You are on page 1of 73

ISU ETIK PADA

PENANGANAN PASIEN
RIWAYAT/RIWAYAT
KELUARGA MEMILIKI
ALERGI
BAB I
1. PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

Kesehatan adalah hak asasi manusia karena itu masyarakat


berhak mendapatkan pelayanan yang bermutu (UUD 1945) dan
juga Negara berkewajiban melindungi masyarakat dari
pelayanan Kesehatan yang tidak profesional. Kita harus
melayani pasien dengan standard profesi, standard Prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien sehingga tidak
terjadinya hal-hal yang di semua orang inginkan.
Untuk mencapai hal tersebut perlu diciptakan berbagai upaya
kesehatan kepada seluruh masyarakat. Dokter sebagai salah
satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan
masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dan terkait
secara langsung dengan proses pelayanan kesehatan dan mutu
pelayanan yang diberikan.
Ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku
sebagai kompetensi yang didapat selama pendidikan akan
merupakan landasan utama bagi dokter untuk dapat
melakukan tindakan kedokteran dalam upaya pelayanan
kesehatan. Pendidikan kedokteran pada dasarnya
bertujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan bagi
seluruh masyarakat. Pada dasarnya manusia memiliki 4
dasar kebituhan:
 Kebutuhan fisiologis (kebutuhan makanan dan
minuman)
 Kebutuhan psikologis (rasa kepuasan, istirahat, santai,
dll)
 Kebutuhan sosial (dipenuhi melalui keluarga, teman, dan
komunitas)
 Kebutuhan kreatif dan spiritual (dipenuhi melalui
pengtahuan, kebenaran, cinta, dll)
Di dalam menentukan tindakan di bidang kesehatan atau
kedokteran, selain mempertimbangkan keempat kebutuhan
dasar di atas, keputusan hendaknya juga mempertimbangkan
hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan
mengakibatkan juga pelanggaran atas kebutuhan dasar di
atas terutama kebutuhan kreatif dan spiritual pasien.
Khususnya pada pasien yang memiliki riwayat alergi ataupun
riwayat keluarga alergi butuh penanganan lebih hati-hati.
Reaksi alergi adalah "mimpi buruk" bagi banyak Dokter. Alergi
obat adalah kejadian tidak diinginkan yang diakibatkan
karena pemberian suatu obat. Tuntutan kerap dilayangkan
kepada dokter karena pasien menderita alergi obat setelah
mendapat terapi dari dokter.
RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian etika kedokteran ?


2. Apa tujuan etika profesi dokter ?
3. Apa fungsi dari kode etik kedokteran ?
4. Apakah bunyi dari kode etik kedokteran di
Indonesia
5. Bagaimana etika kedokteran pada pasien?
6. Apa yang dimaksud alergi?
7. Bagaimana penanganan seorang dokter
pada pasien riwayat alergi atau riwayat
keluarga alergi?
8. Apa saja contoh kasus dari pelanggaran
kode etik kedokteran ?
9. Apa sanksi dari pelanggaran kode etik
kedokteran ?
TUJUAN

1. Mengetahui pengertian etika kedokteran.


2. Mengetahui tujuan etika kedokteran.
3. Mengetahui fungsi dari kode etik kedokteran.
4. Mengetahui etika dokter dengan pasien.
5. Mengetahui yang dimaksud dengan alergi.
6. Mengetahui penanganan pada pasien riwayat
alergi atau riwayat keluarga alergi.
7. Mengetahui contoh kasus dari pelanggaran kode
etik kedokteran.
8. Mengetahui sanksi dari pelanggaran kode etik
kedokteran.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Etika Kedokteran

Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani


adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan
(custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral
yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu“Mos” dan dalam
bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau
cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik
(kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika
dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan
sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk
penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk
pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Etika kedokteran merupakan seperangkat perilaku anggota
profesi kedokteran dalam hubungannya dengan klien / pasien,
teman sejawat dan masyarakat umumnya serta merupakan bagian
dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medis
ditinjau dari segi norma-norma / nilai-nilai moral.
Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang adalah
teori deontologi dan teleologi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
deontologi mengajarkan baik buruknya suatu perbuatan harus dilihat
dari perbuatannya itu sendiri (I Kant), sedangkan teleologi mengajarkan
untuk menilai baik buruk tindakan dengan melihat hasilnya atau
akibatnya (D Hume, J bentham, JS Mills). Deontologi lebih mendasarkan
kepada ajaran agama, tradisi dan budaya, sedangkan teleologi lebih ke
arah penalaran (reasoning) dan pembenaran (justifikasi) kepada azas
manfaat (utilitarian).
Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan bahwa untuk
mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral
(moral principle) dan beberapa rules di bawahnya. Ke – 4 kaidah dasar
moral tersebut adalah :
 Prinsip otonomi
 Prinsip beneficence
 Prinsip non maleficence
 Prinsip justice
Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar,
jujur dan terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien),
confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan fidelity (loyalitas dan
promise keeping).
Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang
harus dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan
klinis, profesional kedokteran juga mengenal etika profesi
sebagai panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of
ethical conduct). Sebagaimana diuraikan pada
pendahuluan, nilai – nilai dalam etika profesi tercermin di
dalam sumpah dokter dan kode etik kedokteran. Sumpah
dokter berisikan suatu “kontrak moral” antara dokter
dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik
kedokteran berisikan “kontrak kewajiban moral” antara
dokter dengan peer groupnya, yaitu masyarakat profesinya.
Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran
berisikan sejumlah kewajiban moral yang melekat kepada
para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah
keajiban hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara
hukum, namun kewajiban moral tersebut haruslah menjadi
“pemimpin” dari kewajiban dalam hukum kedokteran.
Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang etis.
2. Tujuan etika kedokteran

Tujuan dari etika profesi dokter adalah untuk


mengantisipasi atau mencegah terjadinya
perkembangan yang buruk terhadap profesi dokter dan
mencegah agar dokter dalam menjalani profesinya
dapat bersikap professional maka perlu kiranya
membentuk kode etik profesi kedokteran untuk
mengawal sang dokter dalam menjalankan profesinya
tersebut agar sesuai dengan tuntutan ideal. Tuntunan
tersebut kita kenal dengan kode etik profesi dokter.
3. Fungsi dari kode etik kedokteran

1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi


tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.

