You are on page 1of 14

OLEH KELOMPOK 3 :

• JOY ADJADAN
• NEYBI SAHABANG
• YULCE APENA
• ELMA KOJONGIAN
 Perubahan Biokimia Daging
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi. Daging Adalah salah satu komoditi yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi protein dimana protein daging
mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging didefinisikan sebagai
urat daging (otot) yang melekat pada kerangka.

Daging sapi Daging kambing Daging ayam Daging babi


Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas
daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan
dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres.

a. Perubahan setelah penyembelihan


Penyembelihan menyebabkan penyediaan oksigen ke otot menjadii
terhenti (jantung dan aliran darah berhenti), persediaan glikogen tidak ada lagi
di otot, hasil sisa metabolisme tdk dapat dikeluarkan dari otot, sehingga terjadi
perubahan fisik dan kimiawi pada daging yaitu :
1. Perubahan suhu
 menurun, dimana suhu darah akan menuju pada suhu sekitar dibawahnya
 suhu jaringan mungkin naik 1-2. Hal ini dipengaruhi oleh besar kecil ternak.
Hal ini disebabkan oleh adanya proses glikolisis, yang mengubah glikogen
menjadi asam laktat. Dimana proses glikolisis terjadi secara anaerobic yang
berbeda dgn pernafasan pada saat hidup. Sehingga proses ini termasuk reaksi
eksotermis.
2. Perubahan pH

Perubahan pH : kandungan asam laktat yang tertimbun dalam otot,


ditentukan oleh kadar glikogen dan penanganan sebelum penyembelihan. pH
akhir yang tercapai mempunyai beberapa pengaruh dalam mutu daging :

 pH rendah (5,1 –6,1) daging punya struktur terbuka. Hal ini sangat diinginkan
untuk pengasinan, warna merah cerah disukai konsumen, flavor yang lebih
disukai, baik dalam kondisi telah dimasak atau diasin dan stabilitas lebih
baik terhadap kerusakan m.o. (mikroorganisme). pH rendah : disukai untuk
mempertahankan factor mutu penting daging .

 pH tinggi (6,2 – 7,2), daging pada tahap akhir struktur tertutup dgn warna
merah-ungu tua, rasa kurang enak dan keadaan  perkembangan m.o. pH
tinggi : WHC (water hold capacity) utk daging yg digunakan industri (
produksi pasta daging, daging cacah.)
b. Aging (Pelayuan)
Hewan yang baru dipotong dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi
perubahan-perubahan sehingga jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah
digerakkan. Keadaan inilah yang disebut dengan rigor mortis.
Dalam kondisi rigor, daging menjadi lebih alot dan keras dibandingkan dengan
sewaktu baru dipotong. Oleh karena itu, jika daging dalam keadaan rigor dimasak, akan
alot dan tidak nikmat. Untuk menghindarkan daging dari rigor, daging perlu dibiarkan
untuk menyelesaikan proses rigornya sendiri. Proses tersebut dinamakan proses aging
(pelayuan). Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan
cara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur di atas titik
beku daging (-1,50C). Daging yang kita beli di pasar atau swalayan adalah daging yang
telah mengalami proses pelayuan. Selama pelayuan, terjadi aktivitas enzim yang mampu
menguraikan tenunan ikat daging. Daging menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih
empuk, dan memiliki flavor yang lebih kuat.
c. Perubahan Pasca Mortem Jaringan Otot

1. Fase pre-rigor

 Tingkat pH dan ATP  tinggi dan pemecahan ATP menjadi energi namun relatif masih kecil dan belum
cukup kuat untuk berkontraksi. Sebagian hasil pemecahan ATP digunakan dalam proses glikolisisuntuk
menghasilkan energi dan asam laktat.

 Bila keadaan ini daging dibekukan, maka proses enzimatis dan glikolisis yang ada sangkut pautnya
dengan rigor akan terhenti selama penyimpanan dalam keadaan beku.

