You are on page 1of 53

Polip Nasi Bilateral

OLEH:
NI WAYAN SEPTIKA VERGA BELLANY
(H1A 013 046)

Pembimbing:
dr. . I Gusti Ayu Trisna, Sp.THT-KL

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM PROPINSI NTB
2017
Pendahuluan
• Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak
cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan,
yang terjadi akibat inflamasi mukosa
• Polip hidung dapat timbul pada semua umur.
• Gejala utama polip hidung adalah sumbatan hidung
Anatomi Hidung
Hidung dibagi atas:
• Hidung bagian luar
• Hidung bagian dalam
Hidung Bagian Luar
• Hidung bagian luar menyerupai pyramid, bagian-bagiannya
dari atas ke bawah:
• Pangkal hidung (bridge)
• Dorsum nasi
• Puncak hidung
• Ala nasi
• Lubang hidung (nares anterior)
Hidung Bagian Dalam
1. Nares Anterior (pintu atas lubang kavum nasi bagian
depan)
2. Vestibulum Nasi
3. Cavum Nasi
4. Nares Posterior/Koana (menghubungkan cavum nasi
dengan nasofaring)
Batas – batas kavum nasi :
• Posterior : berhubungan dengan nasofaring
• Atap: os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus
sfenoidale dan sebagian os vomer
• Lantai: merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir
horizontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar
daripada bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum
oris oleh palatum durum.
• Medial: septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua
ruangan (dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi,
septum nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago
alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini
disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna =
kolumela.
• Lateral: dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os
lakrima, os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os
sfenoid.
Persyarafan
• Persyarafan dari cavum nasi berasal dari cabang pertama dan
cabang kedua dari n. trigeminus.
• Cabang pertama dari n. trigeminus yakni n. ophthalmicus
membawa serabut-serabut afferent ke bagian depan dan
bawah cavum nasi.
• Cabang kedua dari n. trigemanus yakni n. maxillaris membawa
serabut-serabut afferent ke bawah dan belakang dari cavum
nasi, dengan melalui ganglion sphenopalatina.
Vaskularisasi
• A. Sphenopalatina cabang dari a. maxillaris interna mensuplai darah ke
bagian belakang atas cavum nasi, kemudian berjalan ke depan septum nasi
dan ke lateral ke conchae nasalis.
• A. Ethmoidalis anterior dan posterior merupakan cabang dari a.
opthalnica yang berasal dari a. carotis internal yang memberi darah pada
atap dari cavum nasi, sinus ethmoidalis dan sinus frontalis.
• A. Labialis superior merupakan cabang dari a. maxillaris externa, naik
dari bibir atas ke bagian depan dari septum nasi dan vestibulum nasi.
• A. Palatina cabang dari a. maxillaris interna yang melewati canalis incisivus
beranastomose dengan a. sphenopalatina. Pembuluh-pembuluh ini
beranastomose membentuk plexus Kieselbach yang terletak di anterior
inferior septum nasi, yang juga disebut Little’s area.
• A. Infra orbitalis dan dentalis superior, cabang dari a. maxillaris interna
memberi darah ke sinus maxillaris. Cabang pharyngeal dari a. maxillaris
interna memberi darah ke sinus sphenoidalis. Sedangkan sinus frontalis dan
sinus ethmoidalis diperdarahi oleh a. ethmoidalis anterior dan posterior.
Fungsi hidung
• Pengatur kondisi udara (air conditioning)
• Penyaring dan pelindung
• Indra penghidu
• Resonansi suara
• Refleks nasal
Fungsi Hidung
• Air Conditioning :
• Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim
panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit,
sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya
• Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di
bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi
dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui
hidung kurang lebih 37oC
Fungsi Hidung
• Penyaring dan Pelindung
• Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi.
• Silia.
• Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan
partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini
akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.
• Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.
Fungsi Hidung
• Indra Penghidu
• Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi
dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat
POLIP NASI
• DEFINISI
• Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi
mukosa
ETIOLOGI
• Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi adalah adanya
rhinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak
penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli
sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih
belum diketahui dengan pasti.
Faktor Predisposisi
• Alergi terutama rinitis alergi,
• sinusitis kronik,
• iritasi,
• sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum
dan hipertrofi konka,
• peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik
dan berulang,
• gangguan keseimbangan vasomotor dan edema
EPIDEMIOLOGI

• Angka kejadian polip hidung secara pasti belum diketahui.