2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas


profesi yang bersangkutan.
4. Etika dokter dengan pasien
 Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien,
yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib
merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
 Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar
senantiasa dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya,
termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian masalah pribadi
lainnya.
 Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien
itu meninggal dunia.
 Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu
wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
bersedia dan mampu memberikannya.
5. Pengertian alergi

Alergi adalah suatu perubahan daya reaksi tubuh terhadap kontak


pada suatu zat (alergen) yang memberi reaksi terbentuknya antigen
dan antibodi.Namun, sebagian besar para pakar lebih suka
menggunakan istilah alergi dalam kaitannya dengan respon imun
berlebihan yang menimbulkan penyakit atau yang disebut reaksi
hipersensitivitas. Hal ini bergantung pada berbagai keadaan,
termasuk pemaparan antigen, predisposisi genetik, kecenderungan
untuk membentuk IgE dan faktor-faktor lain, misalnya adanya infeksi
saluran nafas bagian atas, infeksi virus, penurunan jumlah sel T-
supresor dan defisensi IgA.
Secara umum penyakit alergi digolongkan dalam beberapa
golongan, yaitu:
1. Alergi atopik : reaksi hipersensitivitas I pada individu yang
secara genetik menunjukkan kepekaan terhadap alergen dengan
memproduksi IgE secara berlebihan.
2. Alergi obat reaksi imunologi yang berlebihan atau tidak tepat
terhadap obat tertentu.
3. Dermatitiskontak : reaksi hipersensitivitas IV yang disebabkan
oleh zat kimia, atau substansi lain misalnya kosmetik, makanan,
dan lain-lain.
6. Penanganan pada pasien riwayat alergi atau riwayat keluarga alergi

Sebagai seorang dokter sebelum melakukan penatalaksanaan terhadap alergi


harus dipastikan diagnosis pasien alergi tersebut sudah tepat. Untuk
menegakkan diagnosis maka diperlukan beberapa pemeriksaan. Salah
satunya adalah Pemeriksaan Diagnostik
1. Pengukuran kadar IgE total dan spesifik dengan menggunakan metode
ELISA atau RIA.
2. Tes kulit untuk menetukan IgE spesifik dalam kulit pasien, seperti tes tusuk
(prick test), tes tempel (pacth test)
3. Tes provokasi untuk alergi makanan, antara lain tes hidung dan tes provokasi
bronkial
4. Pengukuran kadar histamin dalam darah atau urin dengan metode ELISA
atau HPLC
5. Analisis immunoglobulin serum dapat menunjukkan peningkatan basophil
dan eosinofil
6. Biopsy usus
7. Foto thorax Untuk melihat komplikasi asma dan sinus paranasal untuk
mengetahui komplikasi rinitis
8. Spirometri Untuk menentukan obstruksi saluran nafas baik beratnya maupun
reversibilitas
Untuk mengurangi gejala alergi akan dilakukan penatalaksanaan sesuai
dari diagnosis alergi pasien tersebut. Penatalaksanaan alergi pada
umunya yaitu :
1. Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab
dan eleminasi
2. Terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian : a. Antihistamin dan
obat-obat yang menghambat degranulasi sel mast dapat mengurangi
gejala-gejala alergi b. Kortikosteroid yang dihirup bekerja sebagai
obat peradangan dan dapat mengurangi gejala suatu alergi.
3. Untuk gejala yang berat dan lama, bila terapi lain tidak memuaskan
dilakukan imunoterapi melalui : Terapi desensitisasi berupa
penyuntikan berulang allergen dalam jumlah yang kecil dapat
mendorong pasien membentuk antibody IgG terhadap alergen.
Akan tetapi untuk pasien alergi obat maka
penatalaksanaan nya sedikit berbeda, yaitu:
1. Non Farmakologis, Tindakan pertama adalah
menghentikan pemakaian obat yang dicurigai.
2. Farmakologis, Penanganan gangguan alergi
berlandaskan pada tiga dasar:
a. Menghindari allergen :Adrenergik,
Antihistamin, Kromolin Sodium, Kortikosteroid
b. Imunoterapi
c. Profilaksis
7. Contoh kasus dari pelanggaran kode etik kedokteran

Contoh kasus malpraktik yang pernah terjadi ialah kasus


Sita Dewati Darmoko. Dia istri bekas Direktur Utama PT
aneka tambang, Darmoko. Menderita tumor ovarium,
Sita dioperasi di satu rumah sakit di Jakarta. Keluar dari
kamar bedah, sita malah tambah parah. Dia akhirnya
meninggal.rumah sakit menjanjikan ganti rugi Rp. 1
miliar, tapi ingkar. Akhirnya keluarga almarhum
menggugat perdata rumah sakit tersebut. Majelis
mengabulkan. Rumah sakit harus membayar Rp. 2 miliar
kepada keluarga malang itu. Hakim menyebut dokter itu
tidak teliti.
8. Sanksi dari pelanggaran kode etik kedokteran

Dalam Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006


tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin
MKDKI dan MKDKIP, menyebutkan beberapa sanksi disiplin antara lain:
1) Dokter maupun dokter gigi yang melanggar kodek etik akan
diberikan peringatan tertulis.
2) Surat tanda registrasi atau surat izin praktik dokter akan dicabut
dalam waktu sesuai ketentuan.
3) Dokter dan dokter gigi diwajibkan mengikuti pendidikan atau
pelatihan untuk meningkatkan kompetensi masing-masing
keahliannya.
Dengan ketatnya aturan yang ada maka diharapkan pada dokter dan
dokter gigi melaksanakan aturan-aturan hukum yang mengatur Rekam
Medis. Membuat rekam medis yang baik akan meningkatkan pelayanan
pada pasien dan memberikan kemudahan bagi dokter amupun dokter gigi
dalam manjalankan pelayanannya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

