Anak Cacat • Gangguan jasmani/ rohani/ sosial • Butuh pendidikan/ pelayanan khusus pertumbuhan dan perkembangan seoptimal mungkin Pembagian : • Tuna jasmani (physical handicap) misal : tuli bisu ( tuna rungu & wicara ); buta ( netra ); lumpuh ( tuna ortopedik ) • Tuna rohani ( mental handicap ) misal : IQ • Tuna sosial ( maladjusted children ) misal : Anak Nakal, autism Tuna Neurologis : cacat karena penyakit SSP ( epilepsi) Penyebab Tuna Netra : • Kelainan bawaan • Kecelakaan • Penyakit infeksi scarlet fever, variola, difteri • Oftalmia neonatorium, Trakhoma, defisiensi vitamin A, retrolental fibroplasia Penyebab gangguan pendengaran • Kelainan bawaan alat pendengar • Penyakit telinga misal Otitis media • Kerusakan alat pendengar , karena luka kebakaran, jatuh/ kemasukan benda asing Penyebab gangguan bicara • Kongenital – Retardasi mental – Ketulian – Cerebral Palsy – Anomali alat bicara perifer – Gangguan perkembangan bicara • Didapat – Afasia – Disarthria – Psikogenik – Sosiokultural Penyebab lumpuh ( tuna ortopedik) • Kelainan bawaan dan poliomielitis • Kecelakaan, Osteomielitis, gejala sisa meningitis atau ensefalitis. TUNA MENTAL • IQ > 140 : genius (high gifted) • 110 – 140 : superior (rapid learner & gifted) • 90 – 110 : Normal (average) • 80 – 90 : sub normal (slow learner) • 50 – 70 : Debil masih dapat dididik dan dilatih dalam batas tertentu. • 20 – 50 : Imbesil tidak dapat dididik tetapi dalam batas tertentu masih dapat dilatih • < 20 : Idiot tidak dapat dididik/ dilatih. KENAKALAN ANAK • Pelanggaran hukum atau peraturan yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur (10 – 18 tahun ) atau kelakuan anti sosial yang dapat mengancam keselamatan anak atau umum. • Penyebabnya : individuil (kepribadian & tingkah laku; keadaan jasmani & mental), latar belakang keluarga dan faktor sosial ( keadaan ekonomi; interaksi masyarakat ) AUTISME • Autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan yang memengaruhi interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku. GEJALA AUTISME • Kategori pertama adalah gangguan interaksi sosial dan komunikasi. Gejala ini meliputi gangguan pemahaman dan kepekaan terhadap perasaan orang lain serta penguasaan bahasa yang lamban. • Kategori kedua adalah pola pikir, minat, dan perilaku yang terbatas dan bersifat mengulang. Contoh gerakan repetitif, misalnya mengetuk-ngetuk atau meremas tangan, dan merasa kesal saat rutinitas tersebut terganggu. • Penyandang autisme juga cenderung memiliki masalah dalam belajar dan kondisi kejiwaan lain, misalnya gangguan hiperaktif atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), gangguan kecemasan, atau depresi. GEJALA DALAM INTERAKSI & KOMUNIKASI SOSIAL • Perkembangan bicara yang lamban (misalnya tidak bisa bicara lebih dari 10 kata saat usianya dua tahun) atau sama tidak bisa bicara. • Tidak pernah mengungkapkan emosinya • Tidak peka terhadap perasaan orang lain. • Tidak merespons saat namanya dipanggil, meski indera pendengarannya normal. • Tidak mau bermanja-manja atau berpelukan dengan orang tua atau saudara. • Cenderung menghindari kontak mata. • Jarang menggunakan bahasa tubuh serta ekspresi wajah saat berkomunikasi. • Tidak bisa memulai percakapan, meneruskan obrolan, atau hanya bicara saat meminta sesuatu. • Nada bicara yang tidak biasa, misalnya datar seperti robot. • Sering mengulang kata-kata dan frasa, tapi tidak bisa menggunakannya dengan tepat. • Cenderung terlihat tidak memahami pertanyaan atau petunjuk yang sederhana. • Tidak memahami interaksi sosial yang umum, misalnya cara menyapa. GEJALA DALAM POLA PERILAKU • Memiliki kelainan dalam pola gerakan, misalnya selalu berjinjit. • Lebih suka rutinitas yang familier dan marah jika ada perubahan. • Tidak bisa diam. • Melakukan gerakan repetitif, misalnya mengibaskan tangan, mengayunkan tubuh ke depan dan belakang, atau menjentikkan jari. • Cara bermain repetitif dan tidak imajinatif, misalnya menyusun balok berdasarkan ukuran atau warna daripada membangun sesuatu yang berbeda. • Hanya menyukai makanan tertentu, misalnya memilih makanan berdasarkan tekstur atau warna. • Sangat terpaku pada topik atau kegiatan tertentu dengan intensitas fokus yang berlebihan. • Cenderung sensitif terhadap cahaya, sentuhan, atau suara, tapi tidak merespons terhadap rasa sakit. GANGGUAN LAIN DARI AUTISME