 Bila daging dithawing (dicairkan kembali dari keadaan beku), proses enzimatis mulai lagi dan terjadi
bersama-sama proses rigor dan proses ini disebut Thaw rigor. Gejala “thaw rigor” adalah gejala dimana
otot mengerut sampai pada tahap pengerutan yang cukup banyak dan pada waktu itu juga mengeluarkan
sejumlah cairan dalam bentuk tetesan berjumlah 30-40% dari berat otot daging. Menyebabkan daging
menjadi lebih kenyal dan liat. Terjadi karena pelepasan ion Ca+ yang sangat drastic  pemecahan ATP
sangat cepat. Menyebabkan terjadinya persilangan aktin dan miosinyang sangat intensif dan cepat
sehingga sarkomer memendek dan mengerut  daging menjadi liat dan kenyal.

 Daging didinginkan pada 0-15° C akan terjadi penciutan sarkomer yang maksimum  mengakibatkan
pengerutan dingin (cold shortening). Pengerutan ini tidak begitu hebat  pengerasan otot karkas1
b. Fase Rigor

Terjadi rigor mortis yi keadaan dimana karkas menjadi kaku/tegang


yang terjadi antara 24-48 jam setelah penyembelihan Adalah istilah yang
diberikan untuk menunjukan keadaan karkas yang menjadi kaku yang terjadi
antar 24- 48 jam setelah penyembelihan. Kekejangan atau kehilangan
kelenturan ini merupakan akibat dari serentetan kejadian biokimia yang
komplek : hilangnya creatine phosphat (CP) dan adenosine triphosphat (ATP),
tidak berfungsinya sistem enzim cytochrome dan reaksi komplek lainnya.Salah
satu hasil akhir proses biokimia ini adalah bahwa aktin dan miosin yang
membentuk serabut tipis dan tebal dari sarkomer, bersatu, membentuk
aktomiosin. Proses ini bersifat dapat balik (reversible) pada otot yang masih
hidup akan tetapi bersifat tidak balik pada otot yang sedang atau sudah mati.
 Kecepatan perkembangan rigor mortis dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang
diantaranya ialah :
- Tingkat glikogen pada saat mati. Bila tingkat glikogen rendah rigor cenderung untuk
berlangsung dengan cepat. Tingkat perkembangan rigor dapat dihubungkan dengan PH
akhir yang tercapai.
- Suhu karkas : kecepatan yang tinggi dari perkembangan rigor, sebanding dengan suhu
yang tinggi, yang mempercepat hilangnya CP dan ATP otot.
c. Fase pasca rigor

Pada fase ini hasil-hasil glikolisis menumpuk sehingga terjadi :