Etika merupakan bagian dari etika sosial yang menyangkut


bagaimana mereka harus menjalankan profesinya secara
profesional agar diterima oleh masyarakat dan memiliki value.
Dengan etika profesi diharapkan setiap profesional dapat
bekerja sebaik mungkin, serta dapat mempertanggungjawabkan
tugas yang dilakukannya dari segi tuntutan pekerjaan dan juga
menjunjung tinggi etik/etika dari profesinya masing-masing.
Maka sebagai manusia mungkin terkadang banyak hal yang
menarik perhatian kita untuk menjadi sukses bahkan bidang
Kedokteran pun sangat berpotensi tetapi apakah kita harus
menghalalkan segala vara untuk sukses dan melupakan etika
dalam berprofesi itu sendiri? jawaban hanya terdapat pda hati
kita masing-masing sangat diharapkan jawaban itu tidak hanya
dimulut saja tetapi juga dapat kita realisasikan. semoga kita
tetap menjadi manusia yang memiliki etika dalam berprofesi
2. Saran

Untuk pasien alergi dilakukan penatalaksanaan :


 Terapi tergantung dari manifestasi dan mekanisme terjadinya alergi
obat. Pengobatan simtomatik tergantung atas berat ringannya reaksi
alergi obat. Gejala ringan biasanya hilang sendiri setelah obat
dihentikan. Pada kasus yang berat kortikosteroid sistemik dapat
mempercepat penyembuhan.
 Pada kelainan kulit yang berat seperti saja SSJ, pasien harus menjalani
perawatan. Pasien memerlukan asupan nutrisi dan cairan yang
adekuat. Perawatan kulit juga memerlukan waktu yang cukup lama,
mulai dari hitungan hari hingga minggu. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah terjadinya infeksi sekunder yang membuat pasien
perlu diberikan antibiotika.
 Tatalaksana anafilaksis membutuhkan penjelasan tersendiri, dapat
dibaca pada buku Panduan Praktik Klinis Pennatalaksanaan PAPDI.
 Pada kasus urtikaria dan angioedema pemberian antihistamin saja
biasanya sudah memadai, tetapi untuk kelainan yang lebih berat
seperti vaskulitis, penyakit serum, kelainan darah, hepatitis, atau
nefritis interstisial biasanya memerlukan kortikosteroid sistemik dosis
tinggi (60-100mg prednisolon atau setaranya) sampai gejala tekendali.
Kortikosteroid tersebut selanjutnya diturunkan dosisnya secara
bertahap selama satu sampai dua minggu.
DAFTAR PUSTAKA

http://arifsugitanata0.blogspot.co.id/2016/05/makalah-etika-
kedokteran.html
https://dokumen.tips/documents/etika-kedokteran-makalah.html
http://dokterpost.com/panduan-praktik-klinis-alergi-obat-kasus-
jarang-yang-kompetensi-wajib-dokter/
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_ sdt=0%2C5&as_ vi
s=1&q=penanganan+pasien+alergi&btnG=
https://www.scribd.com/doc/186866295/makalah-alergi
http://dokterpost.com/panduan-praktik-klinis-alergi-obat-kasus-
jarang-yang-kompetensi-wajib-dokter
MAKALAH BHP HUKUM
1. Latar Belakang

Profesi kedokteran dan tenaga medis lainnya dianggap sebagai profesi


yang mulia (officium nobel) dan terhormat dimata masyarakat. Seorang
dokter sebelum melakukan praktek kedokterannya atau melakukan
pelayanan medis telah melalui pendidikan dan pelatihan yang cukup
panjang. Sekarang ini tuntutan professional terhadap profesi dokter
makin tinggi. Berita yang menyudutkan serta tudingan bahwa dokter
telah melakukan kesalahan di bidang medis bermunculan. Di negara-
negara maju yang lebih dulu mengenal istilah malpraktik medis ini
ternyata tuntutan terhadap dokter yg melakukan ketidak layakan dalam
praktek juga tidak surut.
Dewasa ini, tindak pidana di bidang medis sangat menjadi perhatian
karena perkembangannya yang terus meningkat dengan dampak/korban
yang begitu besar dan kompleks, yakni secara umum tidak hanya dapat
menguras sumber daya alam, akan tetapi juga modal manusia, modal
sosial bahkan modal kelembagaan yang dilakukan dalam upaya
memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana medis tersebut.
Karena pada dasarnya kebijakana hukum pidana upaya untuk
merumuskan kejahatan yang lebih efektif dan pada hakikatnya
merupakan bagian dari integral dari usaha perlindungan masyarakat
(social welfare). Perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia di
bidang kesehatan masih terlihat sangat kurang.
2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hukum kedokteran ?


2. Apa tujuan hukum profesi dokter ?
3. Apa fungsi dari hukum kedokteran ?
4. Apakah bunyi dari hukum kedokteran di Indonesia ?
5. Bagaimana hukum kedokteran pada pasien?
6. Apa yang dimaksud alergi?
7. Bagaimana penanganan seorang dokter pada pasien
riwayat alergi atau riwayat keluarga alergi?
8. Apa saja contoh kasus dari pelanggaran hukum
kedokteran ?
3. Tujuan

1. Mengetahui pengertian hukum kedokteran.


2. Mengetahui tujuan hukum kedokteran.
3. Mengetahui fungsi dari hukum kedokteran.
4. Mengetahui hukum dokter dengan pasien.
5. Mengetahui yang dimaksud dengan alergi.
6. Mengetahui penanganan pada pasien riwayat alergi atau
riwayat keluarga alergi.
7. Mengetahui contoh hukum dari pelanggaran kode etik
kedokteran.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Hukum Kesehatan

Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum


Kesehatan Indonesia (PERHUKI) adalah semua ketentuan hukum
yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan
kesehatan dan penerapan hak dan kewajiban baik bagi
perseorangan maupun segenap lapisan masyarakat, baik sebagai
penerima pelayanan kesehatan maupun sebagai pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan dalam dalam segala aspek,
organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medik, ilmu
pegetahuan kesehatan dan hukum, sergta sumber-sumber hukum
lain. Hukum kedokteran merupakan bagian hukum kesehatan yaitu
yang menyangkut pelayanan kesehatan.
Hukum kesehatan merupakan hukum yang masih
muda. Perkembangan di mulai pada waktu word
congress on medical law di belgia pada tahun 1967 dan
diteruskan secara periodik untuk beberapa lama. Di
indonesia, perkembangan hukum kesehatan dimulai
sejak terbentuknya kolompok studi untuk huku
kedokteran UI/RS Ciptomangunkusumo di jakarta pada
tahun 1982. Perhimpunan untuk hukum kedokteran
indonesia (PERHUKI), terbentuk di jakarta pada tahun
1983 dan berubah menjadi perhimpunan hukum
kesehatan indonesia (PERHUKI).