• Polip hidung dapat timbul pada semua umur tetapi umumnya
dijumpai pada penderita dewasa muda berusia antara 30 – 60
tahun, sedangkan perbandingan antara laki-laki dan
perempuan adalah 2 – 4 : 1 dan tidak ada kekhususan ras pada
kejadian polip hidung
PATOFISIOLOGI
• Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi
kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetik.
Menurut teori Brenstein, terjadi perubahan mukosa hidung
akibat peradangan atau aliran udara yang
bertubulensi, terutama di daerah sempit di kompleks
ostiomeatal.
• Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh
reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga
terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh
permukaan sel epitel yang berakibat retensi air
sehingga terbentuk polip.
• Teori lain mengatakan karena ketidakseimbngan saraf
vasomotor, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan
gangguan regulasi vascular yang menyebabkan edema dan
lama kelamaan menjadi polip.
• Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab semakin
membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga
hidung dengan membentuk tangkai
• Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang
kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian
stroma akan terisi oleh cairan interseluler dan sel radang
(neutrofil dan eosinofil), sehingga mukosa yang sembab
menjadi polipoid.
• Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin
membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung
oleh gaya berat sambil membentuk tangkai, sehingga
terbentuk polip.
MANIFESTASI KLINIS
• Gejala utama dari polip nasi adalah sumbatan hidung yang
menetap dengan derajat yang bervariasi tergantung dengan
lokasi dan ukuran polip
• Rinore cair dan post nasal drip.
• Anosmia atau hiposmia dengan gangguan pengecapan juga
merupakan gejala polip nasi
DIAGNOSIS
• Anamnesis
• Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan Penunjang
Pembagian Stadium Polip
• Pembagian polip nasi menurut Mackay dan Lund (1997), yaitu:
• Stadium 0: Tidak ada polip, atau polip masih beradadalam sinus
• Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus media
• Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga
hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
• Stadium 3: Polip yang masif
Terapi
• Untuk polip dapat diberikan pengobatan :
• 1. Oral, misalnya prednison 40 mg/hari atau deksametason selama 3 – 4
hari, kemudian dosis diturunkan perlahan – lahan (tappering off) selama 5 –
14 hari.
• 2. Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5
cc, tiap 5 – 7 hari sekali, sampai polipnya hilang.
• 3. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid,
merupakan obat untuk rinitis alergi, sering digunakan bersama
atau sebagai lanjutan pengobatan kortikosteroid per oral. Efek
sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.
Pembedahan dilakukan jika :
1. Polip menghalangi saluran nafas
2. Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus.
3. Polip berhubungan dengan tumor
Laporan Kasus
Identitas Pasien
• Nama : Tn. L
• Umur : 41 tahun
• Kelamin : Laki-laki
• Alamat : Dompu
• Poli : 18 Oktober 2017
Anamnesis
Keluhan Utama :
Hidung tersumbat
Riwayat Penyakit Sekarang :
• Pasien datang ke poliklinik THT RSUDP NTB dengan keluhan
kedua hidung tersumbat dan bersin-bersin sejak 2 minggu yang
lalu. Pasien mengaku sering pilek dan batuk, pasien juga mengaku
penciumannya terganggu, dan terdapat riwayat demam yang
hilang timbul. Saat ini pasien merasakan sering keluar cairan
berwarna hijau dari hidung.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga/Sosial :
Pasien tidak memiliki keluarga dengan keluhan yang serupa.
Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan,
ataupun hal lain.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 19 x/menit
Suhu : 36,7oC
Status Lokalis
No. Pemeriksaan Telinga kanan Telinga kiri
Pemeriksaan Telinga