• Penyandang autisme umumnya juga memiliki
gejala atau pengaruh dari gangguan yang lain, misalnya hiperaktif (ADHD), epilepsi, sindrom Tourette, gangguan obsesif kompulsif (OCD), depresi, gangguan cemas menyeluruh, gangguan belajar, serta gangguan bipolar. • Tiap gangguan tersebut mungkin membutuhkan penanganan secara terpisah, misalnya obat-obatan atau terapi perilaku kognitif. ETIOLOGI AUTISME • Autisme tanpa faktor penyebab dasar atau autisme primer merupakan jenis autisme yang paling umum terjadi. Jumlahnya diperkirakan mencapai 90 persen dari keseluruhan penyandang autisme. • Dalam kasus-kasus tertentu, autisme juga mungkin disebabkan oleh suatu penyakit atau faktor lingkungan. Autisme sekunder ini jarang terjadi dan hanya dialami sekitar 10 persen penyandang autisme. • Ada beberapa faktor genetika dan lingkungan yang diperkirakan dapat memicu autisme, tetapi penyebab pastinya belum diketahui. Ada juga beberapa hal yang dikira menyebabkan autisme, tapi ternyata tidak terbukti, yaitu: – Senyawa thiomersal yang mengandung merkuri (digunakan sebagai pengawet untuk beberapa vaksin). – Vaksin campak, gondong, dan rubela (MMR). – Pola makan, seperti mengonsumsi gluten atau produk susu. – Pola asuh anak. – Selain itu, ada beberapa kategori yang dapat digunakan untuk mengelompokkan faktor pemicu risiko autisme, di antaranya: FAKTOR PEMICU AUTISME
• Faktor Keturunan Dalam Autisme
Mutasi dari gen tertentu dapat mempertinggi risiko autisme pada anak. Ada gen-gen keturunan tertentu yang dipercaya dapat membuat anak-anak lebih rentan terhadap autisme. FAKTOR PEMICU AUTISME
• Pengaruh Kelahiran dan Masa Dalam Kandungan
Seorang anak mungkin terpajan faktor-faktor lingkungan tertentu selama berada dalam kandungan. Sebagian peneliti mengungkapkan teori bahwa anak yang terlahir rentan terhadap autisme hanya akan positif mengidap autisme jika terpajan faktor pemicu tertentu dari lingkungan, antara lain: – Kelahiran prematur. – Terpajan alkohol atau obat-obatan, misalnya sodium valproate yang terkadang digunakan untuk mengobati epilepsi, selama dalam kandungan. FAKTOR PEMICU AUTISME • Pengaruh Faktor Neurologis Gangguan spesifik pada perkembangan otak dan sistem saraf juga dapat berpengaruh. Menurut teori medis dan penelitian pemetaan otak yang mempelajari penyandang autisme, koneksi antara bagian-bagian otak mungkin mengalami kekacauan atau menjadi hipersensitif. Koneksi yang kacau atau hipersensitif tersebut mengakibatkan para penyandang autisme tiba-tiba merasakan respons emosional berlebihan saat melihat objek atau kejadian sepele. Mungkin inilah alasan para penyandang autisme menyukai rutinitas dan sangat marah jika terjadi perubahan. Rutinitas memberi mereka pola perilaku yang tidak memancing respons emosional yang berlebihan. FAKTOR PEMICU AUTISME • Pengaruh Faktor Psikologis Dalam Autisme Salah satu faktor risiko yang diperkirakan memengaruhi gejala penyandang autisme adalah perbedaan mereka dalam pola pikir. Sebuah konsep yang dikenal sebagai ‘teori pikiran’ (theory of mind) menjadi dasar dalam berbagai penelitian yang mendalami kemungkinan pengaruh faktor psikologis terhadap autisme. Teori ini memaparkan tentang kemampuan seseorang untuk memahami kondisi kejiwaan orang lain dan menyadari bahwa tiap individu memiliki keinginan, keyakinan, emosi, serta hasrat masing-masing. Anak-anak yang normal dianggap sudah memahami teori pikiran saat berusia sekitar empat tahun. Sedangkan anak- anak dengan autisme memiliki pemahaman terbatas atau tidak sama sekali tentang teori pikiran. Keterbatasan inilah yang mungkin menjadi akar permasalahan mereka dalam interaksi sosial serta menjadi alasan adanya gejala psikologis dalam autisme. FAKTOR PEMICU AUTISME
• Pengaruh Usia Ibu
Risiko sang anak mengidap autisme diperkirakan semakin meningkat jika sang ibu menjalani masa kehamilan dan melahirkan pada usia lebih tua (terutama, di atas 35 tahun). TERAPI AUTISME • Program penanganan tersebut akan mempunyai efek yang berbeda dalam mempengaruhi perkembangan bagi satu anak dan anak lainnya hingga dewasa, karena setiap anak dengan autisme memiliki kebutuhan yang berbeda-beda untuk tumbuh. • Program penanganan pada penderita autisme secara garis besar meliputi : – terapi wicara – untuk membantu memperbaiki interaksi sosial – terapi okupasi – membantu perkembangan motorik halus – terapi perilaku – menemukan latar belakang perilaku sensitif dan memberikan solusi – terapi pendidikan • Intervensi Interaksi Sosial Jenis bantuan ini bertujuan membantu penyandang autisme anak- anak untuk berkomunikasi dan berinteraksi sehingga mereka lebih mudah beradaptasi. Intervensi dini ini juga mungkin diadakan di sekolah atau bersama orang tua dan guru.