Hukum kesehatan mencakup komponen hukum bidang


kesehatan yang bersinggungan satu dengan yang lain
yaitu hukum kedokteran/dokter gigi, hukum
keperawatan, hukum farmasi klinik, hukum rumah sakit,
hukum kesehatan masyarakat, hukum kesehatan
lingkungan dan sebagainya (konas, PERHUKI, 1993).
2. Hukum dan Etik dalam Pelayanan Kesehatan

Mengetahui batas tindakan yang diperbolehkan


menurut hukum, merupakan hal yang sangat penting, baik
bagi dokter itu sendiri maupun bagi pasien dan para aparat
penegak hukum. Jika seorang dokter tidak mengetahui
tentang batas tindakan yang diperbolehkan oleh hukum
dan menjalankan tugas perawatannya, sudah barang
tentu dia akan ragu-ragu dalam melakukan tugas tersebut,
terutama untuk memberikan diagnosis dan terapi terhadap
penyakit yang diderita oleh pasien. Keraguan bertindak
seperti itu tidak akan menghasilkan suatu penyelesaian
yang baik, atau setidak-tidaknya tidak akan memperoleh
penemuan baru dalam ilmu pengobatan atau pelayanan
kesehatan. Bahkan bisa saja terjadi suatu tindakan yang
dapat merugikan pasien.
Disadari sepenuhnya bahwa pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh seorang dokter kepada pasien tidak selamanya
berhasil dengan baik. Adakalanya usaha tersebut mengalami
kegagalan. Faktor penyebab kegagalan ini banyak macamnya,
mungkin karena kurangnya pehaman dokter yang bersangkutan
terhadap penyakit yang diderita oleh pasien, atau karena minimnya
peralatan yang digunakan untuk melakukan diagnosis dan terapi.
Namun tidak jarang terjadinya kegagalan itu bersumber dari
faktor manusianya sendiri, yakni karena adanya kesalahan dari
dokter dalam mengadakan diagnosis dan terapi. Hal yang terakhir
ini membuat masyarakat awam beranggapan bahwa dokter telah
gagal atau dianggap gagal dalam melaksanakan tugas
perawatannya.
Pada dasawarsa terakhir ini, sering timbul reaksi defensif dari
masyarakat terhadap perkembangan pelayanan kesehatan,
reaksi itu dengan cepat membangkitkan kesadaran masyarakat
tentang hak atas pelayanan kesehatan, persoalan ini
menyebabkan aspek hukum antara dokter dengan pasien
menjadi semakin penting. Perkembangan ini di satu pihak
mengandung makna yang sangat positif karena
memperlihatkan meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap hukum pada umumnya, dilain pihak perkembangan
tersebut merupakan tantangan bagi profesi dokter dalam
upayanya memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien
yang terikat dalam hubungan transaksi terapeutik.
Hubungan kepercayaan antara dokter dengan
pasien yang tadinya sudah cukup diatur dengan kaidah-
kaidah moral, yakni melalui etika profesi atau kode etik,
kini dengan perkembangan yang terjadi, mulai dirasakan
perlunya pengaturan dengan kaidah-kaidah yang lebih
memaksa secara normatif. Kepatuhan terhadap aturan
ini tidak lagi sepenuhnya digantungkan pada kesadaran
dan kemauan bebas dari kedua belah pihak, oleh karena
itu pengaturan tersebut harus dituangkan melalui
kaidah-kaidah hukum yang bersifat memaks
Pada hakikatnya, sikap yang demikian itu muncul
karena adanya keinginan atau usaha untuk
mempertahankan hak dengan perlindungan hukum.
Aspek hukum itu dimunculkan untuk melindungi
kepentingan terhadap pemberian pelayanan kesehatan
yang dibutuhkannya. Dengan kata lain aspek hukum itu
ditimbulkan oleh perkembangan yang pesat dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan.
Dengan demikian, jika pasien atau keluarganya merasa
kepentingannya dirugikan oleh dokter, mereka akan
menempuh satu-satunya jalan yang masih terbuka
baginya, yaitu upaya gugatan hukum.
Mengingat hakikat hubungan antara dokter dengan
pasien yang diikat dalam transaksi terapeutik
sebagaimana diuraikan diatas. Apabila dipandang dari
sudut hukum, hubungan itu pada umumnya termasuk
perikatan ikhtiar, oleh karena itu kewajiban hukum atau
prestasi yang harus diwujudkan oleh dokter, adalah ikhtiar
semaksimal mungkin dalam batas keahliannya untuk
menyembuhkan pasien. Sepanjang ikhtiar yang dilakukan
oleh dokter itu didasarkan pada keahlian dan
pengetahuan yang dimilikinya, tindakan yang dilakukan
oleh dokter itu merupakan tindakan yang sah.
Wanprestasi atau ingkar janji baru terjadi apabila dokter
tidak melaksanakan prestasi sesuai dengan apa yang
disepakati, sedangkan perbuatan melanggar hukum
terjadi jika terapi yang dilakukan oleh dokter menyimpang
dari patokan atau standar yang ditentukan.
Masalahnya sekarang, adalah sangat sulit untuk menentukan kapan
suatu tindakan medis memenuhi patokan atau standar pelayanan kesehatan.
Pengaturan hukum seperti yang tercantum dalam KUHPerdata masih
bersifat terlalu umum. Untuk itu diperlukan adanya suatu pengaturan yang
isinya mengatur hubungan antara pasien dengan dokter. Dalam kaitannya
dengan hal ini Van der Mijn (1989 : 57) mengemukakan adanya sembilan
alasan tentang perlunya pengaturan hukum yang mengatur hubungan
antara pasien dengan dokter
1. Adanya kebutuhan pada keahlian keilmuan medis
2. Kualitas pelayanan kesehatan yang baik
3. Hasil guna
4. Pengendalian biaya
5. Ketertiban masyarakat
6. Perlindungan hukum pasien
7. Perlindungan hukum pengemban profesi kesehatan
8. Perlindungan hukum pihak ketiga
9. Perlindungan hukum kepentingan hukum.
Dari apa yang dikemukakan oleh Van der Mijn diatas, dapat
dilihat bahwa hubungan antara pasien dengan dokter
mempunyai aspek etis dan aspek yuridis. Artinya hubungan itu
diatur oleh kaidah hukum, baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis. Dengan demikian baik pasien maupun dokter
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab secara etis dan
yuridis, sebagai konsekuensinya mereka juga bertanggung
jawab dan bertanggung gugat secara hukum.
Dalam etika dilakukan renungan yang mendasar tentang
kapan sesuatu itu dikatakan bertanggung jawab. Artinya
pelaku harus mampu menjawab dan menjelaskan mengapa ia
melakukan perbuatan atau tindakan tertentu. Disamping itu
etika sangat dipengaruhi oleh pandangan agama, pandangan
hidup, kebudayaan, dan kekayaan yang hidup ditengah
masyarakat, sehingga sangat sulit untuk menilainya
Disamping itu, sikap dan tata nilai profesional
merupakan ciri dan pengakuan masyarakat terhadap
eksistensi profesi dalam pembangunan tatanan
kehidupan masyarakat, sehingga tata nilai profesi ini
bersangkut-paut dan terikat erat dengan nilai
humanisme atau kemanusiaan.
Hal ini terlihat pada salahsatu ciri dari profesi
dokter yakni nilai kemanusiaan. Naluri seorang dokter
akan terpanggil tidak hanya terbatas pada upayanya
bagaimana ia dapat memberi pelayanan langsung
terhadap penderita dalam membantu memecahkan
masalah kesehatan, tetapi juga seorang dokter
berupaya mengembangkan nilai-nilai
profesionalismenya melalui pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan untuk
kepentingan kemanusiaan.
3. Hubungan Pasien dengan Dokter