Telinga 1. Tragus Edema (-), hiperemi (-), massa (-), nyeri Edema (-), hiperemi (-), massa (-),
tekan (-) nyeri tekan (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dbn, Bentuk dan ukuran dbn,
Edema (-), hiperemi (-), Edema (-), hiperemi (-),
massa (-), nyeri tarik aurikula (-) massa(-), nyeri tarik aurikula(-)

3. Liang telinga Edema (-), hiperemi (-), sekret (-), Edema (-), hiperemi (-), sekret (-),
furunkel (-), serumen (+) furunkel (-), serumen (+)

4. Membrane Retraksi (-), bulging (-), hiperemi (-), Retraksi (-), bulging (-), hiperemi (-),
timpani edema (-), perforasi (-), sekret (-), cone of edema (-), perforasi (-), sekret (-),
light (+), Intak (+) cone of light (+), Intak (+)
Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Pemeriksaan Bentuk (dbn), inflamasi (-), nyeri tekan (+), Bentuk (dbn), inflamasi (-), nyeri tekan (+),

Hidung Hidung luar


deformitas (-) deformitas (-)

Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi dbn, ulkus (-) dbn, ulkus (-)
Polip
Cavum nasi Bentuk edema pada dorsum, hiperemis (-) Bentuk edema pada dorsum, hiperemis (-)

Mukosa hiperemia (-) , sekret (+), massa (+) Mukosa hiperemia (-) , sekret (+), massa (+)
Meatus nasi media berbentuk agak lonjong, berwarna pucat, berwarna pucat, agak menonjol, memiliki
memiliki tangkai tangkai

Edema (-), mukosa hiperemi (-), mukosa pucat Edema (-), mukosa hiperemi (-), mukosa pucat
Konka nasi inferior
(+) sekret (-), livide (-) (+), sekret (-), livide (-)

Deviasi (-), benda asing(-), perdarahan (-), Deviasi (-), benda asing (-), perdarahan (-),
Septum nasi
ulkus (-) ulkus (-)
Palpasi sinus maksila dan
Nyeri tekan (+) pada sinus maksila Nyeri tekan (+) pada sinus maksila
frontal
Transiluminasi
Frontal Cahaya tembus (+) Cahaya tembus (+)
Maksila Cahaya agak redup Cahaya agak redup
Mukosa Bukal Mukosa berwarna merah muda, hiperemi (-)
Pemeriksaan
Tenggorokan Lidah Normal

Uvula Normal

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

Faring Mukosa hiperemi (-), membran (-), granul (-)