• Analisis Perilaku Terapan (ABA)
ABA (Applied Behaviour Analysis) membagi kemampuan (misalnya, kemampuan komunikasi dan kognitif) menjadi tugas-tugas sederhana yang diajarkan secara terstruktur serta memberikan hadiah atau pujian untuk mendorong perilaku baik. ABA biasanya dilakukan di rumah, tapi ada program tertentu yang terkadang dapat diterapkan di sekolah atau tempat penitipan anak. Tugas-tugas sederhana yang lama-kelamaan semakin kompleks dalam jenis terapi yang banyak dipakai di Indonesia ini dapat membantu perkembangan sang anak dengan meningkatkan kemampuannya secara bertahap. Tetapi ada sebagian pakar yang mengkhawatirkan intensitasnya dan meragukan kegunaan kemampuan yang dikembangkan tersebut di luar terapi. • Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children (TEACCH) Ada penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak dengan autisme sering menunjukkan respons yang lebih baik terhadap informasi yang diberikan secara visual. Karena itulah TEACCH mengutamakan sistem pembelajaran terstruktur menggunakan komunikasi visual. Pengajaran dan Pelatihan Untuk Orang Tua • Peran orang tua bagi anak-anak penyandang autisme sangatlah penting. Partisipasi aktif orang tua akan mendukung dan membantu meningkatkan kemampuan sang anak. • Mencari informasi sebanyak mungkin tentang autisme serta penanganannya sangat dianjurkan untuk para orang tua. Anda bisa mencari tahu lebih banyak melalui Masyarakat Peduli Autis Indonesia (MPATI), Yayasan Autisma Indonesia, serta International Center for Special Care in Education (ICSCE). • Membantu anak Anda untuk berkomunikasi dapat mengurangi kecemasan dan memperbaiki perilakunya karena komunikasi adalah hambatan khusus bagi anak-anak dengan autisme. Kiat-kiat mungkin bisa berguna: • Gunakan kata-kata yang sederhana. • Selalu menyebut nama anak saat mengajaknya bicara. • Manfaatkan bahasa tubuh untuk memperjelas maksud Anda. • Berbicara pelan-pelan dan jelas. • Beri waktu pada anak Anda untuk memproses kata-kata Anda. • Jangan berbicara saat di sekeliling Anda berisik. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Ada beberapa penanganan yang biasanya dianjurkan untuk mengatasi gangguan komunikasi yang dialami anak Anda, yaitu: • Bantuan terapi psikologi Penanganan secara psikologis dapat dianjurkan untuk membantu pengobatan jika anak Anda menderita autisme dan masalah kejiwaan, seperti gangguan kecemasan. Contoh dari jenis penanganan ini adalah terapi perilaku kognitif atau Cognitive Behavioural Therapy (CBT). Terapi psikologis umumnya dilakukan dengan menemui psikolog untuk menceritakan perasaan serta dampaknya pada perilaku dan kesejahteraan. Karena itu para spesialis yang terlibat harus menyesuaikan metode terapi dengan keterbatasan yang dimiliki penyandang autisme. Misalnya, informasi dalam bentuk tulisan atau visual dan menggunakan bahasa yang sederhana. • Terapi wicara Hampir semua anak dengan autisme mengalami kesulitan bicara. Terapi ini mengutamakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan bicara sehingga anak mampu berinteraksi dengan orang lain. Ahli terapi akan menggunakan sejumlah teknik seperti alat bantu visual, cerita, dan mainan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi. • Picture Exchange Communication System (PECS) Ahli terapi PECS akan menggunakan gambar untuk membantu anak-anak dengan autisme. Cara ini dipilih karena gambar lebih efektif untuk berkomunikasi bagi sebagian penyandang autisme anak-anak. Pada tahap awal, anak-anak akan diajari cara komunikasi sederhana seperti memberikan kartu bergambar untuk berkomunikasi dengan orang dewasa. Lalu ahli terapi akan mengajarkan kemampuan yang lebih sulit, misalnya menggunakan kartu bergambar untuk membentuk kalimat. Proses ini bertujuan agar anak-anak belajar memulai komunikasi tanpa diminta.