Dalam praktik sehari-hari, dapat dilihat berbagai hal


yang menyebabkan timbulnya hubungan antara pasien
dengan dokter, hubungan itu terjadi terutama karena
beberapa sebab: antara lain karena pasien sendiri yang
mendatangi dokter untuk meminta pertolongan mengobati
sakit yang dideritanya. Dalam keadaan seperti ini terjadi
persetujuan kehendak antara kedua belah pihak, artinya
para pihak sudah sepenuhnya setuju untuk mengadakan
hubungan hukum. Hubungan hukum ini bersumber pada
kepercayaan pasien terhadap dokter, sehingga pasien
bersedia memberikan persetujuan tindakan medik
(informed consent), yaitu suatu persetujuan pasien untuk
menerima upaya medis yang akan dilakukan setelah ia
mendapat informasi dari dokter mengenai upaya medis
yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya, termasuk
memperoleh informasi mengenai segala risiko yang
mungkin terjadi.
Alasan lain yang menyebabkan timbulnya hubungan
antara pasien dengan dokter, adalah karena keadaan
pasien yang sangat mendesak untuk segera mendapatkan
pertolongan dari dokter, misalnya karena terjadi
kecelakaan lalu lintas, terjadi bencana alam, maupun
karena adanya situasi lain yang menyebabkan keadaan
pasien sudah gawat, sehingga sangat sulit bagi dokter
yang menangani utnuk mengetahui dengan pasti
kehendak pasien. Dalam keadaan seperti ini dokter
langsung melakukan apa yang disebut dengan
zaakwaarneming sebagaimana diatur dalam Pasal 1354
KUHPerdata, yaitu suatu bentuk hubungan hukum yang
timbul bukan karena adanya ”Persetujuan Tindakan
Medik” terlebih dahulu, melainkan karena keadaan yang
memaksa atau keadaan darurat. Hubungan antara dokter
dengan pasien yang terjadi seperti ini merupakan salah
satu ciri transaksi terapeutik yang membedakannya
dengan perjanjian biasa sebagaimana diatur dalam
KUHPerdata.
Dari hubungan pasien dengan dokter yang demikian tadi,
timbul persetujuan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Pasal 1601 KUHPerdata. Bagi
seorang dokter, hal ini berarti bahwa ia telah bersedia untuk
berusaha dengan segala kemampuannya memenuhi isi
perjanjian itu, yakni merawat atau menyembuhkan penyakit
pasien. Sedang pasien berkewajiban untuk mematuhi aturan-
aturan yang ditentukan oleh dokter termasuk memberikan
imbalan jasa. Masalahnya sekarang adalah: Bagaimana jika
pasien menolak usul perawatan atau usaha penyembuhan
yang ditawarkan oleh dokter?
Tegasnya dalam hubungan antara pasien
dengan dokter diperlukan adanya persetujuan, karena
dengan adanya persetujuan ini berakibat telah
tercapainya ikatan perjanjian yang menimbulkan hak
dan kewajiban secara timbal balik. Perjanjian ini
mempunyai kekuatan mengikat dalam arti
mempunyai kekuatan sebagai hukum yang dipatuhi
oleh kedua pihak.
Dalam praktiknya, baik hubungan antara pasien
dengan dokter yang diikat dengan transaksi
terapeutik, maupun yang didasarkan pada
zaakwaarneming, sering menimbulkan terjadinya
kesalahan atau kelalaian, dalam hal ini jalur
penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Majelis
Kode Etik Kedokteran. Jika melalui jalur ini tidak
terdapat penyelesaian, permasalahan tersebut
diselesaikan melalui jalur hukum dengan melanjutkan
perkaranya ke pengadilan.
4. Hak dan Kewajiban Pasien dan Dokter
Dalam pandangan hukum, pasien adalah subjek
hukum mandiri yang dianggap dapat mengambil keputusan
untuk kepentingan dirinya. Oleh karena itu adalah suatu hal
yang keliru apabila menganggap pasien selali tidak dapat
mengambil keputusan karena ia sedang sakit. Dalam
pergaulan hidup normal sehari-hari, biasanya
pengungkapan keinginan atau kehendak dianggap sebagai
titik tolak untuk mengambil keputusan. Dengan demikian
walaupun seorang pasien sedang sakit, kedudukan
hukumnya tetap sama seperti orang sehat. Jadi, secara
hukum pasien juga berhak mengambil keputusan terhadap
pelayanan kesehatan yang akan dilakukan terhadapnya,
karena hal ini berhubungan erat dengan hak asasinya
sebagai manusia. Kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa
keadaan mentalnya tidak mendukung untuk mrngambil
keputusan yang diperlukan
Dalam hubungannya dengan hak asasi manusia, persoalan
mengenai kesehatan ini dinegara kita diatur dalam UU No. 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan, dimana dalam Bab III Pasal 1 Ayat (1) dan Pasal 4
menyebutkan: Pasal 1 (1): “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.” Selanjutnya dalam Pasal 4
dinyatakan: “Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang optimal.”
Sehubungan dengan hak atas kesehatan tersebut yang harus
dimiliki oleh setiap orang, negara memberi jaminan untuk
mewujudkannya. Jaminan ini antara lain diatur dalam Bab IV mulai dari
Pasal 6 sampai Pasal 9 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pada
bagian tugas dan tanggung jawab pemerintah.
Hak atas pelayanan kesehatan memerlukan penanganan yang
sungguh-sungguh, hal ini diakui secara internasional sebagaimana
diatur dalam The Universal Declaration of Human Rights tahun 1948.
Berbicara mengenai hak-hak pasien dalam pelayanan
kesehatan, secara umum hak pasien tersebut dapat dirinci sebagai
berikut.
1. Hak pasien atas perawatan
2. Hak untuk menolak cara perawatan tertentu