• Penumpukan asam laktat sehingga pH jaringan otot rendah
• Penimbunan produk-produk pemecahan ATP
• Pembentukan precursor flavor dan aroma
• Peningkatan daya ikat air
• Pengempukan kembali jaringan otot tanpa pemisahan aktin dan myosin
Perubahan Biokimia Ikan
Setelah ikan mati, perubahan pasca panen yang terjadi pada ikan hampir sama dengan
daging ternak. Tetapi karena kandungan glikogen ototnya relative rendah, penurunan pH pada
daging ikan relatif sedikit. Pada umumnya akan tercapai pH sekitar 6,2. Pada umumnya ikan
dibiarkan berontak dalam jaring atau di darat sebelum mati. Akibatnya kandungan glikogen
dalam daging ikan relatif rendah, sehingga pembentukan asam laktat sedikit. Akibatnya fase
rigor mortis yang terjadi relatif lebih singkat pada pH yang masih tinggi tersebut. Oleh karena
itu, untuk memperpanjang fase rigor mortis, pada penangkapan sebaiknya ikan tidak
dibiarkan banyak berontak sebelum mati. pH dan pembentukan senyawa nitrogen yang volatil
dapat digunakan untuk menilai kesegaran ikan. pH ikan yang masih segar adalah 6,0 - 6,5
dengan batas atas ikan yang dapat dikonsumsi pada pH 6,8. Sedangkan ikan yang rusak
mempunyai pH 7,0 atau lebih.
Pengurangan konsentrasi senyawa TMAO dan peningkatan konsentrasi TMA dan
amonia dapat digunakan untuk menentukan kesegaran ikan. Setelah ikan mati (pasca mortem)
daging ikan akan mengalami berbagai perubahan. Perubahan tersebut terdiri atas tahap pre
rigor mortis, rigor mortis dan pasca rigor mortis.
a. Pre-Rigor
Tahap pre rigor mortis terjadi antara waktu ikan sedang sekarat (mengalami
kematian) sampai ikan mati. Perubahan pada tahap ini antara lain daging ikan menjadi kenyal
lunak dengan pH sekitar 7, juga timbul lendir pada permukaan kulit ikan, yang nantinya
digunakan oleh mikroba sebagai media pertumbuhannya. Pada fase pre rigor ini, daging ikan
masih lunak dan lentur. hal ini karena aktomiosin belum terbentuk. Protein aktin dan miosin
pada ikan belum bergabung membentuk aktomiosin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fase rigor mortis antara lain suhu, gerakan ikan
sebelum mati dan penanganan ikan setelah mati. Semakin tinggi suhu, proses rigor mortis
makin cepat. Hal ini disebabkan peningkatan suhu akan meningkatkan reaksi biokimia dalam
daging ikan. Ikan yang banyak berontak (menggelepar) sebelum mati akan menyebabkan
cadangan glikogen dalam otot/daging ikan menjadi rendah. Akibatnya pembentukan asam
laktat dari glikogen hanya sedikit, sehingga penurunan pH daging ikan tidak besar. Keadaan
daging ikan yang kurang asam ini menyebabkan daging ikan cepat rusak.
b. Rigor Mortis
Pada tahap rigor mortis, glikogen dirubah menjadi asam laktat sehingga pH ikan
menurun dari 7 menjadi 5,8 - 6,2. Kadar glikogen awal sangat berpengaruh terhadap
penurunan pH ini. Semakin tinggi glikogen, semakin rendah pH yang dicapai. Ikan yang
banyak berontak sebelum mati akan banyak menghabiskan glikogen dalam tubuhnya. Salah
satu penyebab mengapa ikan mudah mengalami kerusakan/ kebusukan adalah karena
tingginya pH daging ikan (biasanya sekitar 6.4 - 6.6 ), karena rendahnya cadangan glikogen
dalam daging ikan.

c. Pasca Rigor
Pada tahap pasca rigor mortis, terjadi autolisis yang disebabkan oleh aktivitas bakteri
dan enzim endogen ikan. Enzim proteolitik seperti tripsin dan pepsin akan memecah protein
daging ikan menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti polipeptida, asam amino, H S,
indol dan 2 skatol. H S, indol dan skatol menimbulkan bau busuk ikan. Bakteri pada ikan
disamping menghasilkan enzim proteolitik pengurai daging ikan, juga menghasilkan enzim
dekarboksilase yang akan mengubah asam asam amino menjadi senyawa biogenik amin
penyabab alergi.
Mutu dan kesegaran ikan diuji
dengan berbagai metode :
1. metode indrawi :
ditujukan pada factor-faktor mutu seperti :
- rupa yaitu mengamati perubahan yang
terjadi pada insnag, mata, lendir, permukaan
badan, sayatan daging dan isi perut
- bau dan flavor : umumnya bau dan flavor
ikan berubah dari segra meningkat ke
datar (plain), amis (fishy), manis (sweet),
asam (sour), berbau (stale), busuk dan
akhirnya tahap bau menusuk Ikan segar
dapat dibedakan dengan ikan yang sudah
rusak dapat dilihat dari tanda-tanda
berikut
2. Metode kimia : kesegaran ikan ditentukan
dengan cara mengukur komponen-
komponen yang terbentuk selama proses
penurunan mutu ikan (proses pembusukan
ikan) setelah ikan mati.

You might also like