-100 x 10 /mm.
Leukosit yg ada dalam darah tepi terbanyak adalah
mieloblas
3. Trombosit menurun
4. Mieloblas yg tampak kadang-kadang mengandung
“badan auer” suatu kelainan yg pathogonomis untuk
LMA
5. Sumsum tulang hiperseluler karena mengandung
mieloblas yg masif, sedang megakariosit dan
pronormoblas dijumpai sangat jarang
Klasifikasi
Berdasarkan pemeriksaan morfologi sel dan
pengecatan sitokimia, klasifikasi LMA terdiri dari 8
subtipe (M0 sampai M7). Klasifikasi ini dikenal
dengan nama klasifikasi FAB (French American
British). Klasifikasi FAB saat ini masih menjadi
dasar LMA. Pengecatan sitokimia yang penting
untuk pasien LMA adalah Sudan Black B (SBB) dan
mieloperoksidase (MPO). Kedua pengecatan
sitokimia tersebut akan memberikan hasil positif
pada pasien LMA tipe M1, M2, M3, M4 dan M6
Klasifikasi WHO Untuk LMA

I. LMA dengan translokasi sitogenetik rekuren


LMA dengan t (8;21)(q22;q22),AML 1 (CBFα)/ETO
APL dengan t(15;17)(q22;q11-12) dan varian-variannya, PML/RARα
LMA dengan eosinofil sumsum tulang abnormal dengan inv (16)(p13q22) atau
t(16;16)(p13;q11)CBFβ/MHY11
LMA dengan abnormalitas 11q23 (MLL)
I. LMA dengan multilineage dysplasia dengan sindrom myelodisplasia tanpa sindrom
myelodisplasia
II. LMA dan sindrom myelodisplastik yang berkaitan dengan terapi akibat obat alkilasi akibat
epipodofilotoksin (beberapa merupakan kelainan limpfoid) tipe lain
III. LMA yang tidak terspesifikasi
LMA diferensiasi minimal
LMA tanpa maturasi
LMA dengan diferensiasi monositik
Leukemia monositik akut
Leukemia eritroid akut
Leukemia megakariositik akut
Leukemia basofilik akut
Panmielosis akut dengan mielofibrosis
Terapi
Tujuan terapi AML adalah menginduksi remisi dan mencegah
kekambuhan.
• Terapi Induksi
• Untuk pasien usia 18-60 tahun terapi yang diberikan
adalah: 3 hari anthracycline (daunorubicin 60 mg/m2 ,
idarubicin 10-12 mg/ m2, atau anthracenedione
mitoxantrone 10-12 mg/m2 ) dan
• 7 hari cytarabine (100-200 mg/ m2 infus kontinu) atau
dikenal dengan “3 + 7” merupakan standar terapi induksi.
• Untuk pasien usia 60-74 tahun terapi yang diberikan serupa
dengan pasien yang lebih muda, terapi induksi terdiri dari 3
hari anthracycline (daunorubicin 45-60 mg/m2 atau
alternatifnya dengan dosis ekuivalen) dan 7 hari cytarabine
100-200 mg/m2 infus kontinu). Penurunan dosis dapat
dipertimbangkan secara individual.
Terapi konsolidasi
• Terapi konsolidasi atau pasca-induksi
diberikan untuk mencegah kekambuhan dan
eradikasi minimal residual leukemia dalam
sumsum tulang. terdapat 2 strategi utama
terapi ini, yaitu kemoterapi dan transplantasi
sel punca hematopoietik
Terapi kekambuhan
Pada sebagian besar pasien AML yang mencapai remisi komplit, leukemia akan
kambuh dalam 3 tahun setelah diagnosis. Secara umum, prognosis pasien
setelah kambuh adalah buruk.
Terapi kekambuhan bertujuan untuk mencapai remisi baru dan mengarah pada
transplantasi sel punca hematopoietik.Beberapa regimen yang digunakan
adalah:
• Cytarabine dosis sedang (0,5-1,5 g/m2 IV setiap 12 jam hari 1-3) „

• MEC (mitoxantrone 8 mg/m2 hari 1-5, etoposide 100 mg/m2 hari 1-5,
cytarabine 100 mg/m2 hari 1-5)

• FLAG-IDA (fludarabine 30 mg/m2 IV hari 1-5, cytarabine 1,5 g/m2 IV


diberikan 4 jam setelah infus fludarabine hari 1-5, idarubicin 8 mg/m2 IV
hari 3-5, GCSF 5 μg/ kg subkutan dari hari 6 sampai sel darah putih > 1 g/L)
Beberapa studi melaporkan data harapan
hidup sekitar 5-15 bulan dengan pemberian
regimen terapi salvage. Jika pasien tidak
dapat menerima terapi salvage intensif, diberi
terapi dengan intensitas lebih rendah
(misalnya cytarabine dosis rendah, agen
hipometilasi) atau perawatan suportif terbaik.
Prognosis
• LMA akibat terapi mempunyai prognosis yang
lebih buruk dibandingkan LMA de novo
sehingga di dalam klasifikasi leukemia versi
WHO dikelompokkan tersendiri.
• Hasil pengobatan tidak sebaik LLA
• Remisi dicapai 60-80% dari seluruh kasus
• 30% bebas dari leukimia selama 3-5 tahun
• 70% sembuh
• Prognosis buruk pd penderita >50 tahun,
yaitu hanya 5% yg mencapai remisi
• Referensi
Buku Ajar IPD UI Jilid II Ed IV

Hematologi klinik ringkas

Ilmu kesehatan anak kedokteran EGC

Kadia TM, Ravandi F, Cortes J, Kantarjian H. New drugs in


acute myeloid leukemia (AML). Ann Oncol. 2016. doi:
10.1093/annonc/mdw015.

Stein EM, Tallman MS. Emerging therapeutic drugs for AML.


Blood 2016;127(1):71-8. owe

JM, Lowenberg B. Gemtuzumab ozogamicin in acute myeloid


leukemia: A remarkable saga about an active drug. Blood
2013;121(24):4838-41.

You might also like