3. Hak untuk memilih tenaga kesehatan dan rumah sakit yang akan
merawat pasien
4. Hak atas informasi.
5. Hak untuk menolak perawatan tanpa izin
6. Hak atas rasa aman
7. Hak atas pembatasan terhadap pengaturan kebebasan perawatan
8. Hak untuk mengakhiri perjanjian perawatan
9. Hak atas twenty-for-a-day-visitor-rights
10.Hak pasien menggugat atau menuntut
11.Hak pasien mengenai bantuan hokum
12.Hak pasien untuk menasihatkan mengenai percobaan oleh tenaga
kesehatan atau ahlinya.
Berbarengan dengan hak tersebut pasien juga
mempunyai kewajiban, baik kewajiban secara moral
maupun secara yuridis. Secara moral pasien
berkewajiban memelihara kesehatannya dan
menjalankan aturan-aturan perawatan sesuai dengan
nasihat dokter yang merawatnya. Beberapa kewajiban
pasien yang harus dipenuhinya dalam pelayanan
kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Kewajiban memberikan informasi.
2. Kewajiban melaksanakan nasihat dokter atau tenaga
kesehatan
3. Kewajiban untuk berterus terang apabila timbul
masalah dalam hubungannya dengan dokter atau
tenaga kesehatan
4. Kewajiban memberikan imbalan jasa
5. Kewajiban memberikan ganti-rugi, apabila
tindakannya merugikan dokter atau tenaga
kesehatan.
Berdasarkan pada perjanjian terapeutik yang
menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak, dokter
juga mempunyai hak dan kewajiban sebagai pengemban
profesi. Hak-hak dokter sebagai pengemban profesi dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1. Hak memperoleh informasi yang selengkap-lengkapnya
dan sejujur-jujurnya dari pasien yang akan digunakannya
bagi kepentingan diagnosis maupun terapeutik
2. Hak atas imbalan jasa atau honorarium terhadap
pelayanan yang diberikannya kepada pasien
3. Hak atas itikad baik dari pasien atau keluarganya dalam
melaksanakan transaksi terapeutik
4. Hak membela diri terhadap tuntutan atau gugatan
pasien atas pelayanan kesehatan yang diberikannya
5. Hak untuk memperoleh persetujuan tindakan medik dari
pasien atau keluarganya.
Disamping hak-hak tersebut, dokter juga mempunyai kewajiban
yang harus dilaksanakan. Jika diperhatikan Kode Etik Kedokteran
Indonesia yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan
R.I. No. 34 Tahun 1983, didalamnya terkandung beberapa kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh dokter di Indonesia. Kewajiban-
kewajiban tersebut meliputi:
1) Kewajiban umum;
2) Kewajiban terhadap penderita;
3) Kewajiban terhadap teman sejawatnya;
4) Kewajiban terhadap diri sendiri.
Berpedoman pada isi rumusan kode etik kedokteran tersebut,
Hermien Hadiati Koeswadji mengatakan bahwa secara pokok
kewajiban dokter dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bahwa ia wajib merawat pasiennya dengan cara keilmuan
yang ia miliki secara adekuat
2. Dokter wajib menjalankan tugasnya sendiri (dalam arti secara
pribadi dan bukan dilakukan oleh orang lain) sesuai dengan
yang telah diperjanjikan, kecuali apabila pasien menyetujui
perlu adanya seseorang yang mewakilinya (karena dokter
dalam lafal sumpahnya juga wajib menjaga kesehatannya
sendiri)
3. Dokter wajib memberi informasi kepada pasiennya mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit atau
penderitaannya. Kewajiban dikter ini dalam hal perjanjian
perawatan (behandelingscontract) menyangkut dua hal yang
ada kaitannya dengan kewajiban pasien.
Di samping itu ada beberapa perbuatan atau tindakan
yang dilarang dilakukan oleh dokter, karena perbuatan tersebut
dianggap bertentangan dengan etik kedokteran. Perbuatan atau
tindakan yang dilarang tersebut adalah sebagai berikut
1. Melakukan suatu perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri
2. Ikut serta dalam memberikan pertolongan kedokteran dalam
segala bentuk, tanpa kebebasan profesi
3. Menerima uang selain dari imbalan yang layak sesuai
dengan jasanya, meskipun dengan sepengetahuan pasien
atau keluarganya.
Atas dasar hal tersebut, jika motivasi seorang dokter dalam bekerja
karena uang dan kedudukan, dokter tersebut dapat di golongkan
dalam motivasi rendah. Jika dokter cenderung untuk bekerja sedikit
dengan hasil banyak, dokter yang bersangkutan akan tergelincir
untuk melanggar kode etik dan sumpahnya. Sebaliknya jika
motivasinya berdasarkan pada keinginan untuk memenuhi
prestasi, tanggung jawab dan tantangan dari tugas itu sendiri, akan
mudah baginya untuk menghayati dan mangamalkan kode etik dan
sumpahnya. Di samping itu dia senantiasa akan melakukan
profesinya menurut ukuran yang tertinggi, serta meningkatkan
keterampilannya sehingga kemampuan untuk melaksanakan
tugasnya tidak perlu disangsikan lagi
5. Tindak pidana dibidang medis (Malpraktik)
Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical
malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut
yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat
dalam profesi tenaga perawatan berlaku norma etika dan
norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek
perlu dilihat domain apa yang dilanggar.
Yudical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai
bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice,
Civil malpractice, dan Administrativemalpractice.
6. Kasus dalam Malpraktik (Alergi)