• Metode komunikasi Makaton
Makaton adalah metode komunikasi menggunakan bahasa isyarat dan simbol untuk membantu penyandang autisme berkomunikasi. Metode ini dirancang untuk membantu komunikasi verbal. Karena itu, bahasa isyarat dan simbol biasanya digunakan bersamaan dengan perkataan agar artinya dapat lebih dimengerti. Tiap gerakan bahasa isyarat Makaton memiliki simbol masing-masing berupa gambar sederhana. Simbol tersebut juga bisa digunakan tanpa bahasa isyarat. Makaton sangat fleksibel karena bisa digunakan sesuai kebutuhan masing-masing pemakainya. Misalnya untuk: – Mengungkapkan pikiran, pilihan, dan emosi. – Menandai objek, gambar, foto, dan tempat. – Bermain dan bernyanyi. – Menulis resep, daftar belanja, surat, dan pesan. – Membantu menunjukkan jalan atau gedung. Sebagian besar penyandang autisme yang awalnya menggunakan Makaton lama-kelamaan akan berhenti secara alami dan beralih pada kemampuan komunikasi verbal seiring dengan perkembangan kemampuan bicara mereka. Selain meningkatkan kemampuan dasar komunikasi pada sebagian penyandang autisme, Makaton juga dapat membantu proses interaksi sosial mereka. • Penggunaan Obat-obatan Walau tidak bisa menyembuhkan autisme, obat-obatan mungkin diberikan dokter spesialis yang bersangkutan untuk mengendalikan gejala-gejala tertentu. Tetapi anak Anda biasanya dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang setelah meminumnya selama beberapa minggu karena obat-obatan tersebut memiliki efek samping yang signifikan. Beberapa jenis obat yang biasa diberikan adalah: Depresi yang dapat diatasi dengan jenis obat penghambat pelepasan selektif serotonin (SSRI). Sulit tidur yang dapat diatasi dengan obat seperti melatonin. Hiperaktif yang dapat diatasi dengan obat seperti methylphenidate. Epilepsi yang dapat diatasi dengan jenis obat yang disebut antikonvulsan. Perilaku yang agresif dan yang membahayakan, seperti mengamuk atau menyakiti diri sendiri. Jika parah atau penanganan secara psikologis tidak berpengaruh, kelainan ini mungkin dapat diatasi dengan obat anti-psikotik.
• Metode Pengobatan yang Sebaiknya Dihindari
Ada sejumlah metode pengobatan alternatif yang dikira berpotensi untuk mengatasi autisme, tapi keefektifannya sama sekali belum terbukti dan bahkan ada kemungkinan beberapa di antaranya berbahaya. Berikut ini adalah beberapa metode pengobatan alternatif yang sebaiknya dihindari: – Pola makan khusus, misalnya makanan bebas gluten atau kasein. – Terapi neurofeedback. Aktivitas otak biasanya dipantau lewat elektroda yang dipasang di kepala. Pasien bisa melihat gelombang otaknya lewat layar dan diajari cara mengubahnya. – Terapi khelasi yang menggunakan obat atau zat lain untuk menghilangkan zat logam, terutama merkuri, dari tubuh. – Terapi oksigen hiperbarik. Pengobatan dengan oksigen dalam ruang udara bertekanan tinggi.