Tonsila Palatina Hiperemi (-), ukuran T2-T2, kripte melebar (-),


detritus (-)
Diagnosis Kerja
• Polip Nasi bilateral
Pemeriksaan
Penunjang
Laboratorium 18 Oktober 2017
• Hb: 15,6
• HCT : 45,7
• WBC : 14,45
• PLT : 256
• GDS: 122
• OT/PT : 48/130
• Ureum : 25
• Creatinin : 0,7
• BT : 2’30”
• CT : 6’15”
• PPT : 13,9
• APTT/kontrol APTT : 30,1/33,0
Rencana Usulan Terapi
• Pro Ekstraksi Polip (Polipektomi)
KIE :
• Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit yang dialami oleh
pasien
• Memberikan informasi mengenai pengobatan pasien: apabila dengan
medikamentosa tidak mengalami perbaikan maka perlu dilakukan tindakan
operasi. Serta informasi mengenai dilakukannya operasi Polipektomi
• Menjaga higiene diri dan lingkungan serta membersihkan rumah dan
perabotan dari debu, menghindari berada terlalu dekat dengan hewan
peliharaan yang berbulu, dll. (apabila alergi)
• Makan, minum dan istirahat yang cukup.
Prognosis
• Dubia ad bonam
Pembahasan
• Pasien datang ke poliklinik THT RSUDP NTB dengan hidung
tersumbat sejak lama, pasien merasakan kedua hidungnya
tersumbat, serta nyeri pada kedua pipinya. Pasien mengaku sering
pilek, penciumannya terganggu, dan sering batuk sejak lama.
Terdapat juga riwayat demam yang hilang timbul pada pasien.
• Pada pemeriksaan dengan menggunakan rinoskopi anterior,
tampak cavum nasi agak pucat, terdapat banyak sekret dan kedua
meatus nasi media pasien terdapat massa, pada meatus nasi
media sinistra terlihat massa berbentuk agak lonjong, dapat
digerakkan, bertangkai dan berwarna pucat. Pada pemeriksaan
transiluminasi didapatkan pada sinus maksila cahaya redup, serta
adanya nyeri tekan pada kedua pipi pasien.
• Data dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan
gejala dan tanda yang sesuai dengan polip nasi yakni sumbatan hidung
yang menetap dengan derajat yang bervariasi tergantung dengan lokasi
dan ukuran polip.
• Umumnya, penderita juga mengeluh rinore cair dan post nasal drip.
• Anosmia atau hiposmia dengan gangguan pengecapan juga merupakan
gejala polip nasi.
• Rinoskopi anterior dan posterior dapat menunjukkan massa polipoid
yang berwarna keabuan pucat yang dapat berjumlah satu atau multipel
dan paling sering muncul dari meatus media dan prolaps ke kavum nasi.
Polip kadang perlu dibedakan dengan konka nasi inferior, yakni dengan
cara memasukan kapas yang dibasahi dengan larutan efedrin 1%
(vasokonstriktor), konka nasi yang berisi banyak pembuluh darah akan
mengecil, sedangkan polip tidak mengecil.
• Diagnosis yang paling mendekati yaitu Polip nasi bilateral,
kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis tersebut. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pada pasien ini yaitu pemeriksaan darah lengkap,
rontgen thorax, dan rontgen waters.
• Terapi yang diberikan pada pasien ditujukan untuk
menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan
mencegah rekurensi polip. Terapi utama pada pasien dengan
polip adalah dengan pemberian kortikosteroid, apabila dengan
medikamentosa tidak mengalami perbaikan maka perlu
dipertimbangakan untuk dilakukan tindakan operasi. Pada
pasien ini direncanakan dilakukan operasi Polipektomi.
Kesimpulan
• Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi
mukosa.
• Etiologi polip di literatur terbanyak merupakan akibat reaksi
hipersensitivitas dan yaitu pada proses alergi, sehingga banyak didapatkan
bersamaan dengan adanya rinitis alergi.
• Polip nasi terbentuk akibat adanya proses inflamasi yang kronis. Pada
tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di
daerah meatus medius.
Kesimpulan
• Pada anamnesis pasien, keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung
rasa tersumbat dari yang ringan sampai berat, rinore mulai yang jernih
sampai purulen, hiposmia atau anosmia.
• Penatalaksanaan untuk polip nasi ini bisa secara konservatif maupun
operatif, yang biasanya dipilih dengan melihat ukuran polip itu sendiri dan
keluhan dari pasien sendiri.
• Adapun beberapa indikasi polipektomi yakni, polip menghalangi saluran
nafas, polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi
sinus, dan polip berhubungan dengan tumor.
Daftar Pustaka
• Mangunkusumo E, Wardani RS. Polip hidung. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-
Hidung-Tengorokan, Kepala dan Leher. Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2007:
p.123-125
• Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I hal. 113 – 114. Penerbit Media Aesculapius
FK-UI. 2000
• Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Hidung. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga-Hidung-Tengorokan, Kepala dan Leher. Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI;2007: p.118-122
• Seeley, Stephen, Tate. The Special Sense. Anatomy and Physiology. USA : The
McGraw-Hill Companies, 2004
• Adam GL, Boies LC, Hilger PA. Fundamentals of otolaryngology. Boies, A textbook of
Ear, Nose and Throat Disease. 6 th edition WB Saunders Co, 1989
• Lalwani, Anil K. Tonsilitis. Dalam: Current Diagnosis dan Treatment Otolaryngology
Head and Neck Surgery. Second Edition. New York: Mc Graw-Hill Companies. 2007.

You might also like