Kasus dokter Setyaningrum ini terjadi pada awal tahun 1979. Dokter
Setyaningrum adalah dokter di Puskesmas Kecamatan Wedarijaksa,
Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Pada sore hari, dokter Setyaningrum menerima pasien, Nyonya Rusmini (28
tahun). Nyonya Rusmini ini merupakan istri dari Kapten Kartono (seorang
anggota Tentara Nasional Indonesia). Nyonya Rusmini ini menderita
pharyngitis (sakit radang tenggorokan). “Orang dahulu” jika belum disuntik
maka ia belum merasa sembuh. Jadi, pada zaman dahulu banyak orang yang
dalam sakit apapun, diminta untuk disuntik baik dalam sakit ringan
maupun berat.
Pada saat itu, dokter Setyaningrum langsung menyuntik/menginjeksi
pasiennya (Nyonya Rusmini) dengan Streptomycin. Streptomycin adalah
obat yang termasuk kelompok aminoglycoside. Streptomycin ini bekerja
dengan cara mematikan bakteri sensitif, dengan menghentikan
pemroduksian protein esensial yang dibutuhkan bakteri untuk bertahan
hidup. Streptomycin ini berguna untuk mengobati tuberculosis (TB) dan
infeksi yang disebabkan oleh bakteri tertentu.
Ternyata, beberapa menit kemudian, Rusmini mual dan kemudian
muntah. Dokter Setyaningrum sadar bahwa pasiennya itu alergi
dengan penisilin. Oleh karena itu, ia segera menginjeksi Nyonya
rusmini dengan cortisone. Cortisone merupakan obat antialergi. Tapi,
hal itu tak membuat perubahan. Tindakan itu malah memperburuk
kondisi Nyonya Rusmini. Dalam keadaan yang gawat, dokter
Setyaningrum meminumkan kopi kepada Nyonya Rusmini. Tapi,
tetap juga tidak ada perubahan positif. Karena itu, sang dokter
kembali memberi suntikan delladryl (juga obat antialergi).
Nyonya Rusmini semakin lemas, dan tekanan darahnya semakin
rendah. Dalam keadaan gawat itu, dokter Setyaningrum segera
mengirim pasiennya ke RSU R.A.A. Soewondo, Pati, sekitar 5 km dari
desa itu untuk mendapat perawatan. Pada saat itu, kendaraan untuk
mengantarkan ke rumah sakit, belum semudah yang dibayangkan
sekarang. Untuk mencari kendaraan saja memerlukan waktu
beberapa menit. Setelah lima belas menit sampai di RSU Pati, pasien
tidak tertolong lagi. Nyonya Rusmini meninggal dunia. Kapten
Kartono kemudian melaporkan kejadian itu kepada polisi.
Pengadilan Negeri Pati di dalam Keputusan P.N. Pati
No.8/1980/Pid.B./Pn.Pt tanggal 2 September 1981 memutuskan
bahwa dokter Setyaningrum bersalah melakukan kejahatan tersebut
pada pasal 359 KUHP yakni karena kealpaannya menyebabkan
orang lain meninggal dunia dan menghukum terdakwa dengan
hukuman penjara 3 bulan dengan masa percobaan 10 bulan.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Dokter pada kasus ini
melakukan malpraktik kategori Criminal Malpractice yang bersifat
negligence atau kealpaan, dimana disebabkan ke alpaan atau
tindakan kurang hati-hati dari dokter yang menyebabkan kematian
pada pasien.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum


maka sudah selayaknya jika hukum dijadikan supremasi
termasuk juga dalam bidang kesehatan dan kedokteran.
Hukum dalam bidang kesehatan dikenal dengan hukum
kesehatan. Harapan dengan adanya hukum kesehatan ini
adalah bahwa agar semua orang tunduk dan patuh
kepadanya tanpa terkecuali. Kondisi seperti ini akan
tercapai jika tersedia perangkat hukum yang mengatur
seluruh sektor kehidupan termasuk sektor atau bidang
kesehatan. Oleh sebab itu perlu diciptakan perangkat
hukumnya yang akan menentukan pola kehidupan di
dalam subsektor kesehatan
Daftar Pustaka
http://arifsugitanata0.blogspot.co.id/2016/05/makalah-etika-kedokteran.html
https://dokumen.tips/documents/etika-kedokteran-makalah.html
http://dokterpost.com/panduan-praktik-klinis-alergi-obat-kasus-jarang-yang-
kompetensi-wajib-dokter/
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&as_vis=1&q=penangan
an+pasien+alergi&btnG=
https://www.scribd.com/doc/186866295/makalah-alergi
http://dokterpost.com/panduan-praktik-klinis-alergi-obat-kasus-jarang-yang-
kompetensi-wajib-dokter
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/36057/Chapter%20I.pdf;jse
ssionid=9936FF35A1BA7CAB03166A469D38287F?sequence=4
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf
https://verdiferdiansyah.wordpress.com/2011/04/12/kasus-dokter-setyaningrum/
Kresno, Siti Boedina. 1996. IMUNOLOGI : Diagnosis dan Prosedur
Laboratorium.Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Yusuf al-haji ahmad,mausu’ah al-I’jaz al- ‘ilmiyy fi al-quran al-karim wa as-sunnah
al mutahharah, ensklopedi kemukjizatan ilmiah dalam al-qur’an dan sunnah
https://www.scribd.com/doc/145406677/Makalah-Aspek-Sosial-Budaya-Yang-
Mempengaruhi-Kesehatan-Dalam-Masyarakat
ISU AGAMA PADA
PENANGANAN
PASIEN
RIWAYAT/RIWAY
AT KELUARGA
MEMILIKI
ALERGI
PENGERTIAN ALERGI

Alergi adalah respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh. Orang-orang


yang memiliki alergi memiliki sistem kekebalan tubuh yang bereaksi
terhadap suatu zat biasanya tidak berbahaya di lingkungan. Ini substansi
(serbuk sari, jamur, bulu binatang, dll) disebut alergen. , serangkaian
kegiatan menciptakan reaksi alergi:
■Tubuh mulai menghasilkan antibodi jenis tertentu, yang disebut IgE, untuk
mengikat allergen.
■Antibodi melampirkan ke bentuk sel darah yang disebut sel mast. sel Mast
dapat ditemukan di saluran udara, di usus, dan di tempat lain. Kehadiran sel
mast dalam saluran udara dan saluran pencernaan membuat daerah ini
lebih rentan terhadap paparan alergen.
■Mengikat alergen ke IgE, yang melekat pada sel mast. Hal ini
menyebabkan sel mast untuk melepaskan berbagai bahan kimia ke dalam
darah. Histamin, senyawa kimia utama, menyebabkan sebagian besar
gejala reaksi alergi
Gejala umum dari suatu reaksi alergi terhadap alergen yang terhirup atau kulit
meliputi:
■Gatal, mata berair
■Bersin
■Gatal, hidung beringus
■Ruam
■Merasa lelah atau sakit
■Hives (gatal-gatal dengan bercak merah dibangkitkan)
Eksposur lainnya dapat menyebabkan reaksi alergi yang berbeda:
■Makanan alergi. Reaksi alergi terhadap alergen makanan juga bisa menyebabkan
kram perut, muntah, atau diare.
■Sengatan serangga. Reaksi alergi terhadap sengatan dari lebah atau serangga lain
menyebabkan pembengkakan lokal, kemerahan, dan nyeri.
Kerasnya reaksi alergi, gejala dapat sangat bervariasi:
■Gejala ringan mungkin tidak begitu kentara, hanya membuat Anda merasa sedikit,
■Sedang gejala dapat membuat Anda merasa sakit, seolah-olah Anda, mendapat flu
atau bahkan dingin.
■Parah reaksi alergi sangat tidak nyaman, bahkan melumpuhkan.
Prinsip-Prinsip
Pengobatan dalam
Islam
■Keyakinan bahwa yang menyembuhkan adalah Allah SWT.
■Menggunakan obat halal dan thoyyib (baik), serta tidak sekali-
kali menggunakan obat-obatan yang haram atau tercampur
dengan bahan yang haram.
■Pengobatan yang tidak membawa mudharat (bahaya), tidak
mencacatkan (merusak) tubuh.
■Tidak berbau takhayul, khurafat, dan bid’ah.
■Mencari yang lebih baik, berdasarkan kaedah Islam dan ilmu-
ilmu perobatan.
■Mengambil sebab melalui ikhtiar (berusaha) serta tawakal
(berserah diri).
Macam-Macam
Pengobatan ala Nabi
Muhammad SAW

■Spiritual Illahiyah (do’a dan dzikir dikenal dengan


istilah Ruqyah Syar’iyah)
■Materi Natural (obat alamiah seperti madu, zam-
zam, zaitun, habbatussauda’, talbinah, kurma, dll)
■Bersifat Terapi (Hijamah atau bekam)
■Kombinasi dari ketiganya
ISU SOSIAL
BUDAYA PADA
PENANGANAN
PASIEN
RIWAYAT/RIWAY
AT KELUARGA
MEMILIKI ALERGI
PENGERTIAAN MASYARAKAN
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu
dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Polainteraksi sosial
dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu
masyarakat.Adapun pengertian masyarakat menurut para ahli antara lain :
■Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup
bersama dan menghasilkankebudayaan.
■Menurut Paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan
manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang
cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu,mempunyai kebudayaan
sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok
/kumpulan manusia tersebut.
■Menurut Koentjaraningrat (1996):
masyarakat adalah kesatuan hidup
manusia yang berinteraksisesuai
dengan sistem adat istiadat tertentu
yang sifatnya berkesinambungan dan
terikat oleh rasaidentitas bersama
PENGERTIAAN
KEBUDAYAAN
■Herskovits memandang kebudayaan sebagai
sesuatu yang turun temurun dari satu generasi
kegenerasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic.
■Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian nilai sosial,normasosial, ilmu
pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur
sosial, religius, dan lain-lain,tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri
khas suatu masyarakat.
Mempengaruhi
Perilaku Kesehatan
dan Status
Kesehatan
Menurut G.M foster(1973)Aspek budaya
yang dapat mempengaruhi kesehatan
seseorangantaa lain adalah:
■1. Tradisi
■2. sikap fatalism
■3. nilai
■4. ethnocentrisme
■5. unsur budaya dipelajari pada
tingkat awal dalam proses sosialisasi.
komunikasi
antara pasien
dengan dokter
Biasanya komunikasi yang terjadi
antara dokter dengan pasien
terbilang singkat, dokter hanya
menanyakan seperlunya saja, tidak
ada waktu yang cukup untuk mereka
saling berbincang-bincang, padahal
perbincangan diantara keduanya
sangat bermanfaat bagi dokter
untuk dapat memahami lebih dalam
apa yang menjadi keluhan atau
penyakit yang dialami oleh pasien.
■Dokter harus bersikap hati-hati dalam penyampaian
informasi yang mengandung risiko ini, apabila dokter
tidak berhati-hati akan mengakibatkan pasien merasa
stres atau terbebani jiwanya karena mengetahui sakit
yang dideritanya tergolong penyakit yang parah.
Contoh kasus yang
terjadi mengenai
komunikasi antara
pasien dengan dokter
■Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang
cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya
bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan
keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien,
umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan
dokter (superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau
hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja (Konsil Kedokteran
Indonesia, 2006:1). Komunikasi yang baik dan berlangsung dalam
kedudukan setara (tidak superior-inferior) sangat diperlukan agar
pasien mau atau dapat menceritakan sakit atau keluhan yang
dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi efektif mampu
mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang
rencana tindakan selanjutnya, sedangkan 5 komunikasi tidak efektif
akan mengundang masalah (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006:1).
Terimakasih!

Any questions?

You might also like